Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS

DESEMBER 2017

DIARE DISENTRI DENGAN


DEHIDRASI RINGAN-SEDANG

Disusun Oleh :

dr. Apriani Ermawati Waang, S.Ked

RSD ALOR- KALABAHI


ALOR
2017

Laporan Kasus DIARE 1


Lembar Pengesahan

Laporan Kasus

DIARE DISENTRI DENGAN DEHIDRASI RINGAN-SEDANG

Diajukan Untuk Melengkapi


Persyaratan Program Internship dokter

Diperiksa dan Disetujui

Kalabahi, .................,2017

Pembimbing

dr. Puguh Setyawan

Laporan Kasus DIARE 2


KATA PENGANTAR

Penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan yang penting di dunia hingga

saat ini. Di negara-negara berkembang, angka kematian akibat diare pada umumnya

masih tinggi. Sementara itu, di negara-negara industri, walaupun angka kematiannya

rendah, tetapi angka morbiditas akibat penyakit ini cukup tinggi, sehingga mengganggu

produktivitas dan membutuhkan biaya yang besar untuk penanganannya. Adapun

penulisan Laporan Kasus ini dimaksud untuk menambah wawasan penulis dan pembaca

terkait permasalahan diare dan bagaimana penanganan pasien dengan diagnosa tersebut.

Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada pembimbing dan semua pihak

yang telah berkontribusi dalam penyelesaian penulisan Laporan Kasus ini. Penulis

menyadari bahwa penyusunan Laporan Kasus ini memiliki banyak kekurangan. Karena

itu kritik, saran dan masukan yang bersifat membangun dibutuhkan untuk perbaikan

kedepannya.

Akhir kata semoga Laporan Kasus ini memberi manfaat bagi kita semua.

Alor, Desember 2017

Penulis

Laporan Kasus DIARE 3


Daftar Isi

Lembar Pengesahan ........................................................................................... 2


Kata pengantar ................................................................................................... 3
Daftar Isi ............................................................................................................ 4
BAB 1 Pendahuluan ......................................................................................... 5
BAB 2 Laporan Kasus ..................................................................................... 8
2.1 Identitas Pasien ............................................................................................ 8
2.2 Anamnesis dan pemeriksaan ...................................................................... 8
2.3 Follow up Pasien ......................................................................................... 12
BAB 3 Pembahasan ......................................................................................... 14
BAB 4 Penutup ................................................................................................ 31
Daftar Pustaka ................................................................................................... 32

Laporan Kasus DIARE 4


LAPORAN KASUS
Diare dengan Dehidrasi Ringan-Sedang
dr. Apriani Ermawati Waang, S.Ked
RSD Alor - Kalabahi

BAB I

PENDAHULUAN

Diare didefinisikan sebagai defekasi dengan berat feses >200 gram/hari. Akan

tetapi, definisi tersebut kurang bernilai klinis karena pengukuran jumlah feses hanya

dilakukan dalam penelitian. Definisi praktis yang sering dipakai adalah defekasi dengan

feses encer/berair sebanyak ≥3 kali/hari.(1)

Penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan yang penting di dunia hingga

saat ini. Di negara-negara berkembang, angka kematian akibat diare pada umumnya

masih tinggi. Sementara itu, di negara-negara industri, walaupun angka kematiannya

rendah, tetapi angka morbiditas akibat penyakit ini cukup tinggi, sehingga mengganggu

produktivitas dan membutuhkan biaya yang besar untuk penanganannya. Survei

mordibitas yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI tahun 2006 angka kesakitan

diare semua umur sebesar 423 per 1000 penduduk, angka kesakitan ini meningkat bila

dibandingkan dengan hasil survei yang sama pada tahun 2000 sebesar 301 per 1000

penduduk dan tahun 2003 sebesar 374 penduduk. Jumlah Kejadian Luar Biasa (KLB)

pada tahun 2008 terjadi 49 KLB, dengan jumlah penderita 8133 orang, meninggal 239

(CFR 2,94%) sedang tahun 2009 terjadi 24 KLB, dengan jumlah penderita meninggal

5756 orang meninggal 100 (CFR 1,74 %).(2)

Kematian balita karena penyakit diare juga masih sangat tinggi di Indonesia,

bahkan sejak tahun 2001 terlihat terjadi peningkatan angka kematian balita karena

penyakit diare, dari data SKRT 2001 (13%), studi mortalitas 2005 (15,3%) dan

Laporan Kasus DIARE 5


Riskesdas 2007 (25,2%). Sama halnya dengan kematian bayi karena diare juga

meningkat, SKRT 2001 (9%), Studi mortalitas 2005 (9,1%) dan Riskesdas 2007 (42%).

Hal ini tentunya sangat disayangkan mengingat bahwa pengobatan diare sebenarnya

tidak terlalu sulit. Sejak tahun 2007, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dalam

KEPMENKES RI No: 1216/MENKES/SK/XI/2001 Edisi ke-5 tahun 2007

memperbaharui tatalaksana diare sesuai rekomendasi Joint Statement WHO/UNICEF

tahun 2004 dan meluncurkan LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare)

sebagai salah satu strategi pengendalian penyakit diare di Indonesia dengan

mencantumkan penggunaan/pemberian ZINC dan ORALIT sebagai paduan obat diare.

Studi WHO membuktikan bahwa pemberian ZINC kepada penderita diare dapat

mengurangi prevalensi diare sebesar 34%, mengurangi jangka waktu diare akut sebesar

20%, mengurangi jangka waktu diare persisten sebesar 24% dan dapat mencegah

kegagalan terapi atau kematian akibat terapi diare persisten sebesar 42%.(2)

Penyebab diare akut dapat berupa infeksi ataupun noninfeksi. Pada beberapa

kasus, keduanya sama-sama berperan. Penyebab noninfeksi dapat berupa obat-obatan,

alergi makanan, penyakit primer gastrointestinal seperti, inflammatory bowel disease,

atau berbagai penyakit sistemik seperti, tirotoksikosis dan sindrom karsinoid. Penyebab

infeksi dapat berupa bakteri, virus, ataupun parasit.(1)

Untuk mendiagnosis diare akut diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang yang sesuai. Penatalaksanaan pasien diare akut dimulai dengan

terapi simtomatik, seperti rehidrasi dan penyesuaian diet. Terapi simtomatik dapat

diteruskan selama beberapa hari sebelum dilakukan evaluasi lanjutan pada pasien tanpa

penyakit yang berat, terutama bila tidak dijumpai adanya darah samar dan leukosit pada

fesesnya. Terapi antibiotik tidak diperlukan pada sebagian besar kasus diare akut karena

Laporan Kasus DIARE 6


penyakit biasanya sembuh sendiri (self-limited). Akan tetapi, terapi antibiotik empiris

dan spesifik dapat diberikan bila terdapat indikasi.(1,3)

Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama,

terutama pada usia lanjut dan anak-anak. Pada kasus-kasus yang terlambat meminta

pertolongan medis, sehingga syok hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi

lagi maka dapat timbul Tubular Nekrosis Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi

gagal multi organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi bila penanganan pemberian cairan

tidak adekuat sehingga tidak tecapai rehidrasi yang optimal. (3)

Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan

terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya sangat baik

dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan penyakit,

morbiditas dan mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut usia.

Laporan Kasus DIARE 7


BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

 Nama : An. KP

 Jenis kelamin : Perempuan

 Umur : 6 bulan

 Agama : Kristen Protestan

 Alamat : Kalabahi

 Tgl MRS IGD : 12 Oktober 2017

2.2 Anamnesis

 Keluhan Utama :

Diare disertai sesak napas

 Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien diare sekitar 2 hari SMRS berupa cairan dengan sedikit ampas. Pada

kotoran ditemukan adanya lendir dan darah. Anak selalu menangis dan

memegang perut sebelum buang air besar. Keluhan ini dialami sebanyak lebih

dari 10x dalam sehari. Makan minum berkurang. Tidak ada keluhan mual dan

muntah. Pasien juga dikeluhkan batuk sejak beberapa minggu SMRS. Batuk

seperti berlendir, namun lendirnya tidak dapat dikeluarkan. Ada sesak napas

beberapa hari belakangan ini. Pasien juga demam sejak 4 hari SMRS. Demam

bersifat hilang timbul. Demam akan turun jika diberikan obat penurun panas.

Tidak ada kejang.

Laporan Kasus DIARE 8


 Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien belum pernah mengalami gejala seperti ini sebelumnya. Pasien hanya

sering mengalami batuk yang disertai sesak napas.

 Riwayat Pengobatan

Pasien sudah diberikan obat penurun panas oleh ibunya. Demamnya turun, tetapi

kemudian pasien kembali demam.

 Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang sedang mengalami atau memiliki keluhan yang sama.

Tidak ada riwayat masalah pernapasan dalam keluarga.

 Riwayat Kehamilan

Tidak ada permasalahan saat proses kehamilan. Ibu pasien melakukan

pemeriksaan kehamilan teratur di Puskesmas. Tidak ada riwayat sakit maupun

konsumsi obat-obatan selain suplemen penambah darah.

 Riwayat Persalinan

Pasien lahir cukup bulan, lahir secara spontan di rumah sakit dengan bantuan

bidan. Anak lahir langsung menangis.

2.3 Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Pasien tampak sakit sedang


Kesadaran : Compos mentis (E4V5M6)
Tanda Vital :
 Nadi : 150 x/menit, reguler
 S : 38,7oC ; aksiler
 RR : 74 x/menit

Kepala : Bentuk normal, rambut tidak mudah dicabut, warna : hitam

Laporan Kasus DIARE 9


Kulit : Kelainan kulit (-), Sianosis (-), Ikterik (-), Pucat (-)

Mata : Mata cekung (+/+), Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor

3mm/3mm, refleks cahaya langsung dan tidak langsung (+/+)

Hidung : Napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)

Telinga : Deformitas daun telinga (-/-)

Mulut : Mukosa bibir lembab, plak putih (-)

Leher : Pembesaran KGB dan kelenjar tiroid (-), penggunaan otot bantu napas (+/+)

Thoraks

 Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, retraksi (+/+) subcosta minimal

 Auskultasi : Vesikular (+/+),


Wheezing - - Ronkhi - -

- - - -

- - + +

Jantung
 Auskultasi : S1-S2 reguler, tunggal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
 Inspeksi : kesan datar, distensi (-)
 Auskultasi : Bising Usus (+) kesan normal
 Palpasi : Supel, Nyeri tekan (-)
 Perkusi : Timpani pada seluruh regio abdomen
Ekstremitas :
Superior Inferior
Edema -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Akral Hangat Hangat
CRT < 2 detik < 2 detik
Turgor kulit kurang

Laporan Kasus DIARE 10


2.7 Pemeriksaan Penunjang

 Darah Lengkap

Nilai
Hb 11.6 g/dL
RBC 4.38 x 10^6/uL
Hct 31,4 %
MCV 71,8 fL
MCH 26,3 pg
MCHC 36,6 g/L
WBC 15,9 x 10^3/ uL
LIMFOSIT 55,8 %
GRANULOSIT 35,2 %
Trombosit 313 x 10^6/ uL
GDS 83,8 mg/dL

a. Diagnosis Kerja

 Disentri dengan dehidrasi ringan-sedang

 Dyspneu ec Bronkopneumonia

b. Penatalaksanaan

 O2 via nasal canul 1-2 lpm

 IVFD Asering 500 cc/24 jam

 Injeksi Cefotaxime 150 mg/6jam/IV

 Injeksi Gentamisin 30mg/24jam/IV

 Injeksi Paracetamol 60mg/8jam/IV

 Nebulisasi NaCl 0,9% 2 cc/8jam

Laporan Kasus DIARE 11


 Oralit 200 cc diberikan sedikit-sedikit bila tidak sesak

 Zinc 1x10mg

 Paracetamol 3 x ½ sendok takar (jika demam)

Follow Up Pasien

Tanggal Subjektif Objektif Assesment Planning


Treatment
13/10/ BAB cair (+) 2x, KU sakit sedang, Disentri dengan O2 1 lpm nasal
2017 ampas dan cairan, CM dehidrasi ringan canul (k/p)
darah (-), demam Nadi: 112 x/menit, sedang IVFD Asering 7
0
(-), batuk (+), Suhu: 37,4 C Bronkopneumonia tpm
sesak (+) Napas: 36 x/menit Inj. Cefotaxime
SpO2 96% 300mg/12jam/IV
Mata: anemis -/- (2)
Pulmo: ves +/+, rh Inj. Gentamisin
+/+, wheezing -/- 30mg/24jam/IV
Abd: BU (+), supel Oralit ad lib
Akral hangat Zinc 1 x 10mg (2)
Paracetamol 3 x ½
cth
Nebu NaCl 0,9%
2cc : bisolvon 6
tetes/12jam

14/10/ BAB cair (+) 1x, KU sakit sedang, Disentri dengan IVFD Asering 7
2017 ampas dan cairan, CM dehidrasi ringan tpm
batuk (+) Nadi: 110 x/menit, sedang Inj. Cefotaxime
Suhu: 37,6 0C Bronkopneumonia 300mg/12jam/IV
Napas: 37 x/menit (3)
SpO2 97% Inj. Gentamisin
Mata: anemis -/- 30mg/24jam/IV
Pulmo: ves +/+, rh Oralit ad lib
+/+, wheezing -/- Zinc 1 x 10mg (3)
Abd: BU (+), supel Paracetamol 3 x ½
Akral hangat cth
Ambroxol 3x1/2
cth
Nebulisasi STOP

15/10/20 BAB cair (+) 5x, KU sakit sedang, Disentri dengan Oralit ad lib
17 ampas > cairan, CM dehidrasi ringan Zinc 1 x 10mg (4)
darah (-), batuk Nadi: 109 x/menit, sedang Paracetamol 3 x ½
(+) Suhu: 37,5 0C Bronkopneumonia cth
Napas: 35 x/menit Ambroxol 3x1/2

Laporan Kasus DIARE 12


SpO2 98% cth
Mata: anemis -/- Amoxicillin 3 x 1
Pulmo: ves +/+, rh cth
+/+, wheezing -/- Nebu NaCl 0,9%
Abd: BU (+), supel 2cc : bisolvon 6
Akral hangat tetes/12jam
Rencana pulang
besok
16/10/20 Keluhan (-) KU sakit sedang, Bronkopneumonia Rawat jalan
17 CM Disentri dengan Zinc 1 x 10mg (5)
Nadi: 112 x/menit, dehidrasi ringan Paracetamol 3 x ½
Suhu: 37,2 0C sedang cth
Napas: 35 x/menit Ambroxol 3x1/2
SpO2 98% cth
Mata: anemis -/- Amoxicillin 3 x 1
Pulmo: ves +/+, rh cth
-/-, wheezing -/- Kontrol poli anak
Abd: BU (+), supel
Akral hangat

Laporan Kasus DIARE 13


BAB III

ANALISA KASUS

Dilaporkan seorang anak perempuan (an. KP) berumur 6 bulan, berat badan 5,9

kg dengan diagnosis disentri dengan dehidrasi ringan sedang dan bronkopneumonia.

Pasien masuk rumah sakit di IGD pada tanggal 12 Oktober 2017. Diagnosa disentri

dengan dehidrasi ringan sedang dan bronkopneumonia ditegakkan berdasarkan

anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau

setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari

200 g atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air

besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai

lendir dan darah.(4)

Pembagian diare berdasarkan waktu dibagi menjadi diare akut yaitu diare yang

berlangsung ≤14 hari, diare persisten yaitu diare yang menetap sampai >14 hari, dan

diare kronik bila menetap >30 hari. Pembagian diare berdasarkan diare bermasalah,

dibedakan atas 2 yaitu disentri, diare dengan darah dan lendir dalam feses dan diare

kronis/persisten.(1,2)

Penyebab diare akut dapat berupa infeksi ataupun noninfeksi. Pada beberapa

kasus, keduanya sama-sama berperan. Penyebab noninfeksi dapat berupa obat-obatan,

alergi makanan, penyakit primer gastrointestinal seperti, inflammatory bowel disease,

atau berbagai penyakit sistemik seperti, tirotoksikosis dan sindrom karsinoid. Penyebab

infeksi dapat berupa bakteri, virus, ataupun parasit. Di negara-negara berkembang,

Laporan Kasus DIARE 14


prevalensi diare akut akibat bakteri dan parasit lebih tinggi dibandingkan akibat virus,

dengan puncak kasus pada musim kemarau. Sebaliknya, di negara-negara industri, diare

akut lebih banyak disebabkan oleh infeksi virus.(1)

Tabel 1. Patogen penyebab diare akut (1)

Bakteri Virus Parasit


Vibrio cholerae O1 Rotavirus Protozoa
Vibrio cholerae O139 Norovirus (Calicivirus) Microsporidium
Vibrio parahaemolyticus Adenovirus (serotip. 40 / Encephalitozoon bieneusi
Escherichia coli 41) Enterocytozoon
Plesiomonas shigelloides Astrovirus intestinalis
Aeromonas Cytomegalovirus Giardia lamblia /
Bacteroides fragilis Coronavirus intestinalis
Campylobacter jejuni Herpes simplex virus Cryptosporidium hominis
Campylobacter coli Entamoeba histolytica
Campylobacter Isospora belli
upsaliensis Cyclospora cayetanensis
nontyphoidal Salmonella Dientamoeba fragilis
Clostridium difficile Blastocystis hominis
Yersinia enterocolitica Cacing
Yersinia Strongyloides stercoralis
pseudotuberculosis Angiostrongylus
Shigella species costaricensis
Schistosoma mansoni

Diare akut merupakan masalah umum yang ditemukan diseluruh dunia. Di

Amerika Serikat keluhan diare menempati peringkat ketiga dari daftar keluhan pasien

pada ruang praktek dokter. Sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia, data

menunjukkan diare akut karena infeksi terdapat pada peringkat pertama s/d ke empat

pasien dewasa yang datang berobat ke rumah sakit. Di negara maju diperkirakan insiden

sekitar 0,5-2 episode/orang/tahun sedangkan di negara berkembang lebih dari itu. Di

USA dengan penduduk sekitar 200 juta diperkirakan 99 juta episode diare akut pada

dewasa terjadi setiap tahunnya. WHO memperkirakan ada sekitar 4 miliar kasus diare

akut setiap tahun dengan mortalitas 3-4 juta pertahun. Bila angka itu diterapkan di

Indonesia, setiap tahun sekitar 100 juta episode diare pada orang dewasa per tahun.(2,3)

Laporan Kasus DIARE 15


Beberapa faktor epidemiologis dipandang penting untuk mendekati pasien diare

akut yang disebabkan oleh infeksi. Makanan atau minuman terkontaminasi, berpergian,

penggunaan antibiotik, HIV positif atau AIDS, merupakan petunjuk penting dalam

mengidentifikasi pasien berisiko tinggi untuk diare infeksi.

Kejadian diare pada balita berdasarkan kategori umur dari hasil survei IDHS

2007 (Indonesian Demographic Health Survey) menunjukan bahwa selama 2 minggu

terakhir sebelum survey diketahui bahwa ada 20,7% yang terkena diare dari 3094 anak

berumur 12-23 bulan yang di survey dan merupakan yang paling sering terkena diare

diikuti anak berusia 24-35 bulan dan 6-11 bulan.(2)

Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi diare

non inflamasi dan diare inflamasi. Diare inflamasi disebabkan invasi bakteri dan

sitotoksin di kolon dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang disertai

lendir dan darah. Gejala klinis yang menyertai keluhan abdomen seperti mulas sampai

nyeri seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala dan tanda dehidrasi.

Pada pemeriksaan tinja rutin secara makroskopis ditemukan lendir dan/atau darah, serta

mikroskopis didapati sel leukosit polimorfonuklear. Pada diare non inflamasi, diare

disebabkan oleh enterotoksin yang mengakibatkan diare cair dengan volume yang besar

tanpa lendir dan darah. Keluhan abdomen biasanya minimal atau tidak ada sama sekali,

namun gejala dan tanda dehidrasi cepat timbul, terutama pada kasus yang tidak

mendapat cairan pengganti. Pada pemeriksaan tinja secara rutin tidak ditemukan

leukosit.(3)

Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun yang kronik dapat dibagi

menjadi kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif dan gangguan motilitas. Diare osmotik

terjadi bila ada bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan osmolaritas dalam lumen

Laporan Kasus DIARE 16


yang menarik air dari plasma sehingga terjadi diare. Contohnya adalah malabsorbsi

karbohidrat akibat defisiensi laktase atau akibat garam magnesium. Diare sekretorik bila

terjadi gangguan transport elektrolit baik absorbsi yang berkurang ataupun sekresi yang

meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat toksin yang dikeluarkan bakteri misalnya toksin

kolera atau pengaruh garam empedu, asam lemak rantai pendek, atau laksantif non

osmotik. Beberapa hormon intestinal seperti gastrin vasoactive intestinal polypeptide

(VIP) juga dapat menyebabkan diare sekretorik. Diare eksudatif, inflamasi akan

mengakibatkan kerusakan mukosa baik usus halus maupun usus besar. Inflamasi dan

eksudasi dapat terjadi akibat infeksi bakteri atau bersifat non infeksi seperti gluten

sensitive enteropathy, inflamatory bowel disease (IBD) atau akibat radiasi. Kelompok

lain adalah akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan waktu transit usus menjadi

lebih cepat. Hal ini terjadi pada keadaan tirotoksikosis, sindroma usus iritabel atau

diabetes melitus.(3)

Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi bakteri paling

tidak ada dua mekanisme yang bekerja yaitu peningkatan sekresi usus dan penurunan

absorbsi di usus. Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan toksin yang

menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri yang invasif mengakibatkan perdarahan

atau adanya leukosit dalam feses. Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat

kuman enteropatogen meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa

kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu

bakteri dapat menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi

pertahanan mukosa usus.(3)

Laporan Kasus DIARE 17


Beberapa Penyebab Diare Akut Infeksi Bakteri (3)

a. Infeksi non-invasif.

Stafilococcus aureus

Gejala terjadi dalam waktu 1 – 6 jam setelah asupan makanan terkontaminasi.

Sekitar 75 % pasien mengalami mual, muntah, dan nyeri abdomen, yang kemudian

diikuti diare sebanyak 68 %. Demam sangat jarang terjadi. Lekositosis perifer jarang

terjadi, dan sel darah putih tidak terdapat pada pulasan feses. Masa berlangsungnya

penyakit kurang dari 24 jam.

Bacillus cereus

Enterotoksin dari B. cereus menyebabkan gejala muntah dan diare, dengan

gejala muntah lebih dominan. Gejala dapat ditemukan pada 1 – 6 jam setelah asupan

makanan terkontaminasi, dan masa berlangsungnya penyakit kurang dari 24 jam. Gejala

akut mual, muntah, dan nyeri abdomen, yang seringkali berakhir setelah 10 jam. Gejala

diare terjadi pada 8 – 16 jam setelah asupan makanan terkontaminasi dengan gejala

diare cair dan kejang abdomen. Mual dan muntah jarang terjadi.

Clostridium perfringens

Bakteri ini sering menyebabkan keracunan makanan akibat dari enterotoksin dan

biasanya sembuh sendiri . Gejala berlangsung setelah 8 – 24 jam setelah asupan produk-

produk daging yang terkontaminasi, diare cair dan nyeri epigastrium, kemudian diikuti

dengan mual, dan muntah. Demam jarang terjadi. Gejala ini akan berakhir dalam waktu

24 jam.

Vibrio cholerae

V cholerae adalah bakteri yang menyebabkan diare yang menimbulkan dehidrasi

berat, kematian dapat terjadi setelah 3 – 4 jam pada pasien yang tidak dirawat. Toksin

Laporan Kasus DIARE 18


kolera dapat mempengaruhi transport cairan pada usus halus dengan meningkatkan

cAMP, sekresi, dan menghambat absorpsi cairan. Penyebaran kolera dari makanan dan

air yang terkontaminasi. Gejala awal adalah distensi abdomen dan muntah, yang secara

cepat menjadi diare berat, diare seperti air cucian beras. Pasien kekurangan elektrolit

dan volume darah. Demam ringan dapat terjadi. Kimia darah terjadi penurunan

elektrolit dan cairan dan harus segera digantikan yang sesuai. Kalium dan bikarbonat

hilang dalam jumlah yang signifikan, dan penggantian yang tepat harus diperhatikan.

Escherichia coli patogen

E. coli patogen adalah penyebab utama diare pada pelancong. Mekanisme

patogen yang melalui enterotoksin dan invasi mukosa. Ada beberapa agen penting, yaitu

: Enterotoxigenic E. coli (ETEC), Enterophatogenic E. coli (EPEC), Enteroadherent E.

coli (EAEC), Enterohemorrhagic E. coli (EHEC) dan Enteroinvasive E. Coli (EIHEC).

Kebanyakan pasien dengan ETEC, EPEC, atau EAEC mengalami gejala ringan

yang terdiri dari diare cair, mual, dan kejang abdomen. Diare berat jarang terjadi,

dimana pasien melakukan BAB lima kali atau kurang dalam waktu 24 jam. Lamanya

penyakit ini rata-rata 5 hari. Demam timbul pada kurang dari 1/3 pasien. Feses berlendir

tetapi sangat jarang terdapat sel darah merah atau sel darah putih. Lekositosis sangat

jarang terjadi. ETEC, EAEC, dan EPEC merupakan penyakit self limited, dengan tidak

ada gejala sisa.

2. Infeksi Invasif

Shigella

Shigella adalah penyakit yang ditularkan melalui makanan atau air. Organisme

Shigella menyebabkan disentri basiler dan menghasilkan respons inflamasi pada kolon

melalui enterotoksin dan invasi bakteri. Secara klasik, Shigellosis timbul dengan gejala

Laporan Kasus DIARE 19


adanya nyeri abdomen, demam, BAB berdarah, dan feses berlendir. Gejala awal terdiri

dari demam, nyeri abdomen, dan diare cair tanpa darah, kemudian feses berdarah

setelah 3 – 5 hari kemudian. Lamanya gejala rata-rata pada orang dewasa adalah 7 hari,

pada kasus yang lebih parah menetap selama 3 – 4 minggu. Shigellosis kronis dapat

menyerupai kolitis ulseratif, dan status karier kronis dapat terjadi.

Salmonella nontyphoid

Salmonella nontipoid adalah penyebab utama keracunan makanan di Amerika

Serikat. Awal penyakit dengan gejala demam, menggigil, dan diare, diikuti dengan

mual, muntah, dan kejang abdomen. Occult blood jarang terjadi. Lamanya berlangsung

biasanya kurang dari 7 hari.

Salmonella typhi

Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi adalah penyebab demam tiphoid.

Demam tiphoid dikarakteristikkan dengan demam panjang, splenomegali, delirium,

nyeri abdomen, dan manifestasi sistemik lainnya. Penyakit tiphoid adalah suatu

penyakit sistemik dan memberikan gejala primer yang berhubungan dengan traktus

gastrointestinal. Sumber organisme ini biasanya adalah makanan terkontaminasi.

Bentuk klasik demam tiphoid selama 4 minggu. Masa inkubasi 7-14 hari. Minggu

pertama terjadi demam tinggi, sakit kepala, nyeri abdomen, dan perbedaan peningkatan

temperatur dengan denyut nadi. 50 % pasien dengan defekasi normal. Pada minggu

kedua terjadi splenomegali dan timbul rash. Pada minggu ketiga timbul penurunan

kesadaran dan peningkatan toksemia, keterlibatan usus halus terjadi pada minggu ini

dengan diare kebiru-biruan dan berpotensi untuk terjadinya ferforasi. Pada minggu ke

empat terjadi perbaikan klinis.

Campylobakter

Laporan Kasus DIARE 20


Spesies Campylobakter ditemukan pada manusia C. Jejuni dan C. Fetus, sering

ditemukan pada pasien immunocompromised.. Patogenesis dari penyakit toksin dan

invasi pada mukosa. Manifestasi klinis infeksi Campylobakter sangat bervariasi, dari

asimtomatis sampai sindroma disentri. Masa inkubasi selama 24 -72 jam setelah

organisme masuk. Diare dan demam timbul pada 90% pasien, dan nyeri abdomen dan

feses berdarah hingga 50-70%. Gejala lain yang mungkin timbul adalah demam, mual,

muntah dan malaise. Masa berlangsungnya penyakit ini 7 hari.

Vibrio non-kolera

Spesies Vibrio non-kolera telah dihubungkan dengan mewabahnya

gastroenteritis. V parahemolitikus, non-01 V. kolera dan V. mimikus telah dihubungkan

dengan konsumsi kerang mentah. Diare terjadi individual, berakhir kurang 5 hari.

Diagnosa ditegakkan dengan membuat kultur feses yang memerlukan media khusus.

Yersinia

Organisme tersebut menginvasi epitel usus. Yersinia menghasilkan enterotoksin

labil. Terminal ileum merupakan daerah yang paling sering terlibat, walaupun kolon

dapat juga terinvasi. Penampilan klinis biasanya terdiri dari diare dan nyeri abdomen,

yang dapat diikuti dengan artralgia dan ruam (eritrema nodosum atau eritema

multiforme). Feses berdarah dan demam jarang terjadi. Pasien terjadi adenitis, mual,

muntah dan ulserasi pada mulut. Diagnosis ditegakkan dari kultur feses.

Aeromonas

Aeromonas menghasilkan beberapa toksin, termasuk hemosilin, enterotoksin,

dan sitotoksin. Gejala diare cair, muntah, dan demam ringan. Kadang-kadang feses

berdarah. Penyakit sembuh sendiri dalam 7 hari. Diagnosa ditegakkan dari biakan

kotoran.

Laporan Kasus DIARE 21


Plesiomonas

Kebanyakan kasus berhubungan dengan asupan kerang mentah atau air tanpa

olah dan perjalanan ke daerah tropik, Gejala paling sering adalah nyeri abdomen,

demam, muntah dan diare berdarah. Penyakit sembuh sendiri kurang dari 14 hari.

Diagnosa ditegakkan dari kultur feses.

Untuk mendiagnosis diare akut diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang yang sesuai. Dalam menganamnesis pasien diare akut perlu

ditanyakan mengenai onset, lama gejala, frekuensi diare dalam sehari, serta kuantitas

dan karakteristik feses (warna dan konsentrasi tinja, darah dan/lender dalam tinja).

Penting juga untuk ditanyakan mengenai muntah, rasa haus, rewel, anek lemah atau

tidak, kesadaran menurun, buang air kecil terakhir, demam, sesak, kejang dan kembung.

Adanya demam merupakan temuan diagnostik yang penting karena menandakan adanya

infeksi bakteri invasif seperti Salmonella, Shigella, dan Campylobacter, berbagai virus

enterik, atau suatu patogen sitotoksik seperti, C. difficile dan E. histolytica. Adanya

feses yang berdarah mengarahkan kemungkinan infeksi oleh patogen invasif dan yang

melepaskan sitotoksin; infeksi EHEC bila tidak terdapat leukosit pada feses; serta bukan

infeksi virus atau bakteri yang melepaskan enterotoksin. Muntah sering terjadi pada

diare yang disebabkan oleh infeksi virus atau toksin bakteri misalnya S. aureus.

Tenesmus merupakan penanda dari diare inflamasi. Walaupun demikian, tidaklah

mudah untuk mengenali pathogen spesifik penyebab diare hanya berdasarkan gambaran

klinisnya semata karena beberapa patogen dapat menunjukkan gambaran klinis yang

sama. Hal lainnya yang perlu ditanyakan adalah jumlah cairan yang masuk selama

diare, jenis makanan dan minuman yang diminum selama diare, konsumsi makanan

yang tidak biasa dan penderita diare disekitar juga sumber air minum.(1,4)

Laporan Kasus DIARE 22


Pada pasien ini, dari anamnesis didapatkan bahwa pasien sudah mengalami diare

sekitar 2 hari SMRS berupa cairan dengan sedikit ampas. Pada kotoran ditemukan

adanya lendir dan darah. Anak selalu menangis dan memegang perut sebelum buang air

besar. Keluhan ini dialami sebanyak lebih dari 10x dalam sehari. Makan minum

berkurang. Tidak ada keluhan mual dan muntah. Pasien juga dikeluhkan batuk sejak

beberapa minggu SMRS. Batuk seperti berlendir, namun lendirnya tidak dapat

dikeluarkan. Ada sesak napas beberapa hari belakangan ini. Pasien juga demam sejak 4

hari SMRS. Demam bersifat hilang timbul. Demam akan turun jika diberikan obat

penurun panas. Tidak ada kejang.

Berdasarkan anamnesis dapat disimpulkan bahwa diare yang dialami pasien

termasuk dalam diare akut karena perlangsungannya kurang dari 14 hari dan termasuk

diare bermasalah. Diare ini tergolong diare inflamasi yang disebabkan invasi bakteri dan

sitotoksin di kolon, dilihat dari manifestasi klinis berupa diare yang disertai lendir dan

darah juga nyeri perut yang bersifat kolik. Dari gambaran klinis pasien dapat

diperkirakan bahwa diare yang dialami disebabkan oleh infeksi patogen invasif yang

melepaskan sitotoksin seperti bakteri Shigella.

Pada pemeriksaan fisik perlu dinilai keadaan umum, kesadaran, dan tanda vital.

Nilai tanda utama : kesadaran umum gelisah/cengeng atau lemah/letargi/koma, rasa

haus berat, turgor kulit abdomen menurun. Cari tanda tambahan seperti ubun-ubun

besar, kelopak mata, air mata, mukosa bibir, mulut dan lidah, berat badan, temperatur,

frekuensi nafas, denyut nadi. Selain itu, perlu dicari tanda-tanda dehidrasi dan kontraksi

volume ekstraseluler, seperti denyut nadi >90 kali/menit dan lemah, hipotensi

postural/ortostatik, lidah kering, kelopak mata cekung, serta kulit yang dingin dan

Laporan Kasus DIARE 23


lembab. Tanda-tanda peritonitis juga perlu dicari karena merupakan petunjuk adanya

infeksi oleh patogen enterik invasif.(4)

Penilaian derajat dehidrasi disesuaikan dengan kriteria berikut (4)

 Tanpa dehidrasi (kehilangan cairan <5% berat badan)

Tidak ditemukan tanda utama dan tambahan, kesadaran umum baik, sadar,

ubun-ubun besar tidak cekung, mata tidak cekung, air mata ada, mukosa mulut

dan bibir basah, turgor abdomen baik, bising usus normal, akral hangat

 Dehidrasi ringan-sedang (kehilangan cairan 5-10% berat badan)

Apabila didapatkan 2 tanda utama ditambah 2 atau lebih tanda tambahan,

keadaran umum gelisah atau cengeng, ubun-ubun besar sedikit cekung, mata

sedikit cekung, air mata kurang, mukosa mulut dan bibir sedikit kering, turgor

abdomen kurang, bising usus normal, akral hangat

 Dehidrasi berat (kehilangan cairan >10% berat badan)

Apabila didapatkan 2 tanda utama ditambah 2 atau lebih tanda tambahan,

keadaran umum lemah, letargi atau koma, ubun-ubun besar sangat cekung, mata

sangat cekung, air mata tidak ada, mukosa mulut dan bibir sangat kering, turgor

abdomen kurang, dan akral dingin.

Pada pemeriksaan fisik pasien tampak cengeng, dengan nadi 150 x/menit,

reguler, suhu 38,7oC ; aksiler, RR 74 x/menit, mata cekung (+/+), mukosa bibir

lembab, penggunaan otot bantu napas (+/+), turgor kulit kurang, akral hangat.

Penentuan derajat dehidrasi berdasarkan klinis pasien maka pasien termasuk dalam

derajat dehidrasi ringan-sedang, dimana keadaan umum cengeng, mata sedikit cekung,

Laporan Kasus DIARE 24


mukosa mulut dan bibir sedikit kering, turgor abdomen kurang, bising usus normal, dan

akral hangat. Pada kondisi ini maka kehilangan cairan berkisar 5-10% berat badan.

Diare yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang

adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan di badan yang

mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis

metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang merasa haus, berat badan

berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit

menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang

isotonik. Sementara karena kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang,

yang mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat

pernapasan sehingga frekuensi nafas lebih cepat dan lebih dalam (kussmaul). Reaksi ini

adalah usaha tubuh untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat naik kembali

normal. Pada keadaan asidosis metabolik yang tidak dikompensasi, bikarbonat standard

juga rendah, pCO2 normal dan base excess sangat negatif. Pada pasien, peningkatan

napas mungkin berasal dari masalah dehidrasi yang dialami ditambah dengan masalah

bronkopneumonia. (1,3)

Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat

ringannya infeksi, tetapi secara umum dapat dilihat berdasarkan gejala, yaitu gejala

infeksi umum dan gejala gangguan respiratori. Gejala gangguan respiratori seperti

batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnue, napas cuping hidung, air hunger, merintih

dan sianosis. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi,

suara napas melemah dan ronki. Pada pasien selain ditemukan sesak napas juga

ditemukan retraksi dan ronki yang menunjang ke arah bronkopneumonia sebagai

diagnosis tambahan.(4)

Laporan Kasus DIARE 25


Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan

dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun sampai tidak

terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin dan kadang

sianosis.(3)

Untuk pemeriksaan penunjang biasanya dilakukan pemeriksaan tinja, analisa gas

darah dan elektrolit. Pemeriksaan tinja tidak rutin dilakukan pada diare akut, kecuali

apabila ada tanda intoleransi laktosa dan kecurigaan amubiasis. Hal yang dinilai pada

pemeriksaan tinja adalah makroskopis (konsistensi, warna, lender, darah dan bau),

mikroskopis (leukosit, eritrosit, parasit dan bakteri), kimia (pH, elektrolit), sementara

biakan dan uji sensitivitas tidak dilakukan pada diare akut. Analisa gas darah dan

elektrolit bila secara klinis dicurigai adanya gangguan keseimbangan asam basa dan

elektrolit.(3)

Penatalaksanaan pasien diare akut dimulai dengan terapi simtomatik, seperti

rehidrasi dan penyesuaian diet. Terapi simtomatik dapat diteruskan selama beberapa

hari sebelum dilakukan evaluasi lanjutan pada pasien tanpa penyakit yang berat,

terutama bila tidak dijumpai adanya darah samar dan leukosit pada fesesnya. Terapi

antibiotik tidak diperlukan pada sebagian besar kasus diare akut karena penyakit

biasanya sembuh sendiri (self-limited). Akan tetapi, terapi antibiotik empiris dan

spesifik dapat diberikan bila terdapat indikasi. Terapi terpenting pada diare akut adalah

rehidrasi, lebih disenangi melalui rute oral dengan larutan yang mengandung air, garam,

dan gula. Terapi rehidrasi oral (oral rehydration therapy/ORT) merupakan pemberian

cairan melalui mulut untuk mencegah atau mengoreksi dehidrasi akibat diare. ORT

merupakan standar bagi penanganan diare akut yang efficacious dan cost-effective,

termasuk di negara-negara industri. Pada dasarnya ORT terdiri dari 2 bagian, yaitu:

Laporan Kasus DIARE 26


rehidrasi, ditujukan untuk mengganti air dan elektrolit yang hilang dan terapi cairan

rumat (bersama nutrisi yang sesuai).(1)

Prinsip penanganan lintas diare meliputi cairan, seng, nutrisi, antibiotik yang

tepat dan edukasi. Penanganan diare tanpa dehidrasi meliputi cairan rehidrasi oralit

dengan menggunakan NEW ORALIT diberikan 5-10 ml/kgBB setiap diare atau

berdasarkan usia yaitu < 1 tahun sebanyak 50-100cc, umur 1-5 tahun sebanyak 100-

200cc dan di atas umur 5 tahun semaunya. Dapat diberikan cairan rumah tangga sesuai

kemauan anak. ASI harus terus diberikan. Pasien dapat dirawat dirumah kecuali apabila

terdapat komplikasi lain (tidak mau minum, muntah terus menerus, diare frekuren dan

profus).(4)

Untuk diare dehidrasi ringan-sedang, cairan rehidrasi oral hiposmolar diberikan

sebanyak 75mL/kgBB dalam 3 jam untuk mengganti kehilangan cairan yang telah

terjadi dan sebanyak 5-10 mL/kgBB setiap diare cair. Rehidrasi parenteral (IV)

diberikan bila anak muntah setiap diberi minum walaupun telah diberikan dengan cara

sedikit demi sedikit atau melalui pipa NGT. Cairan intravena yang diberikan adalah

ringer laktat atau KaEn3B atau naCl dengan jumlah cairan dihitung berdasarkan berat

badan. Status hidrasi dievaluasi secara berkala.

Berat badan 3-10kg : 200mL/kgBB/hari

Berat badan 10-15kg: 175 mL/kgBB/hari

Berat badan >15kg : 135 mL/kgBB/hari (4)

Laporan Kasus DIARE 27


Pada kondisi dehidrasi berat diberikan cairan rehidrasi parenteral dengan ringer

laktat atau ringer asetat 100 mL/kgBB dengan cara pemberian:

- Umur kurang dari 12 bulan : 30mL/kgBB dalam 1 jam pertama dilanjutkan

70mL/kgBB dalam 5 jam berikut

- Umur diatas 12 bulan : 30mL/kgBB dalam ½ jam pertama, dilanjutkan

70mL/kgBB dalam 2 ½ jam berikutnya

- Masukan cairan peroral diberikan bila pasien sudah mau dan dapat minum,

dimulai dengan 5 mL/kgBB selama proses rehidrasi. (4)

Zink elemen diberikan selama 10-14 hari meskipun anak sudah tidak diare

dengan dosis 10 mg per hari (umur dibawah 6 bulan) dan 20 mg per hari (umur di atas 6

bulan). Untuk terapi medikamentosa, tidak boleh diberikan obat anti diare. Antibiotik

diberikan bila ada indikasi, misalnya disentri atau kolera. Sedangkan antiparasit yang

diberikan adalah metronidazole 50 mg/kgbb/hari dibagi dalam 3 dosis sebagai obat

pilihan untuk amoeba vegetatif.(4)

Pada pasien ini diberikan terapi cairan berupa IVFD Asering 600cc/24 jam,

Injeksi Cefotaxime 4x150 mg (iv) dan Inj. Gentamisin 2x30 mg (iv). Pasien juga

diberikan terapi simptomatik berupa paracetamol sirup 3x ½ sendok takar yang

diberikan jika pasien demam, zinc 1x10mg selama 10 hari, oralit 200cc diberikan

sedikit-sedikit bila tidak sesak, dan nebulisasi NaCl 0,9% 2 cc/8jam untuk permasalahan

sesak napas karena bronkopneumonia.

Rehidrasi cairan pada dehidrasi ringan-sedang diutamakan melalui rehidrasi oral

hiposmolar. Namun pasien tidak dapat diberikan cairan per oral karena kondisi sesak

sehingga cairan diberikan dalam bentuk parenteral sambil menunggu masalah sesak

teratasi. Cairan yang diberikan disesuaikan dengan berat badan pasien sehingga

Laporan Kasus DIARE 28


diberikan 600 mL/24 jam sambil dievaluasi status rehidrasi. Jika selama evaluasi pasien

masih sesak atau muntah setiap kali diberikan oralit maka perhitungan jumlah cairan

menjadi 200 mL/kgBB/hari.

Terapi antimikrobial empiris mungkin diperlukan pada pasien dengan demam,

feses berdarah/mucoid, terdapat darah samar atau leukosit pada feses dan pasien dengan

buang air besar >8 kali/hari, dehidrasi, gejala>1 minggu, yang memerlukan perawatan,

atau immunocompromise. Pemberian antimikrobial sebaiknya mempertimbangkan

manfaat klinik dengan biaya, risiko efek samping, eradikasi flora normal usus yang

membahayakan, induksi produksi toksin Shiga, dan meningkatnya resistensi terhadap

antimikrobial.(1)

Berdasarkan data empiris, terapi antimikroba untuk Shigella adalah quinolon

oral 2x/hari selama 5 hari. Pilihan kedua adalah TMP/SMX atau ampicillin. Pada pasien

ini terdapat 2 kondisi sekaligus yakni disentri dengan bronkopneumonia sehingga

antibiotik yang diberikan adalah kombinasi Cefotaxim dan Gentamisin. Pemilihan

Cefotaxim yang merupakan lini kedua terapi bronkopneumonia karena dianggap

spectrum kerja sefalosporin lebih luas, mengingat pasien memiliki 2 fokus infeksi. Bila

klinis bronkopneumonia sudah mengalami perbaikan, maka antibiotik intravena dapat

diganti preparat oral dengan antibiotik golongan yang sama.

Nutrisi pasien diare akut juga perlu diperhatikan. ASI dan makanan dengan

menu yang sama saat anak sehat sesuai umur tetap diberikan untuk mencegah

kehilangan berat badan dan sebagai pengganti nutrisi yang hilang. Adanya perbaikan

nafsu makan menandakan fase kesembuhan. Anak tidak boleh dipuasakan, makanan

diberikan sedikit-sedikit tapi sering (lebih kurang 6x sehari), rendah serat, buah-buahan

terutama pisang.(4)

Laporan Kasus DIARE 29


Langkah promotif/preventif : (1) ASI tetap diberikan, (2) kebersihan perorangan,

cuci tangan sebelum makan, (3) kebersihan lingkungan, BAB di jamban, (4)

memberikan makanan penyapih yang benar, (5) penyediaan air minum yang bersih, (6)

selalu memasak makanan.(4)

Pasien ini pulang pada tanggal 16 Oktober 2017. Prognosis pasien pada kasus ini

adalah baik. Keluhan pada pasien juga secara berangsur berkurang. Hal ini ditandai

dengan pasien tidak diare lagi, batuk yang mulai berkurang, dan pada pemeriksaan fisik

tidak didapatkan ronki.

Laporan Kasus DIARE 30


BAB V

PENUTUP

Telah dilaporkan sebuah kasus disentri dengan dehidrasi ringan-sedang

dan bronkopneumonia pada anak perempuan usia 6 bulan, dengan berat 5,9kg.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, dan pemeriksaan fisis. Penatalaksanaan

dengan terapi suportif dan kausal. Dengan terapi yang tepat maka prognosis pasien

adalah baik

Laporan Kasus DIARE 31


DAFTAR PUSTAKA

1. Eppy. Diare Akut. 2009. SMF Penyakit Dalam RSUP Persahabatan Jakarta. In:
Mediscus. November 2009;22(03):91-98
2. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Panduan Sosialisasi Tatalaksana
Diare Balita. 2011.Jakarta.
3. Zein U, Sagala KH, Ginting J. Diare Akut Disebabkan Bakteri. Divisi Penyakit
Tropik dan Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam. Universitas Sumatera Utara;
2004.
4. Pudjiati AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandraputra EP, Harmoniati
ED. PEdoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Ikatan Dokter
Anak Indonesia; 2009.

Laporan Kasus DIARE 32

Anda mungkin juga menyukai