Anda di halaman 1dari 9

Konsep dari model pembelajaran Problem Based

Learning (PBL) adalah model pembelajaran yang dirancang agar


peserta didik mendapat pengetahuan penting, yang membuat mereka
mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki model belajar sendiri
serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Pembelajaran
berbasis masalah menantang peserta didik untuk “belajar bagaimana
belajar”, dan bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari
permasalahan dunia nyata.

Sintak pembelajaran Problem Based Learning (PBL) adalah


sebagai berikut.
Orientasi peserta didik kepada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, proses pembelajaran, dan memotivasi peserta didik
terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.

Mengorganisasikan peserta didik


Guru membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, dll)

Membimbing penyelidikan individu dan kelompok


Guru membantu peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, eksperimen untuk
mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, dan
pemecahan masalah

Mengembangkan dan menyajikan hasil karya


Guru membantu peserta didik dalam merencanakan serta menyiapkan karya yang sesuai
seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya

Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah


Guru membantu peserta didik untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan
mereka dan proses-proses yang digunakan
KONSEP DAN SINTAK DISCOVERY LEARNING

Sumber : clipartkids.com

Konsep Discovery learning adalah suatu model dan strategi pembelajaran yang fokus pada keaktifan
siswa dan pemberian pengalaman belajar secara langsung (Dewey, 1916/1997; Piaget, 1954, 1973).
Sementara, Bicknell-Holmes and Hoffman (2000) mendeskripsikan discovery learning sebagai (1)
eksplorasi dan penyelesaian masalah dengan menciptakan, mengintegrasikan, dan menggeneralisasikan
pengetahuan; (2) berpusat pada siswa dengan aktifitas yang menyenangkan; dan (3) mengintegrasikan
pengetahuan baru berdasarkan pengetahuan siswa sebelumnya.

Discovery learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry) dan problem solving.
Perbedaannya adalah discovery learning menekankan pada penemuan konsep atau prinsip
yang sebelumnya tidak diketahui dengan fokus masalah yang direkayasa oleh guru.
Sementara pada inkuiry, fokus masalah tidak direkayasa sehingga siswa harus mengerahkan
seluruh pengetahuan dan keterampilan untuk mendapatkan temuan dalam masalah tersebut
melalui proses penelitian. Pada problem solving pembelajaran lebih ditekankan terhadap
kemampuan menyelesaikan masalah (Kemendikbud, 2014).

Bruner mengatakan proses belajar memerlukan partisipasi aktif dari tiap siswa, dan mengenal
adanya perbedaan kemampuan. Untuk menunjang proses belajar perlu lingkungan yang
memfasilitasi rasa ingin tahu siswa pada tahap eksplorasi. Lingkungan ini
dinamakan discovery learning environment, yaitu lingkungan dimana siswa dapat melakukan
eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip
dengan yang sudah diketahui. Lingkungan seperti ini bertujuan agar siswa dalam proses
belajar dapat berjalan dengan baik dan lebih kreatif (Kemendikbud, 2014).
Penerapan model pembelajaran Discovery Learning menitikberatkan peran guru sebagai
pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif. Oleh
sebab itu, bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, tetapi siswa dituntut untuk
melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan,
menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan-
kesimpulan (Faiq, 2014).

Sintak discovery learning terdiri atas enam fase sebagai


berikut.
a. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)

Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya,
kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki
sendiri. Guru juga dapat memulai dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas
belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi
untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam
mengeksplorasi bahan.

b. Problem statement (pernyataan/identifikasi masalah)

Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda
masalah yang relevan dengan bahan pelajaran berdasarkan hasil stimulasi, kemudian salah satunya
dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah).

c. Data collection (Pengumpulan Data).

Ketika eksplorasi berlangsung, guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan
informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis. Tahap
ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis, dengan demikian
anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan berbagai informasi yang relevan, membaca literatur,
mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.

d. Data Processing (Pengolahan Data)

Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik
melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan,
wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila
perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu

e. Verification (Pembuktian)

Tahap ini memberikan kesempatan siswa untuk melakukan pemeriksaan secara cermat dalam
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan
dengan hasil data processing. Menurut Bruner, proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika
guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau
pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.

f. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)

Tahap ini adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku
untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi. Berdasarkan
hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi

Kelebihan dan kelemahan model discovery learning menurut


Hamalik (1986 dalam Ajiji, 2012)

a. Kelebihan model discovery learning

1) Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses


kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara
belajarnya

2) Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan ampuh karena kelemahan dalam
pengertian, ingatan dan transfer.

3) Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.

4) Metode ini memungkinkan siswanya dengan cepat dan sesuai dengan kecepatan sendiri.

5) Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi
sendiri.

6) Metode ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja
sama dengan yang lainnya.
7) Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan
gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.

8) Membantu siswa mengembangkan skeptisme (keragu-raguan) yang sehat kearah kebenaran yang final
dan tertentu atau pasti.

b. Kelemahan model discovery learning

1) Metode ini berdasarkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang
pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berfikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-
konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi. Di pihak lain justru
menyebabkan akan timbulnya kegiatan diskusi.

2) Metode ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang
lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya.

3) Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru
yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama.

4) Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan


aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian.

5) Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan yang dikemukakan
oleh para siswa

6) Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan bagi berfikir yang akan ditemukan oleh siswa telah dipilih
lebih dahulu oleh guru, dan proses penemuannya adalah dengan bimbingan guru.

Ajiji, A. 2012. Pembelajaran Berbasis Penemuan (Discovery Learning) : Kelebihan dan Kekurangan Metode
Discovery. (Online). (http://essay-lecture.blogspot.com/2012/09/kelebihan-dan-kekurangan-
metode.html, diakses tanggal 24 April 2015).
Balım, A., G. 2009. The Effects of Discovery Learning on Students’ Success and Inquiry Learning
Skills. Egitim Arastirmalari-Eurasian Journal of Educational Research, (35): 1-20.
Bicknell-Holmes, T. dan Hoffman, P. S. 2000. Elicit, engage, experience, explore: Discovery learning in
library instruction. Reference Services Review, 28(4): 313-322.
Dewey, J. 1997. Democracy and education. New York: Simon and Schuster. (Original work published 1916)
Piaget, J. (1954). Construction of reality in the child. New York: Basic Books.
Faiq, M. 2014. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning). (Online).
(http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2014/06/model-pembelajaran-discovery-learning-
kurikulum-2013.html, diakses tanggal 24 April 2015).
Gijlers, H., de Jong, T. 2005. The relation between prior knowledge and students’ collaborative discovery
learning processes. Journal of Research in Science Teaching, (42): 264-282.
Hammer, D. 1997. Discovery learning and discovery teaching. Cognition and Instruction, 15(4): 485-529.
Ikra. 2014. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) dalam Implementasi Kurikulum 2013.
(Online). (http://ikrapuncak.blogspot.com/2014/09/pembelajaran-berbasis-penemuan.html, diakses
tanggal 24 April 2015).
Kemendikbud. 2014. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 Tahun Ajaran 2014/2015.
Jakarta: BPSDMP dan PMP.
Kipnis, N. 2007. Discovery in science and in science education, Science & Education, (16): 883-920.
Lee, O., Hart, J. E., Cuevas, P. & Enders, C. 2004. Professional development in inquiry based
science for elementary teachers of diverse student groups. Journal ofResearch in Science
Teaching, 41(10): 1021-1043.
Piaget, J. 1973. To understand is to invent. New York: Grossman.

KONSEP DAN SINTAK PROJECT BASED LEARNING


By Qudsi Falkhi — Senin, 22 Mei 2017 — Add Comment — model

Konsep Project Based Learning - Pembelajaran Berbasis Proyek


(Project Based Learning) adalah pembelajaran yang menggunakan
proyek/kegiatan sebagai inti pembelajaran. Peserta didik menggunakan
masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan
mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam
beraktifitas secara nyata.
Sintak Pembelajaran Berbasis Proyek di uraikan berikut ini.

1. Penentuan Pertanyaan Mendasar (Start With the Essential Question)

Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan yang dapat memberi
penugasan peserta didik dalam melakukan suatu aktivitas. Mengambil topik yang sesuai
dengan realitas dunia nyata dan dimulai dengan sebuah investigasi mendalamdan topik yang
diangkat relevan untuk para peserta didik.

2. Mendesain Perencanaan Proyek (Design a Plan for the Project)

Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara pengajar dan peserta didik. Peserta didik
diharapkan akan merasa “memiliki” atas proyek tersebut. Perencanaan berisi tentang aturan
main, pemilihan aktivitas yang dapat mendukung penyelesaian proyek.

3. Menyusun Jadwal (Create a Schedule)

Pengajar dan peserta didik secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam menyelesaikan
proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain: (1) membuat timeline untuk menyelesaikan proyek,
(2) membuat deadline penyelesaian proyek, (3) membawa peserta didik agar merencanakan
cara yang baru, (4) membimbing peserta didik ketika mereka membuat cara yang tidak
berhubungan dengan proyek, dan (5) meminta peserta didik untuk membuat penjelasan
(alasan) tentang pemilihan suatu cara.

4. Memonitor peserta didik dan kemajuan proyek (Monitor the Students and the Progress of the
Project)

Pengajar bertanggungjawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas peserta didik selama
menyelesaikan proyek. Proses monitoring dapat dilakukan dengan menggunakan rubrik untuk
merekam keseluruhan aktivitas penting.

5. Menguji Hasil (Assess the Outcome)

Penilaian dilakukan untuk membantu pengajar dalam mengukur ketercapaian standar,


memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai peserta didik,
membantu pengajar dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya.
6. Mengevaluasi Pengalaman (Evaluate the Experience)

Pada akhir proses pembelajaran, pengajar dan peserta didik melakukan refleksi terhadap
aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara individu
maupun kelompok. Pada tahap ini peserta didik diminta untuk mengungkapkan perasaan dan
pengalamanya selama menyelesaikan proyek. Pengajar dan peserta didik mengembangkan
diskusi dalam rangka memperbaiki kinerja selama proses pembelajaran, sehingga pada
akhirnya ditemukan suatu temuan baru (new inquiry) untuk menjawab permasalahan yang
diajukan pada tahap pertama pembelajaran.

KONSEP DAN SINTAK PEMBELAJARAN


KOOPERATIF
By Qudsi Falkhi — Rabu, 24 Mei 2017 — Add Comment — model

Konsep pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang


menggambarkan interaksi peserta didik seperti ilustrasi kehidupan sosial
peserta didik dengan lingkungannya sebagai individu, dalam keluarga,
kelompok masyarakat, dan masyarakat yang lebih luas. Dikatakan pula,
dalam pembelajaran kooperatif terjadi kesepakatan antara peserta didik
dengan guru dan peserta didik dengan peserta didik untuk berkolaborasi
memecahkan suatu masalah dalam pembelajaran dengan cara-cara yang
kolaboratif seperti halnya menyelesaikan masalah yang terjadi dalam
kehidupan sosial peserta didik.

Sintak pembelajaran kooperatif sebagai berikut.


1. Guru membagi peserta didik untuk berpasangan atau kelompok

2. Guru membagikan materi kepada masing-masing peserta didik untuk dipelajari dan dibuat
ringkasan

3. Guru dan peserta didik menetapkan siapa yang berperan sebagai pembicara dan siapa yang
berperan sebagai pendengar

4. Sesuai kesepakatan, peserta didik yang menjadi pembicara membacakan ringkasan atau
prosedur pemecahan masalah selengkap mungkin dengan memasukkan ide-ide pokok dalam
ringkasan dan pemecahan masalahnya. Sementara, pendengar
menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap dan membantu
mengingat/menghafal ide-ide pokok dnegan menghubungkan materi sebelumnya atau materi
lainnya

5. Bertukar peran, semula pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya. Kemudia
lakukan seperti langkah 4

6. Guru bersama peserta didik membuat kesimpulan

Sumber : Shoimin, Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media

Anda mungkin juga menyukai