Anda di halaman 1dari 43

CASE REPORT SESSION

G1P0A0 GRAVIDA 38-39 MINGGU INPARTU KALA I FASE AKTIF JTH


IU PRESENTASI KEPALA DENGAN EKLAMPSIA

Oleh:

Wulan Reksa Fortuna

G1A217115

Pembimbing:

dr. Zul Andriahta, Sp.OG

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

RSUD RADEN MATTAHER JAMBI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2019

i
LEMBAR PENGESAHAN

CASE REPORT SESSION

G1P0A0 GRAVIDA 38-39 MINGGU INPARTU KALA I FASE AKTIF JTH


IU PRESENTASI KEPALA DENGAN EKLAMPSIA

Oleh:
Wulan Reksa Fortuna
G1A217115

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

RSUD RADEN MATTAHER JAMBI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2019

Jambi, Juni 2019

Pembimbing

dr. Zul Andriahta, Sp.OG

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat-
Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Case Report Session (CRS) pada
Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
dan Kesehatan Universitas Jambi yang berjudul “G1P0A0 gravida 38-39 minggu
inpartu kala I fase aktif JTH IU Presentasi Kepala dengan Eklampsia”.

Case Report Session (CRS) ini bertujuan agar penulis dapat memahami
lebih dalam teori-teori yang diberikan selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Bagian Obstetri dan Ginekologi di RSUD Raden Mattaher Jambi, dan melihat
penerapannya secara langsung di lapangan. Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada dr.Zul Andriahta,Sp.OG sebagai
pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis.

Penulis menyadari bahwa penulisan Case Report Session (CRS) ini masih
banyak kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun dari semua pihak yang membacanya. Semoga tugas ini
dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Jambi, Juni 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN...................................................... . ii
KATA PENGANTAR................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................. 1
BAB II LAPORAN KASUS ......................................................... 3
2.1 Identitas pasien ..................................................................... 3
2.2 Anamnesis ............................................................................. 3
2.3 Pemeriksaan Fisik ................................................................. 6
2.4 Pemeriksaan Penunjang ........................................................ 8
2.5 Diagnosis .............................................................................. 9
2.6 Tatalaksana ........................................................................... 9
2.7 Follow up .............................................................................. 12
2.8 Prognosis ............................................................................... 13
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ................................................ 14
BAB IV ANALISA KASUS ......................................................... 32
BAB V KESIMPULAN ................................................................ 37
DAFTAR PUSTAKA.................................................................... 38

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Sekitar 50.000 wanita meninggal setiap tahun akibat komplikasi terkait


preeklampsia dan eklampsia. Preeklampsia dan eklampsia adalah bentuk hipertensi
dalam kehamilan yang paling menonjol sebagai penyebab utama morbiditas dan
mortalitas pada ibu dan bayi. Preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi disertai
proteinuria, merupakan suatu gangguan multisistem yang terjadi setelah usia
kehamilan 20 minggu. Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejang.
Preeklampsia dan eklampsia berkontribusi terhadap 10 – 15% dari total kematian
ibu di dunia. Sebagian besar kematian di negara berkembang diakibatkan oleh
eklampsia, sementara di negara maju lebih sering disebabkan oleh komplikasi dari
preeklampsia. Eklampsia menduduki urutan kedua setelah perdarahan sebagai
penyebab utama kematian ibu di Indonesia pada tahun 2010.1
Etiologi dan patofisiologi preeklampsia masih belum dapat dipahami
dengan jelas sehingga menjadi tantangan dalam pencegahan penyakit tersebut.
Strategi untuk mengatasi preeklampsia dan komplikasinya difokuskan pada deteksi
dini penyakit dan tatalaksana terapi yang tepat. Tatalaksana terapi preeklampsia dan
eklampsia bergantung pada ketersediaan pelayanan obstetric emergensi termasuk
antihipertensi, magnesium sulfat (antikonvulsan), dan fasilitas yang diperlukan
untuk persalinan. Pengontrolan tekanan darah ibu dengan antihipertensi penting
untuk menurunkan insidensi perdarahan serebral dan mencegah terjadinya stroke
maupun komplikasi serebrovaskular lain akibat preeklampsia dan eklampsia.
Antikonvulsan diberikan untuk mencegah terjadinya kejang pada preeklampsia dan
mengatasi kejang pada eclampsia.2

Kejang yang tidak ditangani dengan antikonvulsan secara tepat menjadi


masalah utama pada kasus kematian akibat eklampsia. Terapi antihipertensi yang
inadekuat dalam perawatan klinis juga menjadi masalah serius yang menyebabkan
perdarahan intrakranial pada sebagian besar kasus kematian. Laporan terakhir
menunjukkan bahwa guideline-guideline hipertensi dalam kehamilan harus dapat

1
mengidentifikasi batas tekanan darah yang memerlukan terapi antihipertensi dan
pemilihan antihipertensi yang efektif serta aman digunakan pada masa kehamilan.

Obat harus aman, efektif, dan digunakan secara rasional untuk


menghasilkan efek yang diinginkan. Terapi dengan obat pada masa kehamilan
memerlukan perhatian khusus karena ancaman efek teratogenik obat dan perubahan
fisiologis pada ibu sebagai respon terhadap kehamilan. Obat dapat menembus sawar
plasenta dan masuk ke dalam sirkulasi darah janin. Pemilihan obat-obatan selama
kehamilan harus mempertimbangkan rasio manfaat dan risiko bagi ibu maupun
janin untuk menghasilkan terapi yang aman dan rasional.2,3

2
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. RS
Umur : 24 tahun
Suku bangsa : Melayu, Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : RT 05 Taman Raja, Tungkal Ulu, Tanjung Jabung Barat

Identitas Suami
Nama : Tn. RP
Umur : 28 tahun
Suku bangsa : Melayu, Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan : Swasta
Alamat : RT 05 Taman Raja, Tungkal Ulu, Tanjung Jabung Barat

MRS : Minggu, 26 Mei 2019 (01.50 WIB)


No,.MR : 918553

2.2 Anamnesis
Keluhan utama :
Kejang sebanyak dua kali sejak 3 jam SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :
Ny.RS 24 tahun masuk ke IGD pukul 01.50 WIB rujukan dari klinik
keluarga Bertuah dengan G1P0A0 gravida 38-39 minggu inpartu kala I fase
aktif janin tunggal hidup intrauterine presentasi kepala dengan eklampsia.

3
Pasien mengaku hamil 9 bulan, hari pertama haid terakhir 15 Agustus 2018
dengan taksiran persalinan 23 mei 2019.
Pasien datang dengan keluhan kejang sebanyak 2 kali. Menurut ibu
pasien, kejang dialami seluruh tubuh, mata melirik ke atas dan keluar busa
melalui mulut, selama kejang pasien tidak sadarkan diri. Kejang terjadi
pukul 22.30 dan 23.00 di rumah. Setelah kejang pasien sadarkan diri.
Kemudian pasien dibawa keluarga ke klinik keluarga bertuah dan
mendapatkan suntikan di bokong serta obat tablet minum.
1 hari SMRS, pasien mengeluh badan demam dan nyeri kepala,
pasien mengeluh adanya mual dan muntah sebanyak 2 kali. Muntah
berisikan apa yang dimakan,. Pasien juga mengeluhkan perut terasa mules
dan nyeri yang menjalar ke pinggang, semakin lama nyeri terasa semakin
sering dan kuat, terdapat keluhan keluar darah dan lender dari jalan lahir,
keluar air-air dari jalan lahir (+) berwarna bening dan berbau amis.
Riwayat kehamilan pasien, selama hamil pasien memeriksakan
kehamilan di bidan desa sebanyak 3 kali, namun tidak pernah USG dan
memeriksan ke dokter kandungan. Selama ini pasien mengatakan tidak
memiliki riwayat darah tinggi.

Riwayat Penyakit Dahulu


- Diabetes melitus : disangkal
- Hipertensi : disangkal
- Penyakit jantung : disangkal
- Hepatitis : disangkal
- Kejang : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


- Diabetes melitus : disangkal
- Hipertensi : (+) ayah pasein
- Penyakit jantung : disangkal
- Kejang : disangkal
- Keturuna kembar : disangkal

4
Riwayat Kebiasaan
Pasien seorang ibu rumah tangga, merokok (-) alkohol (-)

Data Obstetri
Haid
Menarche umur : 13 tahun
Haid : Teratur
Siklus : 28 hari
Bau Haid : Anyir
Flour Albus : Sebelum haid
Jumlah : sedikit
Lama : 1 hari
Warna : putih jernih

Riwayat perkawinan
Status perkawinan : Ya
Jumlah : 1 kali
Umur : 22 tahun

Riwayat Obstetri
GPA : G1P0A0
HPHT : 15 Agustus 2018
TP : 23 Mei 2019
ANC : pasien sudah melakukan pemeriksaan kehamilan ke bidan
desa sebanyak 3 kali
Imunisasi TT : tidak lengkap

Riwayat KB
Pernah mendengar tentang KB : Pernah
Pernah menjadi akseptor KB : belum pernah
Alat kontrasepsi yang pernah dipakai : -

5
Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Nifas yang lalu

No Tahun UK JP Penolong Penyulit anak Ket


partus JK BB
(gr)
1 Ini

2.3 Pemeriksaan Fisik


Status Generalisata
Keadaan Umum : baik
Kesadaran : compos mentis
TD : 190/120 mmHg
Nadi : 92 x/menit
Temperatur : 37,4 ºC
Pernapasan : 26 x/menit
Saturasi oksigen : 98%
BB : 72 kg
TB : 153 cm

Kepala : normocepal, rambut hitam, tidak mudah dicabut


Mata : SI (-/-), CA (+/+) RC (+/+) pupil isokor
Leher : pembesaran KGB (-)
Thorak : pergerakan simetris statis dan dinamis
Paru : vesikuler (N) +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung : BJ I &II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : membesar, bising usus (+)
Ekstremitas : akral hangat, edema tungkai (+/+)

6
Status Obstetri
Inspeksi
- Muka : cloasma gravidarum (-) edema (-)
- Leher : pembesaran vena jugular (-)
- Dada : pembesaran mammae simetris, putting susu menonjol,
hiperpigmentasi areola mammae,colostrum (-)
- Abdomen: perut tampak membesar kedepan, striae gravidarum(+)
linea nigra (+) sikatrik (-) bekas operasi (-)
- Vulva : labia mayora minora simetris, pembengkakan kelenjer
bartholini (-) pengeluaran secret vagina(+) darah
bercampur lendir
- Ekstremitas: akral hangat, pitting edema (+/+)

Palpasi
Leopold I : TFU 33 cm, teraba bagian lunak, tidak melenting, tidak rata
(bokong)
Leopold II : kanan : teraba bagian terbesar janin (punggung)
Kiri : teraba bagian terkecil janin (ekstremitas)
Leopold III : teraba bagian keras, melenting, bundar (kepala)
Leopold IV : sudah masuk PAP (konvergen)
TBJ : (33cm – 11) x 155 = 3410 gram
HIS : 3 x 10`/40``
Gerakan janin : (+)
Auskultasi : DJJ 138 kali/menit, regular

Kesan : presentasi kepala, PuKa, U 3/5-2/5 masuk PAP, TBJ 3410 gram,
DJJ 138x/menit, HIS 3x10`/40``

Pemeriksaan dalam
Portio : tebal
Pendataran : 80%
Pembukaan : 8-9 cm

7
Ketuban : jernih
Presentasi : kepala
Penunjuk : UUK anterior dextra
Penurunan : Hodge II-III

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium (26-05-2019)
Parameter Hasil Satuan Normal
Darah rutin
WBC 13,21 103/mm3 4 – 10
RBC 4,42 103/mm3 4,5 – 6,2
HGB 9,9 g/dl 12.0 – 18
MCV 74,5 Fl 80-100
MCH 22,4 Pg 27-34
MCHC 301 g/l 320-360
HCT 32,9 % 37.0 – 52.0
PLT 313 103/mm3 150 – 450
CT 3,5 Menit 2-6
BT 1` Menit 1-3
Gol. Darah O rhesus (+)
Kimia darah
SGOT 28 U/L <40
SGPT 15 U/L <41
Ureum 10 mg/dl 15-39
Kreatinin 0,9 mg/dl L : 0,9-1,3
P : 0,6–1,1
GDS 157 mg/dl <200
Elektrolit
Na 131,48 mmol/L 135-148
K 3,95 mmol/L 3,5-5,3
Cl 98,43 mmol/L 98-110

8
Ca 1,20 mmol/L 1,19-1,23

Urin Rutin (26-05-2019)


Makroskopis
Warna Kuning
Berat jenis 1025
pH 5
Protein ++ (positif 2)
Glukosa -
Mikroskopis
Leukosit 0-1 / LPB
Eritrosit 2-3 / LPB
Epitel 3-5/ LPK

2.5 Diagnosis
G1P0A0 gravida 38-39 minggu inpartu kala I fase aktif JTH IU Presentasi
Kepala dengan Eklampsia + anemia ringan

2.6 Tatalaksana
2.6.1 terapi klinik keluarga bertuah
- IVFD RL + MgS04  20 tpm
- Inj. MgSO4 bokong kanan dan kiri 20%
o Bokong kanan 15 cc (22.45 wib)
o Bokong kiri 20 cc (23.05 wib)
- Nifedipine tablet 10 mg (sublingual)

2.6.2 Terapi IGD RS Raden Mattaher Jambi


- Konsul dr.M Ferry Kusnadi,Sp.OG (02.00 WIB)
o observasi TTV, perdarahan dan DJJ di IGD tiap 4 jam
o Nasal canul 3 L/menit
o drip RL + MgSO4 8 gram (02.30 wib)
o Po. Dopamet 250 mg (02.15 wib)

9
o Po. Nifedipin 3 x 10 mg (02.05 wib)
o Saran perawatan ICU

- Konsul ulang dr.M Ferry Kusnadi,Sp.OG


o Po. Nifedipin tab 10 mg
o Rencana cyto section cesaria jam 06.00 wib
- Konsul dr. Andy Hutariyus,Sp.An :
 acc tindakan jika ruangan ICU ada
- Konsul dr.Samsirun,Sp.PD
 Acc rawat ICU post SC

Non-medikamentosa
- Monitoring
a. Monitoring keadaan umum
b. Monitoring tanda-tanda vital
c. Monitoring prolaps
- Edukasi
a. Menjelaskan penyakit yang diderita pasien

FOLLOW UP PRE OPERATIF


PUKUL TD S N RR Sp02 DJJ
02.20 181/100 37,2 134 36 95 148
02.50 170/112 37,3 128 32 97 146
03.20 165/110 37,3 122 34 97 151
03.50 163/113 37,2 124 28 98 154
04.20 162/108 37,0 118 26 97 149
04.50 160/105 37,2 123 28 98 142
05.20 164/102 37,2 125 24 98 137
05.50 162/108 37,3 120 22 99 145

10
LAPORAN OPERASI
Nama Dokter : dr. M Ferry Kusnadi, Sp.OG
Diagnosis Pre Op : G1P0A0 gravida 38-39 minggu inpartu kala I fase aktif JTH
IU preskep dengan eclampsia
Diagnosis Post Op : P1A0 post SC a/i eclampsia
Macam operasi : Sectio Cesaria
Tanggal operasi : 26 Mei 2019 (06.30 – 07.40)
1. Pasien dalam posisi terlentang dalam spinal anestesi
2. Dilakukan tindakan asepsis antisepsis pada lapangan operasi
3. Lapangan operasi diperkecil dengan duk steril
4. Dilakukan insisi secara pfanenstiel
5. Dilakukan insisi pada segmen bawarh Rahim, cairan ketuban berwarna jernih
6. Bayi dilahirkan dengan meluksir kepala bayi
Jenis kelamin : perempuan
Berat badan : 3100 gram
Panjang badan : 48 cm
Pukul : 06.55
A/S : 7/8
7. Plasenta dilahirkan secara manual utuh
8. Cavum uteri dibersihkan menggunakan kassa betadine
9. Uterus dijahit lapis demi lapis
10. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis
11. Operasi selesai
12. Perdarahan dirawat sebagaimana mestinya

Instruksi post operatif


1. Pasien dirawat diruang ICU
2. Observasi TTV dan perdarahan tiap 15 menit
3. Tidur pakai bantal sampai sadar penuh
4. Puasa sampai sadar penuh / bising usus normal
5. Cek Hb post op, jika Hb <10 mg/dL tranfusi PRC

11
6. Terapi :
- IVFD RL + tramadol 100 mg + ketorolac 30 mg  20 tpm
- Inj Ceftriaxone 1 x 2 gram
- Inj metronidazole 3 x 500 mg
- Po.Dopamet 3 x 250 mg
- Po. Lactafit 3 x 1 tab

2.7 Follow up post op


Tanggal S O A P
Minggu Nyeri luka GCS : 15 Diagnosis: - Nasal canul 3 L/menit
26/05/201 operasi (+) KU : baik Post op SC - IVFD RL + analgetik :
9 T:141/97 hari I a/i 20 tpm habis ganti IVFD
(ICU) mmHg eklampsia RL + Ketorolac +
N : 68 oxytoxin : 20 tpm
x/menit - Inj. Ceftriaxone 1 x 2 gr
R : 21 x/ - Infus Metronidazole 3 x
menit 500 mg
S : 37,2 `C Co dr. ferry,Sp.OG (13.00)
 MgSO4 stop
Konsistensi
uteri : keras Diet : 3 x makan padat
TFU : 2 jari 2 x makanan selingan
dibawah
pusat
Lokea : rubra

Senin Nyeri luka GCS : 15 Diagnosis: - Nasal canul 3 L/menit


27/05/201 operasi (+) KU : baik Post op SC - IVFD RL 20 tpm
9 T:136/96 hari II a/i - Po Ciprofloxacin 3 x 500
(ICU) mmHg eclampsia + mg

12
N : 86 anemia - Po As.mefenamat
x/menit sedang 3x500mg
R : 23 x/ - Po. Dopamet 3 x 500 mg
menit - Po. Metronidazol 3 x 1
S : 36,8 C - Po. Lactafit 3 x 1
Acc turun bangsal
kebidanan
Lapor Hb 7,2 g/dl tranfusi
PRC 2 kolf
Selasa Nyeri luka GCS : 15 Diagnosis: - IVFD RL 20 tpm
28/05/201 operasi KU : baik Post op SC - Tranfusi PRC 2 kolf
9 (+), T:130/80 hari III a/i - Po Ciprofloxacin 3 x 500
(Bangsal) perdaraha mmHg eclampsia + mg
n (-) N : 87 anemia - Po As.mefenamat
x/menit sedang 3x500mg
R : 20 x/ - Po. Dopamet 3 x 500 mg
menit - Po. Metronidazol 3 x 1
S : 36,5 C - Po. Lactafit 3 x 1
Cek Hb post tranfusi
Rabu Nyeri luka GCS : 15 Diagnosis: - IVFD RL 20 tpm
29/05/201 operasi KU : baik Post op SC - Po Ciprofloxacin 3 x 500
9 (+), T:120/70 hari IV a/i mg
(Bangsal) perdaraha mmHg eclampsia - Po As.mefenamat
n (-) N : 85 3x500mg
x/menit - Po. Dopamet 3 x 500 mg
R : 19 x/ - Po. Metronidazol 3 x 1
menit - Po. Lactafit 3 x 1
S : 36,7 C Hb 11,2 g/dl  acc pulang
2.8 Prognosis
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad fungsionam : Bonam
Quo ad sanationam : Bonam

13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Preeklampsia dan eklampsia merupakan bagian dari hipertensi dalam
kehamilan. Terminologi hipertensi dalam kehamilan mempunyai jangkauan lebih
luas. The National High Blood Pressure Education Program (NHBPEP)
mengklasifikasikan hipertensi dalam kehamilan sebagai berikut:
a. Hipertensi kronik yaitu hipertensi yang timbul sebelum usia kehamilan 20
minggu atau hipertensi yang pertama kali terdiagnosis setelah usia
kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap hingga setelah 12 minggu
postpartum (setelah melahirkan).
b. Preeklampsia yaitu sindrom spesifik kehamilan yang timbul setelah usia
kehamilan 20 minggu, dikarakterisir dengan hipertensi disertai proteinuria.
Sindrom ini dapat terjadi sebelum usia kehamilan 20 minggu pada penyakit
trofoblas seperti mola hidatidosa (hamil anggur) atau hydrops (akumulasi
cairan dalam kompartemen janin).
c. Eklampsia yaitu preeklampsia disertai dengan kejang tanpa disebabkan
kondisi neurologis lain yang jelas.
d. Hipertensi kronik dengan superimposed preeclampsia yaitu hipertensi
kronik disertai tanda-tanda preeklampsia atau hipertensi kronik disertai
proteinuria.
e. Hipertensi gestasional (disebut juga transient hypertension) yaitu hipertensi
yang timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan tekanan darah
kembali normal setelah 12 minggu postpartum.2,4

3.2 Diagnosis
Kriteria minimum untuk mendiagnosis preeklampsia adalah terjadinya hipertensi
dan proteinuria, edema sudah tidak lagi digunakan sebagai kriteria diagnostik
karena edema juga banyak terjadi pada wanita dengan kehamilan normal. Faktor
risiko timbulnya hipertensi dalam kehamilan jika didapatkan edema generalisata

14
atau kenaikan berat badan lebih dari 0,57 kg/minggu perlu dipertimbangkan.
Kriteria diagnostik preeklampsia dan eklampsia dapat dilihat pada Tabel I.

Tabel I. Kriteria Diagnostik Preeklampsia dan Eklampsia


A. Preeklampsia ringan
1. Tekanan darah > 140/90 mmHg setelah usia kehamilan 20 minggu
2. Proteinuria > 300 mg/24 jam atau > 1+ pada dipstik
3. Edema: edema lokal tidak dimasukkan dalam kriteria preeklampsia, kecuali
edema pada lengan, muka dan perut, serta edema generalisata

B. Preeklampsia berat, bila ditemukan salah satu atau lebih gejala berikut:
1. Tekanan darah > 160/110 mmHg
2. Proteinuria 2 g/24 jam atau > 2+ pada dipstik
3. Oliguria, yaitu produksi urin < 500 ml/24 jam
4. Kenaikan kadar kreatinin plasma
5. Gangguan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma, atau gangguan
penglihatan
6. Edema paru
7. Gangguan fungsi hepar: peningkatan kadar AST (SGOT) atau ALT (SGPT) > 2
kali batas atas nilai normal
8. Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen
9. Trombositopenia berat: jumlah trombosit < 100.000 sel/μl
10. Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat
11. Sindrom HELLP (hemolysis, elevated levels of liver enzymes, low platelet
count)

C. Eklampsia
Timbulnya kejang menyeluruh atau koma pada penderita preeklampsia
Keterangan:
AST: Aspartate aminotransferase; SGOT: Serum glutamic-oxalate transferase;
ALT:
Alanine aminotransferase; SGPT: Serum glutamic-pyruvate transferase

15
Hipertensi
Diagnosis hipertensi dalam kehamilan ditegakkan jika tekanan darah
sistolik lebih dari atau sama dengan 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih
dari atau sama dengan 90 mmHg.
Pengukuran tekanan darah dilakukan dua kali selang 4 jam setelah penderita
beristirahat. Peningkatan tekanan darah sistolik 30 mmHg atau diastolik 15 mmHg
sebagai kriteria diagnostik meskipun nilai absolut masih di bawah 140/90 mmHg
pernah digunakan, namun kriteria ini tidak dianjurkan lagi. Bukti-bukti
memperlihatkan bahwa wanita dalam kelompok ini kecil kemungkinannya
mengalami gangguan pada janin mereka, meskipun demikian wanita yang
mengalami peningkatan tekanan darah sistolik 30 mmHg atau diastolik 15 mmHg
perlu diawasi secara ketat.5,6

Proteinuria
Proteinuria merupakan adanya protein ≥ 300 mg dari jumlah urin 24 jam
(diukur dengan metode Esbach) atau kadar protein dalam urin ≥ 30 mg/dl (1+ pada
dipstik) dari urin acak tengah yang tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi saluran
kemih. Kesetaraan pengukuran proteinuria dengan dipstik yaitu :
1+ dengan kadar 0,3 – 0,45 g/l
2+ dengan kadar 0,45 – 1 g/l
3+ dengan kadar 1 – 3 g/l,
4+ dengan kadar > 3 g/l

Kejang
Kejang pada eklampsia selalu didahului dengan preeklampsia. Kejang-
kejang dimulai dengan kejang tonik yang berlangsung 15 – 30 detik. Kejang tonik
ini segera disusul dengan kejang klonik. Diafragma terfiksir (tidak dapat
digerakkan) pada waktu kejang sehingga pernafasan tertahan. Kejang klonik
berlangsung kurang lebih 1 menit, setelah itu berangsur-angsur kejang melemah
dan akhirnya penderita diam tidak bergerak.
Kejang yang terjadi pada eklampsia harus dipertimbangkan adanya
kemungkinan kejang akibat penyakit lain. Diagnosis banding eklampsia menjadi

16
sangat penting, misalnya perdarahan otak, hipertensi, lesi otak, meningitis, dan
epilepsi iatrogenik (disebabkan tindakan medis). Kejang pada eklampsia ditandai
dengan kejang tonik dan klonik, selain itu disertai dengan peningkatan tekanan
darah yang cepat, peningkatan suhu badan, inkontinensia (ketidakmampuan
mengontrol pengeluaran urin), dan kadang-kadang penderita mengalami muntah.

3.3 Epidemiologi
Insidensi preeklampsia sangat bervariasi di seluruh dunia. Insidensi
preeklampsia diperkirakan oleh WHO tujuh kali lebih tinggi di negara berkembang
(2,8% dari kelahiran hidup) daripada di negara maju (0,4% dari kelahiran hidup).
Insidensi eklampsia di negara berkembang juga bervariasi, mulai dari 1 kasus per
100 kehamilan hingga 1 kasus per 1.700 kehamilan. Prevalensi eklampsia di
Indonesia pada tahun 2010 sebesar 3,9% dari seluruh kehamilan dengan angka
kematian sebesar 0,7% dari seluruh kehamilan.7,8

3.4. Faktor Risiko


Terdapat beberapa faktor risiko untuk terjadinya preeklampsia dan eklampsia yang
dapat dikelompokkan sebagai berikut:
3.4.1 Faktor kehamilan
a. Nullipara
Nullipara yaitu wanita yang belum pernah melahirkan bayi yang mampu
hidup di luar rahim. Kejadian preeklampsia meningkat pada nullipara
karena ibu berada pada masa awal terpapar trofoblas yang berasal dari janin.
b. Kehamilan kembar
Wanita dengan kehamilan kembar lebih berisiko terkena preeklampsia
dengan insidensi antara wanita hamil kembar dan wanita hamil tunggal
yaitu 13% versus 5% (dari seluruh kehamilan).
c. Mola hidatidosa
Mola hidatidosa merupakan penyimpangan pertumbuhan dan
perkembangan kehamilan yang tidak disertai janin dan seluruh vili korialis
mengalami perubahan hidrofik. Mola hidatidosa menyebabkan gangguan
invasi sel trofoblas ke dalam arteri spiralis sehingga dapat terjadi

17
preeklampsia dengan onset lebih cepat yaitu sebelum usia kehamilan 20
minggu.9

3.4.2 Faktor sosiodemografi:


a. Usia kurang dari (< 20) tahun atau lebih dari (> 35) tahun
Usia < 20 tahun berhubungan dengan usia kehamilan yang terlalu muda dan
keterkaitan dengan status nullipara. Usia > 35 tahun meningkatkan risiko
preeklampsia berkaitan dengan terjadinya kerusakan endotel pembuluh
darah yang progresif seiring dengan penuaan ibu dan obstruksi lumen arteri
spiralis ibu oleh aterosis.
b. Ras Afrika dan Amerika
Preeklampsia pada wanita ras Afrika dan Amerika terjadi dengan onset yang
lebih cepat dan efek yang lebih parah dibandingkan wanita ras lainnya tanpa
sebab yang jelas.

3.4.3 Faktor genetik


a. Riwayat preeklampsia dalam keluarga
Preeklampsia dapat diturunkan kepada anak perempuan dengan sifat
bawaan yang resesif.

3.4.4 Faktor gaya hidup maternal


a. Obesitas
Kejadian preeklampsia meningkat dari 4,3% (dari seluruh kehamilan) untuk
wanita dengan indeks massa tubuh < 20 kg/m2 menjadi 13,3% (dari seluruh
kehamilan) untuk mereka dengan indeks massa tubuh > 35 kg/m2.

3.4.5 Riwayat penyakit sebelumnya


a. Preeklampsia pada kehamilan sebelumnya
Wanita dengan preeklampsia pada kehamilan pertama berisiko tujuh kali
lipat mengalami preeklampsia pada kehamilan selanjutnya.
b. Hipertensi kronik

18
Wanita dengan hipertensi kronik berisiko mengalami preeklampsia dengan
insidensi dibandingkan wanita normotensi yaitu 12,1% versus 0,3% (dari
seluruh kehamilan).
c. Diabetes mellitus
Wanita dengan diabetes mellitus sebelum hamil berisiko empat kali lipat
mengalami preeklampsia pada kehamilannya. 10,11

3.5 Etiologi dan Patogenesis


Preeklampsia dan eklampsia dianggap sebagai maladaptation syndrome
(sindrom yang muncul karena kegagalan adaptasi) akibat vasopasme
menyeluruh dengan segala akibatnya. Berbagai teori telah diajukan untuk
memahami mekanisme pasti penyebab perubahan patologis pada
preeklampsia dan eklampsia seperti berikut:
a. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Teori penyebab preeklampsia yang pertama kali dikemukakan
adalah teori kelainan vaskularisasi plasenta yang menunjukkan kegagalan
remodelling arteri spiralis. Invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri
spiralis tidak terjadi pada preeklampsia sehingga arteri spiralis gagal
bervasodilatasi. Vasodilatasi arteri spiralis ini terjadi pada kehamilan
normal dan penting untuk menjaga aliran darah ke janin sehingga dapat
meningkatkan perfusi jaringan dan menjamin pertumbuhan janin dengan
baik.
Kegagalan remodelling arteri spiralis terjadi pada preeklampsia,
pembuluh darah tetap kaku sehingga menyebabkan hipoperfusi dan iskemia
plasenta. Kondisi iskemia akan memicu plasenta menghasilkan oksidan
(radikal bebas) yang dapat mengakibatkan kerusakan sel endotel. Iskemia
juga dapat berkembang menjadi aterosis, nekrosis fibrin, trombosis,
penyempitan arteriola, dan infark plasenta.
b. Teori kerusakan sel endotel
Salah satu fungsi sel endotel adalah memproduksi prostasiklin yang
merupakan vasodilator kuat. Kerusakan sel endotel menyebabkan agregasi
sel-sel trombosit pada daerah endotel yang rusak untuk menutup kerusakan.

19
Agregasi trombosit memproduksi tromboksan (suatu vasokonstriktor kuat).
Kadar prostasiklin dalam keadaan normal lebih tinggi daripada tromboksan,
namun pada preeklampsia kadar prostasiklin lebih rendah daripada
tromboksan sehingga terjadi kenaikan tekanan darah.

c. Teori imunologis
Respon imun ibu pada kehamilan normal tidak menolak adanya hasil
konsepsi karena sel-sel trofoblas plasenta mengekspresikan human
leukocyte antigen protein G (HLA-G) yang melindungi trofoblas janin dari
lisis oleh sel Natural Killer ibu. Human leukocyte antigen protein G juga
merupakan prakondisi terjadinya invasi trofoblas ke jaringan desidua.
Penurunan ekspresi HLA-G terjadi pada preeklampsia sehingga
menghambat invasi trofoblas ke jaringan desidua, menyebabkan implantasi
yang abnormal, dan mengubah respon kekebalan ibu terhadap antigen janin.

d. Teori Genetik
Teori genetik diajukan setelah melalui berbagai pengamatan. Wanita
nullipara dengan riwayat preeklampsia dalam keluarga memiliki risiko dua
hingga lima kali lipat mengalami preeklampsia. Beberapa gen termasuk
angiotensinogen gene variant (T235), endothelial nitric oxide synthase
(eNOS), dan gen penyebab trombofilia diduga berkaitan dengan
preeklampsia.7,11

3.6 Manifestasi Klinis


Tanda dan gejala yang merupakan manifestasi klinis dari preeklampsia dan
eklampsia:
- Sistem syaraf pusat: nyeri kepala, gangguan penglihatan, kesadaran
menurun, dan dapat terjadi koma disertai kejang (eklampsia) jika pusat
motorik terganggu.
- Sistem kardiovaskular: hipertensi dengan derajat bervariasi, resistensi
vaskular yang tinggi, dan gagal jantung.
- Sistem respirasi: peningkatan risiko edema paru.

20
- Sistem hematologi: hiperkoagulasi trombosit dan aktivasi system
fibrinolisis.
- Ginjal: penurunan laju filtrasi glomerulus, peningkatan proteinuria,
peningkatan kreatinin, dan oliguria.
- Hepar: peningkatan enzim hepar, nyeri pada kuadran kanan atas abdomen,
dan pecahnya kapsula Glisson dengan perdarahan hepar.
- Sistem endokrin: ketidakseimbangan prostasiklin relatif terhadap
tromboksan.
- Uteroplasenta: penurunan aliran darah rahim, pertumbuhan janin terhambat,
dan oligohidramnion.8

3.7 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada preeklampsia dan eklampsia terutama
diakibatkan oleh vasospasme yang bersifat menyeluruh. Preeklampsia dan
eklampsia dapat menyebabkan berbagai komplikasi berikut:
- Perdarahan serebral
Komplikasi paling umum sebagai akibat dari vasospasme dan tingginya
tekanan darah pada preeklampsia dan eklampsia adalah perdarahan serebral.
- Gangguan visus (penglihatan)
Gangguan visus pada preeklampsia dan eklampsia dihubungkan dengan
terjadinya vasospasme arteri retina
- Koma
Pasien eklampsia akan mengalami perubahan kesadaran hingga koma akibat
edema otak yang luas . Derajat hilangnya kesadaran dapat dinilai dengan
Glasgow Coma Scale.
- Edema paru
Penderita preeklampsia mempunyai risiko lebih besar terjadinya edema
paru disebabkan payah jantung kiri, kerusakan sel endotel pada pembuluh
darah kapiler paru, dan menurunnya diuresis.
- Asites

21
Asites (akumulasi cairan dalam rongga perut) yang menyertai preeklampsia
dapat terjadi sebagai akibat dari peningkatan permeabilitas kapiler yang
menyeluruh.
- Oliguria
Oliguria (produksi urin < 500 ml selama 24 jam) pada preeklampsia terjadi
karena hipovolemia sehingga aliran darah ke ginjal menurun yang
menyebabkan penurunan produksi urin.
- Tromboemboli
Tromboemboli adalah penyumbatan beberapa bagian system
kardiovaskular oleh massa bekuan darah yang tidak terkendali.
Preeklampsia berkaitan dengan penyempitan arteri spiralis pada plasenta
yang dapat menyebabkan kondisi iskemia dan tromboemboli.
- Sindrom HELLP (hemolysis, elevated levels of liver enzymes, low platelet
count)
Sindrom HELLP adalah gangguan terkait kehamilan yang dikarakteristik
oleh timbulnya hemolisis, peningkatan enzim hepar (disfungsi hepar), dan
trombositopenia. Keluarnya enzim hepar terutama AST disebabkan oleh
kerusakan dan perdarahan pada hepar. Pada sindrom HELLP terjadi lisis
trombosit berkelanjutan yang menyebabkan turunnya trombosit sampai di
bawah 100.000 sel/μl.
- Intrauterine growth restriction (IUGR)
IUGR atau pertumbuhan janin terhambat ditentukan bila berat janin kurang
dari 10% dari berat yang harus dicapai pada usia kehamilan tertentu.
Penurunan aliran darah uteroplasenta menyebabkan janin kekurangan
oksigen dan nutrisi pada trimester akhir sehingga timbul pertumbuhan janin
terhambat, ditandai dengan lingkar perut yang jauh lebih kecil daripada
lingkar kepala.
- Intrauterine fetal death (IUFD) Peningkatan terjadinya kematian janin
intrauterin pada preeklampsia dan eklampsia secara tidak langsung
merupakan akibat dari pertumbuhan janin terhambat.
- Prematuritas (kelahiran preterm)

22
Preeklampsia secara signifikan meningkatkan risiko kelahiran preterm
(persalinan yang terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu) yang
iatrogenik atas indikasi maternal karena memburuknya penyakit ibu
mengharuskan terminasi kehamilan (pengakhiran kehamilan) lebih awal.
- Asfiksia
Asfiksia pada bayi baru lahir adalah kegagalan bayi bernafas secara spontan
dan teratur segera setelah lahir. Penurunan aliran darah melalui plasenta
pada preeklampsia dapat mengurangi aliran oksigen ke janin sehingga
menimbulkan gawat janin yang berlanjut sebagai asfiksia pada bayi baru
lahir.5,9

3.8 Pencegahan
Maksud pencegahan adalah upaya untuk mencegah preeklampsia pada
wanita hamil yang mempunyai faktor risiko terjadinya preeklampsia. Strategi-
strategi yang dapat dilakukan:
a. Antenatal Care
Tujuan pelayanan ANC yaitu untuk deteksi dini pada wanita yang berisiko
tinggi, screening untuk mengidentifikasi faktor risiko, intervensi dalam
upaya mencegah penyakit yang timbul, dan upaya pengobatan untuk
mencegah komplikasi dari penyakit yang diderita. Pelayanan ANC yang
kurang memadai merupakan penghalang utama dalam deteksi dini
preeklampsia.
b. Kalsium Kelompok wanita dengan asupan kalsium yang cukup memiliki
insidensi preeklampsia yang lebih rendah. Pemberian suplemen kalsium
selama kehamilan direkomendasikan untuk mencegah preeklampsia
terutama pada daerah dengan tingkat konsumsi kalsium yang rendah.
c. Antitrombotik
Aspirin dosis rendah (75 mg/hari) dapat mengurangi produksi platelet oleh
tromboksan. Hasil uji klinis memberikan keuntungan yang sedikit namun
aspirin direkomendasikan dalam pencegahan preeklampsia terutama pada
wanita dengan faktor risiko berikut: pernah mengalami preeklampsia pada
kehamilan sebelumnya, menderita hipertensi kronik, terdapat penyakit

23
ginjal atau autoimun. Berbagai studi menunjukkan bahwa penggunaan
aspirin dosis rendah untuk mencegah preeklampsia tidak menyebabkan
toksisitas pada janin dan neonatal, namun penggunaan aspirin dosis rendah
pada kehamilan harus dibatasi karena masih diperlukan studi lebih lanjut
tentang rasio manfaat dan risikonya.
d. Tirah baring
Tirah baring yaitu berbaring dengan posisi miring ke satu sisi. Tirah baring
dengan posisi miring dapat menghilangkan tekanan rahim pada pembuluh
vena cava superior sehingga akan meningkatkan aliran darah balik,
menambah curah jantung, dan memperbaiki kondisi janin dalam rahim.
Tirah baring masih diperlukan di Indonesia meskipun tidak terbukti
mencegah terjadinya preeklampsia dan persalinan preterm.

3.9 Tatalaksana Terapi Preeklampsia Berat


Tujuan utama tatalaksana preeklampsia berat adalah mencegah kejang, perdarahan
intrakranial, mencegah gangguan fungsi organ vital, dan melahirkan bayi sehat.
Tatalaksana preeklampsia berat dibagi menjadi perawatan aktif dan perawatan
konservatif ditinjau dari usia kehamilan dan perkembangan gejala-gejala selama
perawatan. Perawatan aktif berarti kehamilan harus segera diterminasi atau diakhiri
bersamaan dengan terapi medisinal, sedangkan perawatan konservatif adalah tetap
mempertahankan kehamilan bersamaan dengan terapi medisinal.
a. Tatalaksana terapi medisinal:
- Hospitalisasi
Pasien segera dibawa ke rumah sakit untuk rawat inap dan dianjurkan
berbaring miring ke satu sisi (kiri). Monitoring tekanan darah dan tanda-
tanda vital lainnya dilakukan setiap 30 menit dan refleks patella setiap jam.
- Manajemen diet
Pasien dianjurkan untuk diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, dan
garam.
- Manajemen cairan
Pasien diberikan infus dekstrosa 5% yang setiap 1 liternya diselingi dengan
infus Ringer Laktat 500 ml.

24
- Pemberian antikonvulsan
Pasien preeklampsia berat diberikan magnesium sulfat untuk mencegah
kejang. Magnesium sulfat bekerja sebagai antagonis reseptor glutamat
seperti reseptor NMDA sehingga mencegah kejang pada preeklampsia.
Magnesium sulfat diberikan pada pasien preeklampsia berat terutama jika
terdapat tanda atau gejala impending eclampsia (tanda atau gejala yang
mengarah pada terjadinya eklampsia) seperti berikut:
o Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau tekanan darah diastolik >
110 mmHg
o Proteinuria > 2+
o Gangguan visus
o Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen
o Muntah-muntah
o Sindrom HELLP
o Jumlah trombosit < 100.000 sel/μl
o Kenaikan AST > 2 kali batas atas nilai normal
o Nyeri kepala yang persisten
o Kadar kreatinin serum > 1,2 mg/dl.Magnesium sulfat aman
digunakan pada wanita hamil. Magnesium sulfat dapat diberikan
secara intravena atau intramuskular dengan efektifitas yang sama.
Dosis magnesium sulfat untuk terapi preeklampsia dan eclampsia dapat dilihat pada
Tabel II. Magnesium sulfat yang diberikan secara parenteral diekskresikan hampir
seluruhnya melalui ginjal. Intoksikasi magnesium sulfat dapat dihindari dengan
memastikan bahwa terdapat refleks patella, tidak terdapat depresi pernafasan, dan
pengeluaran urin memadai. Syarat-syarat pemberian magnesium sulfat antara lain:
a) Refleks patella normal.
b) Respirasi > 16 kali/menit.
c) Produksi urin dalam 4 jam sebelumnya > 100 ml.
d) Tersedia antidotum kalsium glukonat 10% dalam 10 ml9,11

25
Tabel II. Dosis Magnesium Sulfat untuk Preeklampsia Berat dan Eklampsia

Diazepam atau fenitoin dapat diberikan sebagai alternative apabila terjadi


refrakter (kegagalan terapi) atau kontraindikasi terhadap magnesium sulfat.
Magnesium sulfat dihentikan bila terdapat tanda-tanda intoksikasi, setelah 24 jam
pasca persalinan, atau 24 jam setelah kejang terakhir

- Pemberian anti hipertensi


Penentuan ambang batas tekanan darah (TD) untuk pemberian
antihipertensi dan target TD pada pengobatan wanita hamil sangat bervariasi pada
beberapa guideline internasional, namun semuanya menggunakan nilai yang lebih
tinggi daripada yang ditetapkan Joint National Committee (JNC) untuk terapi non
obstetrik. Terapi antihipertensi direkomendasikan di Canada pada TD > 160/110
mmHg dan obat dapat digunakan hingga TD 130/90 mmHg. Pemberian
antihipertensi di Inggris dimulai pada TD > 150/100 mmHg dengan target tekanan
darah diastolik 80 – 100 mmHg (NICE, 2011). Pemberian antihipertensi di
Australia dimulai pada TD > 160/100 mmHg tanpa target terapi yang jelas.
Terdapat konsensus bahwa TD 160/110 mmHg mulai membutuhkan perawatan
karena wanita berada pada peningkatan risiko perdarahan intraserebral dan
pengobatan dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas maternal.
Manajemen hipertensi ringan hingga moderat (TD 140–159/90–109
mmHg) dengan antihipertensi masih diperdebatkan. Beberapa studi menunjukkan
bahwa penggunaan antihipertensi pada TD 140 – 159/90 – 109 mmHg tidak
memberikan perbedaan outcome pada ibu maupun bayi dibandingkan dengan
plasebo atau tanpa terapi. Alasan yang rasional untuk memberikan terapi pada

26
pasien dengan hipertensi ringan hingga moderat adalah untuk mencegah terjadinya
episode hipertensi berat. Penggunaan antihipertensi pada pasien preeklampsia
dengan TD 140 – 159/90 – 109 mmHg dapat dipertimbangkan terutama jika
terdapat nyeri kepala yang parah atau kondisi komorbid seperti diabetes mellitus
dan kerusakan ginjal. Target terapi pada wanita hamil ditekankan hingga tekanan
darah diastolik (TDD) mencapai 90 mmHg karena TDD < 90 mmHg dapat
mengurangi perfusi uteroplasenta (SOGC, 2008). TD pada wanita hamil diturunkan
secara perlahan-lahan sampai < 160/110 mmHg selama beberapa jam. Hal yang
perlu diperhatikan dalam pengobatan hipertensi adalah mencegah hipotensi karena
penurunan TD yang agresif dapat menyebabkan penurunan aliran darah plasenta
dan gawat janin. Antihipertensi mulai diberikan dalam dosis terendah untuk
mencegah deplesi volume intravaskular dan risiko hipotensi. Pemilihan
antihipertensi, dosis, dan rute pemberian obat pada preeklampsia dan eklampsia
harus didasarkan pada peresepan klinisi yang telah berpengalaman dalam
memberikan obat tertentu, harga obat, dan ketersediaan jenis obat. Metildopa
merupakan antihipertensi yang lebih disukai karena keamanan penggunaannya
dalam kehamilan, namun labetalol, nifedipin, dan hidralazin lebih menguntungkan
dalam mengatasi hipertensi berat pada preeklampsia karena onset kerjanya yang
lebih cepat . 9,11
Tabel III menunjukkan rekomendasi pemberian antihipertensi menurut
beberapa guideline. Antihipertensi yang dapat digunakan dalam kehamilan antara
lain:
a. Metildopa
Metildopa merupakan antihipertensi yang bekerja dengan menstimulasi
reseptor α2 adrenergik. Terapi dengan metildopa dilaporkan dapat mencegah
progresifitas keparahan hipertensi pada wanita hamil dan tidak menimbulkan
efek yang merugikan pada perkembangan janin, uteroplasenta, dan
hemodinamika janin .
b. Nifedipin
Nifedipin merupakan antagonis kalsium yang bekerja dengan menghambat
influks kalsium ke dalam sel otot polos arteri. Nifedipin yang diberikan pada
wanita hamil tidak menyebabkan penurunan aliran darah dalam Rahim.

27
Nifedipin aman digunakan bersama magnesium sulfat tanpa peningkatan efek
samping bersama yang serius seperti kelemahan otot.

28
c. Hidralazin
Hidralazin bekerja merelaksasi otot polos arteriol sehingga mengurangi
tahanan vaskular sistemik. Penggunaan hidralazin dalam kehamilan tidak
menunjukkan teratogenisitas. Hidralazin meningkatkan output jantung,
memperbaiki perfusi uteroplasenta, dan dapat menimbulkan refleks
takikardia.
d. Labetalol
Labetalol adalah beta bloker non selektif yang bermanfaat karena tidak
menimbulkan refleks takikardia. Pemakaian labetalol dalam kehamilan
diterima secara luas. Pemberian labetalol secara parenteral pada
preeklampsia berat menunjukkan insidensi hipotensi maternal dan efek
samping lain yang lebih rendah sehingga dapat dipakai untuk menggantikan
hidralazin.
- Pemberian diuretic
Diuretik tidak boleh diberikan pada pasien preeklampsia karena dapat
memperberat hipovolemia. Pemberian diuretik seperti furosemid atau
sejenisnya hanya boleh dilakukan jika terbukti adanya edema paru. Pasien
dapat diberikan injeksi furosemid 40 mg.
- Pemberian antasida
Antasida dapat diberikan untuk menetralisir asam lambung sehingga bila
mendadak kejang dapat menghindari risiko aspirasi asam lambung.
- Pemberian kortikosteroid
Kortikosteroid dapat diberikan jika terdapat indikasi darurat yang
mengharuskan kehamilan diakhiri pada usia 24 – 34 minggu untuk
mempercepat pematangan paru janin.

b. Perawatan aktif
Perawatan aktif berarti kehamilan harus diterminasi (diakhiri). Cara
terminasi kehamilan dilakukan berdasarkan keadaan obstetrik, apakah
sudah inpartu (berada dalam tahap persalinan) atau belum. Indikasi
dilakukan perawatan aktif antara lain:
a. Usia kehamilan > 37 minggu.

29
b. Adanya tanda atau gejala impending eclampsia seperti kenaikan TD
yang progresif, nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah
dan nyeri epigastrium
c. Kegagalan perawatan konservatif yaitu terjadi kenaikan tekanan
darah setelah 6 jam terapi medisinal atau tidak ada perbaikan setelah
24 jam terapi medisinal.
d. Adanya pertumbuhan janin terhambat.
e. Adanya sindrom HELLP

c. Perawatan konservatif
Indikasi perawatan konservatif adalah bila kehamilan preterm < 37 minggu
tanpa disertai tanda dan gejala impending eclampsia dengan keadaan janin baik
(Angsar, 2010). Terapi obstetrik dilakukan dengan observasi dan evaluasi tanpa
terminasi kehamilan. Magnesium sulfat dihentikan bila ibu sudah mencapai
tanda-tanda preeklampsia ringan selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam.
Terapi medisinal dianggap gagal dan kehamilan harus diterminasi bila setelah
24 jam tidak ada perbaikan. Pasien dapat dipulangkan dan dirawat sebagai
preeklampsia ringan bila selama tiga hari tetap berada dalam keadaan
preeklampsia ringan.

10. Tatalaksana Terapi Eklampsia


Tujuan utama tatalaksana terapi eklampsia adalah mencegah dan mengatasi
kejang, mencegah dan mengatasi penyulit khususnya krisis hipertensi, mencapai
stabilisasi ibu seoptimal mungkin sehingga dapat melahirkan janin pada waktu yang
tepat dan dengan cara yang tepat. Tatalaksana eklampsia dilakukan dengan terapi
suportif, terapi medisinal, dan terapi obstetrik terhadap kehamilannya.
Terapi suportif terutama ditujukan untuk gangguan fungsi organ-organ vital
dengan memberikan tindakan-tindakan untuk memperbaiki asidosis,
mempertahankan ventilasi paru-paru, mengatur tekanan darah, dan mencegah
kegagalan jantung. Nursing care sangat penting pada penderita yang mengalami
kejang dan koma, meliputi cara-cara perawatan penderita dalam suatu kamar
terisolasi, mencegah aspirasi, mengatur infus, dan monitoring produksi urin Terapi
medisinal pada pasien eklampsia sama seperti pada preeklampsia berat. Sikap

30
terhadap kehamilan adalah semua kehamilan dengan eclampsia harus diterminasi
tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Kehamilan diterminasi
setelah tercapai stabilisasi kondisi ibu. 9,11

31
BAB IV

ANALISA KASUS

Ny. RS usia 24 tahun, datang dengan rujukan dari Klinik Keluarga Bertuah
dengan diagnosa G1P0A0 Gravida 38-39 minggu inpartu kala I fase aktif dengan
eklampsia, janin tunggal hidup intrauterine presentasi kepala dengan eklampsia.
Heteroanamnesis dari keluarga pasien : pasien sedang hamil anak pertama. Pasien
mengalami kejang saat dirumah dan tidak sadarkan diri.. Menurut ibu pasien,
kejang dialami seluruh tubuh, mata melirik ke atas dan keluar busa melalui mulut,
selama kejang pasien tidak sadarkan diri. Kejang dialami sebanyak 2 kali. Kejang
terjadi pukul 22.30 dan 23.00 di rumah. Setelah kejang pasien sadarkan diri.
Kemudian pasien dibawa keluarga ke klinik keluarga bertuah dan mendapatkan
suntikan di bokong serta obat tablet minum.
1 hari SMRS, pasien mengeluh badan demam dan nyeri kepala, pasien
mengeluh adanya mual dan muntah sebanyak 2 kali. Muntah berisikan apa yang
dimakan, Pasien juga mengeluhkan perut terasa mules dan nyeri yang menjalar ke
pinggang,semakin lama nyeri terasa semakin sering dan kuat, terdapat keluhan
keluar darah dan lendir dari jalan lahir, keluar air-air dari jalan lahir (+) berwarna
bening dan berbau amis.

Alur penegakan diagnosa pada pasien ini yakni berdasarkan anamnesis,


pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada pasien ini :

Anamnesis :

- Usia saat hamil 24 tahun


- Hamil anak pertama, dengan usia kehamilan 38-39 minggu
- Tidak pernah melakukan pemeriksaan USG dan control ke dokter
kandungan
- Kedua kaki tampak membengkak sebelum masuk rumah sakit.
- Pasien mengalami kejang tonik-klonik, keluar busa dari mulut, dan mata
melirik ke atas
- Nyeri kepala dan demam

32
Pemeriksaan fisik :

Keadaan umum : tampak sakit sedang, GCS : E4M6V5

Tanda-tanda vital :

Tekanan darah : 190/120 mmHg


Nadi : 92 x/menit
Temperatur : 37,4 ºC
Pernapasan : 26 x/menit
Saturasi oksigen : 98%
BB : 72 kg
TB : 153 cm
Dari pemeriksaan tersebut diatas dapat disimpulkan pasien mengalami
preeklampsia berat dengan adanya kejang.

Status generalisata :

Ekstremitas : pitting edema pada kedua tungkai bawah.

Pembengkakan kedua tungkai menunjukkan adanya proses peningkatan


permeabilitas membran kapiler yang menunjukkan adanya proteinuria dan dari
hasil pemeriksaan ditemukan proteinuria positif 2.

Status obstetri :

Leopold I : TFU 33 cm, teraba bagian lunak, tidak melenting, tidak rata
(bokong)
Leopold II : kanan : teraba bagian terbesar janin (punggung)
Kiri : teraba bagian terkecil janin (ekstremitas)
Leopold III : teraba bagian keras, melenting, bundar (kepala)
Leopold IV : sudah masuk PAP (konvergen)
TBJ : (33cm – 11) x 155 = 3410 gram
HIS : 3 x 10`/40``
Gerakan janin : (+)
Auskultasi : DJJ 138 kali/menit, regular

33
Kesan : presentasi kepala, PuKa, U 3/5-2/5 masuk PAP, TBJ 3410 gram,
DJJ 138x/menit, HIS 3x10`/40``

Dari pemeriksaan diatas menunjukkan pasien sedang dalam keadaan inpartu


kala I fase aktif dimana dari hasil pemeriksaan penunjang :

Parameter Hasil Satuan Normal


Darah rutin
WBC 13,21 103/mm3 4 – 10
RBC 4,42 103/mm3 4,5 – 6,2
HGB 9,9 g/dl 12.0 – 18
MCV 74,5 Fl 80-100
MCH 22,4 Pg 27-34
MCHC 301 g/l 320-360
HCT 32,9 % 37.0 – 52.0
PLT 313 103/mm3 150 – 450
CT 3,5 Menit 2-6
BT 1` Menit 1-3
Gol. Darah O rhesus (+)
Kimia darah
SGOT 28 U/L <40
SGPT 15 U/L <41
Ureum 10 mg/dl 15-39
Kreatinin 0,9 mg/dl L : 0,9-1,3
P : 0,6–1,1
GDS 157 mg/dl <200
Elektrolit
Na 131,48 mmol/L 135-148
K 3,95 mmol/L 3,5-5,3
Cl 98,43 mmol/L 98-110
Ca 1,20 mmol/L 1,19-1,23

34
Makroskopis
Warna Kuning
Berat jenis 1025
pH 5
Protein ++ (positif 2)
Glukosa -
Mikroskopis
Leukosit 0-1 / LPB
Eritrosit 2-3 / LPB
Epitel 3-5/ LPK

Dari pemeriksaan diatas dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami


infeksi yang ditandai dengan peningkatan leukosit, dan tidak mengalami tanda-
tanda penurunan trombosit. Dari pemeriksaan urin didapatkan protein urin ++ /
positif dua yang merupakan salah satu kriteria diagnosis dari preeklampsi-eklampsi
dan dari anamnesis didapatkan adanya kejang yang mengarahkan diagnosis
eclampsia pada pasien ini. Dari pemeriksaan fungsi hati dan ginjal masih dalam
batas normal, sehingga kemungkinan komplikasi sindroma HELLP dapat
disingkirkan sementara.

Prinsip pengobatan pada penderita eklampsia adalah sebagai berikut:

- Menghentikan dan mencegah kejang.


- Memperbaiki keadaan umum ibu/janin seoptimal mungkin.
- Mencegah komplikasi :Terminasi kehamilan/persalinan dengan trauma
seminimal mungkin.

Pada pasien ini telah dilakukan penatalaksanaan awal airway, breathing dan
circulation yang baik, dengan pemberian oksigen, dan pemasangan infus dan
kateter untuk monitoring cairan. Untuk penatalaksanaan eklampsia pada pasien ini,
dilakukan terminasi perabdominam dikarenakan keadaan pasien yang sudah lemas
dan tidak ada kemajuan persalinan. Dimana secara teori terminasi kehamilan pada
pasien preeklampsi-eklampsi dapat dilakukan secara pervaginam maupun
perabdominam tergantung dengan keadaan pasien. Untuk penatalaksanaan kejang
pada pasien ini telah diberikan MgSO4 initial dose dan maintenance dose yang

35
relevan dengan teori. Pada pasien ini setelah dilakukan operasi SC. Bayi Ny. RS
lahir dengan berat badan 3100 gram, apgar score 7/8.

36
BAB V
KESIMPULAN

Pre-eklampsia dan eklampsia merupakan kesatuan penyakit yang langsung


disebabkan oleh kehamilan, dimana eklampsia merupakan peningkatan yang lebih
berat dan berbahaya dari pre eklampsia, dengan tambahan gejala-gejala tertentu.
Eklampsia pada umumnya timbul pada wanita hamil atau dalam nifas dengan tanda-
tanda preeklampsia. Pada wanita yang menderita eklampsia timbul serangan kejang
yang dapat diikuti oleh koma.

Penyebab preeklampsia dan eklampsia masih tidak jelas.Genetik,


immunologik, endokrin, dan nutrisi diduga memiliki peranan dalam proses yang
rumit. Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya pre eklampsia
dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan
penglihatan,mual, nyeri epigastrium dan hiperrefleksia. Bila keadaan ini tidak
dikenal dan tidak segera diobati, akan timbul kejang, yang sangat berbahaya
terutama pada persalinan.

Prinsip pengobatan pada eklampsia adalah :

- Menghentikan dan mencegah kejang


- Memperbaiki keadaan umum ibu/janin seoptimal mungkin
- Mencegah komplikasi
- Terminasi kehamilan/persalinan dengan trauma seminimal mungkin pada
ibu

Komplikasi dari preeklampsia dan eklampsia pada ibu dapat mengakibatkan


kematian dan pada janin dapat mengakibatkan pertumbuhan janin yang terhambat.
Oleh karena itu penting untuk mengedukasi pasien mengenai pemeriksaan antenatal
care yang rutin untuk deteksi dini dari hipertensi sehingga berbagai komplikasi
dapat dihindari.

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawiroharjo, Sarwono. Preeklamsia dan Eklamsia dalam buku Ilmu


Kebidanan. Editor Hanifa Wiknjosastro. Edisi Ketiga. Jakarta 2006.
Yayasan Bina Pustaka. 281 – 294
2. Widhayaningrum PD, Manuaba F. Gambaran kasus preeklampsia dengan
penanganan konservatif di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum
Pusat Sanglah, Denpasar Bali tahun 2013.E-Jurnal Medika. 2017 :6(6)
halaman 2
3. Karima NM,Machmud R, Yusrawati. Hubungan Faktor Resiko dengan
Kejadian Preeklampsia Berat di RSUP M Djamil Padang. Jurnal Kesehatan
Andalas. 2005 ; 4(2). Hal 557
4. Powe,CE. Levine,RJ Karamuchi SA. Preeclampsia, at Disease of the
Maternal Endothelium. The Role of Antiangiogenic Factor and Implication
for Later Cardiovaskuler.2011
5. Depkes RI. Survey Kesehatan Rumah Tangga.Jakarta : Departemen
Kesehatan RI.2001
6. National Institute for Health and Clinical Excellence. Hypertension in
pregnancy : The Management of Hypertensive disorder during
pregnancy.2011
7. Tanjung, MT. Preeklampsia : studi tentang hubungannya dengan faktor
fibrinolysis ibu dan gas darah tali pusat. Medan : Pusaka Bangsa Press :
2004
8. Indriani N. Analisis Faktor faktor yang berhubumgan dengan
preeklmapsia/eclampsia pada ibu bersalin di RSUD Kardinah Kota
Tegal.2011
9. POGI. Diagnosis dan Tatalaksana Preeklampsia. Pedoman Nasional
Pelayanan Kedokteran. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.
Himpunan Kedokteran Feto Maternal.2016
10. Guideline American College of Obstetricians and Gynecologist, task force
on hypertension in pregnancy. Hypertension in Pregnancy. Report of the
American College of Obstetricians and Gynecologist task force in

38
hypertension in pregnancy. Obstet Gynecol.2013.Nov 2013 122(5) :1121-
31.
11. American College of Obstetricians and Gynecologists. Gestational
Hypertension and Preeclampsia. ACOG practice Bulletin No.202.
Washinton DC. 2019 : 133(1)

39

Anda mungkin juga menyukai