Anda di halaman 1dari 14

DISKUSI TOPIK

ACUTE CORONARY SYNDROME

Disusun oleh
Nabiyur Rahma
NIM I4061172017

Pembimbing
dr. Ranti Waluyan

SMF EMERGENSI MEDIK DAN BEDAH


PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
RS ABDUL AZIZ
SINGKAWANG
2019
LEMBAR PERSETUJUAN

Telah disetujui diskusi topik dengan judul :

ACUTE CORONARY SYNDROME

Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Stase Emergensi Medik dan Bedah

Singkawang, Maret 2019

Pembimbing,

dr. Ranti Waluyan Nabiyur Rahma

2
BAB I
PENDAHULUAN

Acute Coronary Syndrome (ACS) atau Sindrom Koroner Akut (SKA)


merupakan salah satu masalah kardiovaskular yang dapat mengancam jiwa. ACS
meningkatkan angka perawatan rumah sakit dan angka kematian yang tinggi. ACS
terutama infark miokard merupakan penyebab utama kejadian henti jantung mendadak
yang disebabkan oleh aritmia maligna yang terjadi saat serangan.
Acute Coronary Syndrome terdiri dari beberapa keluhan dan tanda klinis yang
sesuai dengan iskemia miokard akut. Sindrom ini dapat berupa angina pektoris tidak
stabil (unstable angina), infark miokard akut non elevasi segmen ST (non ST elevasi
miokard infark/NSTEMI), infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST elevasi
miokard infark/STEMI), dan atau kematian jantung mendadak.
Kematian pada pasien berubungan dengan luasnya miokard yang terkena.
Tujuan terapi ACS adalah untuk mengurangi daerah miokard yang mengalami infark
seingga fungsi ventrikel dapat dipertahankan, mencegah komplikasi kardiak dan
menangani komplikasi ACS. Diagnosis dan terapi yang cepat akan menyelamatkan
miokard pada jam-jam awal infark.1

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Sindrom Koroner Akut


1.1 Definisi
Acute Coronary Syndrome didefinisikan sebagai iskemik miokard akut .1
Sindrom koroner akut (SKA) terdiri dari beberapa keluhan dan tanda klinis yang
sesuai dengan iskemia miokard akut. Sindrom ini dapat berupa angina pektoris
tidak stabil (unstable angina), infark miokard akut non elevasi segmen ST (non ST
elevasi miokard infark/NSTEMI), infark miokard akut dengan elevasi segmen ST
(ST elevasi miokard infark/STEMI), dan atau kematian jantung mendadak.1

1.2 Patofisiologi
Penyebab terjadinya SKA secara teoritis adalah akibat trombosis koroner
dan robekan plak (plaque fissure). Pada penelitian angiografi yang dilakukan pada
pasien SKA segera setelah timbulnya keluhan, tampak bahwa pada lebih dari 85%
kasus terdapat oklusi trombus pada arteri penyebab. Agregasi trombosit dapat
berkembang menjadi thrombus. Beberapa hal yang mendasari patofisiologi ACS :
1. Plak tidak stabil
Penyebab utama terjadinya SKA adalah rupturnya plak yang kaya lipid
dengan cangkang tipis. Umumnya plak yang mengalami ruptur secara
hemodinamik tidak signifikan besar lesinya. Adanya komponen sel inflamasi
yang berada di bawah subendotel merupakan titik lemah dan merupakan
predisposisi terjadinya rupture plak. Kecepatan aliran darah, turbulensi, dan
anatomi pembuluh darah juga memberikan kontribusi terhadap hal tersebut.
2. Ruptur plak
Setelah rupture plak, sel-sel trombosit akan menutupi atau menempel
pda plak yang rupture. Rupture akan merangsang dan mengaktifkan agregasi
platelet. Fibrinogen akan menyelimuti platelet yang kemudian akan merangsang
pembentukan thrombin.
3. Angina tidak stabil
Sumbatan trombus yag parsial akan menimbulkan gejala iskemia yang
progresif (lebih lama atau pada aktivitas yang lebih ringan dari biasanya), gejala
iskemia yang baru pertama terjadi, atau terjadi saat istirahat. Pada fase ini

4
trombus kaya akan platelet/trombosit sehingga terapi aspirin, antagonis reseptor
ADP dan GP IIb/IIIa inhibitor paling efektif. Pemberian fibrinolisis pada fase
ini tidak efektif dan malah sebaliknya dapat mengakselerasikan oklusi dengan
melepaskan bekuan yang berikatan dengan thrombin yang dapat memicu
terjadinya koagulasi. Oklusi trombus yang bersifat intermiten dapat
menyebabkan nekrosis miokard sehingga menimbulkan IMA NEST (NSTEMI).

Gambar 1. Patofisiologi sindrom koroner akut. A : Plak Aterosklerotik, B,C,D:


Plak berkomplikasi/robek yang menimbulkan trombosis intrakoroner, E:
Tombus oklusif

4. Mikroemboli
Mikroemboli dapat berasal dari trombus yang terlepas ke distal
pembuluh darah koroner dan bersarang di dalam mikrovaskular koroner yang
menyebabkan troponin jantung meningkat (pertanda adanya nekrosis di
jantung). Kondisi ini merupakan resiko tinggi terjadinya infark miokard yang
lebih luas.
5. Oklusif trombus
Jika trombus menyumbat total pembuluh darah koroner epikardial dalam
jangka waktu yang lama, maka akan menyebabkan STEMI. Bekuan ini kaya
akan fibrin, oleh karena itu pemberian fibrinolisis yang cepat dan tepat atau
langsung dilakukan IKP Primer dapat membatasi perluasan infark miokard.

5
1.3 Diagnosis
Diagnosis SKA berdasarkan keluhan khas angina. Terkadang pasien tidak
ada keluhan angina namun sesak napas atau keluhan lain yang tidak khas seperti
nyeri epigastrik atau sinkope yang disebut angina equivalent. Hal ini diikuti
perubahan EKG dan atau perubahan enzim jantung. Pada beberapa kasus, keluhan
pasien, gambaran awal EKG dan pemeriksaan laboratorium enzim jantung tidak
bisa menyingkirkan adanya SKA, oleh karena perubahan EKG bersifat dinamis dan
peningkatan ezim baru terjadi beberapa jam kemudia. Pada kondisi ini diperlukan
pengamatan secara serial sebelum menyingkirkan diagnosis SKA. Gejala umum
iskemia iskemia dan infark miokard adalah nyeri dada retrosternal. Gejala tersebut
meliputi:
1. Lokasi nyeri : di daerah retrosternal dan pasien sulit melokalisasi rasa nyeri
2. Deskripsi nyeri : pasien mengeluh rasa berat seperti dihimpit, ditekan, diremas,
panas atau nyeri yang sifatnya tajam.
3. Penjalaran nyeri; penjalaran ke lengan kiri, bahu, punggung, epigastrium,
leher rasa tercekik atau rahang bawah (rasa ngilu) kadang penjalaran kelengan
kanan atau kedua lengan
4. Lama nyeri; nyeri pada ACS dapat berlangsung lama, lebih dari 20 menit.
STEMI  nyeri > 20 menit dan tidak hilang dengan istirahat atau nitrat
sublingual
5. Gejala sistemik ; disertai mual, muntah atau keringan dingin
Hal-hal yang dapat menyerupai nyeri dada iskemia:
 Diseksi aorta
 Emboli paru akut
 Tamponade jantung
 Tension pneumothoraks
 Pericarditis
 Gastro Esophageal Refluks Disease (GERD)

1.4 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik dilakukan untuk menegakkan diagnosis, menyingkirkan
kemungkinan penyebab nyeri dada lainnya dan mengevaluasi adanya komplikasi
SKA. Pada umumnya pemeriksaan fisik normal. Terkadang pasien terlihat cemas,

6
keringat dingin. Tanda komplikasi : takipnea, takikardia-bradikardia, adanya galop
S3, ronki basah halus di paru, atau terdengar murmur.

1.5 Pemeriksaan Penunjang


Pada pemeriksaan EKG didapatkan :
1. Elevasi segmen ST atau Left bundle branch block (LBBB) baru/dianggap baru
(new or preasumbly new LBBB). Didapatkan gambaran elevasi segmen ST
minimal di dua sadapan yang berhubungan.
2. Depresi segmen ST atau inversi gelombang T yang dinamis pada saat pasien
mengeluh nyeri dada.
3. EKG non diagnostik baik normal ataupun hanya ada perubahan minimal. Cara
menilai deviasi segmen ST di EKG.

Gambar 2. STEMI Extensive Anterior Wall (V2-V6, I, aVL)

Gambar 3. LBBB (Kompleks QRS yang lebar di V5-V6, I, aVL disertai gelombang
S yang dalam di V1-V2)

7
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menilai adanya tanda nekrosis
miokard seperti CKMB, Tropopnin T dan I, dan mioglobin untuk ditegakkan diagnosis
SKA. Troponin lebih dipilih karena lebih sensitif dari pada CKMB. Troponin berguna
untuk diagnosis, stratifikasi risiko, dan menentukan prognosis. Troponin yang
meningkat akan meningkatkan resiko kematian. Pada pasien SKA dengan ST elevasi,
reperfusi tidak boleh ditunda hanya untuk menunggu enzim jantung.
Mioglobin merupakan suatu protein yang dilepaskan dari sel miokard yang
mengalami kerusakan, dapat meningkatkkan setelah jam-jam awal terjadinya infark dan
mencapai pada jam 1s/d ke 4 tetap tinggi sampai 24 jam.. CKMB mulai meningkat 3
jam setelah infark dan mencapai puncak 12-14 jam. CKMB akan mulai menghilang
dalam darah 48-72 jam setelah infark. Troponin I/T lebih sensitif daripada CKMB
sehingga lebih sering digunakan. Mioglobin meningkat setelah jam-jam awal infark
dan mencapai puncak pada jam 1 s/d 4 dan tetap tinggi sampai 24 jam.

1.6 Tatalaksana
Secara umum tatalaksana SKA dengan ST Elevasi (IMA EST) dan SKA
tanpa ST Elevasi hampir sama, baik pra rumah sakit maupun saat di rumah sakit.
Perbedaan terdapat pada strategi terapi reperfusi, di mana IMA EST lebih
ditekankan untuk segera melakukan reperfusi, di mana IMA EST lebih ditekankan
untuk segera melakukan reperfusi, baik dengan medikamentosa (fibrinolisis) atau
intervensi (intervensi koroner perkutan-IKP). Berdasarkan International Consensus
on Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Care Science With Treatment
Recommendation (AHA/ACC) tahun 2010 yang diperbaharui oleh pedoman 2015,
sangat ditekankan waktu efektif reperfusi terapi.
1. Pra Rumah Sakit
Pemeriksaan EKG dengan pembacaan oleh mesin komputer tanpa
konfirmasi dengan dokter atau petugas medis terlatih tidak dianjurkan mengingat
tingginya hasil pembacaan positif palsu. Tindakan yang dilakukan pada layanan
gawat darurat adalah :
 Monitoring dan amankan ABC. Persiapkan untuk melakukan RJP
dan defibrilasi

8
 Berikan aspirin dan pertimbangkan oksigen, nitrogliserin dan morfin
jika diperlukan.
 Pemeriksaan EKG 12 sadapan dan interpretasi. Jika ada ST elevasi,
informasukan rumah sakit, catat waktu onset dan kontak pertama
dengan tim medis.
 Lakukan pemberitahuan ke RS untuk melakukan persiapan
penerimaan pasien dengan SKA.
 Bila akan diberikan fibrinolitik pra ruma sakit, lakukan check list
terapi fibrinolitik.
2. Tatalaksana awal di Rumah Sakit
Penilaian awal di IGD <10 MENIT:
 Cek tanda vital, evaluasi saturasi oksigen
 Pasang akses intravena
 Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang singkat dan terarah
 Lengkapi cheklist fibrinolitik, cek kontraindikasi
 Lakukan pemeriksaan enzim jantung, elektrolit dan pembekuan dara h
 Pemeriksaan foto toraks portabel (<30 menit setelah pasien sampai di
IGD)
Tatalaksana awal di IGD:
 Segera berikan O2 4L/menit dengan kanul nasal bila didapatkan dispnea,
hipoksemia dan tanda gagal jantung atau saturasi O2<90%
 Berikan aspirin (non enteric coated) 160-325mg dikunyah
 Nitrogliserin/nitrat sublingual atau spray atau intravena
 Morfin IV jika nyeri dada tidak berkurang dengan nitroglisrin/nitrat.
Tatalaksana STEMI, dapat kita lakukan evaluasi sbb:
Langkah I
 Nilai waktu onset serangan
 Resiko STEMI
 Resiko fibrinolisis
Indikasi :
1. ST elevasi atau perkiraan LBBB baru
2. Infark miokard yang luas

9
3. Pada usia muda dengan resiko perdarahan intrasereberal yang
lebih rendah.
Kontraindikasi :
1. Depresi segmen ST
2. Onset >24 jam
3. Tekanan darah yang tinggi ( TD sistolik >175 mmHg)
 Waktu yang diperlukan dari transportasi kepada ahli intervensi
(kateterisasi) yang tersedia
Langkah II
 Pemilihan strategi terapi reperfusi; pemberian fibrinolitik atau
percutaneus coronary intervension (PCI)
Tatalaksana NSTEMI dilakukan berdasarkan stratifikasi resiko. Tujuan
utama dari stratifikasi resiko adalah untuk mengidentifikasi pasien yang oada
pemeriksaan awal tanpa profil resiko tinggi tetapi didapatkan SKA dan PJK
signifikan pada proses diagnostik.

Tabel 1. Stratifikasi Risiko pada SKA tanpa ST Elevasi.

Untuk stratifikasi risiko tinggi perlu segera dilakukan revaskularisasi


intervensi. Yang termasuk indikasi kelas I untuk dilakukan PCI atau Coronary
Artery Bypass Graft (CABG) adalah:
1. Angina yang berulag, angina saat istirahat atau angina yang
muncul pada aktivitas ringan.

10
2. Angina atau iskemia dengan keluhan gagal jantung, gallop S3,
Edema Paru, adanya tonki atau adanya regurgitasi mitral baru
atau makin memburuk.
3. Peningkatan troponin I atau T
4. Terdapat ST depresi baru atau diduga baru
5. Depresi fungsi sistolik ventrikel kiri (ejeksi fraksi <40%)
6. Hemodinamik tidak stabil
7. Sustained VT
8. Riwayat PCI 6 bulan sebelumnya
9. Riwayat CABG

Tabel 2. Pemilihan Strategi invasif dini pada SKA tanpa ST Elevasi.

11
Tatalaksana ACS pada EKG normal atau perubahan segmen ST-T non
diagnostik (UAP) dapat dilakukan :
 Lakukan pemeriksaan enzim jantung serial
 Ulang EKG dan lakukan monitoring EKG kontinyu bila memungkinkan
 Pertimbangkan pemeriksaan non-invasif
 Bila kemudian tidak ditemukan bukti iskemia atau infark dengan tes yang
dilakukan, maka pasien dapat dipulangkan dengan tindak lanjut nantinya.

BAB III
PENUTUP

12
Acute Coronary Syndrome (ACS) atau Sindrom Koroner Akut (SKA)
merupakan salah satu masalah kardiovaskular yang dapat mengancam jiwa. ACS
meningkatkan angka perawatan rumah sakit dan angka kematian yang tinggi. ACS
terutama infark miokard merupakan penyebab utama kejadian henti jantung mendadak
yang disebabkan oleh aritmia maligna yang terjadi saat serangan.
Anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang akan membantu
penegakan diagnosis SKA. Tatalaksana pada pasien SKA disesuaikan dengan jenis
SKA.

DAFTAR PUSTAKA

13
1. Buku Ajar Kursus Bantuan Hidup Jantung Lanjut. 2017. ACLS Indonesia.
Indonesia.
2. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. 2018.Perhimpunan Dokter
Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Indonesia.

14

Anda mungkin juga menyukai