Referat Mata Putih VIVI
Referat Mata Putih VIVI
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
TUMOR PALPEBRA
Oleh:
Vivi Widianto Tjan 1710029063
Putih Ayu Qurrota A’yun 1710029049
Dosen Pembimbing:
dr. Manfred Himawan, Sp. M
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Tutorial Klinik tentang “Tumor
Palpebra”. Tutorial klinik ini disusun dalam rangka tugas kepaniteraan klinik di
1
Laboratorium Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda.
Penulis menyadari terdapat ketidaksempurnaan dalam penulisan, sehingga
penyusun mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnan referat ini. Akhir kata,
semoga referat ini berguna bagi penyusun sendiri dan para pembaca.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................... 1
KATA PENGANTAR ........................................................................................... 2
BAB 1 Pendahuluan ................................................................................................ 3
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
3
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Palpebra adalah modifikasi dari lipatan kulit yang dapat menutup dan
melindungi bola mata bagian anterior. Palpebra terdiri atas lima bidang jaringan
utama yaitu lapisan kulit, lapisan otot rangka (orbikularis okuli), jaringan
areolar, jaringan fibrosa (tarsus), dan lapisan membran mukosa (konjungtiva
pelpebra) (Vaughan & Asbury, 2010). Sama seperti orbita, palpebra juga dapat
mengalami berbagai macam kelainan seperti kelainan kongenital, infeksi,
inflamasi, trauma, dan neoplasma.
Neoplasma pada palpebra, baik jinak maupun ganas, kebanyakan berkembang
pada kulit periokular mulai dari lapisan epidermis, dermis, atau struktur adneksa
palpebra.1 Tumor ganas palpebra merupakan tumor ganas yang sering dijumpai dan
dilaporkan sekitar 5-10% dari tumor kulit (Shields & Shields). Tumor ganas yang
paling sering mengenai palpebra adalah karsinoma sel basal, karsinoma sel
skuamosa, karsinoma sel sebasea, sarkoma, dan melanoma. Sedangkan tumor jinak
palpebra yang sering ditemui yaitu hemangioma, molluscum contagiosum, nevus,
dan xanthelasma (Vaughan & Asbury, 2010).
Karsinoma sel basal merupakan tumor ganas palpebra yang sering ditemukan
(Older, 2003). Sembilan puluh lima persen karsinoma palpebra berjenis sel basal
dan sisa lima persen terdiri atas karsinoma sel skuamosa, karsinoma kelenjar
Meibom, dan tumor – tumor lain yang jarang seperti karsinoma sel Merkel dan
karsinoma kelenjar sebasea (Vaughan & Asbury, 2010). Melanoma maligna
merupakan tumor ganas palpebra yang paling jarang tetapi paling ganas dan banyak
menimbulkan kematian (Older, 2003).
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Palpebra
Palpebra superior dan inferior adalah modifikasi lipatan kulit yang dapat
menutup dan melindungi bola mata bagian anterior. Berkedip melindungi kornea dan
konjungtiva dari dehidrasi. Palpebra superior berakhir pada alis mata sedangkan
palpebra inferior menyatu dengan pipi (Vaughan & Asbury, 2010).
5
Palpebra terdiri atas lima bidang jaringan utama. Dari superfisial ke dalam
terdapat lapis kulit, lapis otot rangka (orbikularis okuli), jaringan areolar, jaringan
fibrosa (tarsus), dan lapis membran mukosa (konjungtiva pelpebra) (Vaughan &
Asbury, 2010).
1. Lapisan kulit
Kulit pada palpebra berbeda dari kulit bagian lain tubuh karena tipis, longgar,
dan elastic dengan sedikit folikel rambut, tanpa lemak subkutan.
2. Musculus orbicularis oculi
Fungsi muskulus orbikularis okuli adalah menutup palpebra. Serat-serat ototnya
mengelilingi fissura palpebra secara konsentris dan meluas sedikit melewati
tepian orbita. Sebagian serat berjalan ke pipi dan dahi. Bagian otot yang terdapat
di dalam palpebra dikenal sebagai bagian pratarsal, bagian diatas septum orbitae
adalah bagian praseptal. Segmen luar palpebra disebut bagian orbita. Orbikularis
okuli dipersarafi oleh nervus facialis.
3. Jaringan aerolar
Terletak di bawah muskulus orbikularis okuli, berhubungan dengan lapisan sub-
aponeurotik dari kulit kepala.
4. Tarsus
Struktur penyokong utama dari palpebra adalah lapisan jaringan fibrosa padat
yang disebut tarsus superior dan inferior. Tarsus terdiri atas jaringan penyokong
kelopak mata dengan kelenjar Meibom.
5. Konjungtiva palpebra
Bagian posterior palpebra dilapisi selapis membran mukosa dan konjungtiva
palpebra yang melekat erat pada tarsus.
6
2.2 Tumor Jinak Palpebra
Tumor jinak palpebra sangat umum dan bertambah banyak dengan
meningkatnya usia. Tumor jinak kebanyakan mudah dikenali secara klinis,
tindakan bedah dilakukan dengan alasan kosmetik. Meskipun demikian, biopsi
juga harus selalu dilakukan pada kecurigaan keganasan karena lesi pada tumor
jinak dan ganas sering kali sulit dibedakan. Tumor jinak palpebra yang sering
ditemui yaitu hemangioma, molluscum contagiosum, nevus, dan xanthelasma
(Vaughan & Asbury, 2010).
1. Xanthelasma
2.2.1.1 Definisi
Xanthelasma adalah kelainan yang umum dan terdapat pada permukaan
anterior palpebra, biasanya bilateral di sekat sudut medial mata. Lesi ini tampak
berupa plak-plak kuning di dalam kulit palpebra dan paling sering terlihat pada orang
tua. Xanthelasma diartikan sebagai kumpulan kolesterol di bawah kulit dengan batas
tegas berwarna kekuningan biasanya di permukaan anterior palpebra, sehingga sering
disebut xanthelasma palpebra (Vaughan & Asbury, 2010).
2.2.1.2 Epidemiologi
Secara global xanthelasma juga merupakan kasus jarang di populasi umum.
Pada studi kasus pasien dengan xanthomatosis, xanthelasma lebih sering dijumpai
pada wanita dengan persentase 32% dan 17,4% pada laki-laki. Onset timbulnya
xanthelasma berkisar antara 15 – 73 tahun dengan puncak pada usia 40 dan 50 tahun.
Xanthelasma jarang ditemukan pada anak-anak dan remaja (Hampton, 2018).
7
2.2.1.3 Manifestasi Klinik
Timbul plak irregular di kulit, warna kekuningan sering kali disekitar mata.
Ukuran xanthelasma bervariasi berkisar antara 2 – 30 mm, ada kalanya simetris dan
cenderung bersifat permanen. Pasien tidak mengeluh gatal, biasanya mengeluh untuk
alasan estetika. Xanthelasma atau xanthelasma palpebra biasanya terdapat di sisi
medial kelopak mata atas. Lesi berwarna kekuningan dan lembut berupa plaque berisi
deposit lemak dengan batas tegas. Lesi akan bertambah besar danbertambah
jumlahnya. Biasanya lesi-lesi ini tidak mempengaruhi fungsi kelopak mata, tetapi
ptosis harus diperiksa bila ditemukan (Hampton, 2018).
8
kolesterol. Kebanyakan kolesterol ini adalah yang teresterifikasi (Hampton,
2018).
2.2.1.5 Penatalaksanaan
Terdapat beberapa pilihan tindakan untuk menghilangkan xanthelasma
palpebrarum, yaitu eksisi bedah, argon dan karbon dioksida ablasi laser, kauterisasi
kimia, electrodesiccation, dan cryotherapy.
1. Eksisi bedah
Pada lesi liniar yang kecil, eksisi lebih disarankan, karena scar akan berbaur
dengan jaringan sekitar. Pada eksisi lebih tebal, kelopak mata bawah cenderung
mudah terjadi scar karena jaringan yang diambil juga lebih tebal. Eksisi
sederhana pada lesi yang lebih luas beresiko menyebablan retraksi kelopak mata,
ektropion, sehingga membutuhkan cara rekonstruksi lain. Pengangkatan
xanthelasma sudah menjadi bagian dari bedah kosmetik (Hampton, 2018).
2. Pengangkatan dengan laser karbondioksida dan argon
Menambah hemostasis, memberikan visualisasi lebih baik, tanpa penjahitan dan
lebih cepat, namun scar dan perubahan pigmen dapat terjadi (Hampton, 2018).
3. Kauterisasi kimia
Penggunaan Chloracetic Acid efektif untuk menghilangkan xanthelasma. Zat ini
mengendapkan dan mengkoagulasikan protein dan lipid. Monochloroacetic Acid,
Dichloroacetic Acid, dan Trichloroacetic Acid dilaporkan memberi hasil yang
baik. Haygood menggunakan kurang dari 0.01 ml dari 100% Dichloracetic Acid
dengan hasil yang sempurna dan bekas luka minimal (Hampton, 2018).
4. Elektrodesikasi dan cryoterapi
Dapat menghancurkan xanthelasma superfisial tetapi membutuhkan terapi
berulang. Cryoterapi dapat menyebabkan scar dan hipopigmentasi (Hampton,
2018).
9
Molluscum Contagiosum
2.2.2.1 Definisi
Molluscum contagiosum adalah infeksi virus pada epidermis yang sering
mengenai kelopak mata (Shields & Shields). Molluscum contagiosum merupakan
infeksi menular non-inflamasi yang disebabkan oleh virus DNA. Penyakit ini
biasanya mengenai anak-anak dan remaja yang dapat ditularkan melalui kontak
langsung (Lang, 2007). Dahulunya molluscum contagiosum paling sering mengenai
anak – anak tapi baru – baru ini telah diketahui bahwa penyakit ini lebih sering
terdapat pada orang dewasa dengan sindrom defisiensi imun (AIDS). Pada anak –
anak, penularan penyakit ini adalah melalui kontak langsung dengan individu yang
terinfeksi dan autoinokulasi sedangkan pada orang dewasa umumnya menular melalui
hubungan seksual. Molluscum contagiosum merupakan infeksi pox virus pada kulit
yang juga bisa menyebabkan lesi pada wajah, batang tubuh dan bagian proksimal
ekstremitas (Shields & Shields).
2.2.2.2 Epidemiologi
Molluskum contagiosum lebih sering terlihat pada anak dibawah usia 15 tahun,
sekitar 80 % kasus dilaporkan bahwa anak – anak yang terkena pada usia 1 – 4 tahun
yang paling parah keadaannya.
10
dengan immunosupresan. Infeksi molluscum kontagiosum bisa menjadi tanda awal
dari AIDS (Shields & Shields).
2.2.2.4 Penatalaksanaan
Pengobatan yang paling umum digunakan adalah insisi dan kuretase dari
bagian tengah lesi. Krioterapi dan pengobatan dengan laser telah digunakan sebagian
besar untuk lesi ekstraokular. Krioterapi hiperfokal dengan anestesi lokal dilaporkan
menjadi metode yang lebih aman untuk molluscum kontagiosum kelopak mata yang
multipel pada pasien AIDS. Topikal Trichoroacetic Acid Tretinoin, Asam Salisilat,
dan Cantharidhin juga telah digunakan. Sekali lesi dihilangkan secara total, hal ini
akan memperkecil angka kekambuhan (Shields & Shields).
11
Nevus
2.2.3.1 Definisi
Sel nevus berpigmen adalah pigmentasi tahi lalat yang umum terjadi pada
kebanyakan orang. Nevus berasal dari melanosit,yaitu sel yang memproduksi pigmen.
Permukaan dari nevus bisa halus ataupun berbenjol – benjol tergantung pada jumlah
keratin yang dikandungnya. Pada tahi lalat bisa terdapat beberapa rambut dengan
ukuran panjangnya yang bervariasi. Warna dari nevus bervariasi mulai dari sewarna
kulit hingga coklat dan hitam tergantung pada jumlah dan lokasi dari melanin dan
pigmen di dalam tumor. Nevus dengan warna yang lebih gelap memiliki pigmen yang
lebih dekat ke permukaan (Older, 2003).
1. Klasifikasi
1. Congenital oculodermal melanocytosis
Adalah jenis dari nevus biru dari kulit di sekitar bola mata yang berhubungan
dengan nevus biru dari konjungtiva dan perluasan dari nevus di uvea. Nevus ini biasa
mengenai ras kulit hitam dan oriental dan jarang mengenai ras kaukasia. Nevus ini
berpotensi untuk menjadi ganas khususnya jika mengenai ras kaukasia (Older, 2003).
Naevi kongenital jarang terjadi, nevus biasanya kecil dan warnanya seragam.
Varian yang jarang termasuk ‘kissing’ atau nevus yang terbelah yang melibatkan
kelopak mata atas dan bawah. Terkadang mengandung banyak rambut dan lesi yang
sangat besar yang menutupi area tubuh yang luas (giant hairy nevus). Lesi besar
memiliki potensi untuk menjadi ganas (hingga 15%). Tatalaksana, jika perlu,
melibatkan eksisi bedah lengkap (Bowling, 2016).
12
Gambar 3. Kissing Nevus (Bowling, 2016)
13
terletak pada perbatasan antara epidermis dan dermis. Nevus ini memiliki
potensi yang rendah untuk berubah menjadi suatu keganasan (Older, 2003).
14
Gambar 7. Intreadermal Nevus (Bowling, 2016)
3. Compound nevus
Compound nevus adalah nevus yang berasal dari gabungan dari komponen
jaringan pembatas antara epidermis dan dermis dengan komponen jaringan
dermis kulit (Older, 2003).
Warna pigmen compound nevus bervariasi dari cokelat muda hingga coklat
tua. Sel-sel nevus meluas dari epidermis ke dermis. Ini memiliki potensi
ganas yang rendah terkait dengan komponen fungsional. Nevus ini memiliki
potensi keganasan yang rendah (Bowling, 2016).
2.2.3.5 Penatalaksanaan
Walaupun dari tampilan klinis dan riwayat penyakit membantu dalam
membuat diagnosis klinis, biopsi biasanya diperlukan untuk konfirmasi diagnosis
nevus. Biopsi insisi bisa dilakukan jika lesi berukuran besar dan untuk memastikan
diagnosis. Biopsi eksisi juga dapat dilakukan jika nevus ingin dihilangkan karena
15
alasan kosmetik selain juga untuk konfirmasi diagnosis. Nevus tidak sensitif terhadap
radioterapi sehingga bedah eksisi adalah cara terbaik untuk menghilangkan tumor ini
(Older, 2003).
Hemangioma
2.2.4.1 Definisi
Hemangioma adalah suatu tumor vaskuler jinak tersering akibat proliferasi
(pertumbuhan yang berlebih) dari pembuluh darah yang tidak normal dan dapat
terjadi pada setiap pembuluh darah (Lang, 2007). Hemangioma terdiri dari sel-sel
endotel kapiler yang berproliferasi yang ditemukan pada fase awal pertumbuhan aktif
pada bayi dengan periode selanjutnya berupa regresi dan involusi (Skuta, Cantor, &
Weiss, 2011).
Hemangioma terbagi dalam 3 tipe, yaitu hemangioma kapiler, hemangioma
kavernosum dan hemangioma campuran. Hemangioma kapiler merupakan tumor
palpebra yang paling sering ditemukan pada anak. Hemangioma kapiler atau
hemangioma strawberry dapat mengenai kulit pada 10% bayi dan tampaknya lebih
sering pada bayi prematur dan anak kembar. Tumor ini biasanya muncul pada waktu
lahir atau segera sesudah lahir sebagai lesi yang berwarna merah terang, bertambah
besar dalam beberapa minggu hingga bulanan, dan mengalami involusi pada usia
sekolah (Skuta, Cantor, & Weiss, 2011).
2.2.4.2 Epidemiologi
Prevalensi hemangioma infantil ± 1- 3% pada neonatus dan ± 10% pada
bayi sampai dengan umur 1 tahun. Lokasi tersering yaitu pada kepala dan leher
(60%), dan faktor resiko yang telah teridentifikasi, terutama neonatus dengan
berat badan lahir di bawah 1500 gram. Hemangioma infantil lebih sering terjadi
di ras Kaukasia daripada ras di Afrika maupun Amerika (Marchuk, 2001).
Sekitar 70% kasus terjadi pada anak perempuan dimana lesi wajah paling sering
terjadi pada kelopak mata (Lang, 2007).
16
Lesi hemangioma infantil tidak ada pada saat kelahiran. Seiring dengan
bertambahnya usia, resiko hemangioma infantil, pada usia 5 tahun meningkat 50%,
pada usia 7 meningkatkan 70%, dan 90% pada usia 9 tahun. Mereka bermanifestasi
pada bulan pertama kehidupan, menunjukkan fase proliferasi yang cepat dan
perlahan-lahan berinvolusi menuju bentuk lesi yang sempurna (Marchuk, 2001).
17
terdiri atas elemen vaskular yang matang. Lesi ini jarang mengadakan involusi
spontan, kadang-kadang bersifat permanen (Mulliken, 1997).
18
peningkatan fibrosis dan hyalinisasi dinding kapiler dengan oklusi lumen (Skuta,
Cantor, & Weiss, 2011).
2.2.4.5 Penatalaksanaan
Observasi dilakukan apabila hemangioma berukuran kecil dan tidak ada risiko
terjadinya ambliopia (Lang, 2007). Hemangioma yang belum mengalami komplikasi
sebagian besar mendapat terapi konservatif, baik hemangioma kapiler, kavernosa
maupun campuran. Hal ini disebabkan lesi ini kebanyakan akan mengalami involusi
spontan. Selain itu, ryotherapy, suntikan steroid intralesi, atau terapi radiasi dapat
mempercepat regresi hemangioma (Lang, 2007). Pada banyak kasus hemangioma
yang mendapatkan terapi konservatif mempunyai hasil yang lebih baik daripada
terapi pembedahan baik secara fungsional maupun kosmetik. Terdapat beberapa cara
penatalaksanaan pada hemangioma, yaitu:
1. Terapi Konservatif
Pada perjalanan alamiahnya lesi hemangioma akan mengalami pembesaran dalam
bulan-bulan pertama, kemudian mencapai besar maksimum dan sesudah itu terjadi
regresi spontan sekitar umur 12 bulan, lesi terus mengadakan regresi sampai umur 5
tahun. Apabila hemangioma ini dibiarkan hilang sendiri, hasilnya kulit terlihat normal.
(Mulliken, 1997)
2. Terapi aktif
Hemangioma yang memerlukan terapi secara aktif, antara lain adalah
hemangioma yang tumbuh pada organ vital, seperti pada mata, telinga, dan
tenggorokan; hemangioma yang mengalami perdarahan; hemangioma yang
mengalami ulserasi; hemangioma yang mengalami infeksi; hemangioma yang
mengalami pertumbuhan cepat dan terjadi deformitas jaringan (Hamzah, 2005).
3. Terapi kompresi
Terdapat dua macam terapi kompresi yang dapat digunakan yaitu continous
compression dengan menggunakan bebat elastik dan intermittent pneumatic
compression dengan menggunakan pompa Wright Linear. Diduga dengan penekanan
19
yang diberikan, akan terjadi pengosongan pembuluh darah yang akan menyebabkan
rusaknya sel-sel endothelial yang akan menyebabkan involusi dini dari hemangioma.
4. Terapi kortikosteroid
Steroid digunakan selama fase proliferatif tumor untuk menghentikan
pertumbuhan dan mempercepat involusi lesi. Steroid dapat digunakan secara topikal,
intralesi, atau sistemik. Krim Clobetasol Propionate 0,05% topikal dapat digunakan
pada lesi superfisial yang kecil. Injeksi intralesi kombinasi antara steroid kerja
panjang dan kerja singkat sering digunakan pada hemangioma periorbita terlokalisir
(sebaiknya digunakan sediaan steroid yang terbukti dapat digunakan untuk suntikan
intralesi). Jika hemangioma difus atau meluas ke posterior orbita, digunakan steroid
sistemik dengan dosis anjuran Prednison atau Prednisolon 2-5 mg/kg BB/hari. Terapi
dengan kortikosteroid dalam dosis besar kadang-kadang akan menimbulkan regresi
pada lesi yang tumbuh cepat (Skuta, Cantor, & Weiss, 2011).
Hemangioma kavernosum atau hemangioma campuran yang tumbuh pada
kelopak mata dan mengganggu penglihatan umumnya diobati dengan steroid injeksi
untuk mengurangi ukuran lesi secara cepat, sehingga penglihatan bisa pulih (Hasan,
Tan, Gush, Peter, & Davis, 2000).
5. Terapi pembedahan
Indikasi pembedahan tergantung dari ukuran dan lokasi hemangioma yang akan
dieksisi. indikasi dilakukannya terapi pembedahan pada hemangioma adalah (Oski &
Deangelis, 1999):
1. Terdapat tanda-tanda pertumbuhan yang terlalu cepat, misalnya dalam
beberapa minggu lesi menjadi 3-4 kali lebih besar
2. Hemangioma raksasa dengan trombositopenia
3. Tidak ada regresi spontan, misalnya tidak terjadi pengecilan sesudah 6-7 tahun
Eksisi hemangioma periorbita dapat dilakukan dengan mudah pada beberapa lesi
yang terlokalisir dengan baik. Pada kasus lain, pembedahan rekonstruksi dapat
dilakukan bertahun-tahun setelah terapi medis (Skuta, Cantor, & Weiss, 2011).
Embolisasi sebelum pembedahan dapat sangat berguna apabila hemangioma yang
akan dieksisi mempunyai ukuran yang besar dan lokasi yang sulit dijangkau dengan
20
pembedahan. Embolisasi akan mengecilkan ukuran hemangioma dan mengurangi
resiko perdarahan pada saat pembedahan (Oski & Deangelis, 1999).
4. Terapi radiasi
5. Terapi sklerotik
Terapi ini diberikan dengan cara menyuntikan bahan sklerotik pada lesi
hemangioma, misalnya dengan Namor Rhocate 50%, HCl kinin 20%, Na-salisilat
30%, atau larutan NaCl hipertonik. Akan tetapi cara ini sering tidak disukai karena
rasa nyeri dan menimbulkan sikatriks (Hamzah, 2005).
6. Terapi pembekuan
Aplikasi dingin dengan memakai nitrogen cair. Dianggap cukup efektif diberikan
pada hemangioma tipe superfisial, akan tetapi terapi ini jarang dilakukan karena
dilaporkan menyebakan sikatrik paska terapi (Oski & Deangelis, 1999).
7. Terapi embolisasi
Embolisasi merupakan teknik memposisikan bahan yang bersifat trombus
kedalam lumen pembuluh darah melalui kateter arteri dengan panduan fluoroskopi.
Embolisasi dilakukan apabila modalitas terapi yang lain tidak dapat dilakukan atau
sebagai persiapan pembedahan. Pembuntuan pembuluh darah ini dapat bersifat
permanen, semi permanen atau sementara, tergantung jenis bahan yang digunakan.
Banyak bahan embolisasi yang digunakan, antara lain methacrylate spheres, balon
kateter, cyanoacrylate, karet silicon, wol, katun, spon gelatin, spon polyvinyl alcohol
(Oski & Deangelis, 1999).
8. Terapi laser
Penyinaran hemangioma dengan laser dapat dilakukan dengan menggunakan
Pulsed-Dye Laser (PDL). PDL dapat digunakan untuk mengobati hemangioma
superfisial dengan beberapa komplikasi, tetapi berefek kecil terhadap komponen
tumor yang lebih dalam. Jenis laser ini memiliki keuntungan bila dibandingkan
dengan jenis laser lain karena efek keloid yang ditimbulkan minimal (Mulliken,
1997).
9. Kemoterapi
21
Kemoterapi dengan vinkristin merupakan alternatif yang dapat digunakan pada
anak-anak yang tidak berhasil diterapi dengan kortikosteroid (Mulliken, 1997).
22
2.2.4.6 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering dari hemangioma adalah ambliopia deprivasi pada
mata yang terkena jika lesi cukup besar untuk menghalangi aksis visual. Hal ini dapat
ditemukan pada 43-60% pasien dengan hemangioma palpebra (Skuta, Cantor, & Weiss,
2011). Perdarahan juga merupakan komplikasi yang paling sering terjadi. Penyebabnya
ialah trauma dari luar atau ruptur spontan dinding pembuluh darah karena tipisnya kulit
di atas permukaan hemangioma, sedangkan pembuluh darah di bawahnya terus tumbuh.
Ulkus dapat menimbulkan rasa nyeri dan meningkatkan resiko infeksi, perdarahan dan
sikatrik. Ulkus merupakan hasil dari nekrosis. Ulkus dapat juga terjadi akibat ruptur
(Oski & Deangelis, 1999).
23
Gambar 12. Gambaran Histopastologi Squamous Cell Papilloma
Insiden Cutaneous Horn atau Squamous Cell Papilloma meningkat dengan
bertambahnya usia; setidaknya beberapa kasus disebabkan oleh infeksi virus human
papilloma. Tatalaksana biasanya dilakukan eksisi sederhana, pilihan lain yakni
cryotherapy dan laser atau ablasi kimia (Bowling, 2016).
Keratoacanthoma
Keratoacanthoma adalah tumor peradangan jinak yang terdapat pada kulit
orang dewasa yang terpajan matahari. Tumor ini sesekali dihubungkan dengan
kondisi imunodefisiensi, xeroderma pigemtosum, atau sindrom Muirr-Torre.
Keratoacanthoma tampak sebagai lesi pertumbuhan dengan cekungan berbentuk
mangkuk di pusatnya, yang mengandung keratin dan bisa bertambah besar dalam
waktu singkat. Banyak diantaranya akan mengalami invokusi spontan, tetapi biopsi
eksisional dapat dilakukan untuk alasan kosmetik atau untuk menyingkirkan
kemungkinan terjadinya karsinoma sel skuamosa, yang mirip secara klinis (Vaughan
& Asbury, 2010).
24
1. Tumor Ganas
Tumor ganas palpebra dibagi menjadi dua, yaitu tumor primer dan tumor
metastatik (jarang). Tumor ganas yang paling sering mengenai palpebra adalah
karsinoma sel basal, karsinoma sel squamous, karsinoma sel sebasea, melanoma, dan
sarkoma kaposi. Sedangkan tumor jinak palpebra seperti hemangioma dan
xanthalesma (Eva & Augsburger, 2018).
Karsinoma sel basal dan sel skuamosa palpebra merupakan tumor ganas mata
paling umum yang ditemukan. Tumor ini paling sering terdapat pada orang berkulit
terang yang terpajan sinar matahari secara kronik. 95% karsinoma palpebra berjenis
sel basal sedangkan 5% nya terdiri atas karsinoma sel skuamosa, karsinoma kelenjar
meibom, dan tumot-tumor lain yang jarang, seperti karsinoma sel merkel dan
karsinoma kelenjar keringat (Eva & Augsburger, 2018).
Melanoma adalah tumor palpebra berpigmen yang jarang yang harus dibedakan
dari Nevi dan karsinoma sel basal. Terdapat peningkatan 4% kejadian melanoma
maligna yang didiagnosa setiap tahun. Ada 51.400 kasus baru melanoma didiagnosa
pada tahun 2002 dengan 7.800 kematian. 25% pasien melanoma maligna dijumpai
pada umur di bawah 40 tahun (Bahour, 2015).
Sarkoma Kaposi merupakan salah satu manifestasi yang sering dijumpai pada
penderita AIDS (24%) dan 20% dari sarkoma dapat mengenai mata, yaitu palpebra
atas/bawah menyerupai hordeolum atau hemangioma dan pada konjuntiva forniks,
dan bulbi bagian inferior. Gejala klinis sarkoma kaposi pada mata biasanya
asimptomatik, kadang-kadang disertai iritasi ringan. Tumor sarkoma Kaposi
berwarna kemerah-merahan, padat, dengan gambaran proliferasi vaskuler, sel-sel
spindle dan serat-serat retikulin, diduga berasal dari endotel. Tidak ada pengobatan
spesifik untuk sakoma kaposi, hanya bersifat paliatif. Radioterapi memberikan respon
yang baik pada 93-100% penderita dengan sarkoma Kaposi (Bowling, 2016).
25
1. Karsinoma Sel Basal
2.3.1.1 Definisi dan Epidemiologi
Karsinoma sel basal berasal dari lapisan basal epitel kulit atau dari lapis
luar sel folikel rambut. Berupa benjolan yang transparan, kadang dengan pinggir
yang seperti mutiara. Bagian sentral benjolan tersebut lalu mencekung dan halus,
seakan-akan menyembuh. Tumbuhnya lambat dengan ulserasi. Jenis ulkus
rodens tumbuh lebih cepat dan dapat menyebabkan kerusakan hebat
disekitarnya (AAO, 2017).
Karsinoma sel basal merupakan tumor ganas paling banyak di kelopak mata
dengan frekuensi 90 – 95 % dari seluruh tumor ganas di kelopak mata. Karsinoma sel
basal banyak berlokasi di kelopak mata bawah bagian pinggir atau palpebra inferior
(50 – 60 %) dan di daerah kantus medial (25 – 30%). Selebihnya juga bisa tumbuh di
kelopak mata atas atau palpebra superior (15 %) dan di kantus lateral (5 %) (AAO,
2017).
26
Karsinoma sel basal terlihat meningkat frekuensinya pada pasien yang lebih
muda dan ditemukan lesi ganas di kelopak mata pada pasien ini atau mereka yang
memiliki riwayat keluarga dengan kelainan sistemik lain seperti basal cell nevus
syndrome atau xeroderma pigmentosum.Basal cell nevus syndrome (Gorlin
syndrome) adalah kelainan autosomal dominan, kerusakan multisitem yang ditandai
dengan karsinoma sel basal nevoid yang multipel yang muncul lebih awal dalam
kehidupan yang diikuti dengan anomali skeletal khususnya pada mandibula, maksila
dan vertebra. Xeroderma pigmentosum merupakan kelainan resesif autosomal yang
ditandai dengan sangat sensitif terhadap paparan sinar matahari dan kerusakan
mekanisme repair terhadap sinar matahari sehingga merangsang kerusakan DNA
pada sel kulit (AAO, 2017).
27
2.2.1.4 Klasifikasi
Secara klinis dan secara patologi, karsinoma sel basal di bagi menjadi empat
tipe, yaitu :
1. Karsinoma sel basal tipe nodular merupakan manifestasi klinis terbanyak
dari karsinoma sel basal, keras, berbatas tegas, nodul seperti mutiara dan
disertai dengan telangiectasia and sentral ulkus. Secara histologi, tumor
ini terbentuk dari sekumpulan sel basal yang asalnya dari lapisan sel basal
epitelium dan terlihat seperti pagar di bagian pinggir.
Pada tahap permulaan, sangat sulit ditentukan malah dapat berwarna
seperti kulit normal atau menyerupai kutil.Kumpulan sel atipik merusak
permukaan epitel, nekrosis di tengah karena lebih cekung dan timbul
ulkus bila sudah berdiameter ± 0,5 cm yang pada pinggir tumor awalnya
berbentuk papular, meninggi, anular. Bila telah berkembang lebih lanjut,
dapat melekat di dasarnya. Dengan trauma ringan atau bila krustanya
diangkat mudah terjadi perdarahan.
2. Karsinoma sel basal tipe morphea merupakan jenis yang paling sedikit
ditemukan, tetapi tumor ini bersifat lebih agresif karena dapat berkembang
lebih cepat daripada karsinoma sel basal tipe nodular. Lesi tipe morphea
bersifat keras, lebih datar dengan pinggir yang secara klinis susah
ditentukan. Secara histologi, lesi tidak terlihat seperti pagar di pinggirnya
tetapi berbentuk seperti kawat tipis yang menyebar di daerah pinggir. Di
sekitar stroma terlihat proliferasi dari jaringan penyambung menjadi pola
fibrosis.
Karsinoma sel basal mulai menstimulasi inflamasi kronis dari bagian
pinggir kelopak mata dan sering disertai dengan rontoknya bulu mata
(madarosis).
Invasi dari karsinoma sel basal ke orbita bisa terjadi karena pengobatan
yang tidak adekuat, klinis yang terlambat ditemukan serta karsinoma sel
basal dengan tipe morphea.
28
3. Karsinoma sel basal tipe ulserative
4. Karsinoma sel basal tipe multisentrik atau superfisial terjadi akibat blefaritis
kronis dan bisa menyebar ke bagian pinggir kelopak mata tanpa di sadari.
Ukurannya dapat berupa plakat dengan eritema, skuamasi halus dengan
pinggir yang agak keras seperti kawat dan agak meninggi. Warnanya
dapat hitam berbintik-bintik atau homogen.
2.3.1.5 Patofisiologi
Radiasi telah terbukti menyebabkan pembentukan tumor melalui dua
mekanisme. Mekanisme pertama meliputi inisiasi dan prolong seluler proliferasi,
dengan cara demikian terjadi peningkatan kesalahan transkripsi yang menyebabkan
transformasi seluler. Mekanisme kedua yaitu secara langsung merusak replikasi DNA,
menyebabkan mutasi dari sel yang mengaktifkan proto-onkogen atau deaktivasi
tumor supresor gen (Eva & Augsburger, 2018). Karsinoma sel basal pada kelopak
29
mata adalah tumor epitel yang paling umum, tetapi patogenesis dari molekular
genetik masih belum jelas. Mutasi dari p53 (pada kasus ini, overekspresi gen p53)
dapat merupakan bagain intergral dari sekuensial yang patogenik. Zhang et al
menunjukkan bahwa paparan sinar UV spesifik dapat mengubah nukleotida dari 2
tumor supresor gen yaitu p53 dan PTCH, keduanya mengimplikasikan perkembangan
onset yang cepat dari karsinoma sel basal (Eva & Augsburger, 2018).
Secara imunologi, mekanisme paparan radiasi UV menyebabkan perkembangan
dari karsinoma sel basal melalui supresi sistem imun kulit, dan tidak responsifnya
sistem imun terhadap tumor kulit. Efek lokalnya berupa penurunan dari sel
Langerhan, sel dendritik T-epidermal, T-helper, dan lebih jauh lagi proliferasi T-
suppresor sel dan melepaskan imunosupresi faktor (tumor necrosis factor-α,
interleukin-1, prostaglandin, interleukin-10), diyakini sebagai agen patogenik dalam
perkembangan karsinoma sel basal (Eva & Augsburger, 2018).
Sinar UV yang secara kronik mengenai stem cell kulit menyebabkan
photoaging, imunosupresi, dan fotokarsinogen. Fotokarsinogen melibatkan
pembentukan foto produk yang merusak DNA. Jika DNA repair gagal, maka akan
terjadi mutasi protoonkogen menjadi onkogen atau inaktivasi tumor supressor gene.
Akumulasi mutasi akibat fotokarsinogen termasuk genetic deletion menyebabkan
tidak aktifnya tumor supressor gene yang menyandi pembentukan protein
penghambat proliferasi sel. Akumulasi mutasi gen inilah yang berperan dalam
memicu terjadinya KSB. (Eva & Augsburger, 2018)
30
2.3.1.6 Tatalaksana
Biopsi diperlukan untuk mengkonfirmasi kecurigaan secara klinis dari
karsinoma sel basal. Diagnosis yang sangat akurat bisa dijamin jika pada setiap biopsi
insisional jaringan yang akan diperiksa:
1. Mewakili keadaan lesi secara klinis
2. Ukuran yang tepat untuk pemeriksaan secara histopatologi
3. Tidak menambah trauma atau kerusakan
4. Mengikutsertakan jaringan normal di bagian pinggir sekitar daerah yang
dicurigai
Biopsi insisi merupakan salah satu prosedur yang bisa digunakan untuk
menkonfirmasi kecurigaan terhadap tumor ganas. Area dari biopsi insisi seharusnya
di potret atau di gambar dengan pengukuran sehingga daerah asal tumor menjadi
tidak sulit untuk ditemukan pada saat prose pengangkatan tumor berikutnya (AAO,
2017).
Biopsi eksisi bisa menjadi pertimbangan ketika lesi di kelopak mata kecil dan
tidak terlibatnya daerah di pinggir kelopak mata atau saat lesi di pinggir kelopak mata
yang berlokasi di sentral jauh dari kantus lateral atau pungtum lakrimal. Biopsi eksisi
harus diarahkan secara vertikal sehingga tidak terjadi traksi pada kelopak mata. Jika
pinggir dari daerah kelopak mata yang di eksisi positif terdapat sel tumor, maka area
yang terlibat harus di reeksisi secara pembedahan dengan teknik Mohs micrographic
untuk mengetahui batas bawah atau teknik frozen-section untuk mengetahui batas
samping (AAO, 2017).
Untuk menatalaksana karsinoma sel basal dapat ada beberapa pilihan terapi,
diantaranya :
1. Bedah dilakukan dengan mengeksisi tumor sampai dengan benar-benar
meninggalkan sisa. Pilihan terapi bedah :
1. Eksisi dengan potong beku (frozen section)
2. Bedah mikrografi Mohs
3. Bedah dengan laser CO2
4. Eksisi tanpa potong beku
31
Bedah merupakan pilihan terapi dari karsinoma sel basal di kelopak mata.
Bedah eksisi memberikan keuntungan dari diangkatnya tumor secara keseluruhan
dengan batas areanya dikontrol secara histologi. Tingkat kekambuhan tumor pada
terapi bedah lebih sedikit dan lebih jarang jika dibandingkan jika diterapi dengan
modalitas terapi lain (AAO, 2017).
Ketika karsinoma sel basal bertempat di daerah kantus medial, sistem aliran
air mata juga bisa terangkat jika dilakukan eradikasi tumor secara komplet. Jika
sistem drainase air mata telah terangkat setelah proses eradikasi tumor, rekonstruksi
sistem aliran keluar air mata tidak bisa dilakukan sampai pasien benar-benar bebas
dari tumor. Beberapa tumor bisa menyebar ke daerah subkutan dan tidak dapat
diketahui sebelum operasi (AAO, 2017).
Kambuhnya tumor yang sudah diangkat secara total, infiltrasi yang lebih
dalam, atau tumor tipe morphea dan tumor yang berada di kantus medial dikelola
dengan cara bedah mikrografi Mohs. Jaringan diangkat secara lapis demi lapis dan
dibuat tipis yang dilengkapi dengan gambar 3 dimensi untuk mengangkat tumor.
Reseksi tumor secara mikrografik Mohs paling sering digunakan untuk mengeksisi
karsinoma sel basal dan karsinoma sel skuamosa (AAO, 2017).
Mikrografi eksisi bisa menjamin secara maksimal jumlah jaringan yang sehat
untuk tidak terlibat sehingga hanya area tumor yang terangkat secara komplet.
Kekurangan dari bedah mikrografi Mohs ini adalah dalam mengidentifikasi batas
tumor ketika tumor sudah menginvasi daerah orbita (AAO, 2017).
Setelah dilakukan reseksi tumor, kelopak mata seharusnya direkonstruksi
dengan prosedur okuloplastik yang terstandar. Rekonstruksi ini penting walaupun
bukan merupakan hal yang mendesak, pembedahan awal bertujuan untuk melindungi
secara maksimal bola mata lalu diikuti dengan memperbaiki sisa kelopak mata yang
masih baik. Jika rekonstruksi tidak bisa dilakukan segera, kornea harus dilindungi
dengan cara menempelkan atau sementara dengan cara menutup kelopak mata. Jika
defeknya kecil, maka granulasi jaringan secara spontan bisa menjadi alternatif terapi
(AAO, 2017).
32
Untuk lesi yang nodular, angka kekambuhan jika diterapi dengan cryotherapy
lebih besar daripada setelah diterapi secara pembedahan. Saat cryotherapy digunakan
untuk menangani diffuse sclerosing lesion, angka kekambuhan tinggi. Selain itu,
secara histologi pinggir area tidak bisa dievaluasi dengan cryotherapy. Akibatnya,
modalitas terapi ini dihindari untuk lesi yang kambuh, lesi dengan diameter lebih dari
1 cm, dan lesi tipe morphea. Lagipula, cryotherapy menimbulkan depigmentasi dan
atropi pada jaringan. Maka dari itu, cryotherapy untuk karsinoma sel basal pada
kelopak mata dijadikan cadangan terapi untuk pasien yang intoleran terhadap
pembedahan seperti pasien yang sangat tua yang aktifitasnya terbatas di tempat tidur,
atau pasien dengan kondisi medis yang serius yang kontraindikasi untuk dilakukan
intervensi bedah (AAO, 2017).
Jika tumor terbatas pada adneksa dilakukan eksisi 3-5 mm dari batas
makroskopis. Sedangkan jika tumor sudah menginvasi orbita, maka ada dua pilihan
terapi secara eksentrasi yaitu dengan mengangkat seluruh bola mata disertai dengan
adneksa mata dengan meninggalkan bagian tulang saja, selain itu juga bisa dilakukan
radioterapi. Jika sudah menginvasi intrakranial harus dikonsultasikan ke bagian bedah
saraf (AAO, 2017).
33
5. Non bedah dilakukan jika lokasi cukup sulit untuk dilakukan pembedahan, respon
dari terapi non bedah cukup bagus tetapi memiliki efek samping yang cukup
banyak. Pilihan terapi non bedah yaitu :
1. Radioterapi
2. Kemoterapi
3. Interferon
Terapi radiasi juga bisa dipertimbangkan sebagai terapi paliatif tetapi untuk
lesi periorbita sebaiknya dihindari. Seperti cryotherapy, terapi radiasi juga tidak bisa
digunakan untuk memantau area pinggir tumor secara histologi. Angka kekambuhan
jika diterapi dengan radiasi juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan terapi
pembedahan. Ditambah lagi, kekambuhan setelah radiasi sulit untuk dideteksi.
Kekambuhan ini timbulnya lebih lama setelah terapi awal dan lebih sulit untuk
menangani secara pembedahan karena telah terjadi perubahan dari struktur jaringan
yang telah diradiasi sebelumnya (AAO, 2017).
Komplikasi yang terjadi akibat terapi radiasi diantanya adalah timbulnya
sikatrik pada kelopak mata, pembentukan scar pada drainase air mata disertai dengan
obstruksi, keratitis sica. Radiasi juga merangsang timbulnya keganasan baru atau
cedera pada bola mata yang timbul jika bola mata tidak dilindungi selama terapi
(AAO, 2017).
34
Karsinoma Sel Skuamosa
Merupakan tumor ganas kelopak mata tersering kedua. Insidensinya hanya
5% jauh lebih kecil dari insidensi karsinoma sel basal. Umumnya sering muncul dari
batas kelopak mata (gabungan kulit dengan mukosa) pada pasien yang tua. Dapat
mengenai kelopak mata atas dan bawah (Khurana, 2015).
Gejala klinis dapat muncul dalam 2 bentuk yaitu sebuah luka dengan batas
tinggi dan keras yang paling sering. Kedua adalah bentuk seperti jamur atau polip
verukosa tanpa ada luka, tetapi jarang muncul (Khurana, 2015).
Karsinoma sel skuamosa dapat bermetastatis ke kelenjar getah bening
preaurikular dan submandibular. Penemuan histologinya ditandai dengan proliferasi
tidak teratur dari sel epidermis turun ke sel dermis. Dalam bentuk sempurnanya, sel
ganas ini berbentuk lingkaran seperti mutiara yang tengahnya terdiri dari lapisan
keratin yang tipis (Khurana, 2015).
Untuk pengobatan karsinoma sel skuamosa sama dengan pengobatan
karsinoma sel basal.
35
2.3.3.1 Epidemiologi dan Etiologi
Etiologi dari karsinoma kelenjar sebasea adalah idiopatik. Jarang muncul pada
anak-anak, dengan frekuensi tertinggi muncul pada orang dengan umur 60-79 tahun.
Karsinoma kelenjar sebasea merupakan keganasan keempat pada daerah kelopak
mata di Amerika Serikat (Karsinoma sel basal, Karsinoma sel skuamosa, dan
melanoma merupakan 3 kasus tertinggi) dan merupakan keganasan tertinggi kedua di
Cina (Karsinoma sel basal kasus tertinggi) (Jiyo, 2010).
Insiden karsinoma sel sebasea adalah 3,2% diantara tumor ganas dan 0,8%
dari seluruh tumor palpebra. Angka kematiannya berkisar sekitar 22%. Karsinoma sel
sebasea paling sering terjadi pada perempuan dibandingkan lelaki, terutama pada usia
70 tahun keatas (Glassman, 2017).
36
Tempat predileksinya terdapat pada palpebra superior dan terlihat massa
bewarna kuning yang berisi lemak, massa ini juga dapat berupa papil-papil. Tumor
pada pinggir palpebra bisanya menyebabkan hilangnya bulu mata. Biasanya, lesi
tidak nyeri, berindurasi atau berulkus diikuti dengan hilangnya silia pada daerah
khalazion berulang (Glassman, 2017).
Pada kondisi inflamasi seperti blepharoconjungtivitis atau
keratokonjungtivitis juga dapat menyertai karsinoma sel sebasea (Glassman, 2017).
2.3.3.3 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosa pasti dari karsinoma sel sebasea ini dilakukan
biopsi (Glassman, 2017).
37
2.3.3.5 Tatalaksana
Pada penatalaksanaan karsinoma sel sebasea dilakukan terapi bedah.
Pengobatan bertujuan untuk mengangkat lesi yang ganas untuk mencegah penyebaran
local ataupun sistemik. Pengobatan dari karsinoma kelenjar sebasea adalah operasi
eksisi yang adekuat, dengan batasan operasi yang luas dengan control potongan beku
segar untuk menggambarkan pinggiran tumor. Evaluasi nodul limfatik diperlukan
untuk menilai metastase (Glassman, 2017).
Jika terdapat keterlibatan difus dari kedua bola mata atas dan bawah,
diperlukan tindakan eksentrasi. Buatkan biopsy pada area konjungtiva yang
hyperemia yang dicurigai karsinoma kelenjar sebasea pada waktu operasi (Glassman,
2017).
2.3.3.6 Prognosis
Karsinoma kelenjar sebasea dari kelopak mata dapat berhubungan dengan
bagian yang agresif dan prognosa yang buruk. Identifikasi faktor-faktor risiko dengan
pasti membantu menemukan pasien-pasien yang mungkin memperoleh keuntungan
dari terapi yang lebih agresif (Glassman, 2017)
Indikator-indikator prognosa buruk, keterlibatan kelopak mata atas, durasi
gejala lebih dari 6 bulan, bentuk pertumbuhan yang infiltrative, diferensiasi sebasea
sedang sampai buruk, asal multisentrik, karsinoma intraepitel (penyebaran pagetoid),
invasi vascular dan saluran limfatik, invasi ke orbita, ukuran lebih dari 10 mm
(Glassman, 2017).
Dengan eksisi luas dan tanpa bukti metastase, hasil operasi dapat mencegah
keganasan. Meskipun demikian, lesi-lesi sebasea mempunyai insiden kekambuhan
dan metastase (Glassman, 2017).
38
Melanoma Maligna Palpebra
2.3.4.1 Epidemiologi
Melanoma adalah tumor palpebra berpigmen yang jarang yang harus
dibedakan dari Nevi dan karsinoma sel basal. Terdapat peningkatan 4% kejadian
melanoma maligna yang didiagnosa setiap tahun. Ada 51.400 kasus baru melanoma
didiagnosa pada tahun 2002 dengan 7.800 kematian. 25% pasien melanoma maligna
dijumpai pada umur di bawah 40 tahun (Bahour, 2015)
Melanoma hanya ditemukan 1% dari keseluruhan lesi palpebra. Kenyataannya,
walaupun hanya 3% dari semua kanker kulit melanoma, ini sangat penting karena
lebih dari dua pertiga dari semua kematian akibat kanker kulit yang disebabkan
melanoma maligna. Oleh karena itu, penting untuk mengenali lesi jinak dan ganas
kelopak mata, terutama ketika berpigmen (Bahour, 2015).
39
Gambar 18 . Melanoma
2.3.4.3 Diagnosis
Ciri khas dari melanoma maligna adalah pigmentasi variabel (yaitu sebuah
lesi dengan tingkat warna coklat, merah, putih, biru atau hitam gelap) batas tidak
tegas, ulserasi dan perdarahan. Melanoma palpebra yang melibatkan konjungtiva
biasanya lebih agresif daripada yang terbatas di kulit palpebra (Bahour, 2015).
Perubahan tampilan pada lesi berpigmen memerlukan biopsi eksisi pada lesi.
Evaluasi sistemik untuk metastasis regional atau jauh diperlukan bila didiagnosis
melanoma (Bahour, 2015).
Clark dan Breslow membagi kedalaman invasi ke dalam lima tingkat
anatomis
1. Tingkat 1 hanya terbatas pada epidermis (in situ).
2. Tingkat 2 menembus papiler dermis.
3. Tingkat 3 mengisi papila dermis.
4. Tingkat 4 meluas ke reticular dermis.
5. Tingkat 5 tumor meluas ke dalam jaringan subkutan.
40
2.3.4.4 Penatalaksanaan
Terapi bedah dapat dilakukan untuk alasan kosmetik atau kecurigaan
keganasan pada lesi jinak berpigmen. Prosedur pilihan untuk pengobatan melanoma
maligna kulit kelopak mata adalah eksisi bedah lebar dengan 1 cm margin kulit
dikonfirmasi oleh histologi. Pemotongan kelenjar getah bening regional harus
dilakukan untuk tumor yang lebih besar dari 1,5 mm secara mendalam dan / atau
untuk tumor yang menunjukkan bukti penyebaran vaskular atau limfatik (Bahour,
2015).
Laser dapat digunakan untuk lesi berpigmen kelopak mata tertentu, sebuah
penelitian terbaru telah menunjukkan kasus uveitis bilateral setelah terapi laser pada
lesi kelopak mata berpigmen (Bahour, 2015).
2.2.4.5 Prognosis
Tingkat 4 atau Tingkat 5 melanoma ganas kulit palpebra biasanya mempunyai
prognosis buruk. Breslow mengembangkan metode kuantitatif dengan mengukur
kedalaman invasi dengan milimeter. Pasien dengan tebal tumor kurang dari 0,75 mm
memiliki prognosis sangat baik dengan dapat bertahan hidup 5 tahun sebesar 100%.
Pasien dengan lesi 0,75 mm sampai 1,5 mm memiliki prognosis yang cukup baik, dan
pasien dengan tumor lebih dari 1,5 mm memiliki prognosis yang buruk dengan
ketahanan hidup 5 tahun sebesar 50% sampai 60% (Bahour, 2015).
41
Sarkoma Palpebra
2.3.5.1 Epidemiologi
Sarkoma Kaposi merupakan salah satu manifestasi yang sering dijumpai pada
penderita AIDS (24%) dan 20% dari sarkoma dapat mengenai mata, yaitu palpebra
atas/bawah menyerupai hordeolum atau hemangioma dan pada konjuntiva forniks,
dan bulbi bagian inferior (menyerupai perdarahan subkonjuntiva granuloma atau
hemangioma). Tumor ini bersifat agresif, multifokal dan sering kambuh (Bowling,
2016).
Pada tahun 1872, Kaposi melaporkan sarkoma multiple-pigmented dari kulit
yang idiopatik. Sarkoma Kaposi endemik lazim di Afrika Tengah, terutama
mempengaruhi laki-laki muda dengan lesi kulit yang agresif dan viseral (Bowling,
2016).
2.3.5.2 Etiologi
Penyebabnya belum diketahui pasti, tetapi beberapa faktor terlibat yang
ditemui pada pasien sarkoma Kaposi (Bowling, 2016).
1. Human herpesvirus-8 (HHV-8) DNA atau sarkoma Kaposi terkait virus
herpes (KSHV) telah ditemui pada pasien yang HIV-negatif dan HIV-
positive.
2. Laki-laki homoseksual dengan HIV mempunyai risiko yang tinggi. Risiko ini
meningkat tajam dengan jumlah pasangan yang banyak.
3. Pasien yang sudah pernah transplantasi organ, dan menggunakan agen
imunosupresif dan steroid berisiko tinggi.
42
2.3.5.3 Patofisiologi
Sarkoma Kaposi kemungkinan besar disebabkan oleh beberapa faktor,
termasuk ekspresi deregulasi dari onkogen dan gen oncosuppressor oleh
KSHV/HHV-8 dikombinasikan dengan penurunan kekebalan tubuh dan pelepasan
sitokin (interleukin [IL] -6) dan faktor pertumbuhan dari HIV bertindak ke atas
terjadinya infeksi sel. IL-6 menginduksi signal transducers andactivators of
transcription 3 (STAT3), sehingga menyebabkan ekspresi onkogen. Meskipun
mekanisme yang tepat tentang KSHV/HHV-8 bertindak sebagai perantara
oncogenesis belum sepenuhnya diketahui, banyak KSHV/HHV-8 onkogen virus yang
telah dikatakan dapat menyebabkan neoplasia (Bowling, 2016).
2.3.5.4 Diagnosis
Sarkoma Kaposi pada mata biasanya asimptomatik, kadang-kadang disertai
iritasi ringan. Tumor sarkoma Kaposi berwarna kemerah-merahan, padat, dengan
gambaran proliferasi vaskuler, sel-sel spindle dan serat-serat retikulin, diduga berasal
dari endotel (Bowling, 2016).
Untuk mengidentifikasi faktor risiko pada sarkoma Kaposi, dokter harus
anamnesa tentang hal-hal berikut (Bowling, 2016):
1. Demografi
2. Status kekebalan
3. Lesi kulit Sebelumnya
4. Pengobatan sebelumnya untuk sarkoma Kaposi
5. Riwayat infeksi oportunistik
6. Penggunaan obat saat ini.
43
Gejala sarkoma Kaposi adalah sebagai berikut (Bowling, 2016):
1. Sakit
2. Fotofobia
3. Mata merah atau perdarahan berulang
4. Iritasi dan sensasi benda asing
5. Epiphora
6. Kering mata
7. Keluarnya mukopurulen
8. Kelopak mata keras atau bengkak
9. Ketidakmampuan untuk menutup mata
10. Penglihatan kabur
Pemeriksaan Fisik (Bowling, 2016):
1. Pemeriksaan mata penuh harus mencakup sebagai berikut:
11. Inspeksi dan eversi kelopak mata dan bulu mata.
12. Lakukan slit lamp biomicroscopy.
13. Periksa palpebral dan konjungtiva bulbi dan forniks dengan
terperinci.
14. Palpasi kelenjar lakrimal, dan pemeriksaan pada massa.
1. Lesi yang merah keunguan hingga merah terang dengan pembuluh
telangiekstatik sekitarnya, mungkin makula, seperti plak, atau nodular.
2. Dugel dkk menguraikan 3 tahapan klinis yang dapat membantu terapi
langsung:
1. Tahap I dan II, tumor merata dan datar. Lesi ini memiliki tinggi
ketebalan kurang dari 3 mm vertikal dan timbul kurang dari 4
bulan.
2. Tahap III, tumor nodular dan kenaikan tinggi vertikal yang lebih
besar dari 3 mm, cenderung timbul lebih dari 4 bulan.
1. Lesi sarkoma Kaposi oftalmik ditemukan di kelopak mata, konjungtiva, dan
jarang ditemukan di dalam orbital.
44
2. Keterlibatan konjungtiva dapat disertai pendarahan subkonjunctiva, injeksi,
dan kemosis.
Pemeriksaan Laboratorium (Bowling, 2016):
Pada pasien dengan sarkoma Kaposi diindikasikan:
1. HIV enzyme-linked immunosorbent assay
2. HIV Western blot
Berhubung dengan kulit atau konjungtiva, biopsi dari lesi mungkin diperlukan
untuk diagnosis pasti.
45
Pengobatan dengan Interferon hanya 10% memberikan respon baik, 20%
memberikan respons partial sedangkan sebagian besar penderita tidak memberikan
hasil yang baik. Indikasi untuk eksisi lokal mencakup lesi mengganggu secara
kosmetik, ketidaknyamanan, dan obstruksi penglihatan dari bagian terbesar tumor.
Pertimbangan dalam mengobati lesi untuk mencegah pembentukan entropion dengan
trikiasis dan keratopati eksposur dan ulkus kornea (Bowling, 2016).
2.3.5.6 Komplikasi
Keterlibatan pada kelopak mata dapat menyebabkan kerusakan dan disfungsi
kelopak. Lagofthalmos dan trikiasis dapat menyebabkan iritasi mendalam dan
kekeringan, infeksi, dan jaringan parut pada kornea. Keterlibatan konjungtiva dapat
mengakibatkan pendarahan subkonjunctiva berulang. Pada akhirnya, penglihatan bisa
hilang dari disfungsi kelopak, perubahan permukaan kornea, atau obstruksi
penglihatan (Bowling, 2016).
46
DAFTAR PUSTAKA
AAO. (2017). Basic and Clinical Science Course: Orbit, Eyelids, and Lacrimal
System. American Academy of Ophtalmology, 67-101.
Eva, P. R., & Augsburger, J. J. (2018). Vaughan & Asbury's General Ophtalmology
(19th ed.). New York: Mc Graw Hill.
Hamzah, M. (2005). Ilmu Penyakit Kulit dan Keamin. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Hasan, Q., Tan, T., Gush, J., Peter, S., & Davis, P. (2000). Steroid Therapy of a
Proliferating Hemangioma: Histochemical and Molecular Changes. Journal
Pediatri.
Jiyo, S. (2010). Sebaceous Cell Carcinoma of the Upper Eyelid in an Older Patient.
New York: American Family Physician.
Older, J. J. (2003). Eyelid Tumors: Clinical Diagnosis and Surgical Treatment. New
York: Thieme.
47
Oski, F., & Deangelis, C. (1999). Principle and Practice of Pediatrics: Heamngioma.
Philadelphia: WB Saunders.
Shields, J. A., & Shields, C. L. (t.thn.). Eyelid, Conjungtival, and Orbital Tumors: An
Atlas and Text Second Ed. Wolters Kluwer Health.
Skuta, G., Cantor, L., & Weiss, J. (2011). Basic Clinical Science Course: Ophthalmic
Pathology and Intraocular Tumor. American Academy of Ophthalmology, 219.
48