Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Puskesmas, Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disingkat Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Puskesmas adalah organisasi kesehatan fungsional yg merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat dan memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok (Depkes RI, 2003). Puskesmas merupakan kesatuan organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat dengan peran serta aktif masyarakat dan menggunakan hasil penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat luas guna mencapai derajat kesehatan yang optimal, tampa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan (Depkes RI, 2007) 2.2 Ruang lingkup puskesmas Untuk perluasan jangkauan pelayanan kesehatan maka Puskesmas perlu ditunjang dengan unit pelayanan yang lebih sederhana diantaranya, yaitu : 1. Puskesmas Pembantu (Pustu) merupakan tempat pelayanan pengobatan dibawah Puskesmas induk yang pelayanannya dilakukan oleh seorang perawat yang bertempat disuatu Desa jauh dari Puskesmas induk. 2. Puskesmas Keliling (Pusling) kegiatannya dilakukan sama seperti didalam Puskesmas, hanya saja Puskesmas Keliling dilakukan oleh seorang Dokter, Bidan, Gizi, dan Asisten Apoteker (AA). 3. Posyandu, terbagi 2 yaitu : a) Posyandu untuk kesehatan ibu dan balita, terutama pelayanan imunisasi dan gizi terhadap ibu hamil, bayi, dan balita. b) Posyandu Lansia (Lanjut Usia) untuk pelayanan kesehatan bagi usia lanjut. 4. Posyandu Kesehatan Desa (Poskesdes) disediakan untuk pelayanan kesehatan yang sifatnya mendasar. 5. Pondok Bersalin Desa (Polindes) yaitu suatu pelayanan yang dilakukan oleh seorang Bidan yang ditempatkan di suatu Desa jauh dari Puskesmas induk. (Anonim, 2003). 2.3. Fungsi Puskesmas Fungsi Puskesmas Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.128 Menkes /SK /II / 2004 adalah: 1. Pusat Penggerak Pembangunan Berwawasan Kesehatan. Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan oleh sektor lain, masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya, serta secara aktif melaporkan dampak dari penyelenggaraan pembangunan di wilayah kerjanya terhadap kesehatan. Khusus untuk pembangunan kesehatan, upaya yang dilakukan Puskesmas adalah mengutamakan pemeliharaan kesehatan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. 2. Pusat Pemberdayaan Masyarakat. Puskesmas selalu berupaya agar perorangan, keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha untuk memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk sumber pembiayaannya, serta ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan. 3. Pemberdayaan ini diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi dan situasi, khususnya sosial budaya masyarakat setempat. 4. Pusat Pelayanan Kesehatan Strata Pertama Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan, meliputi : a) Pelayanan kesehatan perorangan (Private Goods) adalah pelayanan yang bersifat pribadi, dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit. Pelayanan kesehatan perorangan mencakup rawat jalan dan rawat inap. b) Pelayanan kesehatan masyarakat (Public Goods) adalah pelayanan bersifat publik dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan publik, mencegah penyakit tanpa mengabaikan upaya penyembuhan dan pemulihan kesehatan. Contoh pelayanan publik adalah Promosi Kesehatan, Pemberantasan Penyakit, Penyehatan Lingkungan, Perbaikan Gizi, Peningkatan Kesehatan Keluarga, Keluarga Berencana, Kesehatan Jiwa Masyarakat serta berbagai program kesehatan masyarakat lainnya. Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah berubah paradigmanya dari orientasi obat kepada pasien yang mengacu pada asuhan kefarmasian (pharmaceutical care). Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker/asisten apoteker sebagai tenaga kerja farmasi dituntut untuk meningkatkan pengertahuan, keterampilan dan perilaku agar dapat berinteraksi langsung dengan pasien. 2.4 Pelayanan Farmasi di Puskesmas Menurut Depkes (2003), Pelayanan kefarmasian di Puskesmas dilakukan dengan upaya mencapai tujuan yang ditetapkan. Upaya tersebut meliputi: 1. Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia (SDM) untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di puskesmas adalah apoteker (undang-undang RI nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan): a) Mampu menyediakan dan memberikan pelayanan kefarmasian yang bermutu. b) Mampu mengambil keputusan secara propesional. c) Mampu berkomunikasi yang baik dengan pasien maupun propesi kesehatan lainnya dengan menggunakan bahasa verbal, nonverbal maupun bahasa lokal. d) Selalu belajar sepanjang karier baik pada jalur formal maupun informal, sehingga ilmu dan keterampilan yang dimiliki selalu baru. Sedangkan Asisten Apoteker (AA) hendaknya dapat membantu pekerjaan apoteker dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian tersebut. Lingkup tanggung jawab asisten apoteker meliputi : a) Ikut bertanggung jawab dalam ketersediaan dan keterjangkauan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang diperlukan masyarakat sesuai kewenangan dan peraturan yang berlaku. b) Ikut bertanggung jawab atas mutu, keamanan dan efektifitas sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang diberikan. c) Ikut bertanggung jawab dalam memberikan informasi kepada masyarakat sesuai dengan kewenangan dan peraturan yang berlaku tentang penggunaan sediaan farmasi den perbekalan kesehatan yang diterima demi tercapainya kepatuhan penggunaan. d) Memiliki tanggung jawab bersama dengan tenaga kesehatan lainnya dan pasien dalam menghasilkan terapi yang optimal. 2. Sarana Prasarana dan sarana yang harus dimiliki puskesmas untuk meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian adaah berikut : a) Papan nama “apotek” atau “kamar apotek” yang dapat terlihat jelas oleh pasien. b) Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien. c) Peralatan penunjang pelayanan kefarmasian, antara lain timbangan gram dan miligram, mortir-stamper, gelas ukur, corong, rak alat-alat, dan lain-lain. d) Tersedianya tempat dan alat untuk mendisplai informasi obat bebas dalam upaya penyuluhan pasien, misalnya untuk memasang poster, tempat brosur, leaflet, booklet, dan majalah kesehatan e) Tersedianya sumber informasi dan literatur obat yang memadai untuk pelayanan informasi obat. Antara lain farmakope indonesia edisi terakhir, informasi spesialite obat indonesia (ISO) dan informasi obat nasional indonesia (IONI). f) Tersedia tempat dan alat untuk melakukan peracikan obat yang memadai. g) Tempat penyimpanan obat khusus harus seperti lemari es untuk supositoria, serum dan vaksin, dan lemari terkunci untuk menyimpan narkotika sesuai perundangan yang berlaku. h) Tersedianya kartu stok untuk masing-masing jenis obat atau komputer agar pemasukan dan pengeluaran obat, termasuk tanggal kadaluarsa obat, dapat dipantau dengan baik. i) Tempat penyerahan obat yang memadai, yang memungkinkan untuk melakukan pelayanan informasi obat. 3. Pengelolaan Perbekalan Farmasi Administrasi adalah rangkaian aktifitas pencatatan, pelaporan, pengarsipan dalam rangka pelaksanaan pelayanan kefarmasian yang tertib baik untuk sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan maupun pengelolaan resep supaya lebih mudah dimonitor dan dievaluasi. Administrasi untuk resep meliputi pencatatan jumlah resep berdasarkan pasien penyimpanan bendel resep harian secara teratur selama 3 tahun dan pemusnahan resep yang dilengkapi dengan berita acara. Menurut Depkes (2003), Administrasi untuk sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan meliputi semua tahap pengelolaan dan pelayanan kefarmasian, yaitu : 1. Perencanaan Perencanaan adalah suatu proses kegiatan seleksi obat dan perbekalan kesehatan untuk menentukan jumlah obat dalam rangka pemenuhan kebutuhan puskesmas. Tujuan perencanaan puskesmas adalah sebagai berikut : a) Perkiraan jenis dan jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang mendekati kebutuhan. b) Meningkatkan penggunaan obat secara rasional. c) Meningkatkan efisiensi penggunaan obat. Perencanaan kebutuhan obat untuk puskesmas setiap periode dilaksanakan oleh pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan di puskesmas. Data mutasi obat yang dihasilkan oleh puskesmas merupakan salah satu faktor utama dalam mempertimbangkan perencanaan kebutuhan obat tahunan. Oleh karena itu data ini sangat penting untuk perencanaan kebutuhan obat di puskesmas. Ketepatan dan kebenaran data di puskesmas akan berpengaruh terhadap ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan secara keseluruhan di kabupaten/kota. Dalam proses perencanaan kebutuhan obat pertahun puskesmas diminta menyediakan data pemakaian obat dengan menggunakan LPLPO (laporan pemakaian dan lembar permintaan obat). Selanjutnya Instalasi Farmasi Kota/Kabupaten (unit pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan) yang akan melakukan kompilasi dan analisis terhadap kebutuhan obat puskesmas di wilayah kerjanya. 2. Permintaan obat Tujuan permintaan obat adalah memenuhi kebutuhan obat dimasing-masing unitpelayanan kesehatan sesuai dengan pola penyakit yang ada di wilayah kerjanya. Sumber penyediaan obat di puskesmas adalah berasal dari dinas kesehatan kabupaten/kota. Obat yang diperkenankan untuk disediakan di puskesmas adalah obat esensial yang jenis dan itemnya ditentukan setiap tahunnya oleh Menteri Kesehatan dengan merujuk keapad daftar obat esensial nasional. Selain itu sesuai dengan kesepakatan global maupun keputusan Mentri Kesehatan No. 85 tahun 1989 tentang kewajiban menuliskan resep atau menggunakan obat generik di pelayanan kesehatan milik pemerintah, maka hanya obat generik saja yang diperkenankan tersedia di puskesmas. Adapun beberapa dasar pertimbangan dan kepmenkes tersebut adalah : a) Obat generik menjadi kesepakatan global untuk digunakan diseluruh dunia bagi pelayanan kesehatan publik. b) Obat generik mempunyai mutu, efikasi yang mempunyai standar pengobatan. c) Meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan publik bagi masyarakat. d) Menjaga keberlangsungan pelayanan kesehatan. e) Meningkatkan efektifitas dan efisiensi alokasi dana obat di pelayanan kesehatan publik. Berdasarkan UU no. 23 tahun 1992 tentang kesehatan dan PP no. 72 tahun 1999 tahun tentang pengaman sediaan farmasi dan alat kesehatan, yang di perkenalkan untuk melakukan penyediaan obat adalah tenaga apoteker. Untuk itu puskesmas tidak diperkenankan melakukan pengadaan obat secara sendiri-sendiri. Permintaan obat untuk mendukung pelayanan obat di masing-masing puskesmas diajukan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota dengan menggunakan format LPLPO, sedangkan permintaan dari sub unit kepada puskesmas induk dilakukan secara periodik menggunakan LPLPO sub unit. Berdasarkan pertimbangan efisiensi dan ketepatan waktu penyerahan obat kepada puskesmas, kepala dinas kesehatan kabupaten/kota dapat menyusun petunjuk lebih lanjut mengenai alur permintaan dan penyerahan obat secara langsung Instalasi Farmasi Kota/Kabupaten ke puskesmas. 1. Permintaan rutin Dilakukan sesuai dengan jadwal yang disusun oleh dinas kesehatan kabupaten/kota untuk masing-masing puskesmas. 2. Permintaan khusus Dilakukan diluar jadwal distribusi rutin apabila : a) Kebutuhan meningkat b) Menghindari kekosongan c) Penanganan kejadian luar biasa (KLB), obat rusak dan kadaluarsa. d) Laporan pemakaian dilakukan dengan menggunakan formulir pemakaian dan lembaran permintaan obat (LPLPO). e) Permintaan obat ditujukan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota dan selanjutnya diproses oleh Instalasi Farmasi kabupaten/kota. 3. Menentukan jumlah permintaan obat Data yang diperlukan : a) Data pemakaian obat periode sebelumnya. b) Jumlah kunjungan resep. c) Data penyakit. d) Frekuensi distribusi obat oleh Instalasi Farmasi. Data tersebut diperoleh dari LPLPO dan LBI. 3. Penerimaan obat Penerimaan obat adalah suatu kegiatan dalam menerima obat-obatan yang diserahkan dari unit pengelola yang lebih tinggi kepada unit pegelolaan dibawahnya, tujuannya agar obat yang diterima sesuai dengan kebutuhan berdasarkan permintaaan yang diajukan oleh puskesmas. Setiap penyerahan obat oleh Instalasi Farmasi kepada puskesmas dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota atau pejabat yang diberi wewenang untuk itu. Semua petugas yang terlibat dalam kegiatan pengelolaan obat yang bertanggung jawab atas ketertiban penyimpanan, pemindahan, pemeliharaan dan penggunaan obat berikut kelengkapan catatan yang menyertainya. Pelaksanaan fungsi pengendalian distribusi obat kepada puskesmas pembantu dan sub unit kesehatan lainnya merupakan tanggung jawab kepala puskesmas induk. Petugas penerima obat wajib melakukan pengecekan terhadap obat-obatan yang diserahkan, mencakup jumlah kemasan, nama dan jenis obat, waktu kadaluarsa, nomor batch dan ditanda tangani oleh petugas penerima atau diketahui kepala puskesmas. Bila tidak memenuhi syarat, petugas penerima dapat menolak atau mengajukan keberatan. Jika terdapat kekurangan, penerima obat wajib melaporkan jumlah obat yang kurang. Setiap penambahan obat, dicatat pada kartu stok dan dimasukkan dalam buku penerima obat (Depkes, 2003). 4. Penyimpanan Penyimpanan adalah suatu kegiatan pengataman terhadap obat-obat yang diterima agar aman (tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik atau kimia dan mutunya tetap terjamin. Menurut Depkes (2003), Tujuan penyimpanan adalah agar obat yang tersedia di unit pelayanan kesehatan mutunya dapat dipertahankan. 1. Persyaratan gudang dan pengatur penyimpanan yang baik dapat dipertahankan. Menurut Depkes (2003), persyaratan gudang yang baik yaitu: a) Cukup luas minimal 3 x 4 m² dan atau disesuaikan dengan jumlah obat yang disimpan. b) Ruangan kering tidak lembab. Ada ventilasi agar ada aliran udara dan tidak lembab atau panas. c) Perlu cahaya yang cukup, namun jendela harus d) Dinding dibuat licin. Hindari pembuatan sudut lantai dan dinding yang tajam. e) Gudang digunakan khusus untuk penyimpanan obat dan mempunyai pintu yang dilengkapi dengan kunci ganda. 2. Kondisi penyimpanan Untuk menjaga mutu obat perlu diperhatikan faktor-faktor diantaranya: kelembaban ,sinar matahari langsung, temperatur/panas, kerusakan fisik kontaminasi bakteri dan pengotor. Menurut Depkes (2007), Beberapa obat perlu disimpan pada tempat khusus untuk memudahkan pengawasan, yaitu: a) Obat golongan narkotika dan psikotropika masing-masing disimpan dalam lemari khusus dan terkunci. b) Obat-obat seperti vaksin dan suppositoria harus disimpan dalam lemari pendingin untuk menjamin stabilitas sediaan. c) Beberapa cairan mudah terbakar seperti aseton, eter, dan alkohol disimpan yang berventilasi baik, jauh dari bahan yang mudah terbakar dan perlatan elektronik. Cairan ini disimpan terpisah dari obat-obatan. Menurut Depkes (2007), Tata cara menyimpan dan menyusun obat yaitu: a) Pengaturan obat dapat dikelompokkan berdasarkan bentuk sediaan dan disusun secara alfabetis berdasarkan nama generiknya. Contoh kelompok sediaan tablet, kelompok sediaan sirup dan lain-lainnya. b) Penyimpanan obat berdasarkan sistem FIFO dan FEFO, Penyimpanan obat dilakukan dengan sistem First In First Out (FIFO) untuk masing-masing obat, artinya obat yang datang pertama kali harus dikeluarkan terlebih dahulu dari obat yang datang kemudian, dan First Expired First Out (FEFO) untuk masing- masing obat artinya obat yang lebih awal kadaluarsanya harus dikeluarkan lebih dahulu dari obat yang kadaluarsanya kemudian. Hal ini sangat penting karena: a) Obat yang sudah terlalu lama biasanya kekuatan atau potensinya berkurang. b) Beberapa obat seperti antibiotik mempunyai batas waktu pemakaian artinya batas waktu dimana obat mulai berkurang efektifitasnya. c) Obat yang sudah diterima, disusun sesuai pengelompokkan untuk memudahkan pencarian, pengawasan, dan pengendalian stok obat. d) Pemidahan obat harus hati-hati supaya obat tidak pecah atau rusak. e) Golongan antibiotik harus disimpan dalam wadah yang tertutup rapat. f) Vaksin dan serum harus dalam wadah yang tertutup rapat, terlindung dari cahaya dan disimpan dlam lemari es. Kartu temperature yang terdapat dalam lemari es harus selalu di isi. g) Obat injeksi disimpan dalam tempat yang terhindari dari cahaya matahari. h) Bentuk dragee (tablet salut) disimpan dalam wadah tertutup rapat dan pengambilannya menggunakan sendok. i) Untuk obat yang mempunyai waktu kadaluarsa supaya waktu kadaluarsanya dituliskan pada kotak luar obat dengan menggunakan spidol. j) Penyimpanan tempat untuk obat dengan kondisi khusus, seperti lemari tertutup rapat, lemari pendingin, kotak kedap udara. 5. Pendistribusian Distibusi adalah kegiatan pengeluaran dan penyerahan obat secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub-sub unit pelayanan kesehatan antara lain sub unit pelayanan kesehatan di lingkungan puskesmas. Menurut Depekes (2007), Tujuannya memenuhi kebutuhan obat sub unit pelayanan kesehatan yang ada diwilayah kerja puskesmas dengan jenis, mutu, jumlah dan tepat waktu. Penyaluran/distribusi adalah kegiatan pengeluaran dan penyerahan obat secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub-sub unit pelayanan kesehtan antara lain : a) Sub unit pelayanan kesehatan di lingkungan puskesmas (kamar obat, laboratrium). b) Puskesmas pembantu c) Puskesmas keliling d) Posyandu dan Poskesdes Menurut Depkes (2007), Kegiatan pendistribusian meliputi : a) Menentukan frekunsi distribusi perlu dipertimbangkan kan jarak sub unit pelayanan dan biaya distribusi yang tersedia. b) menentukan jumlah dan jenis obat yang diberikan, yang perlu dipertimbangkan, pemakaian rata-rata per jenis obat, sisa stok, pola penyakit, dan jumllah kunjungan sub unit. c) Melaksanakan penyerahan obat dapat dilakukan dengan cara bagian gudang obat puskesmas menyerahkan ke sub unit atau di ambil sendiri oleh sub unit pelayanan. 6. Pengendalian
Menurut Depkes (2007), Pengendalian persediaan adalah suatu kegiataan untuk
memastikan tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan obat di unit pelayanan kesehatan dasar. Kegiatan pengendalian yaitu :
a) Memperkirakan/menghitung pemakaian rata-rata periode tertentu di Puskesmas
dan diseluruh unit pelayanan, jumlah stok ini disebut stok kerja. b) Menentukan : 1) Stok optimum adalah jumlah obat yang disarankan kepada unit pelayanan agar tidak mengalami kekurangan dan kekosongan 2) Stok pengaman adalah jumlah stok yang disediakan untuk mencegah terjadi sesuatu hal yang tidak terduga, misalnya karena keterlambatan pengiriman di Instalasi Farmasi 3) Menentukan waktu tunggu (leadritme), yaitu waktu yang di perlukan dari mulai pemesanan sampai obat di terima Pengendalian obat terdiri dari : a) Pengendalian persediaan b) Pengendalian penggunaan c) Pengendalian obat hilang Kegiatan Pelayanan: a) Penataan Ruang Pelayanan Obat 1) Ruang pelayanan adalah tempat dimana dilaksanakan kegiatan penerimaan resep, penyiapan obat, pencampuran, pengemasan, pemberian etiket dan penyerahan obat. Di ruang tersebut terdapat tempat penyimpanan obat, alat-alat peracikan, penyimpanan arsip dan tempat pelaksanaan usaha obat 2) Luas ruang pelayanan berukuran kurang lebih 3×4 meter dan mempunyai penerangan yang cukup 3) Tempat penyerahan obat harus mempunyai loket yang memadai untuk komunikasi dengan pasien 4) Ruang pelayanan harus terkunci bila ditinggalkan, bila perlu setiap jendela dilengkapi dengan teralis b) Tempat penyimpanan obat Obat disimpan di lemari, rak atau kotak-kotak tertentu. Untuk obat-obat narkotika, psikotropika hendaknya ditempatkan di dalam lemari terkunci. Tempatkan obat secara terpisah berdasarkan bentuk seperti kapsul, tablet, sirup, salep, injeksi dan lain-lain. Vaksin dan serum ditempatkan di dalam lemari pendingin.susunan obat berdasarkan alfabetis, dan terapkan sistem FIFO (Depkes, 2007). c) Tempat peracikan 1) Ruangan harus terlalu bersih, rapi dan teratur 2) Sediakan meja untuk peracikan obat 3) Obat-obatan tidak boleh berserakan di mana-mana 4) Wadah obat harus selalu tertutup rapat dengan baik untuk menghindari kemungkinan terkontaminsi dan udara lembab 5) Wadah obat harus di beri label sesuai dengan obat yang ada di dalamnya
d) Perlengkapan peralatan racikan
1) Mortir dengan stemper, kecil dan sedang 2) Spantel/sudip untuk membantu mencampurkan dan membersihkan 3) Spantel/sendok untuk menghitung tablet atau kapsul 4) Baki/wadah lain tempat menghitung tablet atau kapsul 5) Lap/serbet lain yang bersih masing-masing untuk salep dan serbuk 6) Kertas pembungkus, kantong plastik dan etiket e) Penyiapan Obat Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyiapkan obat : 1) Periksa dan baca sekali lagi informasi pada wadah obat 2) Pakai spatula atau sendok untuk mengambil tablet atau kapsul 3) Setelah selesai mengambil obat tersebut kembalikan sisanya ke dalam wadah semula 4) Periksa kembali etiket dan wadah 5) Yakinkan sisa obat disimpan kembali ke wadah semula f) Memahami resep 1) Baca resep dengan cermat meliputi : nama obat, jenis dan bentuk sediaan obat, dosis, cara pemakaian dan nama serta umur pasien 2) Apabila tulisan resep tidak jelas tanyakan kepada pembuat resep 3) Kalau obat yang diminta tidak ada, konsultasikan obat alternatif/pengganti kepada pembuat resep g) Bersihkan kembali meja dimana anda bekerja 7. Penyerahan Obat 1) Sebelum obat diserahkan, dilakukan pengecekan terakhir mengenai nama pasien, jenis obat, jumlah obat, aturan pakai obat, kemasan dan sebagainya 2) Obat diberikan melalui loket 3) Penerima obat dipastikan pasien atau keluarga pasien 4) Informasi Sebab utama penderita tidak menggunakan obat dengan tepat adalah karena penderita tidak mendapatkan penjelasan yang cukup dari yang memberikan pengobatan atau yang menyerahkan obat. Oleh karena itu, sangatlah penting menyediakan waktu untuk memberikan penyuluhan kepada penderita tentang obat yang diberikanInformasi yang perlu diberikan kepada pasien adalah : a) Kapan obat digunakan dan berapa banyak b) Lama pemakaian dianjurkan c) Cara penggunaan obat d) Ciri-ciri tertentu setelah pemakaian obat e) Efek samping obat f) Obat-obatan yang berinteraksi dengan kontrasepsi oral g) Cara penyimpanan obat(Depkes RI, 2003). 8. Etika pelayanan Petugas harus memperhatikan etika pelayanan kesehatan, karena disamping itu perlu sopan santun dan kesabaran dalam melayani pasien, karena pasien sebagai penderita penyakit biasanya dalam keadaan tidak sehat atau kurang stabil emosinya (Depkes, 2003). 9. Pencatatan dan Pelaporan Pencatatan dan pelaporan data obat di puskesmas merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka penatalaksanaan obat-obatan secara tertib, baik obat-obatan yang diterima, disimpan, didistribusikan dan digunakan di Puskesmas atau unit pelayanan lainnya (Depkes, 2007 ) Tujuan pencatatan dan pelaporan adalah sebagai bukti bahwa suatu kegiatan yang telah dilakukan, sumber data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian, sumber data dalam pelaporan. Selain itu, pencatatan stok obat juga bertujuan untuk mengetahui pengeluaran dan pemasukan obat, sehingga mudah dimonitor. Pencatatan stok obat meliputi keluar masuknya obat, baik obat Narkotika, Psikotropika ataupun bukan jenis obat lain yang dicatat dalam kartu stok masing-masing. Pencatatan stok dapat dilakukan untuk periode tertentu, baik per hari, minggu ataupun perbulan. Pencatatan pada buku pemasukan, hanya dilakukan pada waktu barang masuk ke-apotek di Puskesmas. Adapun sarana yang digunakan untuk pencatatan dan pelaporan obat di puskesmas adalah LPLPO dan kartu stok. LPLPO yang dibuat oleh petugas puskesmas harus tepat data, tepat isi dan dikirim tepat waktu serta disimpan dan diarsipkan dengan baik. LPLPO juga dimanfaatkan untuk analisis penggunaan, perencanaan, kebutuhan obat, pengendalian persediaan dan pembuatan laporan pengelolaan obat. Setiap obat yang diterima dan dikeluarkan dari gudang dicatat di dalam kartu stok. Laporan penggunaan dan lembar permintaan obat dibuat berdasarkan: a) Kartu stok obat. b) Catatan harian penggunaan obat. Data yang ada pada LPLPO dilaporkan ke Dinkes Kabupaten/Kota. Laporan ini merupakan laporan puskesmas ke Dinkes Kabupaten/Kota. Alur pelaporan data LPLPO merupakan data dari LPLPO sub unit dan puskesmas induk, LPLPO dibuat empat rangkap, yakni: 1. satu rangkap ditujukan ke Dinkes Kota 2. dua rangkap ditujukan ke GFK, dan 3. Satu rangkap untuk arsip puskesmas. Laporan bulanan dilakukan secara periodik. Pelaporan untuk obat golongan Narkotik Psikotropik laporan di buat secara rutin setiap bulan oleh Puskesmas, yang di kirimkan/ di tujukan kepada kepala Dinas Kesehatan Kotamadya dengan tembusan kepada kepala Gudang Farmasi Kota (Depkes, 2007).