Crs - Eklampsia (Wulan Reksa Fortuna)
Crs - Eklampsia (Wulan Reksa Fortuna)
Oleh:
G1A217115
Pembimbing:
UNIVERSITAS JAMBI
2019
i
LEMBAR PENGESAHAN
Oleh:
Wulan Reksa Fortuna
G1A217115
UNIVERSITAS JAMBI
2019
Pembimbing
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat-
Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Case Report Session (CRS) pada
Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
dan Kesehatan Universitas Jambi yang berjudul “G1P0A0 gravida 38-39 minggu
inpartu kala I fase aktif JTH IU Presentasi Kepala dengan Eklampsia”.
Case Report Session (CRS) ini bertujuan agar penulis dapat memahami
lebih dalam teori-teori yang diberikan selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Bagian Obstetri dan Ginekologi di RSUD Raden Mattaher Jambi, dan melihat
penerapannya secara langsung di lapangan. Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada dr.Zul Andriahta,Sp.OG sebagai
pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis.
Penulis menyadari bahwa penulisan Case Report Session (CRS) ini masih
banyak kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun dari semua pihak yang membacanya. Semoga tugas ini
dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN...................................................... . ii
KATA PENGANTAR................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................. 1
BAB II LAPORAN KASUS ......................................................... 3
2.1 Identitas pasien ..................................................................... 3
2.2 Anamnesis ............................................................................. 3
2.3 Pemeriksaan Fisik ................................................................. 6
2.4 Pemeriksaan Penunjang ........................................................ 8
2.5 Diagnosis .............................................................................. 9
2.6 Tatalaksana ........................................................................... 9
2.7 Follow up .............................................................................. 12
2.8 Prognosis ............................................................................... 13
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ................................................ 14
BAB IV ANALISA KASUS ......................................................... 32
BAB V KESIMPULAN ................................................................ 37
DAFTAR PUSTAKA.................................................................... 38
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
mengidentifikasi batas tekanan darah yang memerlukan terapi antihipertensi dan
pemilihan antihipertensi yang efektif serta aman digunakan pada masa kehamilan.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
Identitas Suami
Nama : Tn. RP
Umur : 28 tahun
Suku bangsa : Melayu, Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan : Swasta
Alamat : RT 05 Taman Raja, Tungkal Ulu, Tanjung Jabung Barat
2.2 Anamnesis
Keluhan utama :
Kejang sebanyak dua kali sejak 3 jam SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :
Ny.RS 24 tahun masuk ke IGD pukul 01.50 WIB rujukan dari klinik
keluarga Bertuah dengan G1P0A0 gravida 38-39 minggu inpartu kala I fase
aktif janin tunggal hidup intrauterine presentasi kepala dengan eklampsia.
3
Pasien mengaku hamil 9 bulan, hari pertama haid terakhir 15 Agustus 2018
dengan taksiran persalinan 23 mei 2019.
Pasien datang dengan keluhan kejang sebanyak 2 kali. Menurut ibu
pasien, kejang dialami seluruh tubuh, mata melirik ke atas dan keluar busa
melalui mulut, selama kejang pasien tidak sadarkan diri. Kejang terjadi
pukul 22.30 dan 23.00 di rumah. Setelah kejang pasien sadarkan diri.
Kemudian pasien dibawa keluarga ke klinik keluarga bertuah dan
mendapatkan suntikan di bokong serta obat tablet minum.
1 hari SMRS, pasien mengeluh badan demam dan nyeri kepala,
pasien mengeluh adanya mual dan muntah sebanyak 2 kali. Muntah
berisikan apa yang dimakan,. Pasien juga mengeluhkan perut terasa mules
dan nyeri yang menjalar ke pinggang, semakin lama nyeri terasa semakin
sering dan kuat, terdapat keluhan keluar darah dan lender dari jalan lahir,
keluar air-air dari jalan lahir (+) berwarna bening dan berbau amis.
Riwayat kehamilan pasien, selama hamil pasien memeriksakan
kehamilan di bidan desa sebanyak 3 kali, namun tidak pernah USG dan
memeriksan ke dokter kandungan. Selama ini pasien mengatakan tidak
memiliki riwayat darah tinggi.
4
Riwayat Kebiasaan
Pasien seorang ibu rumah tangga, merokok (-) alkohol (-)
Data Obstetri
Haid
Menarche umur : 13 tahun
Haid : Teratur
Siklus : 28 hari
Bau Haid : Anyir
Flour Albus : Sebelum haid
Jumlah : sedikit
Lama : 1 hari
Warna : putih jernih
Riwayat perkawinan
Status perkawinan : Ya
Jumlah : 1 kali
Umur : 22 tahun
Riwayat Obstetri
GPA : G1P0A0
HPHT : 15 Agustus 2018
TP : 23 Mei 2019
ANC : pasien sudah melakukan pemeriksaan kehamilan ke bidan
desa sebanyak 3 kali
Imunisasi TT : tidak lengkap
Riwayat KB
Pernah mendengar tentang KB : Pernah
Pernah menjadi akseptor KB : belum pernah
Alat kontrasepsi yang pernah dipakai : -
5
Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Nifas yang lalu
6
Status Obstetri
Inspeksi
- Muka : cloasma gravidarum (-) edema (-)
- Leher : pembesaran vena jugular (-)
- Dada : pembesaran mammae simetris, putting susu menonjol,
hiperpigmentasi areola mammae,colostrum (-)
- Abdomen: perut tampak membesar kedepan, striae gravidarum(+)
linea nigra (+) sikatrik (-) bekas operasi (-)
- Vulva : labia mayora minora simetris, pembengkakan kelenjer
bartholini (-) pengeluaran secret vagina(+) darah
bercampur lendir
- Ekstremitas: akral hangat, pitting edema (+/+)
Palpasi
Leopold I : TFU 33 cm, teraba bagian lunak, tidak melenting, tidak rata
(bokong)
Leopold II : kanan : teraba bagian terbesar janin (punggung)
Kiri : teraba bagian terkecil janin (ekstremitas)
Leopold III : teraba bagian keras, melenting, bundar (kepala)
Leopold IV : sudah masuk PAP (konvergen)
TBJ : (33cm – 11) x 155 = 3410 gram
HIS : 3 x 10`/40``
Gerakan janin : (+)
Auskultasi : DJJ 138 kali/menit, regular
Kesan : presentasi kepala, PuKa, U 3/5-2/5 masuk PAP, TBJ 3410 gram,
DJJ 138x/menit, HIS 3x10`/40``
Pemeriksaan dalam
Portio : tebal
Pendataran : 80%
Pembukaan : 8-9 cm
7
Ketuban : jernih
Presentasi : kepala
Penunjuk : UUK anterior dextra
Penurunan : Hodge II-III
8
Ca 1,20 mmol/L 1,19-1,23
2.5 Diagnosis
G1P0A0 gravida 38-39 minggu inpartu kala I fase aktif JTH IU Presentasi
Kepala dengan Eklampsia + anemia ringan
2.6 Tatalaksana
2.6.1 terapi klinik keluarga bertuah
- IVFD RL + MgS04 20 tpm
- Inj. MgSO4 bokong kanan dan kiri 20%
o Bokong kanan 15 cc (22.45 wib)
o Bokong kiri 20 cc (23.05 wib)
- Nifedipine tablet 10 mg (sublingual)
9
o Po. Nifedipin 3 x 10 mg (02.05 wib)
o Saran perawatan ICU
Non-medikamentosa
- Monitoring
a. Monitoring keadaan umum
b. Monitoring tanda-tanda vital
c. Monitoring prolaps
- Edukasi
a. Menjelaskan penyakit yang diderita pasien
10
LAPORAN OPERASI
Nama Dokter : dr. M Ferry Kusnadi, Sp.OG
Diagnosis Pre Op : G1P0A0 gravida 38-39 minggu inpartu kala I fase aktif JTH
IU preskep dengan eclampsia
Diagnosis Post Op : P1A0 post SC a/i eclampsia
Macam operasi : Sectio Cesaria
Tanggal operasi : 26 Mei 2019 (06.30 – 07.40)
1. Pasien dalam posisi terlentang dalam spinal anestesi
2. Dilakukan tindakan asepsis antisepsis pada lapangan operasi
3. Lapangan operasi diperkecil dengan duk steril
4. Dilakukan insisi secara pfanenstiel
5. Dilakukan insisi pada segmen bawarh Rahim, cairan ketuban berwarna jernih
6. Bayi dilahirkan dengan meluksir kepala bayi
Jenis kelamin : perempuan
Berat badan : 3100 gram
Panjang badan : 48 cm
Pukul : 06.55
A/S : 7/8
7. Plasenta dilahirkan secara manual utuh
8. Cavum uteri dibersihkan menggunakan kassa betadine
9. Uterus dijahit lapis demi lapis
10. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis
11. Operasi selesai
12. Perdarahan dirawat sebagaimana mestinya
11
6. Terapi :
- IVFD RL + tramadol 100 mg + ketorolac 30 mg 20 tpm
- Inj Ceftriaxone 1 x 2 gram
- Inj metronidazole 3 x 500 mg
- Po.Dopamet 3 x 250 mg
- Po. Lactafit 3 x 1 tab
12
N : 86 anemia - Po As.mefenamat
x/menit sedang 3x500mg
R : 23 x/ - Po. Dopamet 3 x 500 mg
menit - Po. Metronidazol 3 x 1
S : 36,8 C - Po. Lactafit 3 x 1
Acc turun bangsal
kebidanan
Lapor Hb 7,2 g/dl tranfusi
PRC 2 kolf
Selasa Nyeri luka GCS : 15 Diagnosis: - IVFD RL 20 tpm
28/05/201 operasi KU : baik Post op SC - Tranfusi PRC 2 kolf
9 (+), T:130/80 hari III a/i - Po Ciprofloxacin 3 x 500
(Bangsal) perdaraha mmHg eclampsia + mg
n (-) N : 87 anemia - Po As.mefenamat
x/menit sedang 3x500mg
R : 20 x/ - Po. Dopamet 3 x 500 mg
menit - Po. Metronidazol 3 x 1
S : 36,5 C - Po. Lactafit 3 x 1
Cek Hb post tranfusi
Rabu Nyeri luka GCS : 15 Diagnosis: - IVFD RL 20 tpm
29/05/201 operasi KU : baik Post op SC - Po Ciprofloxacin 3 x 500
9 (+), T:120/70 hari IV a/i mg
(Bangsal) perdaraha mmHg eclampsia - Po As.mefenamat
n (-) N : 85 3x500mg
x/menit - Po. Dopamet 3 x 500 mg
R : 19 x/ - Po. Metronidazol 3 x 1
menit - Po. Lactafit 3 x 1
S : 36,7 C Hb 11,2 g/dl acc pulang
2.8 Prognosis
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad fungsionam : Bonam
Quo ad sanationam : Bonam
13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Preeklampsia dan eklampsia merupakan bagian dari hipertensi dalam
kehamilan. Terminologi hipertensi dalam kehamilan mempunyai jangkauan lebih
luas. The National High Blood Pressure Education Program (NHBPEP)
mengklasifikasikan hipertensi dalam kehamilan sebagai berikut:
a. Hipertensi kronik yaitu hipertensi yang timbul sebelum usia kehamilan 20
minggu atau hipertensi yang pertama kali terdiagnosis setelah usia
kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap hingga setelah 12 minggu
postpartum (setelah melahirkan).
b. Preeklampsia yaitu sindrom spesifik kehamilan yang timbul setelah usia
kehamilan 20 minggu, dikarakterisir dengan hipertensi disertai proteinuria.
Sindrom ini dapat terjadi sebelum usia kehamilan 20 minggu pada penyakit
trofoblas seperti mola hidatidosa (hamil anggur) atau hydrops (akumulasi
cairan dalam kompartemen janin).
c. Eklampsia yaitu preeklampsia disertai dengan kejang tanpa disebabkan
kondisi neurologis lain yang jelas.
d. Hipertensi kronik dengan superimposed preeclampsia yaitu hipertensi
kronik disertai tanda-tanda preeklampsia atau hipertensi kronik disertai
proteinuria.
e. Hipertensi gestasional (disebut juga transient hypertension) yaitu hipertensi
yang timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan tekanan darah
kembali normal setelah 12 minggu postpartum.2,4
3.2 Diagnosis
Kriteria minimum untuk mendiagnosis preeklampsia adalah terjadinya hipertensi
dan proteinuria, edema sudah tidak lagi digunakan sebagai kriteria diagnostik
karena edema juga banyak terjadi pada wanita dengan kehamilan normal. Faktor
risiko timbulnya hipertensi dalam kehamilan jika didapatkan edema generalisata
14
atau kenaikan berat badan lebih dari 0,57 kg/minggu perlu dipertimbangkan.
Kriteria diagnostik preeklampsia dan eklampsia dapat dilihat pada Tabel I.
B. Preeklampsia berat, bila ditemukan salah satu atau lebih gejala berikut:
1. Tekanan darah > 160/110 mmHg
2. Proteinuria 2 g/24 jam atau > 2+ pada dipstik
3. Oliguria, yaitu produksi urin < 500 ml/24 jam
4. Kenaikan kadar kreatinin plasma
5. Gangguan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma, atau gangguan
penglihatan
6. Edema paru
7. Gangguan fungsi hepar: peningkatan kadar AST (SGOT) atau ALT (SGPT) > 2
kali batas atas nilai normal
8. Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen
9. Trombositopenia berat: jumlah trombosit < 100.000 sel/μl
10. Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat
11. Sindrom HELLP (hemolysis, elevated levels of liver enzymes, low platelet
count)
C. Eklampsia
Timbulnya kejang menyeluruh atau koma pada penderita preeklampsia
Keterangan:
AST: Aspartate aminotransferase; SGOT: Serum glutamic-oxalate transferase;
ALT:
Alanine aminotransferase; SGPT: Serum glutamic-pyruvate transferase
15
Hipertensi
Diagnosis hipertensi dalam kehamilan ditegakkan jika tekanan darah
sistolik lebih dari atau sama dengan 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih
dari atau sama dengan 90 mmHg.
Pengukuran tekanan darah dilakukan dua kali selang 4 jam setelah penderita
beristirahat. Peningkatan tekanan darah sistolik 30 mmHg atau diastolik 15 mmHg
sebagai kriteria diagnostik meskipun nilai absolut masih di bawah 140/90 mmHg
pernah digunakan, namun kriteria ini tidak dianjurkan lagi. Bukti-bukti
memperlihatkan bahwa wanita dalam kelompok ini kecil kemungkinannya
mengalami gangguan pada janin mereka, meskipun demikian wanita yang
mengalami peningkatan tekanan darah sistolik 30 mmHg atau diastolik 15 mmHg
perlu diawasi secara ketat.5,6
Proteinuria
Proteinuria merupakan adanya protein ≥ 300 mg dari jumlah urin 24 jam
(diukur dengan metode Esbach) atau kadar protein dalam urin ≥ 30 mg/dl (1+ pada
dipstik) dari urin acak tengah yang tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi saluran
kemih. Kesetaraan pengukuran proteinuria dengan dipstik yaitu :
1+ dengan kadar 0,3 – 0,45 g/l
2+ dengan kadar 0,45 – 1 g/l
3+ dengan kadar 1 – 3 g/l,
4+ dengan kadar > 3 g/l
Kejang
Kejang pada eklampsia selalu didahului dengan preeklampsia. Kejang-
kejang dimulai dengan kejang tonik yang berlangsung 15 – 30 detik. Kejang tonik
ini segera disusul dengan kejang klonik. Diafragma terfiksir (tidak dapat
digerakkan) pada waktu kejang sehingga pernafasan tertahan. Kejang klonik
berlangsung kurang lebih 1 menit, setelah itu berangsur-angsur kejang melemah
dan akhirnya penderita diam tidak bergerak.
Kejang yang terjadi pada eklampsia harus dipertimbangkan adanya
kemungkinan kejang akibat penyakit lain. Diagnosis banding eklampsia menjadi
16
sangat penting, misalnya perdarahan otak, hipertensi, lesi otak, meningitis, dan
epilepsi iatrogenik (disebabkan tindakan medis). Kejang pada eklampsia ditandai
dengan kejang tonik dan klonik, selain itu disertai dengan peningkatan tekanan
darah yang cepat, peningkatan suhu badan, inkontinensia (ketidakmampuan
mengontrol pengeluaran urin), dan kadang-kadang penderita mengalami muntah.
3.3 Epidemiologi
Insidensi preeklampsia sangat bervariasi di seluruh dunia. Insidensi
preeklampsia diperkirakan oleh WHO tujuh kali lebih tinggi di negara berkembang
(2,8% dari kelahiran hidup) daripada di negara maju (0,4% dari kelahiran hidup).
Insidensi eklampsia di negara berkembang juga bervariasi, mulai dari 1 kasus per
100 kehamilan hingga 1 kasus per 1.700 kehamilan. Prevalensi eklampsia di
Indonesia pada tahun 2010 sebesar 3,9% dari seluruh kehamilan dengan angka
kematian sebesar 0,7% dari seluruh kehamilan.7,8
17
preeklampsia dengan onset lebih cepat yaitu sebelum usia kehamilan 20
minggu.9
18
Wanita dengan hipertensi kronik berisiko mengalami preeklampsia dengan
insidensi dibandingkan wanita normotensi yaitu 12,1% versus 0,3% (dari
seluruh kehamilan).
c. Diabetes mellitus
Wanita dengan diabetes mellitus sebelum hamil berisiko empat kali lipat
mengalami preeklampsia pada kehamilannya. 10,11
19
Agregasi trombosit memproduksi tromboksan (suatu vasokonstriktor kuat).
Kadar prostasiklin dalam keadaan normal lebih tinggi daripada tromboksan,
namun pada preeklampsia kadar prostasiklin lebih rendah daripada
tromboksan sehingga terjadi kenaikan tekanan darah.
c. Teori imunologis
Respon imun ibu pada kehamilan normal tidak menolak adanya hasil
konsepsi karena sel-sel trofoblas plasenta mengekspresikan human
leukocyte antigen protein G (HLA-G) yang melindungi trofoblas janin dari
lisis oleh sel Natural Killer ibu. Human leukocyte antigen protein G juga
merupakan prakondisi terjadinya invasi trofoblas ke jaringan desidua.
Penurunan ekspresi HLA-G terjadi pada preeklampsia sehingga
menghambat invasi trofoblas ke jaringan desidua, menyebabkan implantasi
yang abnormal, dan mengubah respon kekebalan ibu terhadap antigen janin.
d. Teori Genetik
Teori genetik diajukan setelah melalui berbagai pengamatan. Wanita
nullipara dengan riwayat preeklampsia dalam keluarga memiliki risiko dua
hingga lima kali lipat mengalami preeklampsia. Beberapa gen termasuk
angiotensinogen gene variant (T235), endothelial nitric oxide synthase
(eNOS), dan gen penyebab trombofilia diduga berkaitan dengan
preeklampsia.7,11
20
- Sistem hematologi: hiperkoagulasi trombosit dan aktivasi system
fibrinolisis.
- Ginjal: penurunan laju filtrasi glomerulus, peningkatan proteinuria,
peningkatan kreatinin, dan oliguria.
- Hepar: peningkatan enzim hepar, nyeri pada kuadran kanan atas abdomen,
dan pecahnya kapsula Glisson dengan perdarahan hepar.
- Sistem endokrin: ketidakseimbangan prostasiklin relatif terhadap
tromboksan.
- Uteroplasenta: penurunan aliran darah rahim, pertumbuhan janin terhambat,
dan oligohidramnion.8
3.7 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada preeklampsia dan eklampsia terutama
diakibatkan oleh vasospasme yang bersifat menyeluruh. Preeklampsia dan
eklampsia dapat menyebabkan berbagai komplikasi berikut:
- Perdarahan serebral
Komplikasi paling umum sebagai akibat dari vasospasme dan tingginya
tekanan darah pada preeklampsia dan eklampsia adalah perdarahan serebral.
- Gangguan visus (penglihatan)
Gangguan visus pada preeklampsia dan eklampsia dihubungkan dengan
terjadinya vasospasme arteri retina
- Koma
Pasien eklampsia akan mengalami perubahan kesadaran hingga koma akibat
edema otak yang luas . Derajat hilangnya kesadaran dapat dinilai dengan
Glasgow Coma Scale.
- Edema paru
Penderita preeklampsia mempunyai risiko lebih besar terjadinya edema
paru disebabkan payah jantung kiri, kerusakan sel endotel pada pembuluh
darah kapiler paru, dan menurunnya diuresis.
- Asites
21
Asites (akumulasi cairan dalam rongga perut) yang menyertai preeklampsia
dapat terjadi sebagai akibat dari peningkatan permeabilitas kapiler yang
menyeluruh.
- Oliguria
Oliguria (produksi urin < 500 ml selama 24 jam) pada preeklampsia terjadi
karena hipovolemia sehingga aliran darah ke ginjal menurun yang
menyebabkan penurunan produksi urin.
- Tromboemboli
Tromboemboli adalah penyumbatan beberapa bagian system
kardiovaskular oleh massa bekuan darah yang tidak terkendali.
Preeklampsia berkaitan dengan penyempitan arteri spiralis pada plasenta
yang dapat menyebabkan kondisi iskemia dan tromboemboli.
- Sindrom HELLP (hemolysis, elevated levels of liver enzymes, low platelet
count)
Sindrom HELLP adalah gangguan terkait kehamilan yang dikarakteristik
oleh timbulnya hemolisis, peningkatan enzim hepar (disfungsi hepar), dan
trombositopenia. Keluarnya enzim hepar terutama AST disebabkan oleh
kerusakan dan perdarahan pada hepar. Pada sindrom HELLP terjadi lisis
trombosit berkelanjutan yang menyebabkan turunnya trombosit sampai di
bawah 100.000 sel/μl.
- Intrauterine growth restriction (IUGR)
IUGR atau pertumbuhan janin terhambat ditentukan bila berat janin kurang
dari 10% dari berat yang harus dicapai pada usia kehamilan tertentu.
Penurunan aliran darah uteroplasenta menyebabkan janin kekurangan
oksigen dan nutrisi pada trimester akhir sehingga timbul pertumbuhan janin
terhambat, ditandai dengan lingkar perut yang jauh lebih kecil daripada
lingkar kepala.
- Intrauterine fetal death (IUFD) Peningkatan terjadinya kematian janin
intrauterin pada preeklampsia dan eklampsia secara tidak langsung
merupakan akibat dari pertumbuhan janin terhambat.
- Prematuritas (kelahiran preterm)
22
Preeklampsia secara signifikan meningkatkan risiko kelahiran preterm
(persalinan yang terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu) yang
iatrogenik atas indikasi maternal karena memburuknya penyakit ibu
mengharuskan terminasi kehamilan (pengakhiran kehamilan) lebih awal.
- Asfiksia
Asfiksia pada bayi baru lahir adalah kegagalan bayi bernafas secara spontan
dan teratur segera setelah lahir. Penurunan aliran darah melalui plasenta
pada preeklampsia dapat mengurangi aliran oksigen ke janin sehingga
menimbulkan gawat janin yang berlanjut sebagai asfiksia pada bayi baru
lahir.5,9
3.8 Pencegahan
Maksud pencegahan adalah upaya untuk mencegah preeklampsia pada
wanita hamil yang mempunyai faktor risiko terjadinya preeklampsia. Strategi-
strategi yang dapat dilakukan:
a. Antenatal Care
Tujuan pelayanan ANC yaitu untuk deteksi dini pada wanita yang berisiko
tinggi, screening untuk mengidentifikasi faktor risiko, intervensi dalam
upaya mencegah penyakit yang timbul, dan upaya pengobatan untuk
mencegah komplikasi dari penyakit yang diderita. Pelayanan ANC yang
kurang memadai merupakan penghalang utama dalam deteksi dini
preeklampsia.
b. Kalsium Kelompok wanita dengan asupan kalsium yang cukup memiliki
insidensi preeklampsia yang lebih rendah. Pemberian suplemen kalsium
selama kehamilan direkomendasikan untuk mencegah preeklampsia
terutama pada daerah dengan tingkat konsumsi kalsium yang rendah.
c. Antitrombotik
Aspirin dosis rendah (75 mg/hari) dapat mengurangi produksi platelet oleh
tromboksan. Hasil uji klinis memberikan keuntungan yang sedikit namun
aspirin direkomendasikan dalam pencegahan preeklampsia terutama pada
wanita dengan faktor risiko berikut: pernah mengalami preeklampsia pada
kehamilan sebelumnya, menderita hipertensi kronik, terdapat penyakit
23
ginjal atau autoimun. Berbagai studi menunjukkan bahwa penggunaan
aspirin dosis rendah untuk mencegah preeklampsia tidak menyebabkan
toksisitas pada janin dan neonatal, namun penggunaan aspirin dosis rendah
pada kehamilan harus dibatasi karena masih diperlukan studi lebih lanjut
tentang rasio manfaat dan risikonya.
d. Tirah baring
Tirah baring yaitu berbaring dengan posisi miring ke satu sisi. Tirah baring
dengan posisi miring dapat menghilangkan tekanan rahim pada pembuluh
vena cava superior sehingga akan meningkatkan aliran darah balik,
menambah curah jantung, dan memperbaiki kondisi janin dalam rahim.
Tirah baring masih diperlukan di Indonesia meskipun tidak terbukti
mencegah terjadinya preeklampsia dan persalinan preterm.
24
- Pemberian antikonvulsan
Pasien preeklampsia berat diberikan magnesium sulfat untuk mencegah
kejang. Magnesium sulfat bekerja sebagai antagonis reseptor glutamat
seperti reseptor NMDA sehingga mencegah kejang pada preeklampsia.
Magnesium sulfat diberikan pada pasien preeklampsia berat terutama jika
terdapat tanda atau gejala impending eclampsia (tanda atau gejala yang
mengarah pada terjadinya eklampsia) seperti berikut:
o Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau tekanan darah diastolik >
110 mmHg
o Proteinuria > 2+
o Gangguan visus
o Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen
o Muntah-muntah
o Sindrom HELLP
o Jumlah trombosit < 100.000 sel/μl
o Kenaikan AST > 2 kali batas atas nilai normal
o Nyeri kepala yang persisten
o Kadar kreatinin serum > 1,2 mg/dl.Magnesium sulfat aman
digunakan pada wanita hamil. Magnesium sulfat dapat diberikan
secara intravena atau intramuskular dengan efektifitas yang sama.
Dosis magnesium sulfat untuk terapi preeklampsia dan eclampsia dapat dilihat pada
Tabel II. Magnesium sulfat yang diberikan secara parenteral diekskresikan hampir
seluruhnya melalui ginjal. Intoksikasi magnesium sulfat dapat dihindari dengan
memastikan bahwa terdapat refleks patella, tidak terdapat depresi pernafasan, dan
pengeluaran urin memadai. Syarat-syarat pemberian magnesium sulfat antara lain:
a) Refleks patella normal.
b) Respirasi > 16 kali/menit.
c) Produksi urin dalam 4 jam sebelumnya > 100 ml.
d) Tersedia antidotum kalsium glukonat 10% dalam 10 ml9,11
25
Tabel II. Dosis Magnesium Sulfat untuk Preeklampsia Berat dan Eklampsia
26
pasien dengan hipertensi ringan hingga moderat adalah untuk mencegah terjadinya
episode hipertensi berat. Penggunaan antihipertensi pada pasien preeklampsia
dengan TD 140 – 159/90 – 109 mmHg dapat dipertimbangkan terutama jika
terdapat nyeri kepala yang parah atau kondisi komorbid seperti diabetes mellitus
dan kerusakan ginjal. Target terapi pada wanita hamil ditekankan hingga tekanan
darah diastolik (TDD) mencapai 90 mmHg karena TDD < 90 mmHg dapat
mengurangi perfusi uteroplasenta (SOGC, 2008). TD pada wanita hamil diturunkan
secara perlahan-lahan sampai < 160/110 mmHg selama beberapa jam. Hal yang
perlu diperhatikan dalam pengobatan hipertensi adalah mencegah hipotensi karena
penurunan TD yang agresif dapat menyebabkan penurunan aliran darah plasenta
dan gawat janin. Antihipertensi mulai diberikan dalam dosis terendah untuk
mencegah deplesi volume intravaskular dan risiko hipotensi. Pemilihan
antihipertensi, dosis, dan rute pemberian obat pada preeklampsia dan eklampsia
harus didasarkan pada peresepan klinisi yang telah berpengalaman dalam
memberikan obat tertentu, harga obat, dan ketersediaan jenis obat. Metildopa
merupakan antihipertensi yang lebih disukai karena keamanan penggunaannya
dalam kehamilan, namun labetalol, nifedipin, dan hidralazin lebih menguntungkan
dalam mengatasi hipertensi berat pada preeklampsia karena onset kerjanya yang
lebih cepat . 9,11
Tabel III menunjukkan rekomendasi pemberian antihipertensi menurut
beberapa guideline. Antihipertensi yang dapat digunakan dalam kehamilan antara
lain:
a. Metildopa
Metildopa merupakan antihipertensi yang bekerja dengan menstimulasi
reseptor α2 adrenergik. Terapi dengan metildopa dilaporkan dapat mencegah
progresifitas keparahan hipertensi pada wanita hamil dan tidak menimbulkan
efek yang merugikan pada perkembangan janin, uteroplasenta, dan
hemodinamika janin .
b. Nifedipin
Nifedipin merupakan antagonis kalsium yang bekerja dengan menghambat
influks kalsium ke dalam sel otot polos arteri. Nifedipin yang diberikan pada
wanita hamil tidak menyebabkan penurunan aliran darah dalam Rahim.
27
Nifedipin aman digunakan bersama magnesium sulfat tanpa peningkatan efek
samping bersama yang serius seperti kelemahan otot.
28
c. Hidralazin
Hidralazin bekerja merelaksasi otot polos arteriol sehingga mengurangi
tahanan vaskular sistemik. Penggunaan hidralazin dalam kehamilan tidak
menunjukkan teratogenisitas. Hidralazin meningkatkan output jantung,
memperbaiki perfusi uteroplasenta, dan dapat menimbulkan refleks
takikardia.
d. Labetalol
Labetalol adalah beta bloker non selektif yang bermanfaat karena tidak
menimbulkan refleks takikardia. Pemakaian labetalol dalam kehamilan
diterima secara luas. Pemberian labetalol secara parenteral pada
preeklampsia berat menunjukkan insidensi hipotensi maternal dan efek
samping lain yang lebih rendah sehingga dapat dipakai untuk menggantikan
hidralazin.
- Pemberian diuretic
Diuretik tidak boleh diberikan pada pasien preeklampsia karena dapat
memperberat hipovolemia. Pemberian diuretik seperti furosemid atau
sejenisnya hanya boleh dilakukan jika terbukti adanya edema paru. Pasien
dapat diberikan injeksi furosemid 40 mg.
- Pemberian antasida
Antasida dapat diberikan untuk menetralisir asam lambung sehingga bila
mendadak kejang dapat menghindari risiko aspirasi asam lambung.
- Pemberian kortikosteroid
Kortikosteroid dapat diberikan jika terdapat indikasi darurat yang
mengharuskan kehamilan diakhiri pada usia 24 – 34 minggu untuk
mempercepat pematangan paru janin.
b. Perawatan aktif
Perawatan aktif berarti kehamilan harus diterminasi (diakhiri). Cara
terminasi kehamilan dilakukan berdasarkan keadaan obstetrik, apakah
sudah inpartu (berada dalam tahap persalinan) atau belum. Indikasi
dilakukan perawatan aktif antara lain:
a. Usia kehamilan > 37 minggu.
29
b. Adanya tanda atau gejala impending eclampsia seperti kenaikan TD
yang progresif, nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah
dan nyeri epigastrium
c. Kegagalan perawatan konservatif yaitu terjadi kenaikan tekanan
darah setelah 6 jam terapi medisinal atau tidak ada perbaikan setelah
24 jam terapi medisinal.
d. Adanya pertumbuhan janin terhambat.
e. Adanya sindrom HELLP
c. Perawatan konservatif
Indikasi perawatan konservatif adalah bila kehamilan preterm < 37 minggu
tanpa disertai tanda dan gejala impending eclampsia dengan keadaan janin baik
(Angsar, 2010). Terapi obstetrik dilakukan dengan observasi dan evaluasi tanpa
terminasi kehamilan. Magnesium sulfat dihentikan bila ibu sudah mencapai
tanda-tanda preeklampsia ringan selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam.
Terapi medisinal dianggap gagal dan kehamilan harus diterminasi bila setelah
24 jam tidak ada perbaikan. Pasien dapat dipulangkan dan dirawat sebagai
preeklampsia ringan bila selama tiga hari tetap berada dalam keadaan
preeklampsia ringan.
30
terhadap kehamilan adalah semua kehamilan dengan eclampsia harus diterminasi
tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Kehamilan diterminasi
setelah tercapai stabilisasi kondisi ibu. 9,11
31
BAB IV
ANALISA KASUS
Ny. RS usia 24 tahun, datang dengan rujukan dari Klinik Keluarga Bertuah
dengan diagnosa G1P0A0 Gravida 38-39 minggu inpartu kala I fase aktif dengan
eklampsia, janin tunggal hidup intrauterine presentasi kepala dengan eklampsia.
Heteroanamnesis dari keluarga pasien : pasien sedang hamil anak pertama. Pasien
mengalami kejang saat dirumah dan tidak sadarkan diri.. Menurut ibu pasien,
kejang dialami seluruh tubuh, mata melirik ke atas dan keluar busa melalui mulut,
selama kejang pasien tidak sadarkan diri. Kejang dialami sebanyak 2 kali. Kejang
terjadi pukul 22.30 dan 23.00 di rumah. Setelah kejang pasien sadarkan diri.
Kemudian pasien dibawa keluarga ke klinik keluarga bertuah dan mendapatkan
suntikan di bokong serta obat tablet minum.
1 hari SMRS, pasien mengeluh badan demam dan nyeri kepala, pasien
mengeluh adanya mual dan muntah sebanyak 2 kali. Muntah berisikan apa yang
dimakan, Pasien juga mengeluhkan perut terasa mules dan nyeri yang menjalar ke
pinggang,semakin lama nyeri terasa semakin sering dan kuat, terdapat keluhan
keluar darah dan lendir dari jalan lahir, keluar air-air dari jalan lahir (+) berwarna
bening dan berbau amis.
Anamnesis :
32
Pemeriksaan fisik :
Tanda-tanda vital :
Status generalisata :
Status obstetri :
Leopold I : TFU 33 cm, teraba bagian lunak, tidak melenting, tidak rata
(bokong)
Leopold II : kanan : teraba bagian terbesar janin (punggung)
Kiri : teraba bagian terkecil janin (ekstremitas)
Leopold III : teraba bagian keras, melenting, bundar (kepala)
Leopold IV : sudah masuk PAP (konvergen)
TBJ : (33cm – 11) x 155 = 3410 gram
HIS : 3 x 10`/40``
Gerakan janin : (+)
Auskultasi : DJJ 138 kali/menit, regular
33
Kesan : presentasi kepala, PuKa, U 3/5-2/5 masuk PAP, TBJ 3410 gram,
DJJ 138x/menit, HIS 3x10`/40``
34
Makroskopis
Warna Kuning
Berat jenis 1025
pH 5
Protein ++ (positif 2)
Glukosa -
Mikroskopis
Leukosit 0-1 / LPB
Eritrosit 2-3 / LPB
Epitel 3-5/ LPK
Pada pasien ini telah dilakukan penatalaksanaan awal airway, breathing dan
circulation yang baik, dengan pemberian oksigen, dan pemasangan infus dan
kateter untuk monitoring cairan. Untuk penatalaksanaan eklampsia pada pasien ini,
dilakukan terminasi perabdominam dikarenakan keadaan pasien yang sudah lemas
dan tidak ada kemajuan persalinan. Dimana secara teori terminasi kehamilan pada
pasien preeklampsi-eklampsi dapat dilakukan secara pervaginam maupun
perabdominam tergantung dengan keadaan pasien. Untuk penatalaksanaan kejang
pada pasien ini telah diberikan MgSO4 initial dose dan maintenance dose yang
35
relevan dengan teori. Pada pasien ini setelah dilakukan operasi SC. Bayi Ny. RS
lahir dengan berat badan 3100 gram, apgar score 7/8.
36
BAB V
KESIMPULAN
37
DAFTAR PUSTAKA
38
hypertension in pregnancy. Obstet Gynecol.2013.Nov 2013 122(5) :1121-
31.
11. American College of Obstetricians and Gynecologists. Gestational
Hypertension and Preeclampsia. ACOG practice Bulletin No.202.
Washinton DC. 2019 : 133(1)
39