Anda di halaman 1dari 19

KEPERAWATAN GERONTIK

SISTEM PERSYARAFAN

Disusun Oleh :

TINGKAT 3A

KELOMPOK 1

FARADILA NOVIANA NPM.16.11.4066.E.A.0009

INDRIANTI ROSIDA SAFITRI NPM.16.11.4066.E.A.0015

LUTFIA NOVI RAHMAWATI NPM.16.11.4066.E.A.0020

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM KALIMANTAN TIMUR

AKADEMI KEPERAWATAN YARSI

SAMARINDA

2018
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayahnya sehingga penyususnan Makalah Keperawatan Gerontik yang berjudul
Asuhan Keperawatan Klien dengan Stroke dapat terselesaikan. Makalah ini disusun
untuk menyelesaikan tugas Keperawatan Gerontik.

Terimakasih kepada Ns.Dwi Widyastuti , M.kep yang telah memberikan


bimbingan selama pembuatan makalah dan tugas dalam mata ajar Keperawatan
Gerontik, serta nasehat-nasehat yang sangat bermanfaat bagi kelompok.

Semoga segala bantuan yang telah diberikan kepada kelompok dari pihak
dosen pembimbing maupun teman-teman mendapat balasan dari Allah SWT. Dalam
penyusunan makalah keperawatan gerontik ini penulis masih jauh dari kesempurnaan,
untuk itu mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan dan perbaikan dimasa yang akan datang.

Akhirnya kami berharap semoga makalah keperawatan gerontik ini dapat


bermanfaat bagi rekan-rekan pembaca dan dapat dikembangkan dimasa yang akan
datang, Amin

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Samarinda, Oktober 2018

Kelompok 1
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia, pengertian


lanjut usia (lansia) adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas.
Lansia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus-menerus yang
ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentan terhadap serangan
penyakit yang dapat menyebabkan kematian.

Departemen Kesehatan menggolongkan tingkatan lansia menjadi tiga


kelompok yaitu: kelompok lansia dini (55-64 tahun), kelompok lansia (65 tahun
ketas), kelompok lansia resiko tinggi yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun
(Nawawi, 2009).

Kelompok lanjut usia merupakan kelompok penduduk yang berusia 60 tahun


keatas. Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan
untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya
secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan
memperbaiki kerusakan yang terjadi (Nawawi,2009). Seseorang yang sudah lanjut
usia akan mengalami beberapa perubahan pada tubuh/fisik,Psikis/intelektual,sosia
Kemasyarakatan maupun secara spiritual/keyakinan (Mujahidullah, 2012)

Jumlah lansia di Indonesia tahun 2014 mencapai 18 juta jiwa dan diperkirakan
akan meningkat menjadi 41 juta jiwa di tahun 2035 serta lebih dari 80 juta jiwa di
tahun 2050. Tahun 2050, satu dari empat penduduk Indonesia adalah penduduk lansia
dan lebih mudah menemukan penduduk lansia dibandingkan bayi atau balita.

Lanjut usia mengalami masalah kesehatan. Masalah ini berawal dari


kemunduran sel-sel tubuh, sehingga fungsi dan daya tahan tubuh menurun serta
faktor resiko terhadap penyakit pun meningkat. Masalah kesehatan yang sering
dialami lanjut usia adalah malnutrisi, gangguan keseimbangan, kebingungan
mendadak, dan lain-lain. Selain itu, beberapa penyakit yang sering terjadi pada lanjut
usia antara lain hipertensi, gangguan pendengaran dan penglihatan, demensia,
osteoporosis, dsb.

Data Susenas tahun 2012 menjelaskan bahwa angka kesakitan pada lansia
tahun 2012 di perkotaan adalah 24,77% artinya dari setiap 100 orang lansia di daerah
perkotaan 24 orang mengalami sakit. Di pedesaan didapatkan 28,62% artinya setiap
100 orang lansia di pedesaan, 28 orang mengalami sakit.

Pendapat lain menjelaskan bahwa lansia mengalami perubahan dalam


kehidupannya sehingga menimbulkan beberapa masalah. Permasalahan tersebut
diantaranya yaitu, Masalah fisik lansia adalah fisik yang mulai melemah, sering
terjadi radang persendian ketika melakukan aktivitas yang cukup berat, indra
pengelihatan yang mulai kabur, indra pendengaran yang mulai berkurang serta daya
tahan tubuh yang menurun. Masalah kognitif ( intelektual ) Masalah yang hadapi
lansia terkait dengan perkembangan kognitif, adalah melemahnya daya ingat terhadap
sesuatu hal (pikun), dan sulit untuk bersosialisasi dengan masyarakat di sekitar.
Masalah emosional Masalah yang hadapi terkait dengan perkembangan emosional,
adalah rasa ingin berkumpul dengan keluarga sangat kuat, sehingga tingkat perhatian
lansia kepada keluarga menjadi sangat besar. Selain itu, lansia sering marah apabila
ada sesuatu yang kurang sesuai dengan kehendak pribadi dan sering stres akibat
masalah ekonomi yang kurang terpenuhi. Masalah spiritual Masalah yang dihadapi
terkait dengan perkembangan spiritual, adalah kesulitan untuk menghafal kitab suci
karena daya ingat yang mulai menurun, merasa kurang tenang ketika mengetahui
anggota keluarganya belum mengerjakan ibadah, dan merasa gelisah ketika menemui
permasalahan hidup yang cukup serius.
Menurut, Kemenkes RI, Riskesdas, 2013, Penyakit Terbanyaknya Pada
Lansia Tahun 2013, Hipertensi dengan Prevalensi Menurut Kelompok Usia 55-64
tahun sebanyak 45,9% , usia 65-74 sebanyak tahun 57%, usia 75 keatas sebanyak
63,8%. Penyakit kedua adalah Artritis dengan prevelensi 55-64 tahun sebanyak 45%,
65-74 tahun sebanyak 51%, usia 75 keatas sebanyak 54,8 %. Penyakit ketiga Stroke
dengan prevelensi 55-64 tahun sebanyak 33%, 65-74 tahun sebanyak 46%, 75 tahun
keatas sebanyak 67 % .

Masalah sistem persyarafan pada lansia ini Perubahan persyarafan meliputi :


berat otak yang menurun 10-20% (setiap orang berkurang sel syaraf otaknya dalam
setiap harinya), cepat menurunnya hubungan persyarafan, lambat dalam respon dan
waktu untuk bersaksi khususnya dengan stress, mengecilnya syaraf panca indra,
berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya syaraf penciuman
dan perasa lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan ketaahanan terhadap
sentuhan, serta kurang sensitif terhadap sentuan. (Handoyo, 2018)

(……) solusi

Sampai saat ini belum ada satu pun obat yang paling efektif untuk
menyembuhkan Stroke , Sehingga jalan satu – satunya adalah menghindarkan diri
dari serangan stroke dengan menjauhi Faktor Resikonya Seperti , Selalu mengontrol
Tekanan Darah Rutin , Mengurangi Konsumsi Gula Berlebihan , Tidak
Mengkonsumsi Rokok dan minuman Beralkohol , Menjaga Pola Hidup sehat DLL.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
(……)
1.2.2 Tujuan Khusus
(…..)
BAB 2

SISTEM PERSYARAFAN PADA LANSIA

2.1 Pengertian Sistem Saraf


Sistem saraf adalah suatu jaringan saraf yang kompleks, sangat khusus dan
saling berhubungan satu dengan yang lain. Sistem saraf mengkoordinasi,
menafsirkan dan mengontrol interaksi antara individu dengan lingkungan lainnya.
Sistem tubuh yang penting ini juga mengatur kebanyakan aktivitas system-system
tubuh lainnya, karena pengaturan saraf tersebut maka terjalin komunikasi antara
berbagai system tubuh hingga menyebabkan tubuh berfungsi sebagai unit yang
harmonis. Dalam system inilah berasal segala fenomena kesadaran, pikiran,
ingatan, bahasa, sensasi dan gerakan. Jadi kemampuan untuk dapat memahami,
belajar dan memberi respon terhadap suatu rangsangan merupakan hasil kerja
integrasi dari system saraf yang puncaknya dalam bentuk kepribadian dan
tingkah laku individu.
2.2 Perubahan-Perubahan Pada Sistem Persyarafan pada lansia
Pada lansia, sistem saraf pusat telah mengalami beberapa perubahan, antara
lain sebagai berikut :
1. Otak
Pada Lansia, akibat penuaan, otak kehilangan 100.000 neuron/tahun.
Neuron dapat mengirimkan signal kepada beribu-ribu sel lain dengan
kecepatan 200 mil/jam. Terjadi penebalan atropi cerebral (berat otak menurun
10%) antar usia 30-70 tahun. Secara berangsur angsur tonjolan dendrite
dineuron hilang disusul membengkaknya batang dendrit dan batang sel.
Secara progresif terjadi fragmentasi dan kematian sel. Pada semua sel terdapat
deposit lipofusin (pigment wear and tear) yang terbentuk di sitoplasma,
kemungkinan berasal dari lisosom atau mitokondria. RNA, Mitokondria dan
enzyme sitoplasma menghilang, inklusi dialin eosinofil dan badan levy,
neurofibriler menjadi kurus dan degenerasi granulovakuole. Corpora amilasea
terdapat dimana-mana dijaringan otak.
Berbagai perubahan degenerative ini meningkat pada individu lebih dari
60 tahun dan menyebabkan gangguan persepsi, analisis dan integrita, input
sensorik menurun menyebabkan gangguan kesadaran sensorik (nyeri sentuh,
panas, dingin, posisi sendi). Tampilan sesori motorik untuk menghasilkan
ketepatan melambat.
2. Sistem Saraf Otonom
Pusat pengendalian saraf otonom adalah hipotalamus. Beberapa hal yang
dikatakan sebagai penyebab terjadinya gangguan otonom pada usia lanjut
adalah penurunan asetolikolin, atekolamin, dopamine, noradrenalin.
Perubahan pada “neurotransmisi” pada ganglion otonom yang berupa
penurunan pembentukan asetil-kolin yang disebabkan terutama oleh
penurunan enzim utama kolin-asetilase.
Terdapat perubahan morfologis yang mengakibatkan pengurangan jumlah
reseptor kolin. Hal ini menyebabkan predisposisi terjadinya hipotensi
postural, regulasi suhu sebagai tanggapan atas panas atau dingin terganggu,
otoregulasi disirkulasi serebral rusak sehingga mudah terjatuh.
3. Sistem Saraf Perifer
a. Saraf aferen
Lansia terjadi penurunan fungsi dari saraf aferen, sehingga terjadi
penurunan penyampaian informasi sensorik dari organ luar yang terkena
ransangan.
b. Saraf eferen
Lansia sering mengalami gangguan persepsi sensorik, hal tersebut
dikarenakan terjadinya penurunan fungsi saraf eferen pada sistem saraf
perifer.
4. Medulla spinalis
Medulla spinalis pada lansia terjadi penurunan fungsi, sehingga
mempengaruhi pergerakan otot dan sendi di mana lansia menjadi sulit untuk
menggerakkan otot dan sendinya secara maksimal.

2.3 Masalah Kesehatan / penyakit system persyarafan pada Lansia


2.3.1 Masalah Kesehatan system persarafan
1. Gangguan pola istirahat tidur
Seringkali lansia mengalami perubahan pola tidur atau
perbandiangan bangun dan pengaturan suhu pada lansia. Keluhan
utama pada lansia sebenarnya adalah lebih banyak terbangun pada dini
hari dibandingkan dengan gangguan dalam tidur. Gangguan pola tidur
dan pengaturan suhu terjadi akibat adanya penurunan pada
hypothalamus pada lansia.
2. Gangguan gerak langkah (GAIT)
Pada usia lanjut secara fisiologik terdapat perubahan gerak
langkah menjadi lebih pendek dengan jarak kedua kaki lebih lebar,
rotasi pinggul menurun dan gerak lebih lambat.
Keadaan ini sering diperberat oleh gangguan mekanik akibat
penyakit yang menyertai, antara lain adanya arthritis, deformasi sendi,
kelemahan fokal atau menyeluruh, neuropati, gangguan visual atau
vestibuler atau gangguan integrasi di SSP.
3. Gangguan persepsi sensori
Perubahan sensorik terjadi pada jalur sistem sensori dimulai
dari reseptor hingga ke korteks sensori, merubah transmisi atau
informasi sensori. Pada korteks lobus parietal sangat penting dalam
interpretasi sensori dengan pengendaian penglihatan, pendengaran,
rasa dan regulasi suhu. Hilang atau menurunnya sensori rasa nyeri,
temperature dan rabaan dapat menimbulkan masalah pada lansia.
4. Gangguan eliminasi BAB dan BAK
Perubahan sistem saraf pada lansia juga sering terjadi pada
sistem pencernaan maupun pada sistem urinari. Hal ini disebabkan
karena pada lansia terjadi penurunan sistem saraf perifer, dimana
lansia menjadi tidak mampu untuk mengontrol pengeluaran BAB
maupun BAK, sehingga bisa menimbulkan beberapa masalah, seperti
konstipasi, obstipasi, inkontinensia urin, dll.
5. Kerusakan komunikasi verbal
Pada lansia sering terjadi kerusakan komunikasi verbal, hal ini
disebabkan karena terjadi penurunan atau ketidakmampuan untuk
menerima, memproses, mentransmisikan dan menggunakan sistem
simbol. Adapun yang menjadi penyebab lain masalah tersebut
dikarenakan terjadinya perubahan pada persarafan di sekitar wajah.

2.3.2 Penyakit yang berhubungan dengan gangguan sistem Persyarafan pada


lansia (Stroke).
1. Pengertian Stroke
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi
gangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya
kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita
kelumpuhan atau kematian. Sedangkan menurut Hundak (1996), stroke
adalah deficit neurologis yang mempunyai serangan mendadak dan
berlangsung 24 jam sebagai akibat dari cardiovascular disease (CVD).
2. Etiologi
a. Kekurangan suplai oksigen yang menuju otak.
b. Pecahnya pembuluh darah diotak karena kerapuhan pembuluh
darah otak.
c. Adanya sumbatan bekuan darah di otak
3. Patofisiologi
Setiap kondisi yang menyebabkan perubahan perfusi darah pada
otak akan menyebabkan keadaan hipoksia. Hipoksia yang berlangsung
lama dapat menyebabkan iskemik otak. Iskemik yang terjadi dalam
waktu yang singkat kurang dari 10-15 menit dapat menyebabkan defisit
sementara dan bukan deficit permanen.
Setiap deficit fokal permanen akan bergantung pada daerah otak
mana yang terkena. Derah otak yang terkena otak akan
menggambarkan pembuluh darah otak yang terkena. Pembuluh darah
yang paling sering mengalami iskemik adalah atreri serebral tengah dan
arteri karotis interna.
Jika aliran darah ketiap bagian otak terhambat karena thrombus
atau emboli, maka mulai terjadi kekurangan suplai oksigen kejaringsn
otak. Kekurangan oksigen dalam 1 menit dapat menunjukkan gejala
yang dapat pulih seperti kehilangan kesadaran.
Gangguan peredaran darah otak akan menimbulkan gangguan
metabolism sel-sel neuron,dimana sel-sel neuron tidak mampu
menyimpan glikogen sehingga kebutuhan metabolisme tergantung dari
glukosa dan oksigen yang terdapat pada akteri-arteri yang menuju otak.
Perdarahan biasanya berhenti karena pembentukan thrombus
oleh vibrin trombosit dan oleh tekanan jaringan.setelah 3 mnggu, darah
mulai direasorbsi. Rupture ulangan merupakan resiko yang serius yang
terjadi sekitar 7-10 hari setelah perdarahan pertama.
4. Factor resiko
a. hipertensi
b. hipotensi
c. obesitas
d. kolestrol
e. riwayat penyakit jantung
f. riwayat penyakit diabetes militus
g. merokok
h. setres dll.

5. Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan klinis melalui anamnesis dan pengkajian fisik (neurologis)
a. Riwayat penyakit sekarang (kapan timbulnya,lamanya
serangan,gejala yang timbul.)
b. Riwayat penyakit dahulu (hipertensi,jantung,dm,ginjal,pernah
mengalami trauma kepala)
c. Riwayat penyakit keluarga (hipertensi,jantung,dm)
d. Aktivitas (sulit beraktivitas,kehilangan sensasi penglihatan,gangguan
tonus otot, gangguan tingkat kesadaran)
e. Sirkulasi (hipertensi,jantung,gagal ginjal kronis)
f. Makanan/cairan ( nafsu makan berkurang, mual,muntah pada fase
akut,hilang sensasi pengecapan pada lidah, obesitas sebagai factor
resiko)
g. Neurosensorik (sinkop/pingsan, fertigo,sakit kepala, penglihatan
berkurang/ ganda, hilang rasa sensorik)
h. Kenyamanan (sakit kepala dengan intensitas yang berbeda, tingkah
laku yang tidak stabil,gelisah, ketergantungan otot)
i. Pernapasan (merokok sebagai factor resiko,tidak mampu menelan
karena batuk)
j. Intraksi social (masalah bicara,tidak mampu berkomunikasi).
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Angiografi selebral. Membantu menentukan penyebab stroke secara
spesifik misalnya pertahanan atau sumbatan arteri.
b. Magnetic resonance imaging (MRI). Menunjukkan daerah
infark,perdarahan,malformasi arteriovena.
c. Ultrasonografi Doppler (USG Doppler). Mengidentifikasi penyakit
arteriovena (aliran darah atau timbulnya flak). Dan arteriosklerosis.
d. Elektroemsefalogram. Mengidentifikasi masalah pada gelombang
otak dan memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
e. Sinar tengkorak, menggambarkan perubahan kelenjar lempeng
pienal daerah yang berlawanan dari masa yang meluas, klasifikasi
karotis interna terdapat pada thrombosis selebra, klasifikasi parsial
dinding aneurisma pada perdarahan subarachnoid.

7. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah rutin
b. Gula darah
c. Urine rutin
d. Cairan selebrospinal
e. Analisa gas darah (AGD)
f. Biokimia darah
g. Elektrolit

8. Komplikasi
a. Gangguan otak yang berat
b. Kematian bila tidak dapat mengontrol respon pernapasan atau
kardiovaskular.

BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN STROKE (SISTEM PERSYARAFAN)

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor
register, diagnose medis.
2. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan
tidak dapat berkomunikasi.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat
klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan
atau gangguan fungsi otak yang lain.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus.

Pengumpulan data
1. Aktivitas/istirahat:
Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan, hilangnya rasa,
paralisis, hemiplegi, mudah lelah, dan susah tidur.
2. Sirkulasi
Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia, CHF, polisitemia. Dan
hipertensi arterial.

3. Integritas Ego.
Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk
mengekspresikan diri.
4. Eliminasi
Perubahan kebiasaan Bab. dan Bak. Misalnya inkoontinentia urine, anuria,
distensi kandung kemih, distensi abdomen, suara usus menghilang.
5. Makanan/cairan
Nausea, vomiting, daya sensori hilang, di lidah, pipi, tenggorokan, dysfagia
6. Neuro Sensori
Pusing, sinkope, sakit kepala, perdarahan sub arachnoid, dan intrakranial.
Kelemahan dengan berbagai tingkatan, gangguan penglihatan, kabur, dyspalopia,
lapang pandang menyempit. Hilangnya daya sensori pada bagian yang
berlawanan dibagian ekstremitas dan kadang-kadang pada sisi yang sama di
muka.
7. Nyaman/nyeri
Sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang pada otak/muka
8. Respirasi
Ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas. Suara nafas, whezing,
ronchi.
9. Keamanan
Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury. Perubahan persepsi
dan orientasi Tidak mampu menelan sampai ketidakmampuan mengatur
kebutuhan nutrisi. Tidak mampu mengambil keputusan.
10. Interaksi social
Gangguan dalam bicara, Ketidakmampuan berkomunikasi.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah ke
otak terhambat
2. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak
3. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan
kerusakan neurovaskuler
4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
5. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran
BAB 3

PEMBAHASAN

3.1 Jurnal Penelitian ( Faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian stroke
pada pasien di RSU H.Sahudin Kutacane Kabupaten Aceh Tenggara )
Pada Konsep Teori ditemukan Faktor Resiko dari penyakit Stroke yaitu :
1. hipertensi
2. hipotensi
3. obesitas
4. kolestrol
5. riwayat penyakit jantung
6. riwayat penyakit diabetes militus
7. merokok
8. setres dll.

Sedangkan Faktor Resiko yang ditemukan di jurnal Penelitian Oleh


Khairatunnisa , dan Dian maya sari yang berjudul “ Faktor resiko yang berhubungan
dengan kejadian stroke pada pasien di RSU H.Sahudin Kutacane Kabupaten Aceh
Tenggara ” Menurut Kutipan dari Lingga Tahun 2013 membagi Faktor Resiko Stroke
menjadi dua , yaitu faktor yang tidak Terkendali dan Faktor yang dapat Dikendalikan
.
Faktor yang tidak Terkendali yaitu :

1. Genetik
2. Cacat Bawaan
3. Usia
4. Gender
5. Riwayat Penyakit dalam keluarga
Faktor yang dapat Dikendalikan yaitu :
1. Hipertensi
2. Hiperlipidemia
3. Hiperurisemia
4. Penyakit jantung
5. Obesitas
6. Merokok
7. Konsumsi Alkohol
8. Kurang Aktivitas fisik
9. Stress
10. Konsumsi obat-obatan
11. Kontrasepsi berbasis Hormon

Dan Pada hasil penelitian ini Ditemukan Hasil Faktor Terbanyak yang
berhubungan Dengan kejadian Pasien Stroke Di RSU H.Sahudin Kutacane .
Faktor Hipertensi dan Diabetes mellitus Memiliki Urutan Teratas Dengan Nilai
OR Masing-masing 6,18 dan 4,12.

Diperkuat Dengan Teori Menurut Pearson (1994) yang mengatakan Bahwa


Kejadian Stroke lebih tinggi pada orang yang Mempunyai Hipertensi Berat
(Tekanan Darah Lebih dari 160/95 mmHg) dibandingkan dengan orang yang
normal (Tekanan darah Kurang dari 140/90 mmHg) . Semakin tinggi Tekanan
Darah seseorang Maka semakin Besar Resiko Untuk Terkena Stroke.
Dan juga Teori Milik Harsono Tahun (2005) Menyebutkan Pada seseorang dengan
Diabetes mellitus Resiko terjadinya stroke meningkat dua kali lipat dibandingkan
Dengan orang tanpa penyakit Diabetes Melitus .
BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
4.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

Batticaca, Fransisca B .2008. Asuhan Keperawatan pada klien Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

Hanum, Parida Dkk. 2017.Hubungan Karakteristik Dan Dukungan Keluarga


Lansia Dengan Kejadian Stroke Pada Lansia Hipertensi Di Rumah
Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
Nur, Iis. 2013. Sistem Saraf Pada Manusia. Bandung : Sekolah Tinggi Farmasi

Anda mungkin juga menyukai