DESEMBER 2017
Disusun Oleh :
Laporan Kasus
Kalabahi, .................,2017
Pembimbing
Penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan yang penting di dunia hingga
saat ini. Di negara-negara berkembang, angka kematian akibat diare pada umumnya
rendah, tetapi angka morbiditas akibat penyakit ini cukup tinggi, sehingga mengganggu
penulisan Laporan Kasus ini dimaksud untuk menambah wawasan penulis dan pembaca
terkait permasalahan diare dan bagaimana penanganan pasien dengan diagnosa tersebut.
Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada pembimbing dan semua pihak
yang telah berkontribusi dalam penyelesaian penulisan Laporan Kasus ini. Penulis
menyadari bahwa penyusunan Laporan Kasus ini memiliki banyak kekurangan. Karena
itu kritik, saran dan masukan yang bersifat membangun dibutuhkan untuk perbaikan
kedepannya.
Akhir kata semoga Laporan Kasus ini memberi manfaat bagi kita semua.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Diare didefinisikan sebagai defekasi dengan berat feses >200 gram/hari. Akan
tetapi, definisi tersebut kurang bernilai klinis karena pengukuran jumlah feses hanya
dilakukan dalam penelitian. Definisi praktis yang sering dipakai adalah defekasi dengan
Penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan yang penting di dunia hingga
saat ini. Di negara-negara berkembang, angka kematian akibat diare pada umumnya
rendah, tetapi angka morbiditas akibat penyakit ini cukup tinggi, sehingga mengganggu
mordibitas yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI tahun 2006 angka kesakitan
diare semua umur sebesar 423 per 1000 penduduk, angka kesakitan ini meningkat bila
dibandingkan dengan hasil survei yang sama pada tahun 2000 sebesar 301 per 1000
penduduk dan tahun 2003 sebesar 374 penduduk. Jumlah Kejadian Luar Biasa (KLB)
pada tahun 2008 terjadi 49 KLB, dengan jumlah penderita 8133 orang, meninggal 239
(CFR 2,94%) sedang tahun 2009 terjadi 24 KLB, dengan jumlah penderita meninggal
Kematian balita karena penyakit diare juga masih sangat tinggi di Indonesia,
bahkan sejak tahun 2001 terlihat terjadi peningkatan angka kematian balita karena
penyakit diare, dari data SKRT 2001 (13%), studi mortalitas 2005 (15,3%) dan
meningkat, SKRT 2001 (9%), Studi mortalitas 2005 (9,1%) dan Riskesdas 2007 (42%).
Hal ini tentunya sangat disayangkan mengingat bahwa pengobatan diare sebenarnya
tidak terlalu sulit. Sejak tahun 2007, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dalam
tahun 2004 dan meluncurkan LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare)
Studi WHO membuktikan bahwa pemberian ZINC kepada penderita diare dapat
mengurangi prevalensi diare sebesar 34%, mengurangi jangka waktu diare akut sebesar
20%, mengurangi jangka waktu diare persisten sebesar 24% dan dapat mencegah
kegagalan terapi atau kematian akibat terapi diare persisten sebesar 42%.(2)
Penyebab diare akut dapat berupa infeksi ataupun noninfeksi. Pada beberapa
atau berbagai penyakit sistemik seperti, tirotoksikosis dan sindrom karsinoid. Penyebab
pemeriksaan penunjang yang sesuai. Penatalaksanaan pasien diare akut dimulai dengan
terapi simtomatik, seperti rehidrasi dan penyesuaian diet. Terapi simtomatik dapat
diteruskan selama beberapa hari sebelum dilakukan evaluasi lanjutan pada pasien tanpa
penyakit yang berat, terutama bila tidak dijumpai adanya darah samar dan leukosit pada
fesesnya. Terapi antibiotik tidak diperlukan pada sebagian besar kasus diare akut karena
terutama pada usia lanjut dan anak-anak. Pada kasus-kasus yang terlambat meminta
pertolongan medis, sehingga syok hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi
lagi maka dapat timbul Tubular Nekrosis Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi
gagal multi organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi bila penanganan pemberian cairan
terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya sangat baik
morbiditas dan mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut usia.
LAPORAN KASUS
Nama : An. KP
Umur : 6 bulan
Alamat : Kalabahi
2.2 Anamnesis
Keluhan Utama :
Pasien diare sekitar 2 hari SMRS berupa cairan dengan sedikit ampas. Pada
kotoran ditemukan adanya lendir dan darah. Anak selalu menangis dan
memegang perut sebelum buang air besar. Keluhan ini dialami sebanyak lebih
dari 10x dalam sehari. Makan minum berkurang. Tidak ada keluhan mual dan
muntah. Pasien juga dikeluhkan batuk sejak beberapa minggu SMRS. Batuk
seperti berlendir, namun lendirnya tidak dapat dikeluarkan. Ada sesak napas
beberapa hari belakangan ini. Pasien juga demam sejak 4 hari SMRS. Demam
bersifat hilang timbul. Demam akan turun jika diberikan obat penurun panas.
Pasien belum pernah mengalami gejala seperti ini sebelumnya. Pasien hanya
Riwayat Pengobatan
Pasien sudah diberikan obat penurun panas oleh ibunya. Demamnya turun, tetapi
Tidak ada keluarga yang sedang mengalami atau memiliki keluhan yang sama.
Riwayat Kehamilan
Riwayat Persalinan
Pasien lahir cukup bulan, lahir secara spontan di rumah sakit dengan bantuan
Mata : Mata cekung (+/+), Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor
Leher : Pembesaran KGB dan kelenjar tiroid (-), penggunaan otot bantu napas (+/+)
Thoraks
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, retraksi (+/+) subcosta minimal
- - - -
- - + +
Jantung
Auskultasi : S1-S2 reguler, tunggal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : kesan datar, distensi (-)
Auskultasi : Bising Usus (+) kesan normal
Palpasi : Supel, Nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani pada seluruh regio abdomen
Ekstremitas :
Superior Inferior
Edema -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Akral Hangat Hangat
CRT < 2 detik < 2 detik
Turgor kulit kurang
Darah Lengkap
Nilai
Hb 11.6 g/dL
RBC 4.38 x 10^6/uL
Hct 31,4 %
MCV 71,8 fL
MCH 26,3 pg
MCHC 36,6 g/L
WBC 15,9 x 10^3/ uL
LIMFOSIT 55,8 %
GRANULOSIT 35,2 %
Trombosit 313 x 10^6/ uL
GDS 83,8 mg/dL
a. Diagnosis Kerja
Dyspneu ec Bronkopneumonia
b. Penatalaksanaan
Zinc 1x10mg
Follow Up Pasien
14/10/ BAB cair (+) 1x, KU sakit sedang, Disentri dengan IVFD Asering 7
2017 ampas dan cairan, CM dehidrasi ringan tpm
batuk (+) Nadi: 110 x/menit, sedang Inj. Cefotaxime
Suhu: 37,6 0C Bronkopneumonia 300mg/12jam/IV
Napas: 37 x/menit (3)
SpO2 97% Inj. Gentamisin
Mata: anemis -/- 30mg/24jam/IV
Pulmo: ves +/+, rh Oralit ad lib
+/+, wheezing -/- Zinc 1 x 10mg (3)
Abd: BU (+), supel Paracetamol 3 x ½
Akral hangat cth
Ambroxol 3x1/2
cth
Nebulisasi STOP
15/10/20 BAB cair (+) 5x, KU sakit sedang, Disentri dengan Oralit ad lib
17 ampas > cairan, CM dehidrasi ringan Zinc 1 x 10mg (4)
darah (-), batuk Nadi: 109 x/menit, sedang Paracetamol 3 x ½
(+) Suhu: 37,5 0C Bronkopneumonia cth
Napas: 35 x/menit Ambroxol 3x1/2
ANALISA KASUS
Dilaporkan seorang anak perempuan (an. KP) berumur 6 bulan, berat badan 5,9
Pasien masuk rumah sakit di IGD pada tanggal 12 Oktober 2017. Diagnosa disentri
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari
200 g atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air
besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai
Pembagian diare berdasarkan waktu dibagi menjadi diare akut yaitu diare yang
berlangsung ≤14 hari, diare persisten yaitu diare yang menetap sampai >14 hari, dan
diare kronik bila menetap >30 hari. Pembagian diare berdasarkan diare bermasalah,
dibedakan atas 2 yaitu disentri, diare dengan darah dan lendir dalam feses dan diare
kronis/persisten.(1,2)
Penyebab diare akut dapat berupa infeksi ataupun noninfeksi. Pada beberapa
atau berbagai penyakit sistemik seperti, tirotoksikosis dan sindrom karsinoid. Penyebab
dengan puncak kasus pada musim kemarau. Sebaliknya, di negara-negara industri, diare
Amerika Serikat keluhan diare menempati peringkat ketiga dari daftar keluhan pasien
pada ruang praktek dokter. Sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia, data
menunjukkan diare akut karena infeksi terdapat pada peringkat pertama s/d ke empat
pasien dewasa yang datang berobat ke rumah sakit. Di negara maju diperkirakan insiden
USA dengan penduduk sekitar 200 juta diperkirakan 99 juta episode diare akut pada
dewasa terjadi setiap tahunnya. WHO memperkirakan ada sekitar 4 miliar kasus diare
akut setiap tahun dengan mortalitas 3-4 juta pertahun. Bila angka itu diterapkan di
Indonesia, setiap tahun sekitar 100 juta episode diare pada orang dewasa per tahun.(2,3)
akut yang disebabkan oleh infeksi. Makanan atau minuman terkontaminasi, berpergian,
penggunaan antibiotik, HIV positif atau AIDS, merupakan petunjuk penting dalam
Kejadian diare pada balita berdasarkan kategori umur dari hasil survei IDHS
terakhir sebelum survey diketahui bahwa ada 20,7% yang terkena diare dari 3094 anak
berumur 12-23 bulan yang di survey dan merupakan yang paling sering terkena diare
Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi diare
non inflamasi dan diare inflamasi. Diare inflamasi disebabkan invasi bakteri dan
sitotoksin di kolon dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang disertai
lendir dan darah. Gejala klinis yang menyertai keluhan abdomen seperti mulas sampai
nyeri seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala dan tanda dehidrasi.
Pada pemeriksaan tinja rutin secara makroskopis ditemukan lendir dan/atau darah, serta
mikroskopis didapati sel leukosit polimorfonuklear. Pada diare non inflamasi, diare
disebabkan oleh enterotoksin yang mengakibatkan diare cair dengan volume yang besar
tanpa lendir dan darah. Keluhan abdomen biasanya minimal atau tidak ada sama sekali,
namun gejala dan tanda dehidrasi cepat timbul, terutama pada kasus yang tidak
mendapat cairan pengganti. Pada pemeriksaan tinja secara rutin tidak ditemukan
leukosit.(3)
Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun yang kronik dapat dibagi
menjadi kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif dan gangguan motilitas. Diare osmotik
terjadi bila ada bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan osmolaritas dalam lumen
karbohidrat akibat defisiensi laktase atau akibat garam magnesium. Diare sekretorik bila
terjadi gangguan transport elektrolit baik absorbsi yang berkurang ataupun sekresi yang
meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat toksin yang dikeluarkan bakteri misalnya toksin
kolera atau pengaruh garam empedu, asam lemak rantai pendek, atau laksantif non
(VIP) juga dapat menyebabkan diare sekretorik. Diare eksudatif, inflamasi akan
mengakibatkan kerusakan mukosa baik usus halus maupun usus besar. Inflamasi dan
eksudasi dapat terjadi akibat infeksi bakteri atau bersifat non infeksi seperti gluten
sensitive enteropathy, inflamatory bowel disease (IBD) atau akibat radiasi. Kelompok
lain adalah akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan waktu transit usus menjadi
lebih cepat. Hal ini terjadi pada keadaan tirotoksikosis, sindroma usus iritabel atau
diabetes melitus.(3)
Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi bakteri paling
tidak ada dua mekanisme yang bekerja yaitu peningkatan sekresi usus dan penurunan
absorbsi di usus. Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan toksin yang
atau adanya leukosit dalam feses. Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat
kuman enteropatogen meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa
kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu
bakteri dapat menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi
a. Infeksi non-invasif.
Stafilococcus aureus
Sekitar 75 % pasien mengalami mual, muntah, dan nyeri abdomen, yang kemudian
diikuti diare sebanyak 68 %. Demam sangat jarang terjadi. Lekositosis perifer jarang
terjadi, dan sel darah putih tidak terdapat pada pulasan feses. Masa berlangsungnya
Bacillus cereus
gejala muntah lebih dominan. Gejala dapat ditemukan pada 1 – 6 jam setelah asupan
makanan terkontaminasi, dan masa berlangsungnya penyakit kurang dari 24 jam. Gejala
akut mual, muntah, dan nyeri abdomen, yang seringkali berakhir setelah 10 jam. Gejala
diare terjadi pada 8 – 16 jam setelah asupan makanan terkontaminasi dengan gejala
diare cair dan kejang abdomen. Mual dan muntah jarang terjadi.
Clostridium perfringens
Bakteri ini sering menyebabkan keracunan makanan akibat dari enterotoksin dan
biasanya sembuh sendiri . Gejala berlangsung setelah 8 – 24 jam setelah asupan produk-
produk daging yang terkontaminasi, diare cair dan nyeri epigastrium, kemudian diikuti
dengan mual, dan muntah. Demam jarang terjadi. Gejala ini akan berakhir dalam waktu
24 jam.
Vibrio cholerae
berat, kematian dapat terjadi setelah 3 – 4 jam pada pasien yang tidak dirawat. Toksin
cAMP, sekresi, dan menghambat absorpsi cairan. Penyebaran kolera dari makanan dan
air yang terkontaminasi. Gejala awal adalah distensi abdomen dan muntah, yang secara
cepat menjadi diare berat, diare seperti air cucian beras. Pasien kekurangan elektrolit
dan volume darah. Demam ringan dapat terjadi. Kimia darah terjadi penurunan
elektrolit dan cairan dan harus segera digantikan yang sesuai. Kalium dan bikarbonat
hilang dalam jumlah yang signifikan, dan penggantian yang tepat harus diperhatikan.
patogen yang melalui enterotoksin dan invasi mukosa. Ada beberapa agen penting, yaitu
Kebanyakan pasien dengan ETEC, EPEC, atau EAEC mengalami gejala ringan
yang terdiri dari diare cair, mual, dan kejang abdomen. Diare berat jarang terjadi,
dimana pasien melakukan BAB lima kali atau kurang dalam waktu 24 jam. Lamanya
penyakit ini rata-rata 5 hari. Demam timbul pada kurang dari 1/3 pasien. Feses berlendir
tetapi sangat jarang terdapat sel darah merah atau sel darah putih. Lekositosis sangat
jarang terjadi. ETEC, EAEC, dan EPEC merupakan penyakit self limited, dengan tidak
2. Infeksi Invasif
Shigella
Shigella adalah penyakit yang ditularkan melalui makanan atau air. Organisme
Shigella menyebabkan disentri basiler dan menghasilkan respons inflamasi pada kolon
melalui enterotoksin dan invasi bakteri. Secara klasik, Shigellosis timbul dengan gejala
dari demam, nyeri abdomen, dan diare cair tanpa darah, kemudian feses berdarah
setelah 3 – 5 hari kemudian. Lamanya gejala rata-rata pada orang dewasa adalah 7 hari,
pada kasus yang lebih parah menetap selama 3 – 4 minggu. Shigellosis kronis dapat
Salmonella nontyphoid
Serikat. Awal penyakit dengan gejala demam, menggigil, dan diare, diikuti dengan
mual, muntah, dan kejang abdomen. Occult blood jarang terjadi. Lamanya berlangsung
Salmonella typhi
nyeri abdomen, dan manifestasi sistemik lainnya. Penyakit tiphoid adalah suatu
penyakit sistemik dan memberikan gejala primer yang berhubungan dengan traktus
Bentuk klasik demam tiphoid selama 4 minggu. Masa inkubasi 7-14 hari. Minggu
pertama terjadi demam tinggi, sakit kepala, nyeri abdomen, dan perbedaan peningkatan
temperatur dengan denyut nadi. 50 % pasien dengan defekasi normal. Pada minggu
kedua terjadi splenomegali dan timbul rash. Pada minggu ketiga timbul penurunan
kesadaran dan peningkatan toksemia, keterlibatan usus halus terjadi pada minggu ini
dengan diare kebiru-biruan dan berpotensi untuk terjadinya ferforasi. Pada minggu ke
Campylobakter
invasi pada mukosa. Manifestasi klinis infeksi Campylobakter sangat bervariasi, dari
asimtomatis sampai sindroma disentri. Masa inkubasi selama 24 -72 jam setelah
organisme masuk. Diare dan demam timbul pada 90% pasien, dan nyeri abdomen dan
feses berdarah hingga 50-70%. Gejala lain yang mungkin timbul adalah demam, mual,
Vibrio non-kolera
dengan konsumsi kerang mentah. Diare terjadi individual, berakhir kurang 5 hari.
Diagnosa ditegakkan dengan membuat kultur feses yang memerlukan media khusus.
Yersinia
labil. Terminal ileum merupakan daerah yang paling sering terlibat, walaupun kolon
dapat juga terinvasi. Penampilan klinis biasanya terdiri dari diare dan nyeri abdomen,
yang dapat diikuti dengan artralgia dan ruam (eritrema nodosum atau eritema
multiforme). Feses berdarah dan demam jarang terjadi. Pasien terjadi adenitis, mual,
muntah dan ulserasi pada mulut. Diagnosis ditegakkan dari kultur feses.
Aeromonas
dan sitotoksin. Gejala diare cair, muntah, dan demam ringan. Kadang-kadang feses
berdarah. Penyakit sembuh sendiri dalam 7 hari. Diagnosa ditegakkan dari biakan
kotoran.
Kebanyakan kasus berhubungan dengan asupan kerang mentah atau air tanpa
olah dan perjalanan ke daerah tropik, Gejala paling sering adalah nyeri abdomen,
demam, muntah dan diare berdarah. Penyakit sembuh sendiri kurang dari 14 hari.
pemeriksaan penunjang yang sesuai. Dalam menganamnesis pasien diare akut perlu
ditanyakan mengenai onset, lama gejala, frekuensi diare dalam sehari, serta kuantitas
dan karakteristik feses (warna dan konsentrasi tinja, darah dan/lender dalam tinja).
Penting juga untuk ditanyakan mengenai muntah, rasa haus, rewel, anek lemah atau
tidak, kesadaran menurun, buang air kecil terakhir, demam, sesak, kejang dan kembung.
Adanya demam merupakan temuan diagnostik yang penting karena menandakan adanya
infeksi bakteri invasif seperti Salmonella, Shigella, dan Campylobacter, berbagai virus
enterik, atau suatu patogen sitotoksik seperti, C. difficile dan E. histolytica. Adanya
feses yang berdarah mengarahkan kemungkinan infeksi oleh patogen invasif dan yang
melepaskan sitotoksin; infeksi EHEC bila tidak terdapat leukosit pada feses; serta bukan
infeksi virus atau bakteri yang melepaskan enterotoksin. Muntah sering terjadi pada
diare yang disebabkan oleh infeksi virus atau toksin bakteri misalnya S. aureus.
mudah untuk mengenali pathogen spesifik penyebab diare hanya berdasarkan gambaran
klinisnya semata karena beberapa patogen dapat menunjukkan gambaran klinis yang
sama. Hal lainnya yang perlu ditanyakan adalah jumlah cairan yang masuk selama
diare, jenis makanan dan minuman yang diminum selama diare, konsumsi makanan
yang tidak biasa dan penderita diare disekitar juga sumber air minum.(1,4)
sekitar 2 hari SMRS berupa cairan dengan sedikit ampas. Pada kotoran ditemukan
adanya lendir dan darah. Anak selalu menangis dan memegang perut sebelum buang air
besar. Keluhan ini dialami sebanyak lebih dari 10x dalam sehari. Makan minum
berkurang. Tidak ada keluhan mual dan muntah. Pasien juga dikeluhkan batuk sejak
beberapa minggu SMRS. Batuk seperti berlendir, namun lendirnya tidak dapat
dikeluarkan. Ada sesak napas beberapa hari belakangan ini. Pasien juga demam sejak 4
hari SMRS. Demam bersifat hilang timbul. Demam akan turun jika diberikan obat
termasuk dalam diare akut karena perlangsungannya kurang dari 14 hari dan termasuk
diare bermasalah. Diare ini tergolong diare inflamasi yang disebabkan invasi bakteri dan
sitotoksin di kolon, dilihat dari manifestasi klinis berupa diare yang disertai lendir dan
darah juga nyeri perut yang bersifat kolik. Dari gambaran klinis pasien dapat
diperkirakan bahwa diare yang dialami disebabkan oleh infeksi patogen invasif yang
Pada pemeriksaan fisik perlu dinilai keadaan umum, kesadaran, dan tanda vital.
haus berat, turgor kulit abdomen menurun. Cari tanda tambahan seperti ubun-ubun
besar, kelopak mata, air mata, mukosa bibir, mulut dan lidah, berat badan, temperatur,
frekuensi nafas, denyut nadi. Selain itu, perlu dicari tanda-tanda dehidrasi dan kontraksi
volume ekstraseluler, seperti denyut nadi >90 kali/menit dan lemah, hipotensi
postural/ortostatik, lidah kering, kelopak mata cekung, serta kulit yang dingin dan
Tidak ditemukan tanda utama dan tambahan, kesadaran umum baik, sadar,
ubun-ubun besar tidak cekung, mata tidak cekung, air mata ada, mukosa mulut
dan bibir basah, turgor abdomen baik, bising usus normal, akral hangat
keadaran umum gelisah atau cengeng, ubun-ubun besar sedikit cekung, mata
sedikit cekung, air mata kurang, mukosa mulut dan bibir sedikit kering, turgor
keadaran umum lemah, letargi atau koma, ubun-ubun besar sangat cekung, mata
sangat cekung, air mata tidak ada, mukosa mulut dan bibir sangat kering, turgor
Pada pemeriksaan fisik pasien tampak cengeng, dengan nadi 150 x/menit,
reguler, suhu 38,7oC ; aksiler, RR 74 x/menit, mata cekung (+/+), mukosa bibir
lembab, penggunaan otot bantu napas (+/+), turgor kulit kurang, akral hangat.
Penentuan derajat dehidrasi berdasarkan klinis pasien maka pasien termasuk dalam
derajat dehidrasi ringan-sedang, dimana keadaan umum cengeng, mata sedikit cekung,
akral hangat. Pada kondisi ini maka kehilangan cairan berkisar 5-10% berat badan.
metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang merasa haus, berat badan
berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit
menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang
pernapasan sehingga frekuensi nafas lebih cepat dan lebih dalam (kussmaul). Reaksi ini
adalah usaha tubuh untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat naik kembali
normal. Pada keadaan asidosis metabolik yang tidak dikompensasi, bikarbonat standard
juga rendah, pCO2 normal dan base excess sangat negatif. Pada pasien, peningkatan
napas mungkin berasal dari masalah dehidrasi yang dialami ditambah dengan masalah
bronkopneumonia. (1,3)
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat
ringannya infeksi, tetapi secara umum dapat dilihat berdasarkan gejala, yaitu gejala
infeksi umum dan gejala gangguan respiratori. Gejala gangguan respiratori seperti
batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnue, napas cuping hidung, air hunger, merintih
dan sianosis. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi,
suara napas melemah dan ronki. Pada pasien selain ditemukan sesak napas juga
diagnosis tambahan.(4)
dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun sampai tidak
terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin dan kadang
sianosis.(3)
darah dan elektrolit. Pemeriksaan tinja tidak rutin dilakukan pada diare akut, kecuali
apabila ada tanda intoleransi laktosa dan kecurigaan amubiasis. Hal yang dinilai pada
pemeriksaan tinja adalah makroskopis (konsistensi, warna, lender, darah dan bau),
mikroskopis (leukosit, eritrosit, parasit dan bakteri), kimia (pH, elektrolit), sementara
biakan dan uji sensitivitas tidak dilakukan pada diare akut. Analisa gas darah dan
elektrolit bila secara klinis dicurigai adanya gangguan keseimbangan asam basa dan
elektrolit.(3)
rehidrasi dan penyesuaian diet. Terapi simtomatik dapat diteruskan selama beberapa
hari sebelum dilakukan evaluasi lanjutan pada pasien tanpa penyakit yang berat,
terutama bila tidak dijumpai adanya darah samar dan leukosit pada fesesnya. Terapi
antibiotik tidak diperlukan pada sebagian besar kasus diare akut karena penyakit
biasanya sembuh sendiri (self-limited). Akan tetapi, terapi antibiotik empiris dan
spesifik dapat diberikan bila terdapat indikasi. Terapi terpenting pada diare akut adalah
rehidrasi, lebih disenangi melalui rute oral dengan larutan yang mengandung air, garam,
dan gula. Terapi rehidrasi oral (oral rehydration therapy/ORT) merupakan pemberian
cairan melalui mulut untuk mencegah atau mengoreksi dehidrasi akibat diare. ORT
merupakan standar bagi penanganan diare akut yang efficacious dan cost-effective,
termasuk di negara-negara industri. Pada dasarnya ORT terdiri dari 2 bagian, yaitu:
Prinsip penanganan lintas diare meliputi cairan, seng, nutrisi, antibiotik yang
tepat dan edukasi. Penanganan diare tanpa dehidrasi meliputi cairan rehidrasi oralit
dengan menggunakan NEW ORALIT diberikan 5-10 ml/kgBB setiap diare atau
berdasarkan usia yaitu < 1 tahun sebanyak 50-100cc, umur 1-5 tahun sebanyak 100-
200cc dan di atas umur 5 tahun semaunya. Dapat diberikan cairan rumah tangga sesuai
kemauan anak. ASI harus terus diberikan. Pasien dapat dirawat dirumah kecuali apabila
terdapat komplikasi lain (tidak mau minum, muntah terus menerus, diare frekuren dan
profus).(4)
sebanyak 75mL/kgBB dalam 3 jam untuk mengganti kehilangan cairan yang telah
terjadi dan sebanyak 5-10 mL/kgBB setiap diare cair. Rehidrasi parenteral (IV)
diberikan bila anak muntah setiap diberi minum walaupun telah diberikan dengan cara
sedikit demi sedikit atau melalui pipa NGT. Cairan intravena yang diberikan adalah
ringer laktat atau KaEn3B atau naCl dengan jumlah cairan dihitung berdasarkan berat
- Masukan cairan peroral diberikan bila pasien sudah mau dan dapat minum,
Zink elemen diberikan selama 10-14 hari meskipun anak sudah tidak diare
dengan dosis 10 mg per hari (umur dibawah 6 bulan) dan 20 mg per hari (umur di atas 6
bulan). Untuk terapi medikamentosa, tidak boleh diberikan obat anti diare. Antibiotik
diberikan bila ada indikasi, misalnya disentri atau kolera. Sedangkan antiparasit yang
Pada pasien ini diberikan terapi cairan berupa IVFD Asering 600cc/24 jam,
Injeksi Cefotaxime 4x150 mg (iv) dan Inj. Gentamisin 2x30 mg (iv). Pasien juga
diberikan jika pasien demam, zinc 1x10mg selama 10 hari, oralit 200cc diberikan
sedikit-sedikit bila tidak sesak, dan nebulisasi NaCl 0,9% 2 cc/8jam untuk permasalahan
hiposmolar. Namun pasien tidak dapat diberikan cairan per oral karena kondisi sesak
sehingga cairan diberikan dalam bentuk parenteral sambil menunggu masalah sesak
teratasi. Cairan yang diberikan disesuaikan dengan berat badan pasien sehingga
masih sesak atau muntah setiap kali diberikan oralit maka perhitungan jumlah cairan
feses berdarah/mucoid, terdapat darah samar atau leukosit pada feses dan pasien dengan
buang air besar >8 kali/hari, dehidrasi, gejala>1 minggu, yang memerlukan perawatan,
manfaat klinik dengan biaya, risiko efek samping, eradikasi flora normal usus yang
antimikrobial.(1)
oral 2x/hari selama 5 hari. Pilihan kedua adalah TMP/SMX atau ampicillin. Pada pasien
spectrum kerja sefalosporin lebih luas, mengingat pasien memiliki 2 fokus infeksi. Bila
Nutrisi pasien diare akut juga perlu diperhatikan. ASI dan makanan dengan
menu yang sama saat anak sehat sesuai umur tetap diberikan untuk mencegah
kehilangan berat badan dan sebagai pengganti nutrisi yang hilang. Adanya perbaikan
nafsu makan menandakan fase kesembuhan. Anak tidak boleh dipuasakan, makanan
diberikan sedikit-sedikit tapi sering (lebih kurang 6x sehari), rendah serat, buah-buahan
terutama pisang.(4)
cuci tangan sebelum makan, (3) kebersihan lingkungan, BAB di jamban, (4)
memberikan makanan penyapih yang benar, (5) penyediaan air minum yang bersih, (6)
Pasien ini pulang pada tanggal 16 Oktober 2017. Prognosis pasien pada kasus ini
adalah baik. Keluhan pada pasien juga secara berangsur berkurang. Hal ini ditandai
dengan pasien tidak diare lagi, batuk yang mulai berkurang, dan pada pemeriksaan fisik
PENUTUP
dan bronkopneumonia pada anak perempuan usia 6 bulan, dengan berat 5,9kg.
dengan terapi suportif dan kausal. Dengan terapi yang tepat maka prognosis pasien
adalah baik
1. Eppy. Diare Akut. 2009. SMF Penyakit Dalam RSUP Persahabatan Jakarta. In:
Mediscus. November 2009;22(03):91-98
2. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Panduan Sosialisasi Tatalaksana
Diare Balita. 2011.Jakarta.
3. Zein U, Sagala KH, Ginting J. Diare Akut Disebabkan Bakteri. Divisi Penyakit
Tropik dan Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam. Universitas Sumatera Utara;
2004.
4. Pudjiati AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandraputra EP, Harmoniati
ED. PEdoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Ikatan Dokter
Anak Indonesia; 2009.