Anda di halaman 1dari 11

Makalah alkaloid, flavonoid, terpenoid

Flavones

Di susun oleh :
Ainur Rohma Aprilia Kartika (151710483007)
Dosen pengajar oleh Dr. Idha Kusumawati, S.Si., Apt., M.Si.

Program Studi D4 Pengobat Tradisional


Fakultas Vokasi
Universitas Airlangga
Flavonol dan Flavones merupakan jenis flavonoid yang paling banyak di temukan di
sayur-sayuran. Banyak terdapat dibagian daun dan bagian luar dari tanaman dan hanya
sedikit sekali yang ditemukan pada bagian tanaman yang berada di bawah permukaan
tanah. Perbedaan antara kedua senyawa ini dapat dilihat secara jelas pada gambar di
bawah[1,3].

Senyawa-senyawa yang terkandung dalam golongan flavones adalah luteolin, apigenin,


chrysin, diosmetin, baicalein, tangeritin [2]. Namun dalam tugas ini saya akan membahas
lebih lanjut dari senyawa luteolin.

A. Nama senyawa luteolin atau yang juga dikenal sebagai 3,4,5,7-


Tetrahydroxyflavone [3,11]
B. Struktur senyawa [3]

C. Aktivitas senyawa
1. Sebagai Antioksidan [3,4,5,8,11,12]
2. Sebagai Anti-inflammatory dan anti alergi [2,6,7,8]
3. Sebagai Anti-kanker [3,2,9,10,13]
D. Dosis yang digunakan
1. Sebagai anti-kanker

Dalam penelitian yang dilakukan secara in vitro di buktikan bahwa


luteolin dapat mencegah pertumbuhan semua sel kanker dengan dosis IC50
sebesar 1.1 µM sampai 7.6 µM bersama dengan hydroxyflavone, 3,4
dihidroxyflavone, 2,3 dihidroxyflavone, fisetin dan apigenin. Dan juga
secara efektif dapat menghambat pertumbuhan basic fibroblast growth
factor (bFGF) yang merangsang pertumbuhan sel darah dengan dosis
luteolin IC50 sebesar 1.9µM. Luteolin adalah inhibitor terkuat dalam dosis
IC50 sebesar 3.1µM untuk A 549 cells yaitu sel kanker paru manusia, dosis
2.3µM untuk kanker kulit B16 4A5 cells pada tikus, dosis 2.0µM untuk sel
kanker leukemia CCRF-HSB-2 pada manusia, dan dosis 1.3µM untuk
kanker lambung TGBC11TKB pada manusia[2].

Pada penelitian in vivo diberikan luteolin dengan dosis 2mg/kg pada


tikus yang menderita kanker paru terbuktik menghambat pertumbuhan sel
kanker paru sebesar 40% dan dosis 10mg/kg dapat menghambat sebesar
60%. Berat tumor setelah 18 hari adalah 180mg sebagai control, 125mg
dengan pemberian luteolin dosis 5mg/kg, dan 110mg dengan pemberian
luteolin dosis 10 mg/kg i.p. luteolin (p=0.011)[2].
Penelitian dilakukan untuk melihat effek luteolin terhadap anti kanker
menggunakan tikus berumur 5-6 minggu yang diinduksi sel kanker kulit
manusia HCT116 sebanyak 100µL. Diberikan dosis luteolin sebanyak
40mg/kg BB ditambah cisplatin sebanyak 1.25mg/kg BB diberikan 3 kali
dalam satu minggu selama 3 minggu, menunjukkan hasil berat dan ukuran
tumor menurun secara perlahan[10].

Pemberian perawatan pada tumor A-431 dengan luteolin dosis


5µg/d/tikus, dapat mengurangi volume tumor sebesar 50% di bandingkan
dengan kelompok control (p<0.01 versus vehicle group)[13].

2. Sebagai anti-inflammatory

Penelitian yang dilakukan pada tikus yang bertujuan untuk mengetahui


khasiat terapi obat pascainflamasi dengan luteolin pada penyakit uveitis
(EIU), diberikan dosis 10mg/kg luteolin dan juga 1mg/kg prednisolone
(pred) dalam 24 jam menunjukkan bahwa luteolin memiliki potensi
antiinflamasi yang sama dengan pred dan menunjukkan khasiat dalam
pengobatan EIU pada tikus dan berpotensi untuk mengobati uveitis[15].

3. Antioksidan

Dalam penelitian yang bertujuan untuk melihat perbandingan senyawa-


senyawa flavonoid terhadap radikal bebas akibat oksidative stress yang
mengakibatkan penambahan FE2+, didapatkan dosis sebesar 29µM untuk
luteoin yang dapat menekan atau menghambat produksi dari TBARS
sebanyak 28.18±2.13% dan juga dapat menghambat FE2+ dalam dosis
28µM[5].

Luteolin bekerja lebih kuat 20 kali lipat daripada apigenin sebagai


antioksidan dalam dosis 2.5µg/ sample. Dan luteolin dapat bekerja pada
dosis minimal yaitu sebesar 0.1-5µg/sample. Luteolin dan rhamnetin juga
memiliki efek antioksidan yang serupa dalam dosis 53µg/mL dan
59µg/mL[4].

Terapi luteolin pada dosis harian sebesar 0.3mg/kg BB pada tikus,


menunjukkan penurunan yang signifikan pada tingkat jantung dan eritrosit
lipid peroxoksidasi dan peningkatan yang signifikan dalam kadar
antioksidan[14].
E. Terdapat pada tanaman :

 seledri, thyme, paprika hijau, tea[3].

 Wortel, brokoli, daun bawang, seledri, parsley, paprika, bunga krisan[9].

 Wortel, paprika, seledri, minyak zaitun, peppermint, rosemary,


oregano[16].

 Perilla frutescens Folium[7], Aloe vera[17].

 Bayam, selada, kubis atau kol, kembang kol, thyme, chives atau bawang
kucai, peppermint, parsley, oregano, fennel leaves, lobak,[18].

 Angelica keiskei, Scaevola sericea, Capsium annum, Asystasia


gengetica[19].
F. Aktivitas tanaman yang mengandung senyawa luteolin
1. Chives atau bawang kucai (Allium schoenoprasum) memiliki aktivitas :

 Anti Hipertensi[20,23].

 Anti inflamasi[21].

 Konstipasi, Antioksidan[22].

 Melarutkan kalsium oksalat pada ginjal[22,24].


2. Lidah buaya (Aloe vera)

 Detoxifier, Antiseptic, imunomodulator, sunburn, iritasi kulit,


meningkatkan kinerja saluran pencernaan[27,28,29].
3. Thymi (Thymus vulgaris)

 Sedative, antiseptic, antipiretik,, batuk, dyspepsia, bronchitis[31].


G. Dosis tanaman
1. Chives (Allium schoenoprasum L) sebagai antihipertensi

Fraksi etil asetat, n-butanol dan air dari ekstrak etanol simplisia segar dan
kering umbi lapis kucai 25 mg/kg BB yang diberikan pada tikus Wistar
jantan mempunyai efek hipotensi dan antihipertensi. Fraksi air simplisia
segar umbi lapis kucai mempunyai efek hipotensi dan antihipertensi paling
besar dibandingkan fraksi etil asetat dan fraksi n-butanol. Fraksi n-butanol
simplisia kering umbi lapis kucai dengan dosis 50 mg/kg BB mempunyai
efek hipotensi paling besar dibandingkan fraksi etil asetat dan fraksi air.
Fraksi etil asetat simplisia kering umbi lapis kucai dengan dosis 50 mg/kg
BB mempunyai efek antihipertensi paling besar dibandingkan fraksi n-
butanol dan fraksi air. Telah diuji efek antihipertensi umbi lapis kucai, Hasil
uji efek antihipertensi adalah sebagai berikut:

(i) ekstrak etanol dan n-heksana simplisia segar dan kering dosis 50 mg/kg
BB mempunyai efek antihipertensi. Pada ekstrak etanol simplisia segar
diikuti dengan penurunan sistol/diastol (19,8+1,9/21,6+3,2)%.

(ii) Fraksi etil asetat dan fraksi n-butanol simplisia segar dan kering, fraksi
air simplisia kering dosis 50 m g/kg bb, fraksi air simplisia segar dosis 25
mg/kg bb mempunyai efek antihipertensi.

(iii)Beberapa subfraksi dosis 50 mg/kg bb punya efek antihipertensi. (iv)


isolat AS-KH-1 (ester-17’-etadekadesenil-asam heksanoat) dosis 12,5,25,
dan 50 mg/kg bb punya efek antihipertensi. (vi) Klonidin dosis 9 ig/kg bb
punya efek antihipertensi dengan penurunan sistol/diastol
[25]
(15,5+1,8/18,7+1,1)% .
Ekstrak etanol kucai bulbs diberikan kepada tikus wistar jantan yang
dibagi menjadi 3 kelompok. Kelompok pertama diberikan perlakuan dengan
memberikan ekstrak etanol kucai dengan dosis 100mg/kgBB, kelompok
kedua diberikan perlakuan dengan diberikan isosorbide dinitrate (ISDN)
dengan dosis 0.18mg/kgBB, dan kelompok ketiga dibiarkan tanpa derikan
perlakuan (digunakan sebagai control). 30 menit setelah perlakuan
didapatkan hasil tikus yang diberi perlakuan dengan kucai menaikkan level
NO (nitric oxide) sebesar (138.69±169.38%), rata-rata kenaikan level NO
pada kucai lebih besar dari kelompok control (p=0.018). dan dapat
disimpulkan bahwa ekstrak etanol kucai dapat digunakan sebagai obat
antihipertensi[23].
2. Lidah buaya (Aloe vera)
Mengkonsumsi ekstrak Aloe vera sebesar 150mg/kg dan 300mg/kg, selama
lima hari dapat meningkatkan jumlah sel darah putih dan macrophage. Ini
memperlihatkan bahwa Aloe vera memiliki aktivitas immunomodulator[30].
3. Thyme (Thymus vulgaris)

Dosis anak-anak mulai umur 1 tahun sampai dewasa sebesar 1-2 g dari herba
kering (simplisia) dan juga herba yang masih segar dapat di konsumsi oral 3
kali perhari. Dosis anak-anak dibawah 1 tahun 0.5-1g[31].

H. Pemakaian secara Empiris


1. Chives (Allium schoenoprasum L) sebagai antihipertensi
Di gunakan dengan cara dimakan segar ±4g[20].
2. Lidah buaya (Aloe vera)
Dalam bentuk bubuk dari dried juice[28].
3. Thyme (Thymus vulgaris)
Ramuan kering untuk infusa, ektrak dan larutan[31].
I. Data lain dari tanaman (toksisitas dan efek samping)
1. Chives (Allium Schoenoprasum L)

Telah dilakukan uji toksisitas akut dan efek pemberian berulang ekstrak
etanol simplisia segar umbi lapis kucai (Allium schoenoprasum L., Liliaceae)
pada tikus wistar jantan dan betina. Hasil uji toksisitas akut menunjukkan
bahwa sampai dosis 5000mg/kgBB tidak ada kematian, baik pada kelompok
tikus jantan maupun kelompok tikus betina. Hasil uji toksisitas pemberian
berulang oral menunjukkan tidak ada kematian, maupun pengaruh terhadap
makroskopik dan bobot organ serta aktivitas enzim SGOT dan SGPT[26].
2. Lidah buaya (Aloe vera)

Gejala utama akibat kelebihan mengkonsumsi Aloe vera adalah terjadi diare
parah dengan hilangnya cairan dan elektrolit. Produk Aloe tidak dapat di
gunakan pada pasien dengan gangguan usus, dehidrasi parah, sembelit,
radang usus besar, irritable bowel syndrome, dan tidak untuk anak di bawah
usia 10 tahun. Juga tidak dapat digunakan selama masa kehamilan, kram,
sakit perut[28].
3. Thymi (Thymus vulgaris)

Pasien yang memiliki sensitivitas terhadap tanaman di Lamiaceae harus


menghubungi dokter terlebih dahulu bila ingin menggunakan thyme. Pasien
yang sensitive terhadap serbuk sari atau seledri kemungkinan besar memiliki
kepekaan terhadap thyme. Sebagai tindakan pencegahan, obat hendaknya
tidak digunakan selama masa kehamilan[31].
Daftar pustaka

1. Nuri Andarwulan, RH Fitri Faradilla. 2012. Senyawa Fenolik pada Beberapa


Sayuran Indigenous dari Indonesia. Bogor : South East Asian Food and
Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center, Institut Pertanian Bogor.

2. Gunter Seelinger. Irmgard Merfort. Ute Wolfle. Christoph M. Schempp. 2008.


Anti-Carcinogenic Effects of The Flavonoid Luteolin. Molecules 2008. 13, 2628-
2651; DOI : 10.3390/ Molecules 2008.

3. Pashaei Reza. 2016. Features of Apigenin, Luteolin, Hesperetin and Narigenin in


Crop and Body. Italy : Department of Biotechnology, Chemistry and Pharmacy at
University of Siena. International Journal of Food Science, Nutrition and Dietesics
5(6), 300-304.

4. Monika Majewska, Michal Skrzycki, Malgorzta Podsiad, Hanna Czeczot. 2011.


Evaluation of Antioxidant Potential of Flavonoid An in Vitro Study. Poland : Chair
and Department of Biochemistry. Medica University of Warsaw. Acta Poloniae
Pharmaceutica-Drug Research, Vol. 68 No. 4 pp. 611-615.

5. Filipe Miguel Areias, A. Cristina Rego. Catarina R Oliveira. Rosa Maria Seabra.
2001. Antioxidant Effect of Flavonoid After Ascorbate/ Fe2+- Induced Oxidative
Stress in Cultured Retinal Cells. Portugal: University of Coimbra. Biochemical
Pharmacology 62 (2001) 111-118.

6. Haryoto, Kendri Sri Yuliati. Nurcahyani Wahyuningtyas. 2010. Efek Anti Inflamasi
Ekstrak Etanol Kulit Kacang Tanah (Arachis hypogaea L) Pada Tikus Putih Jantan
Galur Wistar yang di Induksi Karagenin. Surakarta : Fakultas Farmasi, Universitas
Muhammadiyah. Pharmacon, vol. 1 No. 1 juni 2010. Haryoto et al (7-12).

7. Hiroshi Ueda, Chikako Yamazaki, Masatoshi Yamazaki. 2002. Luteolin as an Anti-


Inflammatory and Anti-alergic Constituent of Perilla Frutescens. Department of
Medical Chemistry, Faculty of Pharmaceutical Sciences Teikyo University. Biol.
Pharm. Bull. 25(9) 1197-1202.
8. G. Odontuya, J. R. S. Hoult and P. J. Houghton. 2005. Structure-Activity
Relationship for Antiinflammatory Effect of Luteolin and its Derived Glycosides.
PHYTOTHERAPY RESEARCH Phytother. Res. 19, 782–786 (2005)

9. Muobarak J. Tuorkey. 2014. Molecular targets of luteolin in cancer. Zoology


Department, Division of Physiology, Faculty of Science, Damanhour University,
Damanhour, Egypt. European Journal of Cancer Prevention 2016, 25:65–76.
10. Ranxin Shi,Qing Huang, Xinqiang Zhu, Yeong-Bing Ong, Bin Zhao, Jia Lu, Choon
Nam Ong, Han-Ming Shen. 2007. Luteolin Sensitizes The Anticancer Effect Of
Cisplatin Via C-Jun NH2-Terminal Kinase–Mediated P53 Phosphorylation And
Stabilization. Molecular Cancer Therapeutics 2007;6(4). April 2007.

11. A. M. Popova, b, A. N. Osipovc, E. A. Korepanovac, O. N. Krivoshapkoa, A. A.


Artyukova, and A. A. Klimovicha. 2016. A Study of the Antioxidant and
Membranotropic Activities of Luteolin Using Different Model Systems.
Biophysics, 2016, Vol. 61, No. 6, pp. 843–850.

12. Jianshu Yuan, Yuwen Wang, Xiaoping Xu, Pengyun Wang. 2017. Original Article
Luteolin: A Novel Approach To Attenuating The Glaucoma Via Antioxidant
Defense Mechanism. Department of Ophthalmology, Ningbo Eye Hospital, Ningbo
315040, Zhejiang, China. Int J Clin Exp Pathol 2017;10(5):5606-5611.

13. Eleni Bagli, Maria Stefaniotou, Lucia Morbidelli, Marina Ziche, Konstantinos
Psillas, Carol Murphy, Theodore Fotsis. 2004. Luteolin Inhibits Vascular
Endothelial Growth Factor-Induced Angiogenesis; Inhibition Of Endothelial Cell
Survival And Proliferation By Targeting Phosphatidylinositol 3-Kinase Activity.
CANCER RESEARCH 64, 7936–7946, November 1, 2004.
14. Murugesan Madhes, Manju Vaiyapuri. 2012. Effect Of Luteolin On Lipid
Peroxidation And Antioxidants In Acute And Chronic Periods Of Isoproterenol
Induced Myocardial Infarction. Department Of Biochemistry, Periyar University,
Salem, Tamil Nadu 636 022, India. Journal of Acute Medicine 2 (2012) 70-76.

15. Kazutaka Kanai, Sho Nagata, Takuya Hatta, Yuichi Sugiura, Kazuaki Sato, Yohei
Yamashita, Yuya Kimura, Naoyuki Itoh. 2016. Therapeutik Anti-inflammatory
Effect of Luteolin on Endotoxin-induced Uveitis in Lewis Rats. Departement of
Small Animal Internal Medicine I, School of Veterinary Medicine, University of
Kitasato, Towada Aomori 034-8628, Japan. J. Vet. Sci. 78(8): 1381-1384, 2016.

16. Miguel Lopez-Lazaro. 2009. Distribution and Biological Activities of The


Flavonoid Luteolin. Department of Pharmacology, Faculty of Pharmacy, University
of Seville, Spain. Mini-Review in Medical Chemistry,2009, 9, 31-59.

17. Keyhanian S, Stahl-Biskup E. 2007. Phenolic Constituents in dried Flowers of Aloe


vera ( Aloe barbadensis) an Their in vitro Antioxidative Capacity. Planta Med.
2007, 73, 599-602.

18. D.B Haytowitz, AL Eldridge, S. Bhagwat, S.E Gebhardt, J.M. Holden, G.R
Beecher, J. Peterson, J. Dwyer. 2002. Flavonoid Content of Vegetables. University
School of Medicine and Nutrition, Boston, MA. Journal Food Comp. Anal. (2002)
15(4):339-348.
19. Ray-Yu Yang, Shou Lin, George Kuo. 2008. Content and Distribution of
Flavonoids Among 91 Edible Plant Species. The World Vegetable Center,
Shanhuan, Tainan, Taiwan. Asian Pac J Clin Nutr 2008; 17 (S1):275-279.

20. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesi. 2008. Acuan Sediaan
Herbal. Jakarta. Vol. 4(1); 35-36.

21. A.E Parvu, M. Parvu, L Vlase, P. Miclea, A.C. Mot, R. Silaghi-dumitrescu. 2014.
Anti-Inflammatory Effect of Allium schoenoprasum L. Leaves. Romania. Journal of
Physiology and Pharmacology 2014, 65, 2, 309-315.

22. Iksen, Ginda Haro, Siti Morin Sinaga. 2017. In Vitro Test of ChiveLeaves Infuse
(Allium schoenoprasum, L.) on Calcium Oxalate Solubility Using Anatomic
Absorption Spectrophotometry. Faculty of Pharmacy, University of Sumatera
Utara, Medan. International Journal of ChemTech Research Vol. 10 No. 2, pp 099-
102.

23. Amalia L, Sukandar E. Y, Roesli R.M.A, Sigit J.I. 2008. The Effect of Ethanol
Extract of Kucai (Allium schoenoprasum L.) Bulbs on Serum Nitric Oxide Level in
Male Wistar Rats. Bandung Indonesia. International Journal of Pharmacology 4(6):
487-491, 2008.

24. Ginda Haro, Siti Morin Sinaga, I. Iksen, N. Nerdy, Suthinee Theerachetmongkol.
2017. Protective Effect of Chive Leaves (Allium schoenoprasum, L.) Infusion
Against Ethylene Glycol and Ammonium Chloride Induced Nephrolithiasi in Rats.
University of Sumatera, Medan, Indonesia. Surin Hospital, Surin, Thailand. Journal
of Applied Pharmaceutical Science Vol.7 (08), pp. 222-225.

25. Fidriany, I., Padmawinata, K., Soetamo, S., Yulinah, E., 2002, Uji Efek
Antihipertensi Umbi Lapis Kucai (Allium schoenoprasum L., Liliaceae) pada Tikus
Wistar Jantan, Isolasi dan Karakterisasi Senyawa Aktif, Skripsi, Departemen
Farmasi, ITB, Bandung.

26. Kosasih Padmawinata. 2004. Toksisitas Akut dan Pemberian Berulang Ekstrak
Etanol Umbi Lapis Kucai (Allium schoenoprasum L., Liliacieae). Unit Bidang Ilmu
Farmakognosi-Fitokimia. ITB. Bandung.

27. Rajeswari R., Umadevi M., Sharmila Rahale C., Pushpa R., Selvavenkadesh S.,
Sampath Kumar K.P., Debjit Bhowmik. 2012. Aloe vera: The Miracle Plant Its
Medical and Traditional Uses in India. India. Journal of Pharmacognosy and
Phytochemistry Vol. 1 No. 4 pp 118-124.

28. World Health Organization. 1999. WHO Monographs on Selected Medicial Plants.
Vol 1. Pp 33-49.
29. Priyanka Sharma, Amit C Kharkwal, Harsha Kharkwal, M Z Abdin, Ajit Varma.
2014. A Review on Pharmacological Properties of Aloe vera. India. Int. J. Pharm.
Sci. Rev. Res., 29(2) No. 07, pp 31-37.

30. Undrala Sushen, C.R. Unnithan, Swamy Rajan, Rajan Chouhan, Sushma Chouhan,
Fasi Uddin, R. Kowsalya. 2017. Aloe vera: A potential Herb as Traditional
Medicine by Tribal People of Kondagatu and Purudu of Karimnagar District,
Telangana State, India. And Their Preparative Methods. India. European Journal of
Pharmaceutical and Medical Research, 2017, 4(7), 820-831.

31. World Health Organization. 1999. WHO Monographs on Selected Medicial Plants.
Vol 1. Pp 259-266.

Anda mungkin juga menyukai