PALSI SEREBRAL
Tujuan Pembelajaran
Tujuan Pembelajaran Khusus Metoda Sarana dan Prasarana
Umum
Rawat inap
Poliklinik tumbuh kembang
Definisi
Palsi serebral adalah suatu keadaan kerusakan jaringan otak yang menetap dan
tidak progresif, terjadi pada usia dini dan merintangi perkembangan otak normal
dengan menunjukkan kelainan posisi dan pergerakan disertai kelainan neurologis
berupa gangguan korteks serebri, ganglia basalis dan serebrum.
Etiologi
Penyebabnya dapat dibagi 3 bagian, yaitu:
1. Pranatal
Infeksi terjadi dalam masa kandungan, menyebabkan kelainan pada janin,
misalnya lues, toksoplasma, rubella dan penyakit inklusi sitomegali,
anoksia dalam kandungan, terkena sinar radiasi dan keracunan kehamilan
dapat menimbulkan palsi serebral. Kelainan yang mencolok biasanya
gangguan pergerakan dan retardasi mental.
2. Perinatal
Anoksia, perdarahan otak, prematuritas, ikterus, meningitis purulenta
adalah keadaan-keadaan pada masa perinatal yang dapat menjadi penyebab
palsi serebral.
3. Pascanatal
Setiap kerusakan pada jaringan otak yang mengganggu perkembangan
dapat menyebabkan palsi serebral. Misalnya trauma kapitis, meningitis,
ensefalitis dan luka pada otak paska bedah.
Epidemiologi
Palsi serebral merupakan kelainan perkembangan yang sering ditemui dengan
prevalens 2/1000. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Collaborative
Perinatal Project di Amerika Serikat, ditemukan bahwa 80% anak palsi serebral
lahir cukup bulan dengan faktor risiko antenatal. Hanya kurang dari 10% yang
mengalami asfiksia intrapartum. Infeksi maternal selama proses persalinan seperti
korioamnionitis, ketuban pecah dini, sepsis maternal, infeksi saluran kemih
meningkatkan risiko terjadinya palsi serebral pada bayi dengan berat lahir normal.
Manifestasi klinis
1. Gangguan motorik
Pada umumnya pasien palsi serebral dibawa karena keluhan keterlambatan/
gangguan motorik, terjadi peninggian tonus otot dan refleks yang disertai
7. Gangguan mata
Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan refleks
Pada keadaan asfiksia yang berat dapat terjadi katarak. Hampir 25% pasien
palsi serebral menderita kelainan mata.
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah diagnosis
palsi serebral ditegakkan
Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan kausal, hanya bersifat simtomatik. Pada keadaan ini perlu
kerjasama tim berupa dokter anak, neurologi, psikiater, dokter mata, dokter THT,
ahli ortopedi, psikolog, fisioterapi, occupational therapist, pekerja sosial, guru
sekolah luar biasa dan orangtua pasien.
1. Fisioterapi
Tindakan ini harus dimulai secara intensif, orangtua turut membantu
program latihan di rumah. Untuk mencegah kontraktur perlu diperhatikan
posisi pasien pada waktu istirahat atau tidur. Bagi pasien yang berat
dianjurkan untuk sementara tinggal di pusat latihan. Fisioterapi ini
dilakukan sepanjang pasien hidup.
2. Pendidikan
Pasien serebral palsi dididik sesuai dengan tingkat intelegensianya, di
sekolah umum atau di sekolah luar biasa.
3. Obat-obatan
Pada pasien serebral palsi dengan kejang, diberikanobat antikonvulsan
rumat yang sesuai dengan karakteristik kejangnya. Pada keadaan tonus otot
yang berlebihan, obat dari golongan benzodiazepine dapat menolong,
seperti diazepam, klordiazepoksid, nitrazepam. Pada keadaan koreoatetosis
diberikan artan.
4. Pembedahan
Bila terjadi hipertonus otot atau hiperspastisisas, dianjurkan untuk dilakukan
pemedahan otot, tendon atau tulang untuk reposisi kelainan terebut.
Pembedahan stereostaktik dianjurkan pada pasien denga pergerakan
koreoatetosis yang berlebihan.
Prognosis
Sumber Pustaka:
1. Johnston MV. Cerebral palsy. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson
HB, Stanton BF, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18.
Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007. hlm. 2494-5.
2. Swaiman KF, Russman BS. Cerebrel palsy. Dalam: Swaiman KF, Ashwal S,
penyunting. Pediatric neurology principles & practice. Edisi ke-3. St Louis:
Mosby; 1999. hlm. 312-22.
3. Passat J. Kelainan perkembangan. Dalam: Soetomenggolo TS, Ismael S,
penyunting. Buku ajar neurologi anak. Edisi ke-2. Jakarta; BP IDAI, 2000.
hlm. 104-20.