Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pada kesempatan ini penulis mengambil judul penyakit “Anorektum
(Anorektal)” masalah tersebut diambil setelah penulis menganalisa masalah ini
dengan membaca dari sumber buku.
Penulis mencoba menggali masalah penyakit tersebut berdasarkan adanya
misi Indonesia sehat 2010. penulis menyusun laporan ini berdasarkan
deskripsi mata kuliah KDM I, serta kompetensinya dan penerapan asuhan
keperawatan dalam mata kuliah tersebut

B. Tujuan Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini penulis mempunyai diantaranya adalah
sebagai berikut :
1. Tujuan umum
Agar mahasiswa dapat melakukan asuhan keperawatan pada pasien
dengan “Anorektum (Anorektal)” dan mendokumentasikannya.
2. Tujuan khusus
a. Agar mahasiswa mampu mengkaji status kesehatan klien
b. Agar mahasiswa mampu menganalisa data dan
merumuskan diagnosis
c. Agar mahasiswa mampu menyusun rencana keperawatan
d. Agar mahasiswa mampu melaksanakan evaluasi
e. Agar mahasiswa mampu mendokumentasikan asuhan
keperawatan

C. Metode Pembuatan Makalah


Dalam penyusunan makalah ini penulis menggunakan metode studi
perpustakaan dan membaca catatan medik.

1
D. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan makalah ini terdiri dari Bab I : Pendahuluan
meliputi Latar Belakang Masalah, Tujuan Penulisan, Metode Penelitian dan
Sistematika Penulisan, Bab II : terdiri dari Tinjauan Keperawatan dan Bab III :
terdiri dari Kesimpulan dan Saran.

2
BAB II
ANOREKTUM (ANOREKTAL)

A. Konsep Dasar Penyakit Anorektum (Anorektal)


1. Defenisi
Pasien dengan gangguan anorektal mencari pertolongan medis
terutama akibat nyeri dan perdarahan rektal. Keluhan lain yang sering
adalah protrusi hemoroid, rabas anal, gatal, bengkak, nyeri tekan anal,
stenosis, dan ulserasi. Konstipasi diakibatkan karena menunda defekasi
akibat nyeri.
Kolon (termasuk rektum) merupakan tempat keganasan tersering dari
saluran cerna. Kanker kolon merupakan penyebab ketiga dari semua
kematian akibat kanker di Amerika Serikat, baik pada pria maupun wanita
(Cancer Facts and Figures, 1991). Kanker usus besar biasanva merupakan
penyakit pada orang tua, dan insidens puncak adalah pada dekade keenam
dan ketujuh. Kanker ini jarang ditemukan dibawah usia 40 tahun, kecuali
pada orang dengan riwayat kolitis ulserarif atau poliposis familial. Kedua
kelamin terserang sama seringnya, walaupun kaner kolon lebih sering
pada wanita, sedangkan lesi pada rektum lebih, sering pada pria. Kira-kira
60% dari semua kanker usus terjadi pada bagian rektosigmoid, sehingga
dapat teraba pada pemeriksaan rektum atau terlihat pada sigmoidoskopi.
Sekum dan kolon asendens merupakan tempat berikutnya yang paling
sering diserang. Kolon transversa dan fleksura merupakan bagian yang
memiliki kemungkinan terserang yang paling kecil.

Abses Anorektal
Abses anorektal adalah infeksi pada ruang pararektal. Individu dengan
enteritis regional dari status imunodefisiensi lain seperti AIDS terutama

3
rentan terhadap infeksi ini. Abses ini kebanyakan akan mengakibatkan
fistula.
Manifestasi klinis. Abses dapat terjadi pada berbagai ruang didalam
dan disekitar rektum. Seringkali mengandung sejumlah pus berbau
menyengat dan nyeri. Apabila abses terletak superfisial, maka akan
tampak bengkak, kemerahan, dan nyeri tekan. Abses yang terletak lebih
dalam mengakibatkan gejala toksik dan bahkan nyeri abdomen bawah,
serta demam. Sebagian besar abses rektal akan mengakibatkan fistula.

2. Anatomi dan Fisiologi


Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang
sekitar 5 kaki (sekitar 1,5m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis
ani. Diameter usus besar sudah pasti lebih besar daripada usus kecil.
Rata-rata sekitar 2,5 inci (Sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus
diameternya semakin keeil.
Usus besar dibagi menjadi sekum, Kolon dan rektum. seperti
dilukiskan dalam Gambar. 26-1. Pada sekum terdapat katup ileosekal dan
apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati sekitar dua
atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileosekal mengontrol aliran
kimus dari ileum ke sekum. Katup dibagi lagi menjadi kolon asendens,
transversumm desendens dan sigmoid. Tempat di mana kolon membentuk
kelokan tajam yaitu pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut
dinamakan fleksura hepatika dan fleksura lienalis. Kolon sigmoid mulai
setinggi Krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan berbentuk-S. Lekukan'
bagian bawah membelok ke kiri waktu kolon sigmoid bersatu dengan
rektum, yang menjelaskan alasan anatomis meletakkan penderita pada sisi
kiri bila diberi enema. Pada posisi ini, gaya berat membantu mengalirkan
air dari rektum ke fleksura sigmoid. Bagian utama usus besar yang
terakhir dinamakan rektum dan terbentang dari kolor, sigmoid sampai
anus (muara ke bagian luar tubuh). Satu inci terakhir dari rektum
dinamakan kanalis ani dan dilindungi oleh sfingter ani eksternus dan
internus. Panjang rektum dan kanalis ani sekitar 5,9 inci (15 em).

4
3. Etiologi
Walupun panyebab kanker usus besar, seperti kanker lainnya, masih
belum diketahui, telah dikenali beberapa faktor predisposisi. Hubungan
antara kolitis ulseratif, yaitu jenis polip kolon tertentu, dengan kanker usus
besar telah dibicarakan.
Faktor predisposisi penting lain mungkin berhubungan dengan
kebiasaan makan, karena kanker usus besar (seperti juga divertikulosis)
adalah sekitar 10 kali lebih banyak pada penduduk di dunia barat, yang
mengkonsumsi lebih banyak makanan yang mengandung karbohidrat
refined dan rendah serat kasar, dibandingkan penduduk primitif (Afrika)
dengan diet kaya serat kasar. Burkitt (1971) mengemukakan bahwa diet
rendah serat, tinggi karbohidrat refined mengakibatkan perubahan pada
flora feses dan perubahan degradasi garam-garam empedu atau hasil
pemecahan protein dan lemak, dimana sebagian dari zat-zat ini bersifat
karsinogenik. Diet rendah serat juga menyebabkan pemekatan zat yang
berpotensi karsinogenik ini dalam feses yang bervolume lebih kecil.
Selain itu masa transisi feses meningkat. Akiibatnya kontak zat yang
berpotensi karsinogenik dengan mukosa usus bertambah lama.

4. Gambaran Klinis/Tanda dan Gejala


Gejala-gejala tersering dari kanker usus besar adalah perubahan
kebiasaan defekasi, perdarahan, nyeri, anemia, anoreksia, dan penurunan
berat badan. Tanda dan gejala berbeda-beda menurut tempat kanker dan
sering dibagi menjadi kanker yang mengenai bagian kanan dan kiri usus
besar.
Karsinoma kolon kiri dan rektum cenderung menyebabkan perubahan
defekasi sebagai akibat iritasi dan respon refleks. Diare, nyeri Kejang dan
kembung sering terjadi. Karena lesi kolon kiri cenderung melingkar,
sering timbul gangguan obstruksi. Feses dapat kecil dan berbentuk seperti
pita. Baik mukus maupun darah segar sering terlihat pada feses. Dapat

5
terjadi anemia akibat kehilangan darah Kronik. Pertumbuhan pada-
sigmoid atau rektum dapat mengenai radiks saraf, pembuluh limfe, atau
vena, menimbulkan gejala-gejala pada tungkai atau perineum. Hemoroid,
nyeri pinggang bagian bawah, keinginan defekasi atau sering berkemih
dapat timbul sebagai akibat tekanan pada alat-alat tersebut.
Karsinoma kolon kanan, di mana isi kolon berupa cairan, cenderung
tetap tersamar hingga lanjut sekali. Sedikit kecenderungan menimbulkan
obstruksi, karena lumen usus lebih besar dan feses masih encer. Anemia
akibat perdarahan sering terjadi, dan darah bersifat samar dan hanya dapat
dideteksi dengan tes guaiak (suatu tes sederhana yang dapat dilakukan di
klinik). Mukus jarang terlihat, karena tercampur dalam feses. Pada orang
yang kurus, tumor kolon kanan kadang-kadang dapat diraba, tetapi jarang
pada stadium awal. Penderita mungkin mengalami perasaan tidak enak
pada abdomen, dan kadang-kadang pada epigastrium.

5. Pengobatan/Konserpatif dan Operatif


Pengobatan karsinoma kolon dan rektum adalah pengangkatan tumor
dan pembuluh limfe secara pembedahan. Tindakan yang paling sering
dilakukan adalah hemikolektomi kiri atau reseksi anterior, dan reseksi
abdominoperineal. Prognosis eksisi bedah sangat baik bila dibandingkan
dengan kanker dibagian tubuh lain. Angka kelangsungan hidup 5 tahun
adalah sekitar 50%.
Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan gangguan
aliran balik dari vena eksternanya, dengan satu jari dari tangan lainnya di
dalam anus.
Abses anorektal sering dimulai sebagai peradangan kriptus ani, yang
terletak pada ujung bawah kolum morgagni. Kelenjar anus bermuara
dalam kriptus ani. Obstruksi atau trauma pada salurannya menimbulkan
stasis dan predisposisi terhadap infeksi. Robekan mukosa akibat feses
yang keras dapat pula merupakan faktor predisposisi. Padabeberapa kasus,
dapat ditemukan lesi lokal predisposisi seperti hemoroid bertukak atau
fisura ani.

6
Bila gejala diare menyertai fistula anorektal yang berulang, perlu
dipikirkan penyakit Crohn yang terbatas pada usus besar, akan mengalami
fistula in ano. Dua puluh lima persen penderita akan mengalami fistula in
ano bila penyakit Crohn terbatas pada usus halus.
Pengobatan abses dan fistula anorektal adalah insisi dan drainase
abses, serta eksisi fistula yang berhubungan.

6. Penatalaksanaan
Pada tahap awal inflamasi, infeksi dapat dikontrol dengan terapi
antibiotik. Bila abses telah terbentuk, pembedahan diindikasikan. Abses
diinsisi dan dialirkandibawah anestetik lokal. Setelah proses akut teratasi,
pembedahan selanjutnya dilakukan untuk mengeksisi kista dan saluran
sinus sekunder. Luka dimungkinkan untuk sembuh melalui granulasi.
Balutan kasa ditempatkan di luka mempertahankan tepinya tetap terpisah
selama proses penyembuhan.

7. Penatalaksanaan
Terapi paliatif terdiri dari rendam duduk dan analgesik. Namun,
tindakan bedah segera untuk menginsisi dan mendrainase abses adalah
tindakan pilihan. Apabila terdapat infeksi lebih dalam, dengan
kemungkinan fistula, saluran fistula harus diangkat. Apabila mungkin
fistula diangkat ketika abses diinsisi dan didrain, atau prosedur kedua
perlu dilakukan. Luka dapat diberi tampon dan kasa dan dibiarkan sembuh
dengan granulasi.

8. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pada semua data pengkajian, diagnosa keperawatan utama
mencakup yang berikut :
a. Konstipasi berhubungan dengan mengabaikan dorongan
untuk defekasi akibat nyeri selama eliminasi.
b. Ansietas berhubungan dengan rencana pembedahan dan rasa
malu.

7
c. Nyeri berhubungan dengan iritasi, tekanan, dan sensitivitas
pada area rektal/anal sekunder akibat penyakit anorektal dan spasme
sfingter pada pascaoperatif.
d. Perubahan eliminasi urinarius berhubungan dengan rasa takut
nyeri pada pascaoperatif.
e. Resiko ketidak efektifan penatalaksanaan terapeutik.

B. Data Penunjang / Pengkajian


1. Proses Keperawatan Pasien
Pasien Dengan Kondisi Anorektal
Pengkajian
Riwayat kesehatan diambil untuk menentukan adanya gatal, rasa
terbakar, dan nyeri beserta karakteristiknya. Apakah initerjadi selama
defikasi ? Berapa lama ini berakhir ?Adakah nyeri abdomen dihubungkan
dengan hal itu ? Apakah terdapat perdarahan dari rektum ? Seberapa
banyak ? seberapa sering ? Apa warnanya ? Adakah rabas lain seperti
mukus atau pus ? Pertanyaan lain berhubungan dengan pola eliminasi dan
penggunaan laksatif ; tingkat aktifitas ; dan pekerjaan (khususnya bila
mengharuskan duduk atau berdiri lama).
Pengkajian objektif mencakup menginspeksi feses akan adanya darah
atau mukus, dan area perianal akan adanya hemoroid, fisura, iritasi, atau
pus.

2. Perencanaan dan Implementasi


Tujuan utama mencakup mendapatkan pola eliminasi adekuat, penurunan
ansietas, penghilangan nyeri, peningkatan eleminasi urinarius, patuh
dengan program terapeutik, dan tidak adanya komplikasi.

3. Intervensi Keperawatan
a. Menghilangkan Konstipasi
Masukan cairan sedikitnya 2 L sehari dianjurkan untuk memberikan
hidrasi adekuat. Makanan tinggi serat dianjurkan untuk meningkatkan

8
bulk dalam feses dan membuatnya lebih mudah dikeluarkan. Laksatif
bulk seperti metamucil dan pelunak feses diberikan sesuai resep.

b. Menurunkan Ansietas
Pasien yang menghadapi pembedahan rektal dapat merasa kacau dan
peka akibat ketidaknyamanan, nyeri, dan malu. Kebutuhan psikososial
khusus dan rencana asuhan yang bersifat individu diidentifikasi.
Privasi diberikan dengan membatasi pengunjung bila pasien
menginginkannya. Privasi diberikan dengan membatasi pengunjung
bila pasien menginginkannya.
c. Menghilangkan Nyeri
Selama 24 jam pertama setelah pembedahan rektal, dapat terjadi
spasme yang menimbulkan nyeri pada sfingter dan otot parineal.
Kontrol terhadap nyeri adalah pertimbangan utama. Pasien didorong
untuk memilih posisi nyaman.
Balutan basah yang jenuh oleh air dingin dan witch hazel dapat
membantu menghilangkan edema. Apabila kompres basah digunakan
secara kontinu, petroleum harus diberikan disekitar area anal untuk
mencegah maserasi kulit.
d. Meningkatkan Eliminasi Urinarius.
Berkemih dapat menjadi masalah pada periode pascaoperatif, akibat
spasme refleks sfingter pada jalan keluar kandung kemih dan sejumlah
tertentu otot pelindung dari rasa takut dan nyeri. Semua metode untuk
mendorong berkemih sepontan (meningkatkan masukan cairan,
mendengarkan aliran air, meneteskan air diatas meatus urinarius) harus
dicoba sebelum memasukan kateter. Setelah pembedahan rektal,
haluan urin harus dipantau dengan cermat.
e. Pemantauan dan Penatalaksanaan komplikasi.
Sisi operasi harus diperiksa dengan sering terhadap munculnya
perdarahan rektal. Kaji indikator sitemik perdarahan berlebihan
(takikardia, hipotensi, gelisah, haus). Setelah hemoroidektomi, dapat

9
terjadi hemoragi dari vena yang dipotong, bukti perdarahan harus
tampak pada balutan.

f. Pendidikan Pasien dan Pertimbangan Perawatan di Rumah


Pasien harus mempertahankan area perianal sebersih mungkin, dengan
cara membersihkan secara perlahan dengan air hangat dan kemudian
mengeringkannya dengan kapas absorben. Pasiendiinstrusikan untuk
menghindari menggosok area dengan tisu toilet.

g. Gambar Diagnosa Penyakit

10
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Pasien dengan gangguan anorektal mencari pertolongan medis terutama
akibat nyeri dan perdarahan rektal keluhan lain yang sering adalah protusi
hemoroid, rabas anal, gatal, bengkak, nyeri tekan anal, stenosis, dan ulserasi.
Konstipasi diakibatkan karena menunda defikasi akibat nyeri.
Cara mengobati anorektal adalah pengangkatan tumor dan pembuluh limfe
secara pembedahan.

B. Saran
Cara penyembuhan secara anorektal yaitu dengan terapi poliatif terdiri dari
rendam duduk dan analgesik namun tindakan bedah segera untuk mengisi dan
mendrainase abses adalah tindakan pilihan agar penyakit anorektal tidak
terjadi dalam tubuh kita diusahakan jangan menunda defikasi.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Marylin E Donges, 1992, Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi Tiga.


FKUI. Jakarta ; EGC
2. Price Sylvia Anderson, dkk, 1995, Konsep Klinis Proses – Proses
Penyakit. Edisi Empat. Jakarta ; EGC
3. Brunner dan Suddart, Keperawatan Medical – Bedah (diterjemahkan oleh
dr. H. Y. Kuncara, dkk). Penerbit buku kedokteran. Jakarta ; EGC
4. Evelyn C. Pearce, Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Gramedia.
Jakarta ; 2002

12
13

Anda mungkin juga menyukai