Anda di halaman 1dari 6

MODUL 11.

ANESTESI BEDAH ORTOPEDI I

1. Jelaskan tentang tekhnik anestesi umum atau lokal atau regional untuk prosedur bedah ortopedi rawat jalan dan rawat inap.

Anestesia untuk bedah ortopedi –I merupakan tindakan anestesia untuk tindakan bedah pada kasus kasus ortopedi sederhana (
misalnya reposisi patah tulang tertutup, debridement patah tulang terbuka , ORIF anggota gerak bawah, arthroscopy sendi lutut,
dll), dengan PSASA 1-2, bisa berupa sungkup atau LMA (inhalasi), TIVA, regional SAB.

Anestesi umum dengan sungkup atau LMA

 Persiapan operasi, puasa 6-8 jam (dewasa), atau 4 jam( anak anak )
 Pasang infus dengan IV kateter yang besar
 Periksa sumber oksigen dan gas anestesi lainnya (N2O)
 Periksa kesiapan mesin anestesia, tes mesin dengan manual baging maupun dengan ventilator
 Premedikasi dengan Opiod (Petidin,Fentanyl,Morphin) dan Sedatif (Diazapam, Midazolam) selama 10-15 menit
 Preoksigenasi dengan O2 6-8 l/menit 3-4 menit
 Induksi dengan Induktor seperti Propofol,Pentotal,Ketamin,Etomidate
Sungkup

 Gunakan Sungkup (FaceMask) dengan Obat Anestesi Inhalasi (Halotan,Isofluran,Sevofluran) dengan menaikkan konsentrasinya
secara bertahap setiap 4 kali tarikan napas sampai mencapai 1-2 kali MAC
 Maintenance dengan O2 2l/menit : N2O 2l/menit dan Obat Anestesi Inhalasi (Halotan,Isofluran,Sevofluran) 0,5-2 % untuk anak dan
bayi sesuai dengan Fresh Gas Flow (FGF) sementsra pasien bernapas spontan.
LMA

 Bila menggunakan LMA maka LMA dipasang setelah pasien dalam keadaan tidur dalam ditandai dengan hilangnya refleks bulu mata,
kemudian di sambungkan ke konektor mesin Anestesi dan berikan Obat Anestesi Inhalasi 1 kali MAC.
 Maintenance O2 2l/menit : N2O 2l/menit dan Obat Anestesi Inhalasi (Halotan,Isofluran,Sevofluran) 0,5-2 % untuk anak dan bayi
sesuai dengan Fresh Gas Flow (FGF) dan pasien bernapas spontan
 Selesai Operasi pasien di bangunkan dengan nenurunkan obat inhalasi secara bertahap sampai nol dan mematikan N2O dan
menaikkan O2 6-8 l/ menit sampai pasien sadar benar bisa angkat kepala atau bisa berkomunikasi
 Pasien ditransport ke PACU dan di observasi minimal 2jam

Komplikasi Anestesi

 Trauma ( iritasi) daerah wajah yang disebabkan sungkup (face mask)


 LMA dapat menyebabkan trauma di rongga mulut
 Depresi Napas
 Sadar lama

Anestesi Total Intra Vena

 Persiapan operasi, puasa 6-8 jam (dewasa), atau 4 jam( anak anak )
 Pasang infus dengan IV kateter yang besar
 Periksa sumber oksigen dan gas anestesi lainnya (N2O)
 Periksa kesiapan mesin anestesia, tes mesin dengan baging manual maupun dengan ventilator
 Premedikasi dengan opiod (Petidin, Fentanyl, Morphin) dan sedatif (Diazapam, Midazolam) selama 10-15 menit
 Preoksigenasi dengan O2 6-8 l/menit 3-4 menit
 Induksi dengan Anestesi Intravena seperti Propofol, Pentotal, Ketamin, Etomidate
 Maintenance dengan Anestesi Intravena seperti Propofol, Pentotal, Ketamin, Etomidate sesuai dengan dosis
 Selesai Operasi pasien di bangunkan sampai pasien sadar benar bisa angkat kepala atau bisa berkomunikasi
 Pasien ditransport ke PACU dan di observasi minimal 2jam

2. Tekhnik Prosedur SAB

Preload dengan Cairan (RL,Rsol,NS,Koloid) 500-1000 ml


Periksa kesiapan alat dan obat anestesi lokal yang diperlukan.

Siapkan kelengkapan tindakan untuk asepsis dan antisepsis

Posisikan pasien lateral dekubitus atau duduk, ganjal bahu dan kepala pasien bila diposisikan lateral dekubitus.

Tentukan landmark celah antara L2-3, L3-4 atau L4-5. Celah antara L3-4 atau prosesus spinosus L4 tegak lurus dari spina iliaka anterior
superior.

Lakukan tindakan asepsis dan antisepsis pada landmark yang ditentukan.

Berikan anestesi lokal pada celah yang akan dilakukan penusukan jarum spinal.

Lakukan penusukan jarum spinal (atau introduser) pada celah yang telah diberi anestesi lokal. Penusukan jarum harus sejajar dengan
prosesus spinosus atau sedikit membentuk sudut kearah sefalad, dengan arah bevel ke lateral atau sefalad.

7 Lakukan penusukan jarum spinal (atau introduser) pada celah yang telah diberi anestesi lokal. Penusukan jarum harus
sejajar dengan prosesus spinosus atau sedikit membentuk sudut kearah sefalad, dengan arah bevel ke lateral atau sefalad.

8 Dorong jarum sampai melewati resistensi ligamentum flavum dan dura, terasa loss of resistence pada rongga subarahnoid.

9 Cabut mandren jarum, dan pastikan posisi jarum sudah tepat yang ditandai dengan mengalir keluar cairan cerebrospinal
yang bening. Jarum dapat dirotasikan 90° untuk memastikan kelancaran liquor yang keluar. Penusukkan harus diulang bila
liquor tidak keluar atau keluar darah.

10 Sambungkan jarum dengan spuit berisi obat anestesi lokal yang sudah dipersiapkan. Aspirasi sedikit liquor, bila lancar
suntikan obat anestesi lokal secara perlahan. Lakukan aspirasi ulang untuk memastikan ujung jarum tetap pada posisi yang
tepat dan suntikan kembali obat.

3. J
11 Setelah selesai cabut jarum dan kembalikan posisi pasien sesuai dengan yang diinginkan.
e
l Cara penyuntikkan paramedian pada dasarnya sama seperti diatas, hanya jarum spinal disuntikkan pada 1,5 cm lateral
a dan 1cm kaudal dari celah penyuntikkan yang dituju.
s
k
an tentang pemberian terapi cairan selama dan pasca pembedahan :

PENGGANTIAN CAIRAN INTRAOPERATIF

Terapi cairan intraoperatif seharusnya meliputi penyediaan kebutuhan cairan dasar dan penggantian defisit residual preoperatif
seperti kehilangan intraoperatif (darah, redistribusi cairan, dan penguapan). Pemilihan jenis larutan intravena tergantung pada prosedur
pembedahan dan perkiraan hilangnya darah. Pada presedur yang melibatkan kehilangan darah dan pergeseran cairan yang minimal, larutan
pemeliharaan dapat digunakan. Pada prosedur yang lain, cairan atau larutan ringer’s laktat mumnya digunakan bahkan untuk kebutuhan
pemeliharaan.

Mengganti Kehilangan Darah


Idealnya, Kehilangan darah seharusnya diganti dengan larutan kristaloid atau koloid untuk mempertahankan volume intravaskular
(normovolemia) hingga bahaya anemia lebih banyak daripada resiko transfusi. Dalam hal ini, kehilangan darah lanjut diganti dengan transfusi
sel darah merah untuk mempertahankan konsentrasi hemoglobin (atau hematokrit) pada level itu. Pada sebagian besar pasien, nilai
hemoglobin antara 7 dan 8 g/dl ( atau hematokrit 21 – 24%). Pada konsentrasi Hb dibawah 7 g/dl, cardiac output pada saat istirahat seharusnya
meningkat untuk mempertahankan pengangkutan 02 normal. Level 10 g/dl terjadi pada pasien yang lebih muda dan pada penyakit jantung dan
paru-paru yang signifikan. Batas yang tertinggi mungkin digunakan jika diperkirakan terdapat kehilangan darah terus menerus.

Dalam praktek, banyak klinikus memberikan larutan RL kira-kira tiga sampai empat kali volume darah yang hilang, atau ratio koloid
1:1 sampai transfusi dapat dilakukan. Darah diganti sesuai dengan yang hilang dengan rekonstitusi packed red blood cell.

Tabel 29-5

Volume darah rata-rata

Umur Volume darah

Neonatus

- Prematur 95 ml/kg
- Aterm
85 ml/kg

Bayi 80 ml/kg

Dewasa

- Pria 75 ml/kg
- Wanita
65 ml/kg

Transfusi dapat ditentukan preoperatif dari hematokrit dan perkiraan volume darah ( tabel 29-5). Pasien dengan hematokrit
normal seharusnya di transfusi jika volume darah yang hilang lebih besar daripada 10-20%. Hal ini berdasarkan pada kondisi kesehatan pasien
dan prosedur pembedahan. Jumlah kehilangan darah yang terjadi jika hematokrit turun hingga 30% dapat dihitung sebagai berikut :

1. Memperkirakan volume dari tabel 29-5.


2. Memperkirakan volume sel darah merah (RBCV) pada hematokrit preoperatif.
3. Memperkirakan volume sel darah merah pada 30% hematokrit(RBCV30%), volume darah normal dianggap terpelihara.
4. Menghitung volume darah yang hilang jika hematokrit 30%, RBCVlost = RBCV preop – RBCV30%.
5. Kehilangan darah yang diizinkan = RBCVlost x 3.
Contoh

Wanita dengan berat badan 85 kg mempunyai hematokrit preoperatif 35 %. Berapa banyak kehilangan darah yang akan
menurunkan hematokritnya sampai 30 %?

Perkiraan volume darah = 65 ml/kg x 85 kg = 5525 ml.


RBCV 35% = 5525 x 35% = 1934 ml

RBCV 30% = 5525 x 30% = 1658 ml

Kehilangan sel darah merah pada 30%. = 1934 – 1658 =276 ml

Kehilangan darah yang diizinkan = 3x276 ml = 828 ml.

Disamping itu transfusi darah seharusnya hanya dipertimbangkan jika kehilangan darah pasien melebihi 800 ml. Selanjutnya, trasfusi
tidak direkomendasikan sampai hematokrit menurun hingga 24% (hemoglobin < 8.0 g/dl), tetapi seharusnya mencakup perhitungan kehilangan
darah dan kondisi komorbid yaitu penyakit jantung yang mana kasus transfusi mungkin diindikasikan jika kehilangan darah hanya 800 ml.

Pedoman berguna lainnya yang umumnya digunakan adalah sebagai berikut :

1. Satu unit sel darah merah akan meningkatkan hemoglobin 1 gr/dl. Dan hematokrit 2-3% (pada orang dewasa)
2. 10 ml/kg sel darah merah akan meningkatkan konsentrasi hemoglobin 3 g/dl dan hematokrit 10%.

Redistribusi Penggantian dan Kehilangan melalui Evaporasi


Ketika kehilangan ini secara primer berhubungan dengan ukuran luka dan luas diseksi pembedahan dan manipulasi, maka prosedur
dapat diklasifikasikan menurut tingkat trauma jaringan. Kehilangan cairan tambahan ini dapat diganti menurut Tabel 29-6 berdasarkan apakah
trauma jaringan minimal, sedang atau berat. Nilai ini hanya pedoman, dan secara nyata bervariasi dari pasien ke pasien.

Tabel 29-6.

Redistribusi dan evaporasi kehilangan cairan pembedahan

Tingkat trauma jaringan Kebutuhan cairan tambahan

Minimal (seperti hernioraphy) 0 – 2 ml/kg

Moderate (seperti cholecystectomy) 2 – 4 ml/kg

Severe (seperti reseksi usus) 4 – 8 ml/kg

4. Jelaskan pemberian transfusi darah dan komponen darah :

TRANSFUSI
Membran sel darah manusia diperkirakan mengandung paling sedikit 300 determinan antigen yang berbeda. Paling sedikit 20
pemisahan sistem antigen golongan darah yang diketahui. Tiap ekspresi dibawah kontrol genetik dari lokus kromosom yang terpisah.
Sayangnya, hanya system ABO dan system Rh yang penting pada sebagian besar transfusi darah. Seseorang sering menghasilkan antibodi
(alloantibodi) pada alel yang kurang dalam tiap sistem. Antibodi seperti itu bertanggung jawab pada sebagian besar reaksi serius transfusi.
Antibodi mungkin terjadi secara alami atau sebagai respon pada sensitasi dari transfusi sebelumnya atau kehamilan.

Packed Red Blood Cell


Transfusi darah seharusnya diberikan dalam bentuk packed red blood cel jika tersedia di bank darah. Packed red blood cel ideal
untuk pasien yang membutuhkan sel darah merah tetapi tidak mengganti volume darah (seperti pasien anemia yang mangalami gagal jantung
kongestif konpensata). Pasien bedah membutuhkan volume seperti sel darah merah. Kristaloid dapat diinfuskan secara simultan melalui jalur
intravena kedua untuk mengganti volume.

Fresh Frozen Plasma

Fresh frozen plasma (FFP) mengandung protein plasma termasuk faktor pembekuan. Transfusi fresh frozen plasma diindikasikan
untuk pengobatan defisiensi faktor isolasi, kegagalan terapi warfarin, dan untuk mengoreksi koagulopati yang disebabkan oleh penyakit hati.
Tiap unit FFP meningkatkan faktor pembekuan 2-3% pada orang dewasa. Dosis awal terapeutik biasanya 10-15 ml/kg. Tujuannya untuk
mencapai 30% dari konsentrasi faktor koagulasi normal.

FFP dapat juga digunakan pada pasien yang menerima transfusi darah masif (lihat dibawah) dan untuk melanjutkan transfusi
platelet. Pasien dengan defisiensi antitrombin III atau purpura trombositopenia trombotik juga menggunakan transfusi FFP.

Tiap unit FFP mempunyai resiko infeksi yang sama dengan tiap unit whole blood. Kadang kadang pasien dapat menjadi peka
terhadap protein plasma. Tiap unit ABO yang cocok umumnya dapat diberikan tetapi tidak dianjurkan. Seperti sel darah merah, FFP harus
dihangatkan pada suhu 37ºC sebelum transfusi.

Platelet

Transfusi platelet seharusnya diberikan karena adanya perdarahan pada pasien dengan trombositopenia atau disfungsi platelet.
Transfusi platelet profilaksis juga diindikasikan pada pasien dengan jumlah platelet dibawah 10,000-20,000 x 109/L karena peningkatan faktor
resiko perdarahan spontan.

Transfusi Granulosit

Transfusi granulosit yang dihasilkan dengan leukapheresis dapat diindikasikan pada pasien neutropenik dan infeksi bakteri yang
tidak respon dengan antibiotik. Transfusi granulosit mempunyai lama masa hidup yang sangat pendek dalam sirkulasi sehingga setiap harinya
dibutuhkan transfusi 10-30 x 109 granulosit. Irradiasi dari unit ini menurunkan insiden reaksi kulit terhadap host, kerusakan endotel paru-paru,
dan masalah lain yang berhubungan dengan transfusi leukosit (lihat dibawah) tetapi mungkin berpengaruh buruk terhadap fungsi granulosit.
Keberadaan filgrastim (granulocyte colony-stimulating factor atau G-CSF dan sargramostim (granulocyte-macrophage colony-stimulatingFactor,
atau GM-CSF) telah mengurangi secara besar-besaran penggunaan transfusi granulosit.

5. Jelaskan tentang dampak pneumatic tourniquet


6. Jelaskan tentang fat embolism, deep vein thrombosis, pulmonary embolism
7. Jelaskan tentang penanggulangan nyeri pasca bedah orthopedi
a. BALANCED ANALGESIA
Balanced Analgesia (Multimodal Analgesia) menggunakan dua atau lebih obat analgesia yang bekerja pada mekanisme yang berbeda
untuk mendapatkan efek analgesia yang superior tanpa efek samping yang berarti bila dibandingkan dengan pemberian obat tunggal
dengan dosis yang besar. Beberapa contoh dari balanced analgesia adalah 1) Kombinasi opioid epidural dengan lokal anestetik epidural
; 2 ) kombinasi intravena opioid dengan NSAIDs yang mempunyai “sparing effect “ terhadap efek sistemik opioid.
Balanced analgesia sebaiknya menjadi pilihan pada penanganan nyeri pasca bedah bila memungkinkan sesuai dengan jenis operasi dan
kondisi pasien. Parasetamol dan NSAIDs menjadi obat utama pada nyeri pasca bedah dengan intensitas ringan sementara opioid dan
atau teknik anestesi lokal dapat digunakan untuk intensitas nyeri sedang (moderate pain ).

Beberapa kombinasi balans analgesia


1. Pethidine 50mg dalam NSS 500ml drips intravena dalam 8 jam dikombinasikan dengan NSAIDs intravena (parecoxib 2x40mg, ketorolac
3x30mg, metamizol 3x1g, deksketoprofen 3x50mg)

2. Tramadol 100mg dalam NSS 500ml drips intravena dalam 8 jam dikombinasikan dengan NSAIDs intravena (parecoxib 2x40mg, ketorolac
3x30mg, metamizol 3x1g, deksketoprofen 3x50mg)

b. EPIDURAL ANALGESIA
Menggunakan teknik regional epidural dengan meletakkan kateter epidural dan memberikan obat – obat anestetik lokal, opioid dan
adjuvant lainnya pada masa pasca bedah baik secara intermittent maupun kontinyu
Penentuan letak kateter epidural terutama ditentukan oleh jenis operasi dan insisi bedah dengan prinsip bahwa letak kateter epidural
berada pada bagian tengah dari segmen dermatom insisi bedah.

Anda mungkin juga menyukai