Anda di halaman 1dari 12

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Deskripsi Ayam Broiler

Ayam broiler merupakan hasil budidaya teknologi modern yang memiliki

karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat, konversi

pakan yang baik dan dapat dipotong pada usia yang relatif muda sehingga

sirkulasi pemeliharaannya lebih cepat dan efisien serta menghasilkan daging yang

berkualitas baik (Murtidjo, 1992). Untuk mendapatkan produksi daging, ayam

broiler di pelihara sampai berumur kurang dari 6 minggu dengan berat kurang

lebih 1,5 kilogram (Siregar, dkk. 1982; Rasyaf, 1993; North.1984; dan

Anggrorodi, 1994).

2.2. Probiotik EM-4 (Effective Microorganism – 4)

Upaya mendapatkan performan ayam broiler yang optimal, banyak di

rekomendasikan para oleh para peneliti salah satunya adalah pemberian bahan

tambahan. Bahan tambahan adalah bahan makanan berupa campuran preparat

preparat, guna melengkapipakan ayang sudah jadi untuk membantu pencernaan

(Anggorodi 1994 ). Mulailah muncul istilah probiotik di bidang peternakan.

Probiotik berasal dari bahasa Yunani yang artinya “untuk hidup” istilah ini

dulunya di gunakan oleh Liley dan Stillwey, yang kemuadian di kutip oleh Fuller

(1992) untuk menjelaskan suatu zat yang di ekskresiakan oleh suatu

mikroorganisme yang mampu menstimulai pertumbuhan. Probiotik adalah bahan

tambahan mikroba hidup yang secara menguntungkan mempengaruhi induk

7
8

semang melalui perbaikan keseimbangan mikroorganisme dalam saluran

pencernaan .Definisi termuktahir melalui probiotik adalah suatu produk yang

mengandung mikroorganisme hidup dan non patogen yang diberikan\ kepada

hewan untuk memperbaiki laju pertumbuhan, konsumsi ransum dan kesehatan

hewan (Fuller 1992).

Probiotik yang mulai di kenal adalah EM-4 (Effective Microorganisms -4).

Produk ini berupa media kultur berbentuk cairan yang dapat di simpan lama

dengan pH 4,5 dan berwarna kuning coklat. EM-4 ini sering digunakan pada

ternak rumiansia karena dapat mencerna serat kasar, sedang kan pada non

ruminansia tidak banyak di gunakan karena ransum tidak banyak mengandung

serat kasar. EM-4 mengandung berbagai macam mikroorganisme, di antaranya

adalah Lactobacillus sp, yang merupakan 90% kandungannya. Bakteri lainya

yang telah teidentifikasi ialah bakteri penghasil asam laktat , Streptomyces sp,

jamur pengurai selulosa, bakteri pelarut fosfat dan ragi (Soeharsono 1996 ).

Aplikasi sebenarnya dari EM-4 sebelum di manfaatkan untuk kepentingan

ternak merupakan suatu terobosan terbaru di bidang pertanian untuk mengatasi

pupuk organik. Konsep EM di kembangkan oleh Teruo Higa dari University Of

The Ryukyus, Okinawa Jepang. EM terdiri dari campuran mikroorganisme tanah

dan tanaman. Penelian telah menunjukkan bahwa inokulasi EM ke dalam sistem

tanah dan tanaman dapat meningkatkan kualitas tanah, kesehatan tanah,

pertumbuhan, produksi serta kualitas tanaman ( Higa dan Parr, 1997)


9

Sesuai rekomendasi Badan Pendidikan dan Pelatihan Pertanian (1996), teknologi

EM dapat digunakan dengan empat cara yaitu sebagai larutan stok EM-1, larutan

EM-5, bhokasi EM dan sebagai ekstrak tanaman yang di fermentasi. Proses

terpenting dalam tercapainya tujuan inokulasi EM pada tanah atau limbah

pertanian/peternakan adalah fermentasi. Fermentasi yang di lakukan

mikroorganisme-mikroorganisme EM telah mempercepat pembentukan pupuk

organik dan menghasilkan senyawa- senyawa organik berupa asam amino, asam

laktat, gula, alkohol, vitamin, protein dan senyawa organik lainya yang mudah di

serap oleh akar. Melalui hasil proses fermentasi tersebut, sehingga dapat : a).

menekan pertumbuhan patogen tanah, b). mempercepat komposisi limbah dan

sampah organik, c). meningkatkan ketersediakan nutrisi dan senyawa organik

pada tanaman, d).meningkatkan aktivasi mikroorganisme indegerus

yangmenguntungkan, e) mengfiksasi nitrogen, f) mengurangi kebutuhan pupuk

dan pestisida kimia. Dengan komposisi yang sama EM juga mempermentasi

limbah dan kotoran ternak, sehingga lingkungan kandang menjadi tidak bau,

ternak tidak mengalami stress, dan performan ternak menjadi lebih baik

(Wididana dkk. 1996).

2.3. Peranan Probiotik Dalam Bidang Peternakan

Pencernaan dan penyerapan zat–zat makanan dalam tubuh broiler sangat

penting untuk membantu pertumbuhan, sistem pencernaan adalah sebuah sistem

yang terdiri dari saluran pencernaan yang di lengkapi dengan beberapa organ yang

berperan atas pengambilan, penerimaan dan perncernaan bahan makanan. Sistem

pencernaan terdiri dari saluran pencernaan yang dapat di bagi atas rongga mulut
10

(termasuk phariynx), kerongkongan, tembolok, proventikulus, ampela, kantong,

empedu, pankreas, hati, usus halus (duedenum, ileum dan jejenum), usus buntu,

usus besar, dan kloaka (Technical center for agricultural and Rural Co-

Operation, 1987 dan Tilman dkk., 1991).

Proses pencernaan bahan makanan berlangsung dengan dua cara yaitu

enzimatik dan mikrobial. Pencernaan enzimatik di laksanakan oleh enzim-enzim

yang di hasilkan oleh berbagai kelenjar, sedangkan sejumlah bakteri yang terdapat

dalam tembolok membantu proses pencernaan dan menghasilkan asam- asam

organik, sedangkan di bagian usus halus (jejenum dan ileum) terjadi penyerapan

zat-zat makanan (Anggorodi,1995). Selanjutnya diketahui pula terdapat aktifitas

jasad renik yang terjadi di usus buntu dan usus besar, yang mensintesa vitamin B

dan hemiselulosa mengalami sedikit hidrolisa (Tilman dkk. 1991)

Di usus, mikroorganisme hidup pada suatu ekosistem yang komponennya

terdiri atas makhluk-makhluk biotik dan benda non biotik, dan umumnya

membentuk koloni. Diperkirakan jumlah spesies mikroorganisme dalam usus

mencapai 400 spesies, ada yang bersifat antagonik artinya mikroorganisme

tertentu mampu menurunkan jumlah mikroorganisme lainnya, ada yang

sinergestik artinya ada ketergantungan satu dengan yang lainnya sehingga

keduanya dapat berkembang. (Soeharsono,1996)

Dalam lingkungan alam, pembentukan populasi mikroorganisme di dalam

saluran pencernaan hewan berdarah panas, terjadi segera setelah kelahiran.

Berbagai jenis mikroba yang terbentuk tersebut, peka terhadap perubahan-


11

perubahan yang dapat timbul di dalam saluran pencernaan tersebut. Faktor

tersebut antara lain suhu yang baik, penyediaan zat nutrisi yang kesinambungan

dan cairan essensial. (Wididana, dkk., 1996)

Umumnya terdapat dua jenis populasi mikrobial berbeda, yang dapat

terbentuk di dalam saluran pencernaan. Pertama adalah mikrobial yang erat

hubungannya dengan epithel usus dan kedua adalah mikrobial yang terdapat bebas

di rongga usus. Populasi yang terbentuk, dapat bermanfaat atau dapat

membahayakan bagi induk semang, selain dapat menyebabkan penyakit-penyakit

khusus, terutama mikrobial tersebut dapat bersaing dengan zat-zat nutrisi

essensial. Kebalikannya bila populasi mikrobial yang bermanfaat, induk semang

dapat pula memperoleh manfaat dari populasi tersebut.

Situasi ideal sepanjang kehidupan ternak akan memelihara sejumlah

mikrobial bermanfaat dalam saluran pencernaan. Hal tersebut akan menjamin,

bahwa setiap saat ternak tersebut akan mempunyai keseimbangan mikrobial yang

tepat. Kenyataan di lapangan hal tersebut di atas tidak dapat tercapai.

Penambahan mikroorganisme dan atau zat-zat lainnya ke dalam ransum, membuat

ternak memperoleh “dorongan” untuk membuat populasi mikrobial yang tepat.

(Fuller,1997 yang dikutip Haddadin, dkk., 1995)

Bahkan bakteri dapat digunakan untuk mengontrol atau menaikkan kondisi

lingkungan yang tepat untuk membuat populasi mikrobial ideal di dalam saluran

pencernaan ternak. Mikroorganisme ini akan menaikkan metabolisme dan

menekan bakteri lainnya yang tidak diinginkan. Biakan bakteri khusus yang dapat
12

digunakan untuk tujuan tersebut adalah biakan yang mengandung Lactobacillus.

(Fuller, 1992). Mikroorganisme tertentu (terutama Lactobacillus sp.) yang ada

dalam saluran pencernaan ternak akan menjamin pembentukan efektif

mikroorganisme dengan mengontrol atau memperbaiki kondisi lingkungan

didalam saluran pencernaan. (Yeo dan Kim, 1997)

Lactobacilllus sp. mampu memproduksi sejumlah besar bakteri dari

karbohidrat sederhana dan bersamaan dengan itu dapat tahan terhadap derajat

soliditas tinggi yang biasanya fatal bagi bakteri lainnya. Asam laktat dan HCl

yang terbentuk mengatur pH medium agar menjadi 4,5. Efek yang terjadi

pertumbuhan E. Colli terhambat oleh pH rendah. Asam laktat terlihat merintangi

pertumbuhan E. Colli dan daya hambat asam hidrokhlorat adalah identik dengan

yang diperoleh dari asam laktat. Dilaporkan pula bahwa hambatan E. Colli di

dalam tembolok bergantung kepada adanya Lactobacillus. (Fuller, 1997 yang

dikutip Anggorodi, 1995)

Galur Lactobacillus dapat mendiami permukaan saluran pencernaan hanya

apabila mikroorganisme tersebut dapat berkembang biak dalam kondisi

lingkungan dan nutrisi yang sesuai. Ayam yang diberi makan biakan

Lactobacillus, keseimbangan mikroflora asam laktat yang telah terbentuk di dalam

ransum atau air minum, dapat meningkatkan kembali populasi mikrobial yang

menguntungkan di saluran pencernaan. (Anggarodi, 1994 dan Hovenaar ; Hulmt

Veld, 1992 yang dikutip oleh Haddadin, dkk., 1996).


13

Biakan bakteri yang mulai banyak digunakan perlemak sebagai pakan

imbuhan adalah probiotik EM-4 bagi pertumbuhan dan produksi ternak

(Songgolangit, 1993). Effective microorganisms-4 sebagai produk probiotik

merupakan campuran mikroorganisme yang tidak hanya menjaga keseimbangan

ekosistem mikroorganisme yang bermanfaat di dalam saluran pencernaan, namun

juga menghasilkan enzim-enzim yang mampu mencerna serat kasar, protein kasar,

lemak, antara lain amilase, maltase, sukrase, dehydrogenase, profonase,

transaminase, polipeptidase dan amilase, serta mampu mendetoksifikasi zat racun

atau metabolismenya. Selanjutnya, dilaporkan pula bahwa EM-4 dapat

memfermentasikan bahan organik dalam saluran pencernaan dengan melepaskan

gula, vitamin, asam laktat, asam amino, dan senyawa organik lainnya. Fermentasi

yang terjadi juga tidak melepaskan gas yang berbau busuk. Effective

Microorganisms-4 merupakan suatu dimensi tambahan untuk mengoptimalkan

pemanfaatan dari zat-zat makanan dan mengefisienkan makanan. Selain itu EM-4

dapat meningkatkan kesehatan, menekan bakteri patogen, dan mengurangi bau

kotoran ternak. (Higa, 1994 dan Wididana, dkk.,1996

2.4. Konsumsi ransum

Ransum merupakan kumpulan bahan makanan yang layak dimakan oleh

ayam dan telah disusun mengikuti aturan tertentu yang meliputi nilai kebutuhan

gizi bagi ayam dan nilai kandungan gizi dari bahan makanan yang digunakan

(Rasyaf, 1999).

Pakan yang dikonsumsi sebagian dicerna dan diserap tubuh. Sebagian yang

tidak dicerna diekskresikan dalam bentuk feses. Zat-zat makanan (nutrien) dari
14

pakan yang dicerna digunakan untuk sejumlah proses di dalam tubuh.

Penggunaannya secara pasti bervariasi, tergantung spesies, umur, dan

produktivitas unggas. Sebagian besar unggas menggunakan zat-zat makanan yang

diserap untuk fungsi esensial, seperti metabolisme tubuh, memelihara panas

tubuh, serta mengganti dan memperbarui sel-sel tubuh dan jaringan. Penggunaan

pakan untuk pertumbuhan, penggemukan, atau produksi telur dikenal sebagai

kebutuhan produksi (Suprijatna, 2005).

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi konsumsi pakan antara lain besar

dan berat badan, kondisi fisiologis ternak serta gerak laju dari makanan tersebut di

dalam alat pencernaan ternak. Laju makanan dalam alat pencernan dapat

mempengaruhi jumlah makanan yang dikonsumsi, yakni makin cepat aliran

makanan dalam alat pencernaan makin banyak pula jumlah makanan yang

dikonsumsi. Selain itu, faktor yang mempengaruhi konsumsi adalah palatabilitas

dan selera. Palatabilitas dipengaruhi oleh bau, rasa, tekstur, dan suhu makanan

yang diberikan. Selera merupakan faktor internal yang merangsang rasa lapar.

Faktor lain yang juga mempengaruhi konsumsi adalah ternak, lingkungan, dan

stres karena penyakit (Wahju, 1978).

Ransum yang baik harus mengandung karbohidrat, protein, lemak,

vitamin, dan mineral dalam jumlah berimbang. Selain memperhatikan kualitas

pemberian ransum juga harus sesuai dengan umur ayam karena nilai gizi dan

jumlah ransum yang diperlukan pada setiap pertumbuhan berbeda. Selanjutnya

dinyatakan bahwa fungsi makanan yang diberikan pada dasarnya untuk memenuhi
15

kebutuhan pokoknya, membentuk jaringan tubuh, mengganti bagian-bagian yang

rusak dan selanjutnya untuk keperluan produksi (Cahyono, 2001).

Unggas membutuhkan lebih dari 40 material kimiawi yang

diklasifikasikan ke dalam enam kelas yakni karbohidrat, lemak, protein, vitamin,

mineral, dan air. Semuanya harus ada dalam ransum yang dimakan Rasyaf (2004).

2.5. Pertambahan Berat Badan

Pertumbuhan murni adalah pertambahan dalam bentuk dan bobot jaringan-

jaringan tubuh seperti urat daging, tulang, jantung, otak, dan semua jaringan tubuh

lainnya (kecuali lemak). Kemampuan ternak mengubah zat-zat nutrisi ditunjukkan

dengan pertambahan bobot badan. Pertambahan bobot badan merupakan salah

satu kriteria yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan Anggorodi (1985).

Pertambahan bobot badan diperoleh melalui pengukuran kenaikan bobot

badan dengan melakukan penimbangan berulang-ulang dalam waktu tiap hari, tiap

minggu atau tiap bulan (Tillman dkk., 1991). Kecepatan pertumbuhan mempunyai

variasi yang cukup besar, keadaan ini bergantung pada tipe ayam, jenis kelamin,

galur, tata laksana, temperatur lingkungan, tempat ayam tersebut dipelihara serta

kualitas dan kuantitas makanan (Anggorodi, 1980).

Pada masa pertumbuhan, ayam harus memperoleh makanan yang banyak

mengandung protein, zat ini berfungsi sebagai pembangun, pengganti sel yang

rusak dan berguna untuk pembentukan telur. Kebutuhan protein perhari ayam

sedang bertumbuh dibagi menjadi tiga bentuk kebutuhan yaitu protein yang
16

dibutuhkan untuk pertumbuhan jaringan, protein untuk hidup pokok dan protein

untuk pertumbuhan bulu (Wahju, 2004).

Keseimbangan zat-zat nutrisi, terutama imbangan energi dan protein

penting karena nyata mempengaruhi pertumbuhan. Pada umumnya semua ternak

unggas, khususnya ayam broiler termasuk golongan yang memiliki pertumbuhan

cepat. Pertumbuhan ayam pedaging sengat cepat dan pertumbuhan dimulai sejak

menetas sampai umur 8 minggu, setelah itu kecepatan pertumbuhan akan

menurun (Scott dkk., 1982).

Anggorodi (1985) menjelaskan bahwa pertumbuhan berlangsung secara

perlahan-lahan pada awalnya, kemudian cepat dan pada tahap terakhir perlahan-

lahan kembali dan kemudian berhenti sama sekali. Dijelaskan lebih lanjut dalam

beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ayam broiler antara lain faktor

nutrisi yang meliputi energi, protein, vitamin, mineral dan kalsium. Pertumbuhan

ayam broiler dipengaruhi oleh faktor genetik, dimana masing-masing ternak

mempunyai kemampuan tumbuh yang berbeda-beda (Suprijatna dkk., 2005).

Menurut Tillman dkk., (1991) pertumbuhan dapat dilihat pada kenaikan bobot

badan yang diperoleh dengan cara menimbang ayam broiler secara harian,

mingguan ataupun menurut periode waktu tertentu. Pertumbuhan erat kaitannya

dengan konsumsi ransum yang mencerminkan pula gizinya, sehingga untuk

mencapai pertumbuhan yang optimal dibutuhkan sejumlah zat-zat makanan yang

bermutu, baik dari segi kualitas maupun kuantitas.


17

2.6. Konversi Ransum

Konversi ransum (Ration Convertion) adalah perbandingan jumlah

konsumsi ransum pada satu minggu dengan pertambahan bobot badan yang

dicapai pada minggu itu, bila rasio kecil berarti pertambahan bobot badan ayam

memuaskan atau ayam makan dengan efisien. Hal ini dipengaruhi oleh besar

badan dan bangsa ayam, tahap produksi, kadar energi dalam ransum, dan

temperatur lingkungan (Rasyaf, 2000).

Konversi ransum merupakan suatu ukuran yang dapat digunkan untuk

menilai efisiensi penggunaan dan kualitas ransum. Konversi ransum adalah

perbandingan antara jumlah ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot

badan dalam jangka waktu tertentu. Salah satu ukuran efisiensi adalah dengan

membandingkan antara jumlah ransum yang diberikan (input) dengan hasil yang

diperoleh baik itu daging atau telur (output) (Rasyaf, 1995).

Nilai suatu ransum selain ditentukan oleh nilai konsumsi ransum dan

tingkat pertumbuhan bobot badan juga ditentukan oleh tingkat konversi ransum,

dimana konversi ransum menggambarkan banyaknya jumlah ransum yang

digunakan untuk pertumbuhannya (Wiradisastra, 1986). Semakin rendah angka

konversi ransum berarti kualitas ransum semaikin baik. Anggorodi (1980)

menyatakan bahwa nilai konversi ransum dapat dipenuhi oleh beberapa faktor,

diantaranya adalah suhu lingkungan, laju perjalanan ransum melalui alat

pencernaan, bentuk fisik, dan konsumsi ransum.

Kemampuan ayam broiler mengubah ransum menjadi bobot hidup jauh

lebih cepat dibandingkan dengan ayam kampung. Nilai konversi makanannya


18

sewaktu dipanen sekarang ini sudah mencapai nilai dibawah 2. Nilai ini berarti

bahwa jika mortalitas normal sekelompok ayam broiler hanya memerlukan

ransum kurang dari 2 untuk menghasilkan 1 kg bobot hidup (Amrullah, 2003).

Nilai konversi ransum berhubungan dengan biaya produksi, khususnya

biaya ransum, karena semakin tinggi konversi ransum maka biaya ransum akan

meningkat karena jumlah ransum yang dikonsumsi untuk menghasilkan bobot

badan dalam jangka waktu tertentu semakin tinggi. Nilai konversi ransum yang

tinggi menunjukkan jumlah ransum yang dibutuhkan untuk menaikkan bobot

badan semakin meningkat dan efisiensi ransum semakin rendah (Card dan

Nesheim, 1972).

Anda mungkin juga menyukai