Anda di halaman 1dari 13

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HERPES

Dosen Pembimbing :
Hepta Nur Anugrahini.,S.Kep.,Ns.M.Kep

Disusun oleh :
III REGULER B
Tyas Irwin Indriana P27820117061
Aprilias Filantika Rofi P27820117079

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SURABAYA
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI D3 KEPERAWATAN SOETOMO
2019/2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga saya dapat
menyelesaikan Makalah Keperawatan Medikal Bedah 2 dengan judul “Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Dengan Herpes”
Adapun Makalah ini telah saya usahakan semaksimal mungkin dengan
mencari sumber di beberapa media, bimbingan bapak/ibu dosen dan tentunya
dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan tugas
ini. Namun tidak lepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya.
Oleh karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka saya membuka
selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi saran dan kritik kepada saya
sehingga saya dapat memperbaiki makalah ini. Akhirnya penyusun mengharapkan
semoga dari makalah ini dapat diambil hikmah dan manfaatnya sehingga dapat
memberikan inpirasi terhadap pembaca.

Surabaya, 29 Juli 2019

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Herpes adalah infeksi virus pada kulit. Herpes simpleks diperkirakan
cukup besar. Pada tahun 2012, diperkirakan ada 417 juta orang dengan
rentang usia antara 15-49 tahun terinfeksi herpes simplex virus (HSV) tipe 2 di
seluruh dunia (11.3% dari total penduduk dunia), sekitar 267 juta dari mereka
adalah wanita.Herpes Simplex Virus merupakan salah satu virus yang
menyebabkan penyakit herpes pada manusia. Tercatat ada tujuh jenis virus
yang dapat menyebabkan penyakit herpes pada manusia yaitu Herpes Simplex
Virus, Varizolla Zoster Virus (VZV), Cytomegalovirus (CMV), Epstein-Barr
Virus (EBV), dan Human Herpes Virus tipe 6 (HHV-6), tipe 7 (HHV-7), tipe
8 (HHV-8). Semua virus herpes memiliki ukuran dan morfologi yang sama
dan semuanya melakukan replikasi pada inti sel.
Herpes Simplex Virus sendiri dibagi menjadi dua tipe, yaitu Herpes
Simplex Virus tipe 1 (HSV-1) yang menyebabkan infeksi pada alat kelamin
(genital). Tetapi, bagaimanapun kedua tipe virus tersebut dapat menyebabkan
penyakit dibagian tubuh manapun. HSV-1 menyebabkan munulnya
gelembung berisi cairan yang terasa nyeri pada mukosa mulut, wajah dan
sekitar mata.
Herpes Zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus
varisela zoster, Daerah yang paling sering terkena adalah daerah thorakal.
Frekuensi penyakit ini pada pria dan wanita sama. Sedangkan mengenai umur
lebih sering pada orang dewasa. Herpes zoster disebut juga shingles. Di
kalangan awam populer atau lebih dikenal dengan sebutan “dampa” atau
“cacar air”. Herpes zoster merupakan infeksi virus yang akut pada bagian
dermatoma (terutama dada dan leher) dan saraf. Disebabkan oleh virus
varicella zoster (virus yang juga menyebabkan penyakit varicella atau
cacar/chickenpox.
1.2 Rumusan masalah
1.3 Tujuan penulisan
BAB 2
ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian
1. Identitas
Biasnya Herpes zoster terjadi pada orang yang pernah menderita
varisela sebelumnya karena varisela dan herpes zoster disebabkan oleh
virus yang sama yaitu virus varisela zoster. Setelah sembuh dari varisela,
virus yang ada di ganglion sensoris tetap hidup dalam keadaan tidak aktif
dan aktif kembali jika daya tahan tubuh menurun. Lebih dari 2/3 usia di
atas 50 tahun dan kurang dari 10% usia di bawah 20 tahun.
Dan untuk herpes simpleks diperkirakan cukup besar. Pada tahun
2012, diperkirakan ada 417 juta orang dengan rentang usia antara 15-49
tahun terinfeksi herpes simplex virus (HSV) tipe 2 di seluruh dunia (11.3%
dari total penduduk dunia), sekitar 267 juta dari mereka adalah wanita.
Angka tertinggi kasus herpes simpleks ditemukan di Afrika.
2. Keluhan utama
Keluhan biasanya diawali dengan gejala prodomal yang
berlangsung selama 1-4 hari. Gejala yang mempengaruhi tubuh : demam,
sakit kepala, fatigue, malaise, nausea, kemerahan, nyeri, gatal, dan
kesemutan. Nyeri bersifat segmental dan dapat berlangsung terus-menerus
atau hilang timbul. Nyeri juga bisa terjadi selama erupsi kulit. Gejala yang
mempengaruhi mata : berupa kemerahan, sensitif terhadap cahaya,
pembengkakan kelopak mata, kekeringan mata, pandangan kabur,
penurunan sensasi penglihatan.
3. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya klien merasakan nyeri yang hebat, terutama pada area
kulit yang mengalami peradangan berat.
4. Riwayat penyakit dahulu
Biasanya klien pernah mengalami penyakit herpes atau memiliki
riwayat penyakit seperti ini sejak dahulu.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada anggota keluarga mempunyai penyakit yang sama
seperti diderita klien.
6. Pengkajian dignostik
Tujuan dari pengkajian diagnostik adalah dilakukan untuk
membedakan dari impetigo, kontak dermatitis dan herpes simpleks.
Pengkajian diagnostik yang bisa dilakukan, meliputi hal-hal berikutn ini :
a. Tzanck Smear : mengidentifikasi virus herpes tetapi tidak dapt
membedakan herpes zoester dan herpes simpleks.
b. Kultur dari cairan vesikeldan tes antibodi : digunakan untuk
membedakan diagnosis herpes virus.
c. Immunofluorescent : mengidentifikasi varisella di sel kulit.
d. Pemeriksaan histopatologik.
e. Pemeriksaan mikroskop elektron.
f. Kultur virus.
g. Identifikasi antigen/asam nukleat virus.
h. Deteksi antibodi terhadap infeksi virus.

2.2 Pola- pola fungsi kesehatan


1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya klien penderita herpes tidak mengkonsumsi obat- obat an
yang berbahaya, kurang untuk menjaga kebersihan.
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Respon sistemik memberikan manifestasi peningkatan suhu tubuh,
perasaan tidak enak badan, dan gangguan gastrointestinal berupa mual dan
muntah
3. Pola aktivitas dan latihan
Biasanya klien mengatakan susah untuk beraktivitas dikarenakan
nyeri, dan merasa lemah.
4. Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesulitan untuk tidur, dan merasa tidak
nyaman untuk beristirahat karena merasa nyeri akibat herpes
5. Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya klien mengatakan bahwa klien minder karena luka yang
ada pada tubuhnya. Respon psikologis pada kondisi adanya lesi pada kulit
memberikan respon kecemasan dan gangguan gambaran diri.

2.3 Pemeriksaan Fisik


1. Status kesehatan umum
Biasanya keadaan umum klien mandiri care, dengan kesadaran
compos mentis GCS 4, 5, 6 suara bicara jelas, biasanya terjadi peningkatan
suhu dan nadi pada tanda- tanda vital ,
2. Kepala
Biasanya bentuk kepala normo cephalik dan simetris, tidak
terdapat penonjolan, tidak ada lesi, tidak ada cedera kepala, tidak nyeri
kepala.
3. Rambut
Biasanya tidak ada tanda- tanda alopesia atau kebotakan.
4. Wajah
Biasanya bentuk wajah klien simetris, ada luka seperti cacar air,
alis mata normal, konjungtiva tidak anemis, tidak ada septum deviasi.
5. Telinga
Biasanya tidak ada gangguan pendengaran, tidak serumen maupun
benda asing.
6. Mulut
Biasanya tidak terjadi perdarahan pada gusi.
7. Thoraks
Biasanya bentuk dada simetris, pergerakkan dada simetris, tidak
menggunakan otot bantu pernafasan.
8. Paru- paru
Biasanya pernafasan normal, tidak sesak nafas, tidak terdapat suara
nafas tambahan.
9. Jantung
Biasanya irama jantung reguler, frekuensi jantung meningkat
karena nyeri.
10. Abdomen
Biasanya tidak asites, tidak nyeri tekan, suara peristaltik 12 kali per
menit.
11. Ekstermitas
Biasanya tidak ada deformitas ekstermitas, tidak ada gangren.
12. Kulit
Biasanya warna kulit sawo matang, terdapat luka seperti cacar air.
13. Genetelia dan anus
Biasanya tidak terdapat masalah pada genetalia dan anus.

2.4 Diagnosa
1. Nyeri akut b.d respon inflamasi lokal sekunder dar kerusakan saraf
perifer kulit d.d mengeluh nyeri
2. Ketidakseimbangan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake
nutrisi tidak adekuat, respon sekunder dari mual, muntah, dan anoreksi.
3. Hipertermi b.d respon inflamasi sistemik d.d suhu tubuh diatas normal.
4. Gangguan Integritas kulit b.d adanya vesikel pada sistem integumen
5. Risiko infeksi berhubungan dengan pemanjanan melalui kontak
(langsung, tidak langsung dan kontak droplet).
2.5 Intervensi
Diagnosa 1 : Nyeri akut b.d respon inflamasi lokal sekunder dar
kerusakan saraf perifer kulit d.d mengeluh nyeri.
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam,
diharapkan nyeri menurun.
b. Kriteria hasil :
1. Rasa nyeri berkurang atau hilang
2. TTV dalam batas normal
3. Pasien tidak gelisah
c. Intervensi :
1. Kaji nyeri dengan pendekatan PQRST
R/ : menjadi parameter untuk mengetahui sejauh mana intervensi
yang diperlukan dan sebagai evalusi keberhasilan dari
intervensi manajemen keperawatan
2. Monitoring tanda tanda vital
R/ : untuk mengetahui keadaan umum pada pasien
3. Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan pereda nyeri
nonfarmakologis dan noninvasif
R/ : pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi
menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri
4. Kolaborasi dalam pemberian terapi analgesik
R/ : analgesik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri dapat
berkurang

Diagnosa 2 : Ketidakseimbangan pemenuhan nutrisi kurang dari


kebutuhan b.d intake nutrisi tidak adekuat, respon sekunder dari mual,
muntah, dan anoreksi.
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam,
diharapkan kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi
b. Kriteria hasil :
1. Klien dapat mempertahankan asupan nutrisi yang adekuat
c. Intervensi
1. Identifikasi status nutrisi klien
R/ : untuk mengetahui berapa kalori yang dibutuhkan pasien
2. Identifikasi alergi intoleransi makanan
R/ : beberapa klien mungkin mengalami alergi terhadap makanan
yang dapat menimbulkan rasa gatal dan sensasi terbakar yang
dapat memperparah keadaan kulit
3. Berikan makanan sedikit tetapi sering
R/ :
4. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (misalnya : golongan
antasida)
R/ : untuk membantu mengurangi mual muntah yang dialami klien
Diagnosa 3 : Hipertermi b.d respon inflamasi sistemik d.d suhu tubuh
diatas normal.
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam,
diharapkan klien tidak mengalami hipertermi
b. Kriteria hasil :
1. Suhu tubuh dalam batas normal

c. Intervensi :
1. Observasi penyebab hipertermi
R/ : untuk mengetahui penyebab hipertermi agar bisa memberikan
pelayanan yang tepat
2. Monitor suhu tubuh dan haluaran urine
R/ : untuk mengobservasi keadaan umum pasien dan untuk mengukur
intake dan output cairan
3. Sediakan lingkungan yang dingin serta longgarkan atau lepaskan
pakaian
R/ :
4. Kolaborasi dalam pemberian cairan dan elektrolit
R/ : untuk mencegah terjadinya dehidrasi akibat suhu yang meningkat

Diagnosa 4 : Gangguan Integritas kulit b.d adanya vesikel pada sistem


integumen
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam,
diharapkan
a. Kriteria hasil :

b. Intervensi :

Diagnosa 5 : Risiko infeksi berhubungan dengan pemanjanan melalui


kontak (langsung, tidak langsung dan kontak droplet).
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keeperawatan selama 1 x 24 jam,
diharapkan tidak terjadi infeksi pada klien
b. Kriteria hasil :
1. klien tidak mengalami infeksi
2. hasil pemeriksaan trombosit dalam batas normal
c. Intervensi :

2.6 Implementasi
Pelaksanaan merupakan tindakan yang dilakukan dari rencana yang
sudah dibuat dan merupakan tindakan atau realisasi dari rencana tindakan
yang telah disusun berdasarkan prioritas tindakan yang telah dilakukan
berdasarkan rencana.

2.7 Evaluasi
Evaluasi dilakukan setelah diberikan tindakan keperawatan dengan
melihat respon klien, mengacu pada kriteria hasil. Dalam mengevaluasi,
perawat harus memiliki kemampuan untuk memahami respon terhadap
tindakan, dan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan tercapai atau tidak
sesuai kriteria hasil. Tahap ini merupakan proses yang menentukan sejauh
mana tujuan telah tercapai bertujuan untuk menilai keefektifan perawat,
mengkomunikasikan status klien, dan hasil dari tindakan keperawatan yang
telah dilakukan.
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh virus
herpes simpleks (virus herpes hominis) tipe I atau tipe II yang ditandai
oleh adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan
eritematosa pada daerah dekat mukokutan, sedangkan infeksi dapat
berlangsung baik primer maupun rekurens.
Herpes zoster disebut juga shingles. Di kalangan awam populer atau
lebih dikenal dengan sebutan “dampa” atau “cacar air”. Herpes zoster
merupakan infeksi virus yang akut pada bagian dermatoma (terutama dada
dan leher) dan saraf. Disebabkan oleh virus varicella zoster (virus yang juga
menyebabkan penyakit varicella atau cacar/chickenpox.

4.2 Saran
Lebih baik mencegah daripada mengobati. Oleh karena itu jagalah
kesehatan dengan cara pola hidup sehat, dan segeralah periksa jika ada tanda-
tanda yang mengarah pada penyakit herpes.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai