Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGREN PEDIS

DI RUANG BANGAU (BEDAH, SYARAF DAN JANTUNG) RSD KALISAT

NAMA : RISKIYAH

NIM : 16010035

PRODI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN dr. SOEBANDI JEMBER

YAYASAN JEMBER INTERNATIONAL SCHOOL

2019
BAB I LAPORAN PENDAHULUAN
GANGREN DIABETIK PEDIS
1.1 Pengertian
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemi yang
berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohirat, lemak, dan protein yang
disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau keduanya
dan menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskuler, makrovaskuler, dan neuropati (Yuliana
elin, 2009 dalam NANDA NIC NOC 2015).
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkus adalah
kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofir. Adanya kuman saprofit
tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala
klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer (Andyagreeni, 2010).
Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Mellitus sebagai sebab utama
morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes. Kadar LDL yang tinggi
memainkan peranan penting untuk terjadinya ulkus diabetik melalui pembentukan plak
atherosklerosis pada dinding pembuluh darah (Zaidah 2008).
Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya jaringan mati atau
nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses nekrosis yang disebabkan oleh infeksi (
Askandar, 2010 ).
Ganggren adalah akibat dari kematian sel dalam jumlah besar, ganggren dapat
diklasifikasikan sebagai kering atau basah. Ganggren kering meluas secara lambat dengan
hanya sedikit gejala, ganggren kering serimh dijumpai di ekstremitas umumnya terjadi akibat
hipoksia lama. Gangren basah adalah suatu daerah dimana terdapat jaringan mati yang cepat
peluasannya, sering ditemukan di organ-organ dalam, dan berkaitan dengan infasi bakteri
kedalam jaringan yang mati tersebut. Ganggren ini menimbulkan bau yang kuat dan biasanya
disertai oleh manifestasi sistemik. Ganggren basah dapat timbul dari ganggren kering.
Ganggren diabetik adalah nekrosis jaringan pada bagian tubuh perifer akibat penyakit
diabetes mellitus. Biasanya gangren tersebut terjadi pada daerah tungkai. Keadaan ini
ditandai dengan pertukaran sekulitis dan timbulnya vesikula atau bula yang hemoragik
kuman yang biasa menginfeksi pada gangren diabetik adalah streptococcus (Soeatmaji,
2009).
Kaki diabetik adalah kaki yang perfusi jaringannya kurang baik karena angiopati dan
neuropati selain itu terdapat pintas arteri-vena di ruang subkutis sehingga kaki tampak merah
dan mungkin panas tetapi perdarahan kaki tetap kurang.
Gangren Kaki Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman dan berbau
busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang atau besar di tungkai. (
Askandar, 2009).
Jadi dapat disimpulkan bahwa gangren adalah kematian jaringan, biasanya berhubungan
dengan berhentinya aliran darah ke daerah yang terkena.

1.2 Klasifikasi
Wagner (2011) membagi gangren diabetik menjadi enam tingkatan, yaitu :
a. Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai
kelainan bentuk kaki.
b. Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
c. Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
d. Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanda osteomielitis.
e. Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
f. Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren diabetik menjadi dua golongan
:
a. Gangren diabetik akibat Iskemia
Gangren diabetic jenis ini disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya
mikroangiopati (aterosklerosis) dari pembuluh darah besar di tungkai, terutama di daerah
betis.
Gambaran klinis :
1) Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat
2) Pada perabaan terasa dingin
3) Pulsasi pembuluh darah kurang kuat
4) Didapatkan ulkus sampai gangren
b. Gangren diabetik akibat neuropati
Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari sirkulasi. Klinis
dijumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan, mati rasa, oedem kaki dengan pulsasi
pembuluh darah kaki teraba baik.

1.3 Etiologi
Faktor – faktor yang berpengaruh atas terjadinya gangren kaki diabetik dibagi menjadi
endogen dan faktor eksogen.
a. Faktor endogen :
1) Genetik
2) Metabolik
3) Angiopati diabetik
4) Neuropati diabetik
b. Faktor eksogen :
1) Trauma
2) Infeksi
3) Obat
Sedangkan faktor-faktor yang berpengaruh pada ulkus atau gangrene kaki
diabetik secara garis besar menurut Tjokroprawiro, (2009) dibedakan menjadi 2 yaitu :
1) Faktor endogen: neuropati, angiopati, menurunnya system imun
2) Faktor eksogen: trauma, dan Infeksi
Berbagai faktor resiko yang dapat mempengaruhi timbulnya gangren diabetik
adalah neuropati, iskemia, dan infeksi (Sutjahyo, 2013). Iskemia disebabkan karena
adanya penurunan aliran darah di tungkai akibat mikroangiopati (aterosklerosis) dari
pembuluh darah besar di tungkai terutama pembuluh darah di daerah betis. Hal ini
disebabkan karena beberapa faktor resiko lebih banyak dijumpai pada diabetes mellitus
sehingga memperburuk fungsi endotel yang berperan terhadap terjadinya proses
atherosklerosis. Kerusakan endotel ini merangsang agregasi platelet dan timbul
trombosis, selanjutnya akan terjadi penyempitan pembuluh darah dan timbul hipoksia.
Iskemia atau gangren diabetik dapat terjadi akibat dari atherosklerosis yang disertai
trombosis, pembentukan mikrotrombin akibat infeksi, kolesterol emboli yang berasal dari
plak atheromatous dan obat – obat vasopressor.
1.4 Manifestasi Klinis
Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun nekrosis,
daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi
arteri dibagian distal. Proses mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah,
sedangkan secara akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :
a. Pain (nyeri).
b. Paleness (kepucatan).
c. Paresthesia (kesemutan).
d. Pulselessness (denyut nadi hilang)
e. Paralysis (lumpuh).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari fontaine:
a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).
b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten.
c. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.
d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus) (Smeltzer dan
Bare, 2011 : 2013).
Gambaran klinik yang tampak adalah penderita mengeluh nyeri tungkai bawah waktu
istirahat, kesemutan, cepat lelah, pada perabaan terasa dingin, pulsasi pembuluh darah
kurang kuat dan didapatkan ulkus atau gangren. Adanya neurophaty perifer akan
menyebabkan gangguan sensorik maupun motorik. Gangguan sensorik akan
menyebabkan hilangnya atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga penderita
akan mengalami trauma tanpa terasa, yang mengakibatkan terjadinya atropi pada otot
kaki sehingga merubah titik tumpu yang mengakibatkan pula terjadinya ulkus pada kaki.
Ulkus yang terjadi pada kaki diabetik umumnya diakibatkan karena trauma ringan, ulkus
ini timbul didaerah-daerah yang sering mendapat tekanan atau trauma pada telapak kaki,
hal ini paling sering terjadi, didaerah sendi metatarsofalangeal satu dan lima didaerah ibu
jari kaki dan didaerah tumit. Mula-mula inti penebalan hiper keratotik dikulit telapak
kaki, kemudian penebalan tersebut mengalami trauma disertai dengan infeksi sekunder.
Ulkus terjadi makin lama makin dalam mencapai daerah subkutis dan tampak sebagaii
sinus atau kerucut bahkan sampai ketulang. Infeksi sendiri jarang merupakan faktor
tunggal untuk terjadinya gangren. Infeksi lebih sering merupakan komplikasi yang
menyertai gangren akibat ischemia dan neuropathy. Ulkus berbentuk bullae, biasanya
berdiameter lebih dari satu sentimeter dan terisi masa, sisa-sisa jaringan tanduk, lemak
pus dan krusta diatas dasar granulomatous. Ulkus berjalan progresif secara kronik, tidak
terasa nyeri tetapi kadang-kadang ada rasa sakit yang berasal dari struktur jaringan yang
lebih dalam atau lebih luar dari luka. Bila krusta dan produk-produk ulkus dibersihkan
maka tampak ulkus yang dalam seperti kerucut, ulkus ini dapat lebih progresif bila tidak
diobati dan dapat terjadi periostitis atau osteomyelitis oleh infeksi sekunder akibatnya
timbul osteoporosis, osteolisis dan destruktif tulang.
Gejala Umum Penderita dengan gangren diabetik, sebelum terjadi luka keluhan
yang timbul adalah berupa kesemutan atau kram, rasa lemah dan baal pada tungkai dan
nyeri pada waktu istirahat. Akibat dari keluhan ini, maka apabila penderita mengalami
trauma atau luka kecil hal tersebut tidak dirasakan. Luka tersebut biasanya disebabkan
karena penderita tertusuk atau terinjak paku kemudian timbul gelembung-gelembung
pada telapak kaki. Kadang menjalar sampai punggung kaki dimana tidak menimbulkan
rasa nyeri, sehingga bahayanya mudah terjadi infeksi pada gelembung tersebut dan akan
menjalar dengan cepat (Sutjahyo A, 2009 ). Apabila luka tersebut tidak sembuh-sembuh,
bahkan bertambah luas baru penderita menyadari dan mencari pengobatan. Biasanya
gejala yang menyertai adalah kemerahan yang makin meluas, rasa nyeri makin
meningkat, panas badan dan adanya nanah yang makin banyak serta adanya bau yang
makin tajam.

1.5 Patofisiologi
Sebagian besar gambaran patologik dari diabetes mellitus dapat dihubungkan dengan salah
satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut:
a. Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel – sel tubuh yang mengakibatkan naiknya
konsentrasi glukosa darah setinggi 300 – 1200 mg/dl.
b. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan
terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolestrol pada
dinding pembuluh darah.
c. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.
Pasien – pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar
glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yng
parah yang melebihi ambang ginjal normal ( konsentrasi glukosa darah sebesar 160 – 180
mg/100 ml ), akan timbul glikosuria karena tubulus – tubulus renalis tidak
dapat menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis
osmotik yang menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan
pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa yang
keluar bersama urine maka pasien akan mengalami keseimbangan protein negatif dan
berat badan menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia
atau kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang
disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya
penggunaan karbohidrat untuk energi.
Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan
membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya
gangren.
Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik diabetes mellitus
akibat hiperglikemia, yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi.
a. Teori Sorbitol
Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel dan jaringan
tertentu dan dapat mentransport glukosa tanpa insulin. Glukosa yang berlebihan ini
tidak akan termetabolisasi habis secara normal melalui glikolisis, tetapi sebagian
dengan perantaraan enzim aldose reduktase akan diubah menjadi sorbitol. Sorbitol
akan tertumpuk dalam sel / jaringan tersebut dan menyebabkan kerusakan dan
perubahan fungsi.
b. Teori Glikosilasi
Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semua
protein, terutama yang mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi pada
protein membran basal dapat menjelaskan semua komplikasi baik makro maupun
mikro vaskular.
Terjadinya Kaki Diabetik (KD) sendiri disebabkan oleh faktor – faktor disebutkan
dalam etiologi. Faktor utama yang berperan timbulnya KD adalah angiopati,
neuropati dan infeksi. Neuropati merupakan faktor penting untuk terjadinya KD.
Adanya neuropati perifer akan menyebabkan terjadinya gangguan sensorik maupun
motorik. Gangguan sensorik akan menyebabkan hilang atau menurunnya sensasi
nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan
terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya
atrofi otot kaki, sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsetrasi pada kaki
pasien. Angiopati akan menyebabkan terganggunya aliran darah ke kaki. Apabila
sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan
merasa sakit tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Manifestasi
gangguan pembuluh darah yang lain dapat berupa : ujung kaki terasa dingin, nyeri
kaki di malam hari, denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat bila dinaikkan. Adanya
angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen
(zat asam) serta antibiotika sehingga menyebabkan luka sulit sembuh (Levin,1993).
Infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai KD akibat berkurangnya aliran
darah atau neuropati, sehingga faktor angiopati dan infeksi berpengaruh terhdap
penyembuhan atau pengobatan dari KD.

1.6 Pathway

1.7 Pemeriksaan Penunjang


Menurut Arora (2008 : 15), pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi 4 hal yaitu :
a. Postprandial
Dilakukan 2 jam setelah makan atau setelah minum. Angka diatas 130 mg/dl
mengindikasikan diabetes.
b. Hemoglobin glikosilat: Hb1C adalah sebuah pengukuran untuk menilai kadar gula
darah selama 140 hari terakhir. Angka Hb1C yang melebihi 6,1% menunjukkan
diabetes.
c. Tes toleransi glukosa oral
Setelah berpuasa semalaman kemudian pasien diberi air dengan 75 gr gula, dan akan
diuji selama periode 24 jam. Angka gula darah yang normal dua jam setelah
meminum cairan tersebut harus < dari 140 mg/dl.
d. Tes glukosa darah dengan finger stick, yaitu jari ditusuk dengan sebuah jarum,
sample darah diletakkan pada sebuah strip yang dimasukkan ke dalam celah pada
mesin glukometer, pemeriksaan ini digunakan hanya untuk memantau kadar glukosa
yang dapat dilakukan dirumah.

1.8 Komplikasi
a. Dry Gangren
Dry Gangren terjadi ketika ada memperlambat atau hambatan dalam aliran darah
ke bagian tubuh seperti jari-jari kaki dan jari-jari.
Tipe 1 dan tipe 2 diabetes mellitus mengarah pada gangren kering karena gula darah
tinggi dan diabetes menyebabkan kerusakan pembuluh darah yang membawa darah
ke jari tangan dan kaki.
Arteriosklerosis mengarah ke dinding-dinding arteri yang menebal atau
pembentukan plak kolesterol dan mempersempit diamete pembuluh kecil yang
mengarah ke gangrene. Demikian pula, penyakit arteri perifer mengarah ke lemak
dalam arteri dan darah berhenti mengalir ke jari tangan dan kaki yang mengarah ke
gangren.
Dry gangren biasanya terbatas untuk bagian terpengaruh dan ada pada kawasan
kulit yang sehat, hanya di luar yang terkena dampaknya. Daerah kulit yang terkena
berubah dingin, kering, dan hitam dan akhirnya jatuh. Ini disebut mumifikasi.
b. Gangren Basah
Gangren basah terlihat setelah cedera serius atau gigitan embun beku atau bahkan
daerah yang dibakar menjadi terinfeksi dan infeksi masuk sampai ke dalam jaringan.
Infeksi menyebabkan pembengkakan jaringan dan memblok suplai darah ke daerah
yang terkena membuat infeksi dan gangren progresif jadi lebih buruk
Gangren basah dapat menyebar lebih cepat menuju komplikasi yang mengancam jiwa
seperti syok septik jika tidak ditangani segera.
c. Gangren Gas
Gangren juga dapat disebabkan oleh bakteri khusus yang disebut Clostrifium. Ini
disebut gangren gas. Ini adalah infeksi umum yang dilihat selama perang. Necrotising
nekrotikans disebabkan ketika bakteri menyebar ke dalam kulit dan menyerang lebih
dalam jaringan.
d. Gangren Internal
Gangren dapat juga mempengaruhi organ-organ internal ketika lairan darah ke organ-
organ terhalang. Ini disebut gangren internal dan dapat mempengaruhi kandung
empedu atau usus yang terperangkap dalam hernia.
e. Fournier’s Gangren
Ketika ganren mempengaruhi penis dan alat kelamin disebut Fournier’s gangren.

1.9 Penatalaksanaan
Pengobatan dan perawatan pengobatan dari gangren diabetik sangat dipengaruhi oleh
derajat dan dalamnya ulkus, apabila dijumpai ulkus yang dalam harus dilakukan pemeriksaan
yang seksama untuk menentukan kondisi ulkus dan besar kecilnya debridement yang akan
dilakukan.
Dari penatalaksanaan perawatan luka diabetik ada beberapa tujuan yang ingin dicapai,
antara lain :
a. Mengurangi atau menghilangkan faktor penyebab
b. Optimalisasi suanana lingkungan luka dalam kondisi lembab
c. Dukungan kondisi klien atau host (nutrisi, kontrol DM, kontrol faktor penyerta)
d. Meningkatkan edukasi klien dan keluarga
Perawatan luka diabetik :
a. Mencuci luka
Mencuci luka merupakan hal pokok untuk meningkatkan, memperbaiki dan
mempercepat proses penyembuhan luka serta menghindari kemungkinan terjaadinya
infeksi. Proses pencucian luka bertujuan untuk membuang jaringan nekrosis, cairan
luka yang berlebihan, sisa balutan yang digunakan dan sisa metabolik tubuh pada
permukaan luka. Cairan yang terbaik dan teraman untuk mencuci luka adalah yang
non toksik pada proses penyembuhan luka (misalnya NaCl 0,9%). Penggunaan
hidrogenperoxida, hypoclorite solution dan beberapa cairan debridement lainnya,
sebaliknya hanya digunakan pada jaringan nekrosis / slough dan tidak digunakan
pada jaringan granulasi. Cairan antiseptik seperti provine iodine sebaiknya hanya
digunakan saat luka terinfeksi atau tubuh pada keadaan penurunan imunitas, yang
kemudian dilakukan pembilasan kembali dengan saline. (Gitarja, 1999).
b. Debridement
Debridement adalah pembuangan jaringan nekrosis atau slough pada luka.
Debridement dilakukan untuk menghindari terjadinya infeksi atau selulitis, karena
jaringan nekrosis selalu berhubungan dengan adanya peningkatan jumlah bakteri.
Setelah debridement, jumlah bakteri akan menurun dengan sendirinya yang diikuti
dengan kemampuan tubuh secara efektif melawan infeksi. Secara alami dalam
keadaan lembab tubuh akan membuang sendiri jaringan nekrosis atau slough yang
menempel pada luka (peristiwa autolysis). Autolysis adalah peristiwa pecahnya atau
rusaknya jaringan nekrotik oleh leukosit dan enzim lyzomatik. Debridement dengan
sistem autolysis dengan menggunakan occlusive dressing merupakan cara teraman
dilakukan pada klien dengan luka diabetik. Terutama untuk menghindari resiko
infeksi. (Gitarja W, 1999; hal. 16). Terapi Antibiotika Pemberian antibiotika biasanya
diberikan peroral yang bersifat menghambat kuman gram positip dan gram negatip.
Apabila tidak dijumpai perbaikan pada luka tersebut, maka terapi antibiotika dapat
diberikan perparenteral yang sesuai dengan kepekaan kuman. (Sutjahyo A, 1998 ).
c. Nutrisi
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor penting yang berperan dalam
penyembuhan luka. Penderita dengan ganren diabetik biasanya diberikan diet B1
dengan nilai gizi : yaitu 60% kalori karbohidrat, 20% kalori lemak, 20% kalori
protein. (Tjokroprawiro, A, 1998).
d. Pemilihan jenis balutan
Tujuan pemilihan jenis balutan adalah memilih jenis balutan yang dapat
mempertahankan suasana lingkungan luka dalam keadaan lembab, mempercepat
proses penyembuhan hingga 50%, absorbsi eksudat / cairan luka yanag keluar
berlebihan, membuang jaringan nekrosis / slough (support autolysis ), kontrol
terhadap infeksi / terhindar dari kontaminasi, nyaman digunakan dan menurunkan
rasa sakit saat mengganti balutan dan menurunkan jumlah biaya dan waktu perawatan
(cost effektive). Jenis balutan: absorbent dressing, hydroactive gel, hydrocoloid.
(Gitarja, 1999).
Selain pengobatan dan perawatan diatas, perlu juga pemeriksaan Hb dan albumin
minimal satu minggu sekali, karena adanya anemia dan hipoalbumin akan sangat
berpengaruh dalam penyembuhan luka. Diusahakan agar Hb lebih 12 g/dl dan albumin
darah dipertahankan lebih 3,5 g/dl. Dan perlu juga dilakukan monitor glukosa darah
secara ketat, Karena bila didapatkan peningkatan glukosa darah yang sulit dikendalikan,
ini merupakan salah satu tanda memburuknya infeksi yang ada sehingga luka sukar
sembuh. Untuk mencegah timbulnya gangren diabetik dibutuhkan kerja sama antara
dokter, perawat dan penderita sehingga tindakan pencegahan, deteksi dini beserta
terapi yang rasional bisa dilaksanakan dengan harapan biaya yang besar, morbiditas
penderita gangren dapat ditekan serendah-rendahnya. Upaya untuk pencegahan dapat
dilakukan dengan cara penyuluhan dimana masing-masing profesi mempunyai peranan
yang saling menunjang. Dalam memberikan penyuluhan pada penderita ada beberapa
petunjuk perawatan kaki diabetik (Sutjahyo A, 1998 ):
a. Gunakan sepatu yang pas dan kaos kaki yang bersih setiap saat berjalan dan jangan
bertelanjang kaki bila berjalan
b. Cucilah kaki setiap hari dan keringkan dengan baik serta memberikan perhatian
khusus pada daerah sela-sela jari kaki
c. Janganlah mengobati sendiri apabila terdapat kalus, tonjolan kaki atau jamur pada
kuku kaki
d. Suhu air yang digunakan untuk mecuci kaki antara 29,5 – 30 derajat celsius dan
diukur dulu dengan termometer
e. Janganlah menggunakan alat pemanas atau botol diisi air panas
f. Langkah-langkah yang membantu meningkatkan sirkulasi pada ekstremitas bawah
yang harus dilakukan, yaitu :
1) Hindari kebiasaan merokok
2) Hindari bertumpang kaki duduk
3) Lindungi kaki dari kedinginan
4) Hindari merendam kaki dalam air dingin
g. Gunakan kaos kaki atau stoking yang tidak menyebabkan tekanan pada tungkai atau
daerah tertentu
h. Periksalah kaki setiap hari dan laporkan bila terdapat luka, bullae kemerahan atau
tanda-tanda radang, sehingga segera dilakukan tindakan awal
i. Jika kulit kaki kering gunakan pelembab atau cream.

A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status
perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa
medis.
b. Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun, adanya
luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka.
c. Riwayat kesehatan sekarang :
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan pada ekstremitas
bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung. Sakit
kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutam, lemah otot, disorientasi, letargi,
koma dan bingung.
d. Riwayat kesehatan lalu
Biasanya klien DM mempunya riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti Infark
Miokard, gout.
e. Riwayat kesehatan keluarga :
Biasanya ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM
f. Pengkajian Pola Kesehatan
1) Pola persepsi – penanganan kesehatan
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana
hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gangren kaki diabetik
sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan
untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, lebih dari 6
juta dari penderita DM tidak menyadari akan terjadinya resiko kaki diabetik
bahkan mereka takut akan terjadinya amputasi (Debra Clair, journal februari
2011).
2) Pola nutrisi metabolik
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka kadar
gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering
kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah.
Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan
metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita. Nausea,
vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
3) Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya dieuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan oengeluaran glukosa pada urine
(glukosuria). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
4) Pola aktivitas dan latihan
kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,
tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan bahkan sampai terjadi
koma. Adanya luka gangren dan kelemahan otot-otot pada tungkai bawah
menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara
maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
5) Pola tidur dan istirahat
Istirahat tidak efektif adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka sehingga klien
mengalami kesulitan tidur.
6) Pola kognitif persepsi
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada luka
sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan mengalami penurunan,
gangguan penglihatan.
7) Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien
mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga (self esteem).
8) Pola peran hubungan
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu dan
menarik diri dari pergaulan.
9) Pola seksualitas reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga
menyebabkan gangguan potensi seks, gangguan kualitas maupun ereksi, serta
memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme. Adanya peradangan pada
daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria. Resiko lebih
tinggi terkena kanker prostat berhubungan dengan nefropati (Chin-Hsiao Tseng
on journal, Maret 2011).
10) Pola koping toleransi
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak
berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif
berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain-lain, dapat menyebabkan
penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping konstruktif / adaptif
11) Pola nilai kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka pada
kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi
mempengaruhi pola ibadah penderita.
g. Pemeriksaan Diagnostik
1) Gula darah meningkat biasanya > 200 mg/dl
2) Aseton plasma (aseton) : positif secara mencolok
3) Osmolaritas serum : meningkat tapi < 330 m osm/lt
4) Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis metabolik)
5) Alkalosis respiratorik
6) Trombosit darah : mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis, hemokonsentrasi,
menunjukkan respon terhadap stress/infeksi.
7) Ureum/kreatinin : mungkin meningkat/normal lochidrasi/penurunan fungsi ginjal.
8) Amilase darah : mungkin meningkat > pankacatitis akut.
9) Insulin darah : mungkin menurun sampai tidak ada (pada tipe I), normal sampai
meningkat pada tipe II yang mengindikasikan insufisiensi insulin.
10) Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
11) Urine : gula dan aseton positif, BJ dan osmolaritas mungkin meningkat.
12) Kultur : kemungkinan infeksi pada luka.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Kerusakan integritas kulit
b. Nyeri
c. Intoleransi aktivitas
d. Gangguan citra tubuh
e. Hambatan mobilitas fisik

3. Rencana Asuhan Keperawatan


TUJUAN DAN KRITERIA
NO DIAGNOSA NIC
HASIL
1. Kerusakan NOC : 1) Kaji luas dan keadaan
Integritas Tercapainya proses luka serta proses
Kulit penyembuhan luka. penyembuhan.
2) Rawat luka dengan baik
Kriteria Hasil : dan benar :
a. Berkurangnya oedema Membersihkan luka
sekitar luka. secara aseptik
b. Pus dan jaringan menggunakan larutan
berkurang yang tidak iritatif, angkat
c. Adanya jaringan sisa balutan yang
granulasi. menempel pada luka dan
a. Bau busuk luka nekrotomi jaringan yang
berkurang. mati.
3) Kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian insulin,
pemeriksaan kultur pus
pemeriksaan gula darah
pemberian anti biotik.
2. Ganguan NOC : 1) Kaji tingkat, frekuensi,
rasa nyaman Rasa nyeri hilang/ dan reaksi nyeri yang
( nyeri ) berkurang. dialami pasien.
2) Jelaskan pada pasien
Kriteria hasil : tentang sebab-sebab
a. Klien secara verbal timbulnya nyeri.
mengatakan nyeri 3) Atur posisi pasien
berkurang atau hilang. senyaman mungkin sesuai
b. Klien dapat melakukan keinginan pasien.
metode atau tindakan 4) Lakukan massage saat
untuk mengatasi nyeri. rawat luka.
c. Elspresi wajah klien 5) Kolaborasi dengan dokter
rileks. untuk pemberian
d. Tidak ada keringat analgesik.
dingin, tanda vital dalam
batas normal.(S : 36–
37,5 0C, N: 60 – 80 x
/menit, T :
120/80mmHg, RR : 18–
20 x /menit).
3. Intoleransi NOC : 1) Mempertimbangkan
aktivitas Outcome : perawatan diri : kebudayaan klien ketika
ADL melakukan perawatan.
2) Mempertimbangkan usia
Kriteria Hasil: klien
a. Kebersihan mulut 3) Monitor kemampuan
b. Makan klien untuk perawatn diri
c. Pakaian mandiri
d. Tempat tidur 4) Monitor kebutuhan klien
e. Posisi tubuh terhadap kebersihan diri,
f. Berjalan pakaian,dan makan
5) Beri dukungan hingga
klien mampu melakukan
aktivitas sendiri
6) Dorong pasien untuk
menunjukkan aktivitas
keseharian yang normal
7) Kaji kebutuhan yang
memerlukan bantuan
8) Bina aktivitas keseharian
klien sehari hari

4. Gangguan NOC : 1) Kaji perasaan/persepsi


citra tubuh Body Image pasien tentang perubahan
Self esteem gambaran diri
berhubungan dengan
Kriteria Hasil : keadaan anggota
a. Berinteraksi dan tubuhnya yang kurang
beradaptasi dengan berfungsi secara normal.
lingkungan. 2) Lakukan pendekatan dan
b. Tanpa rasa malu dan bina hubungan saling
rendah diri. percaya dengan pasien.
c. Yakin akan kemampuan 3) Tunjukkan rasa empati,
yang dimiliki. perhatian dan penerimaan
pada pasien.
4) Bantu pasien untuk
mengadakan hubungan
dengan orang lain.
5) Beri kesempatan kepada
pasien untuk
mengekspresikan
perasaan kehilangan.
6) Beri dorongan pasien
untuk berpartisipasi
dalam perawatan diri dan
hargai pemecahan
masalah yang konstruktif
dari pasien.
5. Hambatan NOC : Body Mechanics 1) Kaji keterbatasan gerak
Mobilitas Performance sendi
Fisik  Menggunakan posisi 2) Kaji motivasi klien untuk
duduk yang benar mempertahankan
 Mempertahankan pergerakan sendi
kekuatan otot 3) Jelaskan alasan/rasional
 Mempertahankan pemberian latihan kepada
fleksibilitas sendi pasien/ keluarga
4) Monitor lokasi
ketidaknyamanan atau
nyeri selama aktivitas
5) Lindungi pasien dari
cedera selama latihan
6) Bantu klien ke posisi yang
optimal untuk latihan
rentang gerak
7) Anjurkan klien untuk
melakukan latihan range
of motion secara aktif jika
memungkinkan
8) Anjurkan untuk
melakukan range of
motion pasif jika
diindikasikan
9) Beri reinforcement positif
setiap kemajuan klien
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. 2009. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2 Jakarta: EGC

Elin, Yuliana. 2012. Diagnosa Keperawatan. Ed. 8. Jakarta: EGC

Doengoes. 2011. Perencanaan Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

Mansjoer, Arif., et all. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI: Media Aescullapius

Price, Anderson Sylvia. 1997. Patofisiologi. Ed. I. Jakarata: EGC

Anda mungkin juga menyukai