TINJAUAN PUSTAKA
Secara Nasional standar wilayah kerja Puskesmas adalah satu Kecamatan, dengan
beberapa faktor yaitu, Kepadatan Penduduk, Luas Daerah, Keadaan Geografi, dan
Keadaan Infra Struktur lainnya yang merupakan bahan pertimbangan dalam
menentukan wilayah kerja Puskesmas, maka tanggung jawab wilayah kerja dibagi antar
Puskesmas dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah Desa atau Kelurahan,
Dusun atau Rukun Warga.
3.Mampu berkomunikasi baik dengan pasien maupun profesi kesehatan lainnya dengan
baik.
4.Selalu belajar sepanjang karir baik pada jalur formal maupun informal, sehingga ilmu
dan keterampilan yang dimiliki selalu baru (Anonim, 2006).
Seorang Asisten Apoteker (AA) hendaknya dapat membantu pekerjaan Apoteker dalam
melaksanakan pelayanan kefarmasian tersebut, dan kompetensi seorang Asisten
Apoteker di Puskesmas adalah sebagai berikut :
Sarana adalah tempat, fasilitas dan peralatan yang secara langsung terkait dengan
kegiatan kefarmasian, Sedangkan Prasarana adalah tempat, fasilitas dan peralatan yang
secara tidak langsung mendukung pelayanan. Sarana dan prasarana yang perlu dimiliki
oleh Puskesmas untuk meningkatkan kualitas pelayanan adalah sebagai berikut :
Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetik. Perbekalan
kesehatan adalah semua bahan selain obat dan peralatan yang diperlukan untuk
menyelenggarakan kesehatan. Ruang lingkup pengelolaan farmasi di Puskesmas
mencakup :
1. Perencanaan
Perencanaan adalah proses kegiatan seleksi obat dan perbekalan kesehatan untuk
menentukan jumlah obat dalam rangka pemenuhan kebutuhan Puskesmas.
Perencanaan kebutuhan untuk Puskesmas setiap periode dilaksanakan oleh pengelola
obat dan perbekalan kesehatan di Puskesmas. Data mutasi obat yang dihasilkan oleh
Puskesmas merupakan salah satu faktor utama dalam mempertimbangkan perencanaan
kebutuhan obat tahunan.
Dalam proses perencanaan kebutuhan obat per tahun, Puskesmas diminta menyediakan
data pemakaian obat dengan menggunakan LPLPO fungsinya yaitu Analisis
Penggunaan, Perencanaan Kebutuhan, Pengendalian Persediaan Dan Pembuatan
Laporan Pengelolaan Obat. Selanjutnya UPOPPK (Unit Pengelola dan Perbekalan
Kesehatan) yang akan melakukan kompilasi dan analisa terhadap kebutuhan obat
Puskesmas di wilayah kerjanya.
1. Perkiraan jenis dan jumlah obat serta perbekalan kesehatan yang mendekati
kebutuhan
2. Meningkatkan penggunaan obat secara rasional.
3. Meningkatkan efisiensi penggunaan obat.
Metode yang lazim digunakan untuk menyusun perkiraan kebutuhan obat di tiap unit
pelayanan kesehatan adalah :
1. Metode Konsumsi
Dengan menganalisis data konsumsi obat tahun sebelumnya. Hal yang perlu
diperhatikan adalah pengumpulan data dan pengolahan data, analisis data untuk
informasi dan evaluasi, dan perhitungan perkiraan kebutuhan obat.
1. Metode Epidemiologi
Dengan menganalisis kebutuhan obat berdasarkan pola penyakit. Langkah yang perlu
dilakukan adalah menentukan jumlah penduduk yang akan dilayani, menentukan
jumlah kunjungan kasus berdasarkan frekuensi penyakit, menyediakan
pedoman pengobatan, menghitung perkiraan kebutuhan obat, dan penyesuaian dengan
alokasi dana yang tersedia.
1. Metode Campuran
Metode campuran merupakan gabungan dari metode konsumsi dan metode
epidemiologi.
1. Obat generik sudah menjadi kesepakatan global untuk digunakan diseluruh dunia
bagi pelayanan kesehatan publik.
2. Obat generik mempunyai mutu, efikasi yang memenuhi standar pengobatan.
3. Meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan publik bagi masyarakat.
4. Menjaga keberlangsungan pelayanan kesehatan publik
5. Meningkatkan efekivitas dan efisensi alokasi dana obat di pelayanan kesehatan
publik.
Berdasarkan UU No.23 tahun 1992 Tentang Kesehatan dan PP No.72 tahun 1999
tentang Pengamanan sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan, yang diperkenankan untuk
melakukan penyediaan obat adalah Apoteker. Puskesmas tidak diperkenankan
melakukan pengadaan obat secara sendiri-sendiri. Permintaan obat untuk mendukung
pelayanan obat dimasing-masing Puskesmas diajukan oleh kepala Puskesmas kepada
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan format LPLPO, sedangkan
permintaan dari sub unit ke Kepala Puskesmas dilakukan secara Periodik menggunakan
LPLPO sub unit (Anonim, 2003).
Untuk pengadaan, pada awalnya dibuat surat pesanan oleh Asisten Apoteker atau
Apoteker berupa LPLPO, yang kemudian ditanda tangani oleh kepala Puskesmas yang
bersangkutan. LPLPO dibuat sebanyak 4 rangkap, 1 lembar untuk Dinas Kesehatan
Kabupaten / Kota setempat, 2 lembar untuk Gudang Farmasi dan 1 lembar sebagai
Arsip. LPLPO dikirimkan pada setiap akhir bulan dan permintaan barang akan diterima
pada setiap awal bulan.
1. Permintaan rutin, dilakukan sesuai dengan jadwal yang disusun oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota.
2. Permintaan khusus, dilakukan diluar jadwal distribusi rutin apabila : kebutuhan
meningkat, menghindari kekosongan, penanganan Kejadian Luar Biasa (KLB), obat
rusak dan kadaluarsa.
3. Permintaan obat dilakukan dengan menggunakan formulir Laporan Pemakaian dan
Lembar Permintaan Obat (LPLPO).
4. Permintaan obat ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan
selanjutnya diproses oleh UPOPPK Kabupaten/Kota.
Menentukan jumlah permintaan obat, yaitu dengan menggunakan Formulir LPLPO.
Data yang diperlukan yaitu data pemakaian obat periode sebelumnya, jumlah
kunjungan resep, data penyakit, dan frekuensi distribusi obat oleh UPOPKK.
Jumlah untuk periode yang akan datang diperkirakan sama dengan pemakaian pada
periode sebelumnya.
SO = (SK + SWK + SWT + SP) – SS
Keterangan :
SO = Stok Optimum
SS = Sisa Stok
1. Penerimaan Obat
Penerimaan obat adalah suatu kegiatan dalam menerima obat-obatan yang
diserahkan dari unit pengelola yang lebih tinggi kepada unit pengelola dibawahnya.
Tujuan penerimaan obat adalah agar obat yang diterima sesuai dengan kebutuhan
berdasarkan permintaan yang diajukan oleh Puskesmas (Anonim, 2003).