Blok 29 2
Blok 29 2
102009124
Email: nard_czy164@yahoo.com
Latar Belakang
Pada praktisnya tidak perlu mengukur jumlah pendarahan sampai sebanyak itu sebab
menghentikan pendarahan lebih dini akan memberikan prognosis lebih baik. Pada umumnya
bila terdapat pendarahan yang lebih dari normal, apalagi telah menyebabkan perubahan tanda
vital (seperti kesadaran menurun, pucat, limbung, berkeringat dingin, sesak napas, serta tensi
<90 mmHg dan nadi >100/menit) maka penanganan harus segera dilakukan.
Pendarahan pasca persalinan bukanlah suatu diagnosis akan tetapi suatu kejadian
yang harus dicari kausalnya. Misalnya karena atonia uteri, robekan jalan lahir, karena sisa
plasenta, atau oleh karena gangguan pembekuan darah. Sifat pendarahan bisa banyak,
bergumpal-gumpal sampai menyebabkan syok atau terus merembes sedikit demi sedikit tanpa
henti.
1
ANAMNESIS
Identitas pasien
Ditanyakan nama, usia, pekerjaan, suami, agama, dan alamat. Usia untuk menetapkan
risiko tinggi kehamilan bila kurang dari 19 tahun sudah hamil atau lebih dari 35 tahun
bila hamil pertama kali.
Keluhan utama yang mendorong ibu memeriksakan diri
Riwayat perkawinan
Dengan anamnesis dapat juga dikaji perkawinan ibu apakah menikah atau tidak menikah,
berapa kali menikah, atau lamanya menikah, dan setelah berapa tahun baru hamil.
Catatan: perkawinan lebih dari 5 tahun baru hamil termasuk dalam risiko tinggi.
Riwayat kehamilan, persalinan dan kala nifas
- Apakah kehamilan pertama, kedua, atau lebih.
- Apakah kehamilan ini mendapat gangguan berupa emesis gravidarum atau
hiperemesis gravidarum, terjadi pendarahan hamil muda atau gangguan hamil tua.
- Bagaimana persalinan dan kehamilan yang lalu, apakah lahir spontan, aterm dan
hidup serta berapa berat lahir bayi; siapa yang menolong dan di mana pertolongan
dilakukan; apakah pertolongan persalinan dengan tindakan vakum-forsep ekstraksi,
tindakan seksio sesaria, dilakukan induksi persalinan; jumlah anak yang hidup dan
usia anak terkecil, apakah mengalami komplikasi kala nifas, apakah terdapat keluhan
pada tempat kehamilan.1
2
Riwayat penyakit pasien
Perlu ditanyakan apakah pernah menderita penyakit berat, seperti penyakit
tuberculosis, penyakit jantung, riwayat penyakit ginjal, penyakit darah, diabetes mellitus,
dan penyakit jiwa.
Riwayat penyakit keluarga
Gambaran atau diagram usia dan keadaan kesehatan atau usia dan penyebab
kematian, apakah bersumber dari saudara kandung, orangtua, dan kakek nenek. Dokumen
yang menunjukan ada atau tidak adanya penyakit khusus dalam keluarga, seperti
hipertensi, penyakit arteri koroner, dan sebagainya.
Riwayat pribadi dan sosial
Ditanyakan kebiasaan ibu misalnya merokok, minum obat dan jamu, atau hewan
peliharaan.2
PEMERIKSAAN FISIK
3
mengetahui meteorisme dan tanda cairan bebas; auskultasi untuk mengetahui bising usus,
gerak janin dalam rahim, denyut jantung janin, aliran tali pusat, aorta abdominalis, dan
pendarahan retroplasenter.
3. Pemeriksaan Dalam
Pemeriksaan dalam dilakukan baik pada kehamilan muda maupun kehamilan tua.
Pemeriksaan ini untuk mengetahui tanda Hegar, tanda Chadwick, dan tanda Piskacek
pada kehamilan muda yang ditunjukan dengan adanya kontraksi Braxton Hicks, terdapat
balotement, dan pembukaan serviks. Pemeriksaan dalam kehamilan tua dilakukan
terhadap:
- Serviks, yaitu mengetahui perlunakan serviks dan pembukaan serviks;
- Ketuban, yaitu mengetahui apakah sudah pecah atau belum dan apakah ada
ketegangan ketuban;
- Bagian terendah janin, yaitu untuk mengetahui bagian apakah yang terendah dari
janin, penurunan bagian terendah, apakah ada kedudukan rangkap, apakah ada
pengahalang di bagian bawah yang mengganggu jalannya persalinan.
- Perabaan forniks, yaitu untuk mengetahui apakah ada bantalan forniks dan apakah
bagian janin masih dapat didorong ke atas.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Kepastian kehamilan
- Kehamilan intra atau ekstra uterin
- Kehamilan ganda
- Kelainan kongenital-blighied ovum
- Kehamilan mola hidatidosa
4
- Kehamilan dengan komplikasi perdarahan
- Menentukan usia kehamilan
Pemeriksaan ultrasonografi pada trimester kedua dan ketiga dilakukan untuk:
- Menentukan adanya kelainan kongenital
- Menentukan posisi pasti letak kehamilan dan letak plasenta
- Menentukan usia kehamilan (biparietal, lingkaran perut dan dada, panjang femur)
- Mengetahui aktivitas janin dalam rahim (ekstremitas, jantung, pernapasan janin)
- Mengetahui keadaan air ketuban (hidraamnion-oligohidraamnion, kekeruhan air ketuban,
penuntun amniosentesis)
- Mengetahui tentang plasenta (besar-lebar plasenta, klasifikasi plasenta, perdarahan
retroplasenter)
- Mengetahui air ketuban janin dalam rahim (menentukan maturitas paru, kekeruhan air
ketuban, uji biologis lainnya, jenis kelamin janin dalam rahim, dan jumlah air ketuban).
Amnioskopi dengan alat khusus amnioskop dilakukan untuk mengetahui kekeruhan
air ketuban dan mengidentifikasi adanya asfiksia intrauterin dan jumlah air ketuban.
Sitologi cairan vagina dilakukan untuk mengetahui adanya infeksi kandida/
trikomonas, infeksi bakteriologis, atau kemungkinan keganasan serviks.1
DIAGNOSIS KERJA
5
DIAGNOSIS BANDING
Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan pasca
persalinan. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan pasca
persalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan
serviks atau vagina. Setelah persalinan harus selalu dilakukan pemeriksaan vulva dan
perineum. Pemeriksaan vagina dan serviks dengan spekulum juga perlu dilakukan setelah
persalinan.
a. Robekan vulva
Sebagai akibat persalinan, terutama pada seorang primipara, bisa timbul luka pada
vulva di sekitar introitus vagina yang biasanya tidak dalam akan tetapi kadang-kadang
bisa timbul perdarahan banyak, khususnya pada luka dekat klitoris.
b.Robekan perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga
pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan
menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil
daripada biasa, kepala janin melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih
besar dari sirkumferensia suboksipitobregmatika atau anak dilahirkan dengan
pembedahan vaginal.
6
Tingkatan robekan pada perineum:
c. Perlukaan vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum jarang dijumpai.
Kadang ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat
ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat
pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan spekulum. Robekan atas vagina
terjadi sebagai akibat menjalarnya robekan serviks. Apabila ligamentum latum terbuka
dan cabang-cabang arteri uterina terputus, dapat timbul perdarahan yang banyak.
Apabila perdarahan tidak bisa diatasi, dilakukan laparotomi dan pembukaan
ligamentum latum. Jika tidak berhasil maka dilakukan pengikatan arteri hipogastika.
Kolpaporeksis
Adalah robekan melintang atau miring pada bagian atas vagina. Hal ini terjadi
apabila pada persalinan yang disproporsi sefalopelvik terdapat regangan segmen
bawah uterus dengan serviks uteri tidak terjepit antara kepala janin dengan tulang
panggul, sehingga tarikan ke atas langsung ditampung oleh vagina. Jika tarikan ini
melampaui kekuatan jaringan, terjadi robekan vagina pada batas antara bagian
teratas dengan bagian yang lebih bawah dan yang terfiksasi pada jaringan
sekitarnya. Kolpaporeksis juga bisa timbul apabila pada tindakan per vaginam
dengan memasukkan tangan penolong ke dalam uterus terjadi kesalahan, dimana
fundus uteri tidak ditahan oleh tangan luar untuk mencegah uterus naik ke atas.
Fistula
Fistula akibat pembedahan vaginal makin lama makin jarang karena tindakan
vaginal yang sulit untuk melahirkan anak banyak diganti dengan seksio secarea.
Fistula dapat terjadi mendadak karena perlukaan pada vagina yang menembus
7
kandung kemih atau rektum, misalnya oleh perforator atau alat untuk dekapitasi,
atau karena robekan serviks menjalar ke tempat menjalar ke tempat-tempat tersebut.
Jika kandung kemih luka, urin segera keluar melalui vagina. Fistula dapat berupa
fistula vesikovaginalis atau rektovaginalis.
d.Robekan serviks
Apabila ada robekan, serviks perlu ditarik keluar dengan beberapa cunam ovum,
supaya batas antara robekan dapat dilihat dengan baik. Apabila serviks kaku dan his
kuat, serviks uteri dapat mengalami tekanan kuat oleh kepala janin, sedangkan
pembukaan tidak maju. Akibat tekanan kuat dan lama ialah pelepasan sebagian serviks
atau pelepasan serviks secara sirkuler. Pelepasan ini dapat dihindarkan dengan seksio
secarea jika diketahui bahwa ada distosia servikalis.
8
Pendarahan Post Partum et causa Retensio Plasenta
Bila plasenta tetap tertinggal dalam uterus setengah jam setelah anak lahir disebut
sebagai retensio plasenta. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan pertolongan aktif kala
tiga bisa disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus. Disebut sebagai
plasenta akreta bila implantasi menembus desidua basalis dan nitabuch layer, disebut
sebagai plasenta inkreta bila plasenta sampai menembus miometrium dan disebut plasenta
perkreta bila vili korialis sampai menembus perimetrium. Faktor predisposisinya terjadi
plasenta akreta adalah plasenta previa, bekas seksio sesarea, pernah kuret berulang, dan
multiparitas. Bila sebagian kecil dari plasenta masih tertinggal dalam uterus disebut rest
placenta dan dapat menimbulkan PPP primer atau (lebih sering) sekunder. Proses kala III
didahului dengan tahap pelepasan/separasi plasenta akan ditandai oleh pendarahan per
vaginam (cara pelepasan Duncan) atau plasenta sudah sebagian lepas tetapi tidak keluar
pervaginam (cara pelepasan Schultze) sampai akhirnya tahap ekspulsi, plasenta lahir.
Pada retensio plasenta, sepanjang plasenta belum terlepas, maka tidak menimbulkan
pendarahan. Sebagian plasenta yang sudah lepas dapat menimbulkan pendarahan yang
cukup banyak (pendarahan kala III) dan harus diantisipasi dengan segera melakukan
placenta manual, meskipun kala uri belum lewat setengah jam.
Sisa plasenta bisa diduga bila kala uri berlangsung tidak lancar, atau setelah
melakukan plasenta manual atau menemukan adanya kotiledon yang tidak lengkap pada
saat melakukan pemeriksaan plasenta dan masih ada pendarahan dari ostium uteri
eksternum pada saat kontraksi rahim sudah baik dan robekan jalan lahir sudah terjahit.
Untuk itu, harus dilakukan eksplorasi ke dalam rahim dengan cara manual/ digital atau
kuret dan pemberian uretonika. Anemia yang ditimbulkan setelah pendarahan dapat diberi
transfusi darah sesuai dengan keperluannya.
1. Plasenta belum terlepas dari dinding uterus karena tumbuh melekat lebih dalam.
Perdarahan tidak akan terjadi jika plasenta belum lepas sama sekali dan akan terjadi
perdarahan jika lepas sebagian. Hal ini merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.
Menurut tingkat perlekatannya dibagi menjadi:
9
c. Plasenta akreta, menembus lebih dalam ke miometrium tetapi belum menembus
serosa.
d. Plasenta perkreta, menembus sampai serosa atau peritoneum dinding rahim.
2. Plasenta sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh
tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga
terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya
plasenta (plasenta inkarserata)
Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah fundus naik dimana pada perabaan uterus
terasa bulat dan keras, bagian tali pusat yang berada di luar lebih panjang dan terjadi
perdarahan sekonyong-konyong. Cara memastikan lepasnya plasenta:
1. Kustner
Tangan kanan menegangkan tali pusat, tangan kiri menekan di atas simfisis. Bila tali
pusat tak tertarik masuk lagi berarti tali pusat telah lepas.
2. Strassman
Tangan kanan menegangkan tali pusat, tangan kiri mengetuk-ngetuk fundus. Jika
terasa getaran pada tali pusat, berarti tali pusat belum lepas.
3. Klein
Ibu disuruh mengejan. Bila plasenta telah lepas, tali pusat yang berada diluar
bertambah panjang dan tidak masuk lagi ketika ibu berhenti mengejan.
Apabila plasenta belum lahir ½ jam-1 jam setelah bayi lahir, harus diusahakan
untuk mengeluarkannya. Tindakan yang dapat dikerjakan adalah secara langsung dengan
perasat Crede dan Brant Andrew dan secara langsung adalah dengan manual plasenta.
10
hipofibrinogenemia, dan terdeteksi adanya FDP (fibrin degradation product) serta
perpanjangan tes protrombin dan PTT (partial tromboplastin time).
Predisposisi untuk terjadinya hal ini adalah solutio plasenta, kematian janin dalam
kandungan, eklampsia, emboli cairan ketuban, dan sepsis. Terapi yang dilakukan adalah
dengan transfusi darah dan produknya seperti plasma beku segar, trombosit, fibrinogen
dan heparinisasi atau pemberian EACA (epsilon amino caproid acid). (buku merah)
Kegagalan pembekuan darah atau koagulopati dapat menjadi penyebab dan akibat
perdarahan yang hebat. Gambaran klinisnya bervariasi mulai dari perdarahan hebat
dengan atau tanpa komplikasi trombosis, sampai keadaan klinis yang stabil yang hanya
terdeteksi oleh tes laboratorium. Setiap kelainan pembekuan, baik yang idiopatis maupun
yang diperoleh, dapat merupakan penyulit yang berbahaya bagi kehamilan dan
persalinan, seperti pada defisiensi faktor pembekuan, pembawa faktor hemofilik A
(carrier), trombopatia, penyakit Von Willebrand, leukemia, trombopenia dan purpura
trombositopenia. Dari semua itu yang terpenting dalam bidang obstetri dan ginekologi
ialah purpura trombositopenik dan hipofibrinogenemia.
a. Purpura trombositopenik
Penyakit ini dapat bersifat idiopatis dan sekunder. Yang terakhir disebabkan oleh
keracunan obat-obat atau racun lainnya dan dapat pula menyertai anemia aplastik,
anemia hemolitik yang diperoleh, eklampsia, hipofibrinogenemia karena solutio
plasenta, infeksi, alergi dan radiasi.
b. Hipofibrinogenemia
Adalah turunnya kadar fibrinogen dalam darah sampai melampaui batas tertentu,
yakni 100 mg%, yang lazim disebut ambang bahaya (critical level). Dalam kehamilan
kadar berbagai faktor pembekuan meningkat, termasuk kadar fibrinogen. Kadar
fibribogen normal pada pria dan wanita rata-rata 300mg% (berkisar 200-400mg%),
dan pada wanita hamil menjadi 450mg% (berkisar antara 300-600mg%).4
11
ETIOLOGI
Pendarahan postpartum dibagi atas dua yaitu pendarahan postpartum dini bila
pendarahan terjadi dalam 24 jam pertama dan pendarahan postpartum lambat bila pendarahan
terjadi setelah 24 jam pertama.
- Atonia uteri. Pada atonia uteri, uterus tidak mengadakan kontraksi dengan baik dan ini
merupakan sebab utama dari pendarahn postpartum. Uterus yang sangat teregang
(hidraamnion, kehamilan ganda atau kehamilan dengan janin besar), partus lama dan
pemberian narkosis merupakan predisposisi untuk terjadinya atonia uteri.
- Laserasi jalan lahir. Perlukaan serviks, vagina dan perineum dapat menimbulkan
pendarahan yang banyak bila tidak direparasi segera.
- Hematoma. Hematoma biasanya terdapat pada daerah-daerah yang mengalami laserasi
atau pada daerah jahitan perineum.
- Lain-lain
a. Sisa plasenta atau selaput janin yang menghalangi kontraksi uterus, sehingga masih
ada pembuluh darah yang tetap terbuka.
b. Ruptura uteri
c. Inversio uteri
EPIDEMIOLOGI
12
kelahiran hidup, dan data WHO menunjukkan bahwa 25% dari kematian maternal disebabkan
oleh perdarahan post partum dan diperkirakan 100.000 kematian matenal tiap tahunnya.
Frekuensi PPH terkait dengan manajemen kala III persalinan. Ini adalah periode dari
pengiriman selesai dari bayi sampai pengiriman selesai plasenta. Data dari beberapa sumber,
termasuk beberapa uji coba besar secara acak dilakukan di negara industri, menunjukkan
bahwa tingkat prevalensi PPH lebih dari 500 mL adalah sekitar 5% pada saat manajemen
aktif digunakan dibandingkan 13% pada saat manajemen hamil digunakan. Tingkat
prevalensi PPH lebih dari 1000 mL adalah sekitar 1% saat manajemen aktif digunakan
dibandingkan 3% pada saat manajemen hamil digunakan.
Negara-negara berkembang
1. Regangan rahim berlebihan karena kehamilan gemeli, polihidramion, atau anak terlalu
besar.
2. Kelelahan karena persalinan lama atau karena persalinan kasep.
3. Kehamilan grande-multipara
4. Ibu dengan keadaan umum yang jelek, anemis, atau menderita penyakit menahun.
5. Mioma uteri yang mengganggu kontraksi rahim.
6. Infeksi intrauterin (korioamnionitis).
7. Ada riwayat pernah atonia uteri sebelumnya.
13
GEJALA KLINIS
Hemorraghe postpartum digunakan untuk persalinan dengan umur kehamilan lebih dari 20
minggu, karena apabila umur kehamilan kurang dari 20 minggu disebut sebagai aborsi
spontan. Beberapa gejala yang bisa menunjukkan hemorraghe postpartum :
5. Pembengkakan dan nyeri pada jaringan daerah vagina dan sekitar perineum
14
PATOFISIOLOGI
Atonia uteri adalah kedaan lemahnya atau gagalnya tonus/ kontraksi otot rahim yang
menyebabkan uterus tidak mampu menutup pendarahan terbuka dari tempat implantasi
plasenta setelah bayi dan plasenta lahir. Pendarahan postpartum bisa dikendalikan melalui
kontraksi dan retraksi serta-serta miometrium. Kontraksi dan retraksi ini menyebabkan
terlipatnya pembuluh-pembuluh darah sehingga aliran darah ke tempat plasenta terhenti.
Kegagalan mekanisme akibat gangguan fungsi miometrium dinamakan atonia uteri.
15
Atonia uteri merupakan penyebab tersering pendarahan postpartum, sekurang-kurangnya 2/3
dari semua pendarahan post partum disebabkan oleh atonia uteri.6
Miometrium terdiri dari tiga lapisan dan lapisan tengah merupakan bagian yang
terpenting dalam hal kontraksi untuk menghentikan perdarahan pasca persalinan. Miometrum
lapisan tengah tersusun sebagai anyaman dan ditembus oleh pembuluh darah. Masing-masing
serabut mempunyai dua buah lengkungan sehingga tiap-tiap dua buah serabut kira-kira
berbentuk angka delapan. Setelah partus, dengan adanya susunan otot seperti tersebut diatas,
jika otot berkontraksi akan menjepit pembuluh darah. Ketidakmampuan miometrium untuk
berkontraksi ini akan menyebabkan terjadinya pendarahan pasca persalinan.
1. Partus lama
2. Pembesaran uterus yang berlebihan pada waktu hamil, seperti pada hamil kembar,
hidramnion atau janin besar
3. Multiparitas
5. Anestesi lumbal
Selain karena sebab di atas atonia uteri juga dapat timbul karena salah penanganan
kala III persalinan, yaitu memijat uterus dan mendorongnya ke bawah dalam usaha
melahirkan plasenta, dimana sebenarnya plasenta belum terlepas dari dinding uterus (chapter
II)
Selama kehamilan, volume darah ibu meningkat sekitar 50% (dari 4 sampai 6 L L).
Volume plasma meningkat agak lebih dari volume sel darah merah total, menyebabkan
penurunan konsentrasi hemoglobin dan nilai hematokrit. Peningkatan volume darah berfungsi
16
untuk memenuhi kebutuhan perfusi dari unit rendah resistensi uteroplasenta dan untuk
menyediakan cadangan untuk kehilangan darah yang terjadi saat persalinan.
Pada panjang, aliran darah ke rahim diperkirakan adalah 500-800 mL / menit, yang
merupakan 10-15% dari curah jantung. Sebagian besar ini melintasi aliran tempat tidur
rendah resistensi plasenta. Pembuluh darah uterus yang memasok situs plasenta melintasi
menenun serat miometrium. Seperti pengiriman kontrak berikut serat, retraksi miometrium
terjadi. Pencabutan adalah karakteristik unik dari otot rahim untuk mempertahankan
panjangnya dipersingkat setelah setiap kontraksi berturut-turut. Pembuluh darah dikompresi
dan tertekuk oleh banji silang, dan, biasanya, aliran darah dengan cepat tersumbat. Ini
susunan ikatan otot telah disebut sebagai "ligatures hidup" atau "jahitan fisiologis" rahim.
Atonia uteri adalah kegagalan dari serat miometrium rahim untuk berkontraksi dan
menarik kembali. Ini adalah penyebab paling penting dari PPH dan biasanya terjadi segera
setelah melahirkan bayi, sampai 4 jam setelah melahirkan. Trauma pada saluran kelamin
(yaitu, rahim, serviks uterus, vagina, labia, clitoris) dalam hasil kehamilan pada perdarahan
signifikan lebih daripada yang terjadi di negara tidak hamil karena peningkatan suplai darah
ke jaringan-jaringan. Trauma secara khusus berkaitan dengan melahirkan bayi, baik melalui
vagina secara spontan atau dibantu atau dengan kelahiran sesar, juga sangat besar dan dapat
menyebabkan gangguan signifikan dari jaringan lunak dan robeknya pembuluh darah. 3
PENATALAKSANAAN
Banyaknya darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan umum pasien. Pasien
bisa masih dalam keadaan sadar, sedikit anemis, atau sampai syok berat hipovolemik.
Tindakan pertama yang harus dilakukan bergantung pada keadaan kliniknya.
Pada umumnya dilakukan secara simultan (bila pasien syok) hal-hal sebagai berikut:
17
- Kompresi bimanual eksternal dan atau internal.
- Kompresi aorta abdominalis.
- Pemasangan “tampon kondom”, kondom dalam kavum uteri disambung dengan
kateter, difiksasi dengan karet gelang dan diisi cairan infus 200 ml yang akan
mengurangi pendarahan dan menghindari tindakan operatif.
- Catatan: tindakan memasang tampon kasa utero-vaginal tidak dianjurkan dan hanya
bersifat temporer sebelum tindakan bedah ke rumah sakit rujukan.
Bila semua tindakan itu gagal, maka dipersiapkan untuk dilakukan tindakan operatif
laparotomi dengan pilihan bedah konservatif (mempertahankan uterus) atu melakukan
histerektomi. Alternatifnya berupa:
- Ligasi arteria uterina atau arteria ovarika
- Operasi ransel B Lynch
- Histerektomi supravaginal
- Histerektomi total abdominal3
1). Masase uterus + pemberian utero tonika (infus oksitosin 10 IU s/d 100 IU dalam 500 ml
Dextrose 5%, 1 ampul Ergometrin I.V, yang dapat diulang 4 jam kemudian, suntikan
prostaglandin.
2). Kompresi bimanual
Jika tindakan poin satu tidak memberikan hasil yang diharapkan dalam waktu yang
singkat, perlu dilakukan kompresi bimanual pada pada uterus. Tangan kiri penolong
dimasukkan ke dalam vagina dan sambil membuat kepalan diletakkan pada forniks
anterior vagina. Tangan kanan diletakkan pada perut penderita dengan memegang fundus
uteri dengan telapak tangan dan dengan ibu jari di depan serta jari-jari lain dibelakang
uterus. Sekarang korpus uteri terpegang dengan antara 2 tangan; tangan kanan
melaksanakan massage pada uterus dan sekalian menekannya terhadap tangan kiri.
18
3). Tampon utero-vaginal secara lege artis, tampon diangkat 24 jam kemudian.
Tindakan ini sekarang oleh banyak dokter tidak dilakukan lagi karena umumnya dengan
dengan usaha-usaha tersebut di atas pendarahan yang disebabkan oleh atonia uteri sudah
dapat diatasi. Lagi pula dikhawatirkan bahwa pemberian tamponade yang dilakukan
dengan teknik yang tidak sempurna tidak menghindarkan pendarahan dalam uterus
dibelakang tampon. Tekanan tampon pada dinding uterus menghalangi pengeluaran darah
dari sinus-sinus yang terbuka; selain itu tekanan tersebut menimbulkan rangsangan pada
miometrium untuk berkontraksi.
Tindakan ligasi arteri uterina dan arteri hipogastrika dilakukan untuk yang masih
menginginkan anak. Tindakan yang bersifat sementara untuk mengurangi perdarahan
menunggu tindakan operatif dapat dilakukan metode Henkel yaitu dengan menjepit
cabang arteri uterina melalui vagina, kiri dan kanan atau kompresi aorta abdominalis.
c) histerektomi
Dosis dan cara IV : 20 IU dalam 1 l IM atau IV (lambat) Oral atau rektal 400
pemberian larutan garam fisio : 0.2 mg μg dapat diulang
logis dengan tetesan sampai 1200 μg
cepat
IM : 10 IU
19
Dosis maksimal per Tidak lebih dari 3 l Total 1 mg atau 5 Total 1200 μg atau 3
hari larutan dengan Oksi- dosis dosis
tosin
Kontra Indikasi Pemberian IV secara Preeklampsia, Nyeri kontraksi
cepat atau bolus vitium cordis, Asma
hipertensi
KOMPLIKASI
1. Syok hipovolemik.
2. Mudah terjadi komplikasi infeksi terutama akibat pendarahan yang berasal dari trauma
jalan lahir.
3. Sindroma sheehan:
a. Terjadi atropi dan nekrosis dari master of gland, kelenjar hipofisis dan berbagai
tingkatannya.
b. Gambaran gejala penuh digambarkan pertama kali olehn Sheehan dan Murdoch 1938,
sebagai berikut:
Amenorrhea
Gagal memberikan laktasi karena payudara atropi
Hilangnnya bulu sebagai tanda seksual sekunder:
- Pada pubis
- Pada ketiak
Gangguan kelenjar lainnya:
- Hipotiroidisme
- Insufisiensi kelenjar adrenal
c. Patogenesisnya tidak diketahui dengan pasti, tetapi terjadi gangguan dalam sekresi
hormon tropik pada kelenjar sehingga mengalami gangguan.
d. Gangguan klinik sesuai dengan fungsi hormonalnya.
e. Sindroma Sheehan dapat terjadi pada pendarahan antepartum dan post partum.
Whitehead menemukan terjadi atropi dan nekrosis sel tertentu pada master of
gland hipophise sehingga pengeluaran hormon atropik terganggu.
20
f. Anemia berkepanjangan
Terjadi gangguan untuk dapat pulih kembali.
Memerlukan waktu yang panjang.7
PENCEGAHAN
- Persiapan sebelum hamil untuk memperbaiki keadaan umum dan mengatasi setiap
penyakit kronis, anemia, dan lain-lain sehingga pada saat hamil dan persalinan pasien
tersebut dalam keadaan optimal.
- Mengenal faktor predisposisi pasca persalinan seperti multiparitas, anak besar, hamil
kembar, hidraamnion, bekas seksio, ada riwayat pendarahan pasca persalinan
sebelumnya dan kehamilan risiko tinggi lainnya yang risikonya akan muncul saat
persalinan.
- Persalinan harus selesai dalam waktu 24 jam dan pencegahan partus lama.
- Kehamilan risiko tinggi agar melahirkan di fasilitas rumah sakit rujukan.
- Kehamilan risiko rendah agar melahirkan di tenaga kesehatan terlatih dan
menghindari persalinan dukun.
- Menguasai langkah-langkah pertolongan pertama menghadapi pendarahan pasca
persalinan dan mengadakan rujukan sebagaimana mestinya.7
PROGNOSIS
21
KESIMPULAN
Pendarahan post partum adalah hilangnnya 500 ml atau lebih darah setelah kala 3
persalinan selesai. Bagaimanapun, hampir seluruh wanita yang melahirkan pervaginam
mengeluarkan darah dalam jumlah tersebut atau lebih, apabila diukur secara kuantitatif.
Pada praktisnya tidak perlu mengukur jumlah pendarahan sampai sebanyak itu sebab
menghentikan pendarahan lebih dini akan memberikan prognosis lebih baik. Pada umumnya
bila terdapat pendarahan yang lebih dari normal, apalagi telah menyebabkan perubahan tanda
vital maka penanganan harus segera dilakukan.
Pendarahan pasca persalinan bukanlah suatu diagnosis akan tetapi suatu kejadian
yang harus dicari kausalnya. Dengan demikian dapat ditangani dengan segera sesuai dengan
kausalnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Manuaba Ida Ayu Chandranita, Manuaba Ida Bagus Gde Fajar. Buku ajar patologi
osbtetri. Konsep pemeriksaan obstetri. Jakarta: EGC; 2008. Hal 1- 7.
2. Kurnia Yasavati, Morosidi Saptoyo, Hartono Arief, Marbun Erna, Hartanto, Naland
Henry, dkk. Buku panduan keterampilan klinik (skills lab). Jilid 6. Keterampilan obstetri.
Jakarta: Biro Publikasi FK Ukrida; 2008. Hal 94-7
3. Prawirohardjo Sarwono. Ilmu kebidanan. Pendarahan pasca persalinan. Edisi Keempat.
Jakarta: Bina Pusataka Sarwono Prawihardjo; 2011. Hal 522-29.
4. Khoman JS. Pendarahan Hamil Tua dan Pendarahan Post Partum. Cermin Dunia
Kedokteran. Edisi Khusus No. 80, 1992 : 60-63.
5. Smith John. Hemorraghe Postpartuum. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/275038-overview#a0199, 25 Mei 2012
6. Cunningham FG, MacDonald PC, Gant NF. Obstetri william. Pendarahan Obstetri. Edisi
21. Jakarta: EGC; 2005. Hal 704-09
7. Manuaba Ida Bagus. Pengantar kuliah obstetri. Kelainan abnormal pada kala III. Jakarta:
EGC; 2007. Hal 821.
Daftar pustaka
22
8.
9. Swartz MH. Buku ajar diagnostik fisik. Jakarta: EGC;2007:h.3-11
10. Manuaba Ida Ayu Chandranita, Manuaba Ida Bagus Gede Fajar. Buku ajar patologi
osbtetri. Jakarta: EGC; 2008.h.1-7.
11. Cunningham FG, MacDonald PC, Gant NF. Obstetri william. Pendarahan obstetri. Edisi
21. Jakarta: EGC; 2005.h.704-09
12. Sulaiman S. Obstetri patologi: Ilmu kesehatan reproduksi. Edisi 2. Jakarta: ECG,
2004.h.172.
13. Saworno P. Ilmu kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2008.h.522-9.
14. Hogan MC, et al. Maternal mortality for 181 countries, 1980–2008: a systematic analysis
of progress towards Millennium Development Goal 5. Lancet 2010;375:1609–23.
15. Ramanathan, Gand Arulkumaran, S. Postpartum Hemorrhage. J Obstet Gynaecol Can
2006;28(11):967–973.
23