Disusun oleh
Wasiatul Maghfiroh (2018100028)
PRODI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SAINS AL – QUR’AN
WONOSOBO
2019
TUGAS RESUME BUKU
1. Judul Buku : Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan
2. Tahun Terbit : 2006
3. Penulis : Prof. Dr. Irwan Abdullah
4. Editor : Herry Ck
5. Desain Cover : Digi Art Desaign
6. Penerbit : Pustaka Pelajar
7. Alamat Penerbit : Celeban Timur UH III/548 Yogyakarta 55167
Telp. (0274) 381542, Fax. (0274) 383083
E-mail: pustakapelajar@telkom.net
8. Jumlah Halaman : 276 halaman, 4 bab
9. Cetakan : Ke-1
Ruang Lingkup Pembahasan
Buku ini terbit dengan tebal buku 276 halaman dan terdiri dari 4 bagian yang masing-
masing bagian saling terkait sehingga menjadikan buku ini mudah dipelajari. Bagian-
bagian yang terdapat dalam buku “ Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan” ini yaitu:
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar................................................................................................................................
v
Daftar
Isi............................................................................................................................................
xi
Pendahuluan ...........................................................................................................................
1
BAGIAN 1
GLOBALISASI DAN DETERITORIALISASI BUDAYA
1. Dunia Tanpa Batas:
Tantangan Metode Antropologi dalam Pemahaman
Masyarakat .......................................................................................................................
13
2. Transformasi Ruang, Globalisasi dan Pembentukan Gaya Hidup
Kota ..................................................................................................................................
27
3. Produksi dan Reproduksi Kebudayaan dalam Ruang Sosial
Baru ..................................................................................................................................
41
4. Televisi, Deteritorialisasi Ruang, dan Remote Control
Budaya .............................................................................................................................
54
BAGIAN 2
RUANG POLITIK KERAGAMAN
BUDAYA ..............................................................................................................................
61
5. Politik Bhinneka Tunggal Ika dalam Keragaman Budaya
Indonesia ..........................................................................................................................
63
6. Titik Temu Kebudayaan dalam Hubungan Sukubangsa: Menuju Suatu Kajian Ruang
Budaya .............................................................................................................................
80
7. Reproduksi Bahasa Nusantara: Etika dan Estetika Bahasa pada Abad ke-
21......................................................................................................................................
92
8. Privitisasi Agana: Globalisasi Gaya Hidup dan Komodifikasi Agama di Indonesia
a ........................................................................................................................................
107
9. Realitas Politik, Deteritorialisasi Sosial, dan Redefinisi Penelitian Budaya: Aceh
sebagai Field Of
Study ................................................................................................................................
121
BAGIAN 3
KONSTRUKSI RUANG DAN DEKONSTRUKSI
IDENTITAS ...........................................................................................................................
139
10. Dekonstruksi Komunitas: Dari Homogenitas Nilai ke Diferensiasi Praktik
Sosial ................................................................................................................................
141
11. Modernitas dan Titik Balik
Keluarga ...........................................................................................................................
153
12. Globalisasi, Redefinisi Budaya, dan Munculnya Masyarakat
Terbuka ............................................................................................................................
165
13. Kultur dan Subkultur Kaum Muda: Suatu Refleksi Pemahaman
Antropologi ......................................................................................................................
176
14. Budaya Jalanan: Persoalan Konsep, Makna dan Implikasi
Sosial ................................................................................................................................
176
BAGIAN 4
DEKONSTRUKSI DAN REPRODUKSI
SIMBOLIK ............................................................................................................................
203
15. Main Hakim Sendiri: Antara Kekerasan Demokratis dan
Nihilistik ..........................................................................................................................
205
16. Mitos Menstruasi: Konstruksi Budaya atas Realitas
Gender ..............................................................................................................................
213
17. Pornografi: Intensitas, Implikasi dan Masa Depan
Bangsa ..............................................................................................................................
227
18. Konstruksi dan Reproduksi Simbolik: Menuju Pemahaman Subyektif
Perempuan........................................................................................................................
239
Daftar
Pustaka ...................................................................................................................................
259
Sumber
Tuilisan ..................................................................................................................................
271
Biodata
Penulis ....................................................................................................................................
275
KATA PENGANTAR
BAGIAN III
KONSTRUKSI RUANG DAN DEKONSTRUKSI IDENTITAS
10.Dekonstruksi Komunitas: Dari Homogenitas Nilai ke Diferensiasi Praktik Sosial.
Istilah komunitas menglami perkembangan pesat sejak abad ke-14 yang pada awalnya digunakan
untuk menunjuk pada suatu kelompok orang yang berada pada status rendah, orang biasa, dalam
hubungannya dengan kelompok kelas atas. Pada abad ke-16 komunitas telah mengandung makna
“ kesamaan” dalam identitas atau ciri-ciri tertentu yang dimiliki oleh sekelompok orang.
Kelompok yang memiliki minat yang sama misalnya, disebut sebagai komunitas seperti
ditunjukkan dengan istilah community of interests. Pada abad ke-18 istilah ini telah digunakan
untuk menunjuk suatu init tempat tinggal seperti distrik yang merupakan bagian dari suatu sistem
administrasi (Williams, 1988). Pada abad ke-19 pembedaan komunitas (community) dari
masyarakat (society) semakin jelas untuk membedakkan suatu lingkungan tidak hanya berdasarkan
keluasan unit tetapi juga pada tingkat keformalan suatu unit di mana komunitas dianggap sebagai
sistem sosial yang relative kurang formal dibandingkan dengan masyarakat.
Menurut Robert Redfield, ada empat sifat kunci: sifat yang kecil dari suatu unit; sifat homogeny
dari kegiatan dan pikiran anggota; berkemampuan memenuhi sendiri kebutuhan; adanya kesadaran
tentang perbedaan dengan yang lain. Keempat sifat/ ciri pokok dari komunitas ini perlu diuji
keabsahannya dalam konteks kehidupan sosial sekarang ini. Dimana perubahan-perubahan
komunitas yang bergerak dari sifatnya yang tradisional ke modern dan pascamodern sejalan
dengan peningkatan kompleksitas dari ke empat sifat tersebut.
Redefinisi Batas Area Kebudayaan
Perubahan yang terjadi secara meluas dalam masyarakat bukan saja menjelaskan bagaimana
interaksi masyarakat dengan berbagai faktor menentukan penataan sosial secara meluas.
Perubahan dalam komunitas harus dilihat dalam konteks perubahan global yang terjadi dan
memiliki pengaruh dalam penataan sosial hingga ke tingkat yang peling kecil. Hal ini juga
disebabkan oleh globalisasi yang membutuhkan respons yang tepat karena ia memaksa adanya
suatu strategi yang tepat.
Kominitas: Unit Kecil dengan Identitas yang Homogen?
Batas-batas komunitas sebagai unit telah mengalami kekaburan yang cukup signifikan akibat
batas-batas dari komunitas yang melebar di satu sisi karena batas fisik dari komunitas yag
bergeser. Proses migrasi menyebabkan masuknya orang luar ke dalam komunitas dan keluarnya
anggota ke dalam sistem jaringan yang luas menyebabkan unit kecil tersebut mengalami
kekaburan.
Homogenitas dalam pengetahuan publik, dalam tataran nilai dan praktik sosial merupakan mitos
dalam mengidentifikasikan keberadaan komunitas. Tiga proses yang dapat dilihat untuk
mengevaluasi keberadaan sifat homogenitas, pertama, susunan masyarakat yang terdiri dari kelas-
kelas sosial dan pengelompokkan sosial yang menyebabkan adanuya pihak yang mengntrol suatu
nilai di satu sisi dan kelompok yang menjadi pemgikut dalam sistem itu sehingga pengetahuan,
nilai, dan praktik sosial tidak terbagi secara merata tetapi terdistribusi secara timpang dalam
komunitas. Kedua, dalam sistem komunitas memiliki idiologi komunitas tertentu yang
menyebabkan terbentuknya peemisahan yang tegas. Ketiga, masuknya unsur-unsur baru, baik
keanggotaan baru maupun nilai-nilai baru yang dibawa oleh berbagai media, telah memunculkan
diferensiasi dalam komunitas berbagai bentuk. Proses ini berlangsung dalam tiga bentuk yang
bekrja secara sistematis. Pertama, proses pengaburan batas-batas komunitas yang disebabkan oleh
migrasi masuk dan migrasi keluar yang terjadi pada berbagai komunitas. Abad ke-20 ditandai oleh
proses migrasi yang padat dan mencakup daerah yang luas yang menyebabkan batas-batas wilayah
menjadi tidak jelas dan loyalitas anggota kelompok melemah. Sejalan dengan ini dibutuhkan suatu
suatu sistem nilai bersama yang bersifat simbolik yang didasarkan oleh prinsip-prinsip yang lebih
nyata dalam menjawab tantangan kehidupan sosial. Kedua, mengaburnya batas-batas kebudayaan
yang menyebabkan proses sosialisasi mengalami pergeseran. Mobilitas yang padat menyebabkan
landasan budaya seseorang sangat berbeda dengan sebelumnya sehingga “budaya asal” mulai tidak
dikenal dengan baik. Untuk ini perlu dikembangkan suatu mode komunikasi kultural baru untuk
mengembalikkan batas-batas komunitas dalam kesadaran individu dengan perekat dan pengikat
yang lebih mampu menawarkan suatu fungsi. Ketiga, kepatuhan yang melemah yang terjadi akibat
hilannya kepemimpinan local dalam suatu komunitas. Hal ini sejalan dengan munculnya
demokrasi dan rasionalitas dalam kehidupan bermasyarat. Kebebasan memilih telah menjadi suatu
idiologi dominan yang tidak dapat dikendalikan dengan ikatan-ikatan kepatuhan yang
berlandaskan pada prinsip-prinsip komunal. Sejalan dengan ini, kata-kata William James menarik
untuk dikenang: real culture lives by sympathies. Proses pengembangan intelektual, spiritual dan
estetika yang menjadi dasar dari keberadaan komunitas.