Anda di halaman 1dari 6

A.

Keluhan Utama
Bercak kehitaman yang menebal disertai rasa gatal di kedua punggung kaki
B.Riwayat Penyakit Sekarang
Ny.S datang ke poli kulit RSPS dengan keluhan bercak kehitaman yang menebal
disertai rasa gatal di kedua punggung kaki sejak kurang lebih 1 bulan yang lalu
keluhan semakin memberat sejak 2 minggu yang lalu.
Awalnya pasien merasakan gatal pada kedua punggung kakinya dan timbul bintil-bintil
berisi cairan berwarna putih. Pasien sering menggaruknya sehingga bintil-bintilnya
pecah dan menimbulkan luka.
Kulit yang luka menjadi terasa kering dan menebal. Rasa gatal muncul saat pasien
sedang banyak pikiran dan stres. Pasien pernah mengalami penyakit yang sama di
kedua punggung kaki kedua lutut dan kedua siku.
Gatal dirasakan sering kambuh, lebih sering jika pasien sedang beristirahat, jika
terasa sangat gatal pasien menggaruknya. Pasien sebelumnya pernah datang berobat ke
dokter kulit diberi obat makan dan obat salep tapi pasien lupa namanya,
dan ketika obat habis pasien merasakan keluhannya kembali timbul. Gatal tidak
bertambah pada saat pasien berkeringat. Gatal tidak menyebar ke tempat lain
khususnya di daerah lipatan-lipatan kulit.
Tidak ada riwayat gatal setelah mengkonsumsi makanan tertentu. Tidak ada riwayat
digigit serangga.

C.Riwayat Penyakit Dahulu

-Riwayat keluhan serupa (+)


-Riwayat asthma (-)
-Riwayat alergi (-)
-Riwayat Hipertensi (+)
-Riwayat Diabetes Mellitus (-)

D.Riwayat Penyakit Keluarga

-Riwayat keluarga DM (-), Hipertensi (-), Alergi (-)


-Riwayat keluhan serupa pada keluarga (-)

3.PEMERIKSAAN FISIK

A.Status Generalis
a.Keadaan Umum : Baik
b.Kesadaran : Compos mentis
c.Vital Sign :
TD : 120/80 mmHg
N : 88 x / menit
R : 20 x / menit
T : 36,5 C
B.Pemeriksaan Fisik
a.Kepala : Tak ada keluhan
b.Leher : Tak ada keluhan
c.Thorax : Tak ada keluhan
d.Abdomen : Tak ada keluhan
e.Ekstremitas : Gatal-gatal pada tangan kanan dan kaki kiri
f.Genital : Tak ada keluhan
C.Status Lokalis
a.Regio : Ekstremitas Superior dan Inferior
b.Efloresensi :
Lesi hiperpigmentasi ukuran plakat, batas tidak tegas, pada permukaan
dijumpai erosi ukuran lentikular, multiple,
sekitarnya dijumpai krusta berwarna hitam tidak mudah lepas, dijumpai skuama
berwarna putih, halus, tidak berlapis-lapis,
dan likenifikasi ukurannya plakat, batas tidak tegas.
4.DIAGNOSA KERJA

Liken simpleks kronik

5.DIAGNOSIS BANDING

-Dermatitis numularis kronik


-Psoriasis
-Dermatitis Atopik

6.PENATALAKSAAN

Umum:
a. Menghindari faktor pencetus, seperti menghindari faktor stres.
b. Mengurangi menggaruk daerah gatal tersebut karena akan menimbulkan perlukaan.
c. Makan obat secara teratur.
d. Kontrol ke dokter teratur.

Khusus:
Antihistamin sistemik

Topikal
a.Kortikosteroid dengan potensi tinggi seperti Clobetassol Propionat 0,05%
b.Preparat tar : LCD 5%
c.Asam salisil 3%
d.Emolien 10%

I. Definisi

Liken simplek kronik dikenal juga dengan neurodermatitis sirkumskripta, atau


Liken Vidal. Liken simpleks kronik bukan merupakan proses primer.
Liken simplek kronik adalah peradangan kulit kronis, disertai rasa gatal,
sirkumskrip, yang khas ditandai dengan kulit yang tebal dan likenifikasi.
Likenifikasi pada liken simpleks kronik terjadi akibat garukan atau gosokan yang
berulang-ulang,
karena berbagai rangsangan pruritogenik.Keluhan dan gejala dapat muncul dalam waktu
hitungan minggu hingga bertahun-tahun. Liken simplek kronik merupakan penyakit yang
sering ditemui pada masyarakat umum terutama pada usia dewasa, dan puncak
insidennya antara 30-50 tahun.
Keluhan utama yang dirasakan pasien dapat berupa gatal yang bersifat paroksismal,
dan dirasakan pasien terutama jika tidak beraktivitas. Lesi yang timbul dapat
muncul hanya pada satu tempat, tetapi dapat juga dijumpai pada beberapa tempat.
(Torales J et al,2016)

II. Epidemiologi
Liken simpleks kronik jarang ditemukan pada masa kanak-kanak. Insiden puncak
terjadi antara usia 30 dan 50 tahun. Wanita lebih sering terkena daripada pria.
Individu dengan liken simpleks kronik dapat dibagi menjadi kelompok atopik dan
nonatopik.
Pasien liken simpleks kronik dalam kelompok yang terkait dengan dermatitis atopik
memiliki usia rata-rata yang lebih muda yaitu 19 � 5 tahun dan kejadian reaktivitas
yang tinggi terhadap beberapa alergen lingkungan. Sebaliknya, pasien dengan liken
simpleks kronik tanpa dermatitis
atopik memiliki usia rata-rata yang lebih tua yaitu 48 � 14 tahun tanpa
hipersensitif terhadap alergen lingkungan.(Fitspatricks�s,2008)

III. Etiopatogenesis
Etiologi pasti liken simplek kronik belum diketahui, namun pruritus memainkan
peran sentral dalam timbulnya pola reaksi kulit berupa likenifikasi dan prurigo
nodularis. Pruritus sendiri dapat muncul sebagai gejala dari penyakit lainnya yang
mendasari seperti gagal ginjal kronis,
obstruksi saluran empedu, limfoma Hodgkin, hipertiroidisme, hipotiroidisme, AIDS,
hepaitis B dan C, dermatitis atopik, dermatitis kontak, serta gigitan serangga.
Faktor psikologi diasosiasikan dengan liken simpleks kronis, namun belum jelas
apakah faktor emosional timbul sekunder terhadap
penyakit ini atau primer dan kausatif. Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
gatal antara lain panas, keringat, dan iritasi. (Hogan DJ et al,2012)
Eosinofil, yang mengandung protein kationik eosinofil dan neurotoksin /
eosinofil protein X yang diturunkan dari eosinofil, meningkat di dermis. Protein
dasar memiliki kemampuan untuk mendegranulasi sel mast. HLA-DR dan S-100 sel
Langerhans lebih banyak jumlahnya di dermis.
Jumlah saraf yang mengandung CGRP dan SP imunoreaktif meningkat pada dermis prurigo
nodularis tetapi tidak pada lichen simplex kronikus. Penipisan SP seperti yang
ditunjukkan oleh mikroskop laser pemindaian confocal yang terkait dengan
peningkatan klinis prurigo nodularis memberikan dukungan
untuk peran neuropeptida. Jumlah saraf yang menunjukkan imunoreaktif somatostatin,
VIP, peptida histidin-isoleusin, galanin, dan neuropeptida Y adalah sama pada
lichen simplex kronikus, prurigo nodularis, dan kulit normal. Telah disarankan
bahwa proliferasi saraf hasil dari trauma mekanik, seperti menggaruk.
SP dan CGRP dapat melepaskan histamin dari sel mast, yang selanjutnya meningkatkan
pruritus. Membran sel Schwann dan sel perineurium menunjukkan peningkatan ekspresi
faktor pertumbuhan saraf p75, yang mungkin menghasilkan hiperplasia saraf. Dalam
papilla dermal dan dermis atas, hormon yang merangsang
alfa-melanosit-stimulating (a-MSH) divisualisasikan dalam sel endotel kapiler.
Meskipun peran a-MSH dalam prurigo nodularis tidak diketahui, ia dapat berfungsi
dalam imunosupresi untuk melawan peradangan kulit.
(Fitspatricks�s,2008)

IV. Gejala Klinis


Penderita penyakit ini akan mengeluh rasa gatal yang sangat mengganggu
aktivitas, dan dirasakan terutama ketika penderita tidak sedang beraktivitas. Rasa
gatal akan berkurang bila digaruk, dan penderita akan berhenti menggaruk bila sudah
timbul luka, akibat tergantikannya rasa gatal dengan rasa nyeri.
Lesi yang muncul biasanya tunggal, bermula sebagai plak eritematosa. Plak tersebut
biasanya berbentuk plakatdan dapat memiliki 3 zona, yaitu:
a.Zona perifer. Zona ini selebar 2-3 cm yang tidak menebal dan dapat berisi
papul.
b.Zona media. Zona ini dapat memiliki papul lentikular yang mengalami
ekskoriasi.
c.Zona sentral. Zona ini merupakan zona yang memiliki penebalan paling parah
dan alterasi pigmentasi.

Selain bentuk plak, lesi pada liken simpleks kronik dapat muncul dengan
sedikit edema. Lambat laun edema dan eritema akan menghilang, lalu muncul skuama
pada bagian tengah dan menebal. Likenifikasi, ekskoriasi, dengan sekeliling yang
hiperpigmentasi, muncul seiring dengan menebalnya kulit, dan batas
menjadi tidak tegas. Gambaran klinis juga dipengaruhi oleh lokasi dan lamanya lesi.
Lesi dapat timbul dimana saja, namun tempat yang sering adalah di tengkuk (lichen
nuchae, lebih sering pada wanita), leher, dengan bagian ekstensor, pubis, vulva,
skrotum, peri-anal, paha bagian medial, lutut, tungkai bawah lateral,
pergelangan kaki bagian depan, dan punggung kaki. Skuama pada penyakit ini dapat
menyerupai skuama pada psoriasis. Variasi klinis dari liken simplek kronik dapat
berupa prurigo nodularis, akibat garukan atau korekan tangan penderita yang
berulang-ulang pada suatu tempat. Lesi berupa nodus berbentuk kubah,
permukaan mengalami erosi tertutup krusta dan skuama, yang lambat laun akan menjadi
keras dan berwarna lebih gelak. Lesi biasanya multiple, dan tempat predileksi di
ekstrimitas, dengan ukuran lesi beberapa millimeter hingga 2 cm.
Dari uraian tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa dalam pemeriksaan fisik kita
dapat menemukan:
a.Plak eritematosa soliter atau multipel berbatas tegas dengan likenifikasi
dan skuama
b.Perubahan pigmentasi, terutama hiperpigmentasi
c.Penggarukan yang menyebabkan tanda garukan
d.Pertumbuhan tanduk keratin

V. Temuan Laboratorium
Jika dicurigai penyakit sistemik yang mendasarinya, hitung darah lengkap
dengan analisis diferensial, profil kimia darah yang mencakup tes fungsi hati dan
ginjal, tes fungsi tiroid, dan rontgen dada dapat diperoleh. Studi laboratorium
lebih lanjut tergantung pada sejarah dan hasil tes laboratorium awal.
(Fitspatricks�, 2008). Gambaran histopatologik liken simplek kronik berupa
ortokeratosis, hipergranulosis, akantosis dengan rete ridges memanjang teratur.
Bersebukan sel radang limfosit dan histiosit di sekitar pembuluh darah dermis
bagian atas, fibroblast bertambah, kolagen menebal. Pada prurigo nodularis,
akantosis pada bagian tengah lebih tebal, menonjol lebih tinggi dari permukaan, sel
Schwann berproliferasi, dab terlihat hiperplasi neural. Kadang terlihat krusta yang
menutup sebagian epidermis (Torales J et al, 2016)

VI. Diagnosis
Menurut PPK PERDOSKI 2017, diagnosis dari liken simpleks kronik dapat melalui
1.Anamnesis
-Didapatkan keluhan sangat gatal, hingga dapat mengganggu tidur.
-Gatal dapat timbul paroksismal/terus-menerus/sporadik dan menghebat
bila ada stres psikis.
2.Pemeriksaan fisik
? Lesi likenifikasi umumnya tunggal tetapi dapat lebih dari satu.dengan
ukuran lentikular hingga plakat.
? Stadium awal berupa eritema dan edema atau papul berkelompok. Akibat
garukan terus meneur timpul plak likenifikasi dengan skuama dan eskoriasi, serta
hiperpigmentasi atau hipopigmentasi.
? Bagian tengah lesi menebal, kering dan berskuama, sedangkan bagian
tepi hiperpigmentasi.
?Predileksi utama yaitu daerah yang mudah dijangkau oleh tangan seperti
kulit kepala, tengkuk, ekstremitas ekstensor, pergelangan tangan dan area
anogenital, meskipun dapat timbul di area tubuh manapun.
3.Diagnosis Banding
? Dermatitis atopik dengan lesi likenifikasi
? Psoriasis dengan lesi likenifikasi
? Liken planus hipertrofik
? Untuk lesi pada area inguinal/genital/perianal: Liken
sklerosus,infeksi human papiloma virus (HPV), Tinea kruris

VII. Tatalaksana
Perlu dijelaskan kepada pasien untuk sebisa mungkin menghindari menggaruk
lesi larena garukan akan memperburuk penyakitnya. Lingkaran setan dari gatal-garuk
likenifikasi harus dihentikan. Untuk mengurangi rasa gatal dapat diberikan, menurut
PPK PERDOSKI 2017 tatalaksana liken simpleks kronik meliputi :
1.Topikal
?Emolien dapat diberikan sebagai kombinasi dengan kortikosteroid topikal atau
pada lesi di vulva dapat diberikan terapi tunggal krim emolien.
? Kortikosteroid topikal: dapat diberikan kortikosteroid potensi kuat seperti
salep klobetasol propionat 0,05%, satu sampai dua kali sehari.
?Calcineurin inhibitor topikal seperti salep takrolimus 0,1%, atau krim
pimekrolimus 0,1% dua kali sehari selama 12 minggu.
?Preparat antipruritus nonsteroid yaitu: mentol, pramoxine, dan doxepin.
2.Sistemik
?Antihistamin sedative
?Antidepresan trisiklik
?Tindakan Kortikosteroid intralesi (triamsinolon asetonid)
3.UVB (Ultraviolet B) atau PUVA (Psoralen Ultraviolet A)
PUVA merupakan kombinasi tatalaksana mengkonsumsi Psoralen kemudian
mengekspos kulit terhadap sinar ultraviolet gelombang panjang (UVA). Psoralen
membuat kulit menjadi sensitif sementara terhadap UVA.
Psoralen dapat dikonsumsi secara oral atau topikal. Psoralen oral berbentuk tablet,
diberikan pada pasien dengan lesi yang luas. Tablet psoralen ini disebut 8-MOP atau
5-MOP, dikonsumsi dua jam sebelum diberikan UVA. Efek sampingnya adalah nausea.
Psoralen topikal berbentuk gel, diberikan pada pasien dengan
lesi yang tidak luas. Preparatnya disebut 8-MOP gel.Efek samping PUVA adalah reaksi
seperti sunburn, gatal pada kulit, hiperpigmentasi, serta kulit kering. Untuk gatal
dapat diberikan pelembab dan antihistamin, dan untuk kulit yang kering juga dapat
diberikan pelembap.
4.Untuk mengatasi perilaku menggaruk pada pasien LSC, dokter kulit dapat
menerapkan, beberapa teknik Cognitive Behavioral Therapy (CBT) dengan kontrol
stimulus dan pelatihan pembalikan kebiasaan.(Torales J,2016)

VIII. Prognosis
Penyakit ini bersifat kronik dengan persistensi dan rekurensi lesi.
Eksaserbasi dapat terjadi sebagai respon stres emosional. Prognosis bergantung pada
penyebab pruritus (penyakit yang mendasari) dan status psikologik penderita.
Lesi dapat hilang sepenuhnya. Pruritus dapat sembuh, tetapi beberapa perubahan
jaringan parut dan pigmen menetap setelah pengobatan. Relaps mungkin terjadi pada
periode stres psikis atau jika kulit yang terkena sebelumnya ditekankan oleh panas
atau kelembaban ekstrem atau oleh iritasi kulit atau alergen.
Lesi tidak akan membaik pada pasien yang tidak mematuhi rejimen pengobatan dan
tidak melakukan kontrol garukan.Tidak ada kematian yang terjadi akibat lichen
simplex kronisus. Secara keseluruhan, pruritus liken simpleks kronikus ringan
sampai sedang, pruritus biasanya digambarkan jauh lebih buruk selama periode tidak
aktif,
biasanya pada waktu tidur dan malam hari hingga kadang-kadang pasien melaporkan
penurunan atau gangguan tidur, yang mempengaruhi fungsi motorik dan mental.
Sentuhan dan stres emosional juga dapat memicu pruritus, yang dihilangkan dengan
garukan dan goresan sedang hingga parah.
(Hogan DJ, Elston DM. Lichen simplex chronicus. Medscape; 2012)

Berdasarkan anamnesis, keluhan utama pasien adalah gatal pada kaki kanan yang
semakin memberat sejak 2 minggu lalu. Pada awalnya keluhan berupa bercak kemerahan
yang gatal sejak 1 tahun yang lalu. Pasien menggaruk sehingga terjadi penebalan
kulit dan keluhan kulit yang semakin menebal.
Pada status dermatologikus dinyatakan bahwa pada dorsum pedis kanan dan kiri
terdapat plak eritematosa soliter berukuran plakat berbentuk ireguler berbatas
tegas dengan likenifikasi dan skuama putih kasar. Berdasarkan data tersebut kita
dapat memperkirakan diagnosis kerja liken simpleks kronis dengan diagnosis banding
dermatitis numularis kronik,
dermatitis atopi kronik, psoriasis.
Diagnosis liken simpleks kronis ditegakkan atas dasar pada anamnesis terdapat
peradangan kulit kronis sejak satu tahun yang gatal berulang dan saat ini lesi
mengalami likenifikasi. Lesi pada pasien ditemukan pada punggung kaki dan
pergelangan kaki yang merupakan predileksi liken simpleks kronis. Lesi pada liken
simpleks kronis biasanya tunggal berupa plak eritematosa yang semakin lama
mengalami likenifikasi. Hal ini sesuai dengan perjalanan penyakit dan gambaran lesi
saat ini. Pasien ini merupakan wanita berusia 39 tahun dimana epidemiologi liken
simpleks kronis lebih sering menyerang wanita berusia 30-50 tahun.
Tata laksana yang diberikan pada pasien ini dibagi 2, yaitu non medikamentosa dan
medikamentosa. Tata laksana non medikamentosa adalah edukasi untuk menghindari
menggaruk pada bagian yang gatal untuk menghindari adanya trauma pada kulit yang
menjadi predisposisi terjadinya infeksi sekunder.
Tata laksana medikamentosa yang diberikan bertujuan untuk mengatasi keluhan gatal
sehingga lesi plak eritematosa dengan likenifikasi tidak semakin memberat. Pasien
diberikan terapi medikamentosa topikal, yaitu salap klobetasol propionat 0,05%.
Kortikosteroid topikal dipilih karena kortikosteroid memiliki efek anti inflamasi,
anti pruritus, dan anti mitotik.
Pemilihan kortikosteroid topikal superpoten dipertimbangkan karena lesi sudah
mengalami likenifikasi sehingga perlu kortikosteroid dengan kekuatan superpoten
yang disertai dengan salap sebagai vehikulum yang memiliki kemampuan penetrasi
paling tinggi.

Anda mungkin juga menyukai