Anorektum (LP)
Anorektum (LP)
PENDAHULUAN
B. Tujuan Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini penulis mempunyai diantaranya adalah
sebagai berikut :
1. Tujuan umum
Agar mahasiswa dapat melakukan asuhan keperawatan pada pasien
dengan “Anorektum (Anorektal)” dan mendokumentasikannya.
2. Tujuan khusus
a. Agar mahasiswa mampu mengkaji status kesehatan klien
b. Agar mahasiswa mampu menganalisa data dan
merumuskan diagnosis
c. Agar mahasiswa mampu menyusun rencana keperawatan
d. Agar mahasiswa mampu melaksanakan evaluasi
e. Agar mahasiswa mampu mendokumentasikan asuhan
keperawatan
1
D. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan makalah ini terdiri dari Bab I : Pendahuluan
meliputi Latar Belakang Masalah, Tujuan Penulisan, Metode Penelitian dan
Sistematika Penulisan, Bab II : terdiri dari Tinjauan Keperawatan dan Bab III :
terdiri dari Kesimpulan dan Saran.
2
BAB II
ANOREKTUM (ANOREKTAL)
Abses Anorektal
Abses anorektal adalah infeksi pada ruang pararektal. Individu dengan
enteritis regional dari status imunodefisiensi lain seperti AIDS terutama
3
rentan terhadap infeksi ini. Abses ini kebanyakan akan mengakibatkan
fistula.
Manifestasi klinis. Abses dapat terjadi pada berbagai ruang didalam
dan disekitar rektum. Seringkali mengandung sejumlah pus berbau
menyengat dan nyeri. Apabila abses terletak superfisial, maka akan
tampak bengkak, kemerahan, dan nyeri tekan. Abses yang terletak lebih
dalam mengakibatkan gejala toksik dan bahkan nyeri abdomen bawah,
serta demam. Sebagian besar abses rektal akan mengakibatkan fistula.
4
3. Etiologi
Walupun panyebab kanker usus besar, seperti kanker lainnya, masih
belum diketahui, telah dikenali beberapa faktor predisposisi. Hubungan
antara kolitis ulseratif, yaitu jenis polip kolon tertentu, dengan kanker usus
besar telah dibicarakan.
Faktor predisposisi penting lain mungkin berhubungan dengan
kebiasaan makan, karena kanker usus besar (seperti juga divertikulosis)
adalah sekitar 10 kali lebih banyak pada penduduk di dunia barat, yang
mengkonsumsi lebih banyak makanan yang mengandung karbohidrat
refined dan rendah serat kasar, dibandingkan penduduk primitif (Afrika)
dengan diet kaya serat kasar. Burkitt (1971) mengemukakan bahwa diet
rendah serat, tinggi karbohidrat refined mengakibatkan perubahan pada
flora feses dan perubahan degradasi garam-garam empedu atau hasil
pemecahan protein dan lemak, dimana sebagian dari zat-zat ini bersifat
karsinogenik. Diet rendah serat juga menyebabkan pemekatan zat yang
berpotensi karsinogenik ini dalam feses yang bervolume lebih kecil.
Selain itu masa transisi feses meningkat. Akiibatnya kontak zat yang
berpotensi karsinogenik dengan mukosa usus bertambah lama.
5
terjadi anemia akibat kehilangan darah Kronik. Pertumbuhan pada-
sigmoid atau rektum dapat mengenai radiks saraf, pembuluh limfe, atau
vena, menimbulkan gejala-gejala pada tungkai atau perineum. Hemoroid,
nyeri pinggang bagian bawah, keinginan defekasi atau sering berkemih
dapat timbul sebagai akibat tekanan pada alat-alat tersebut.
Karsinoma kolon kanan, di mana isi kolon berupa cairan, cenderung
tetap tersamar hingga lanjut sekali. Sedikit kecenderungan menimbulkan
obstruksi, karena lumen usus lebih besar dan feses masih encer. Anemia
akibat perdarahan sering terjadi, dan darah bersifat samar dan hanya dapat
dideteksi dengan tes guaiak (suatu tes sederhana yang dapat dilakukan di
klinik). Mukus jarang terlihat, karena tercampur dalam feses. Pada orang
yang kurus, tumor kolon kanan kadang-kadang dapat diraba, tetapi jarang
pada stadium awal. Penderita mungkin mengalami perasaan tidak enak
pada abdomen, dan kadang-kadang pada epigastrium.
6
Bila gejala diare menyertai fistula anorektal yang berulang, perlu
dipikirkan penyakit Crohn yang terbatas pada usus besar, akan mengalami
fistula in ano. Dua puluh lima persen penderita akan mengalami fistula in
ano bila penyakit Crohn terbatas pada usus halus.
Pengobatan abses dan fistula anorektal adalah insisi dan drainase
abses, serta eksisi fistula yang berhubungan.
6. Penatalaksanaan
Pada tahap awal inflamasi, infeksi dapat dikontrol dengan terapi
antibiotik. Bila abses telah terbentuk, pembedahan diindikasikan. Abses
diinsisi dan dialirkandibawah anestetik lokal. Setelah proses akut teratasi,
pembedahan selanjutnya dilakukan untuk mengeksisi kista dan saluran
sinus sekunder. Luka dimungkinkan untuk sembuh melalui granulasi.
Balutan kasa ditempatkan di luka mempertahankan tepinya tetap terpisah
selama proses penyembuhan.
7. Penatalaksanaan
Terapi paliatif terdiri dari rendam duduk dan analgesik. Namun,
tindakan bedah segera untuk menginsisi dan mendrainase abses adalah
tindakan pilihan. Apabila terdapat infeksi lebih dalam, dengan
kemungkinan fistula, saluran fistula harus diangkat. Apabila mungkin
fistula diangkat ketika abses diinsisi dan didrain, atau prosedur kedua
perlu dilakukan. Luka dapat diberi tampon dan kasa dan dibiarkan sembuh
dengan granulasi.
8. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pada semua data pengkajian, diagnosa keperawatan utama
mencakup yang berikut :
a. Konstipasi berhubungan dengan mengabaikan dorongan
untuk defekasi akibat nyeri selama eliminasi.
b. Ansietas berhubungan dengan rencana pembedahan dan rasa
malu.
7
c. Nyeri berhubungan dengan iritasi, tekanan, dan sensitivitas
pada area rektal/anal sekunder akibat penyakit anorektal dan spasme
sfingter pada pascaoperatif.
d. Perubahan eliminasi urinarius berhubungan dengan rasa takut
nyeri pada pascaoperatif.
e. Resiko ketidak efektifan penatalaksanaan terapeutik.
3. Intervensi Keperawatan
a. Menghilangkan Konstipasi
Masukan cairan sedikitnya 2 L sehari dianjurkan untuk memberikan
hidrasi adekuat. Makanan tinggi serat dianjurkan untuk meningkatkan
8
bulk dalam feses dan membuatnya lebih mudah dikeluarkan. Laksatif
bulk seperti metamucil dan pelunak feses diberikan sesuai resep.
b. Menurunkan Ansietas
Pasien yang menghadapi pembedahan rektal dapat merasa kacau dan
peka akibat ketidaknyamanan, nyeri, dan malu. Kebutuhan psikososial
khusus dan rencana asuhan yang bersifat individu diidentifikasi.
Privasi diberikan dengan membatasi pengunjung bila pasien
menginginkannya. Privasi diberikan dengan membatasi pengunjung
bila pasien menginginkannya.
c. Menghilangkan Nyeri
Selama 24 jam pertama setelah pembedahan rektal, dapat terjadi
spasme yang menimbulkan nyeri pada sfingter dan otot parineal.
Kontrol terhadap nyeri adalah pertimbangan utama. Pasien didorong
untuk memilih posisi nyaman.
Balutan basah yang jenuh oleh air dingin dan witch hazel dapat
membantu menghilangkan edema. Apabila kompres basah digunakan
secara kontinu, petroleum harus diberikan disekitar area anal untuk
mencegah maserasi kulit.
d. Meningkatkan Eliminasi Urinarius.
Berkemih dapat menjadi masalah pada periode pascaoperatif, akibat
spasme refleks sfingter pada jalan keluar kandung kemih dan sejumlah
tertentu otot pelindung dari rasa takut dan nyeri. Semua metode untuk
mendorong berkemih sepontan (meningkatkan masukan cairan,
mendengarkan aliran air, meneteskan air diatas meatus urinarius) harus
dicoba sebelum memasukan kateter. Setelah pembedahan rektal,
haluan urin harus dipantau dengan cermat.
e. Pemantauan dan Penatalaksanaan komplikasi.
Sisi operasi harus diperiksa dengan sering terhadap munculnya
perdarahan rektal. Kaji indikator sitemik perdarahan berlebihan
(takikardia, hipotensi, gelisah, haus). Setelah hemoroidektomi, dapat
9
terjadi hemoragi dari vena yang dipotong, bukti perdarahan harus
tampak pada balutan.
10
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pasien dengan gangguan anorektal mencari pertolongan medis terutama
akibat nyeri dan perdarahan rektal keluhan lain yang sering adalah protusi
hemoroid, rabas anal, gatal, bengkak, nyeri tekan anal, stenosis, dan ulserasi.
Konstipasi diakibatkan karena menunda defikasi akibat nyeri.
Cara mengobati anorektal adalah pengangkatan tumor dan pembuluh limfe
secara pembedahan.
B. Saran
Cara penyembuhan secara anorektal yaitu dengan terapi poliatif terdiri dari
rendam duduk dan analgesik namun tindakan bedah segera untuk mengisi dan
mendrainase abses adalah tindakan pilihan agar penyakit anorektal tidak
terjadi dalam tubuh kita diusahakan jangan menunda defikasi.
11
DAFTAR PUSTAKA
12
13