Anda di halaman 1dari 13

I.

Analisis masalah

1. Tn. K berusia 22 tahun, saat melaju dengan kecepatan tinggi di jembatan Musi
IV dari arah berlawanan muncul mobil pick up. Karena tidak siap menghindar
terjadi kecelakaan dan tn. K terhempas ke sisi jalan. Korban langsung ditolong
oleh warga yang kebetulan melintas dan saat ditolong pasien masih dapat
berkomunikasi, tidak muntah, namun terlihat lemas, menahan nyeri dan
kesadaran mulai menurun.
a. Apa penyebab dan mekanisme dari pasien terlihat lemas?
Trauma abdomen  perforasi lapisan abdomen (kontusio laserasi )
peritonitis  motilitas usus menurun  disfungsi usus  refluks
usus peningkatan metabolism  intake nutrisi kurang  lemas
Trauma abdomen  output cairan berlebih  gangguan keseimbangan
elektrolit  defisit volume cairan dan elektrolit  lemas

Lemas pada kasus dapat disebabkan karena Hipoksia  suplai O2 ke otak


berkurang  lemas

2. Korban langsung dibawa ke puskesmas terdekat tempat saudara bekerja. Pada


saat tiba dipuskesmas pasien mengeluh nyeri pada perut dan paha kanan.
a. Bagaimana tatalaksana awal setelah pasien sampai dirumah sakit? (initial
assessment trauma)
Prinsip tatalaksana kasus ini sesuai dengan inisial assessment pra-Rumah
Sakit
1) Nilai keadaan umum pasien
2) Primary Survey : (ABCDE)
- Airway
Nilai jalan nafas: tidak ada obstruksi (pasien dapat bicara). Bersihkan
jalan nafas jika ada darah. Pada kasus ini, tidak ada gangguan airway
- Breathing
Nilai ventilasi dan oksigenasi, buka leher dan dada, observasi
perubahan pola pernapasan: tentukan laju dan dalam pernafasan, dan
look, listen,
1
- Circulation
Nilai TD, nadi, warna kulit, dan sumber perdarahan. Bersihkan dan
tutup luka dengan perban
- Disability
Nilai GCS: 14 cedera otak sedang.
- Exposure
Berdasarkan pengamatan klinis diduga:
- Fraktur femur: Pasang bidai, apabila tidak ada bebat anggota gerak
yang sakit ke anggota gerak yang sehat
3) Nilai sementara, pindahkan ke tandu dengan metode “Log Roll” bawa
ke UGD RSUD (100 meter) dengan tandu.
Prinsip Pokok BLS (Basic Life Support)
BLS adalah suatu cara memberikan bantuan/pertolongan hidup
dasar yang meliputi bebasnya jalan napas (Airway/A), pernapasan
yang adekuat (Breathing/B), sirkulasi yang adekuat
(Circulation/C).
Urutan penanganan gawat darurat
Penentuan status gawat darurat dapat ditentukan dengan
pemeriksaaan primer (Primary Survey) yakni deteksi cepat dan
koreksi segera terhadap kondisi yang mengancam jiwa. Dilakukan
dengan prinsip D-R-A-B-C (AHA, 2005). Menurut konsensus
terbaru American Heart Association 2010, penanganan dalam
Basic Life Support menjadi D-R-C-A-B.
D- danger (bahaya)
R- response (respon)
C- circulation (sirkulasi + kontrol perdarahan)
A- airway (jalan nafas) + servical control
B- breathing (oksigenasi)

2
American Heart Association, 2010

1. Danger  do no further harm, jangan membuat cedera lebih


lanjut.
Prinsipnya jangan menambah cedera pada korban. Langkah :
 Perkenalkan diri & memakai pelindung diri
 Membubarkan kerumunan dan memastikan lokasi aman
 Aktifkan respons emergency  panggil ambulan (118) atau
polisi
2. Response
1. Respon panggil : “Pak, Pak, bagaimana keadaan Bapak?”
2. Respon sentuh: Lakukan dengan menepuk pundak atau pipi (jika
keadaan memungkinkan), jangan menggoyang-goyangkan bahu
jika curiga terdapat cedera tulang belakang.
3. Respon nyeri : tekan daerah antara kuku jari tangan
korban dan kulitnya, atau tekan daerah sternum (taju pedang)
korban dengan jari tangan.
Penilaian A-V-P-U
 Alert (sadar)
 Verbal : disorientasi tapi masih ada respon
 Painful : memberi respon pada nyeri
 Unresponsif
3
3. Circulation
Bila korban mengalami henti jantung, segera lakukan Resusitasi
Jantung Paru Otak (RJPO) sebagai pertolongan awal. Jika ada
denyut nadi namun tidak ada napas, berikan pernapasan buatan
sambil terus mengecek denyut nadi karotis.
Resusitasi Jantung Paru Otak
Perubahan dari AHA 2005  AHA 2010
 Saat melihat korban, segeralah mengaktifkan sistem
kegawatdaruratan  minta bantuan.
 Jika korban tak bernapas/bernapas tidak normal (hanya
mengerang) segera lakukanlah RJP.
 Look, listen and feel dieliminasi dari algoritma.
 Lakukan RJP yg berkualitas (pijat jantung yg cukup, dengan
kedalaman yg cukup) dan tiap pijatan biarkan dada kembali
mengembang dan hindari ventilasi berlebih.
 Untuk 1 penolong, lebih utama melakukan pijat jantung 30x,
baru memberi bantuan napas 2x.
 Pijat jantung minimal 100x/menit.
 Kedalaman pijat jantung dewasa kurang lebih 5 cm.
Teknik Resusitasi Jantung Paru
 1 (satu) orang penolong : memberikan pemafasan buatan dan
pijat jantung luar dengan perbandingan 30:2
 2 (dua) orang penolong : memberikan pernafasan buatan dan
pijat jantung luar yang dilakukan oleh masing-masing penolong
secara bergantian dengan perbandingan sama dengan 1
penolong 15:2
4. Airway
Perbaikan Airway:
1.Buka jalan nafas
Membuka jalan nafas dapat dilakukan dengan beberapa manuver,
diantaranya : head-tilt, head-tilt chin-lift, head-tilt neck-lift, dan
jaw-thrust.

4
2.Hilangkan sumbatan
Menghilangkan sumbatan yg disebabkan oleh benda asing, dapat
dilakukan beberapa cara:
a) Heimlich Manouver - Abdominal thrust
b) Back blows (untuk bayi)
c) Chest thrust
d) Membersihkan jalan nafas dengan sapuan jari (finger sweep)
5. Breathing
Tindakan:
i. Tanpa alat:
Memberikan pernafasan buatan dan mulut ke mulut atau dari
mulut ke hidung sebanyak 2 (dua) kali tiupan dan diselingi
ekshalasi.
ii. Dengan menggunakan alat:
Memberikan pernafasan buatan dengan alat "ambu bag" (self
inflating bag). Pada alat tersebut dapat pula ditambahkan
oksigen.

Primary survey
1) Airway: jaga jalan napas tetap paten. Bila diperlukan lakukan
pemasangan intubasi ETT (dengan bantuan auskultasi pada 5
titik) dan pemberian oksigen dengan ambu bag (resusitasi
oksigen), NGT dapat dipasang untuk mencegah aspirasi.
2) Breathing: Inspeksi dada, auskultasi paru dan jantung, perkusi,
palpasi.
3) Circulation : Pemberian kristaloid (RL 4500 – 6000 cc / jam)
caliber besar yang telah dihangatkan, melalui IV (resusitasi
cairan)
4) Exposure : membuka keseluruhan pakaian pasien (digunting)
tetapi cegah hipotermia
Resusitasi
Sudah termasuk di primary survey +

5
1) Pemasangan kateter foley/dower dengan terlebih dahulu
menilai apakah terdapat trauma pelvic, uretra, dll (dengan cara
inspeksi : apakah terdapat darah di meatus uretra, hematoma,
dll; RT : apakah prostat teraba / melayang)
2) Cross cek darah
3) Pemberian transfuse darah universal (golongan O, Rh-) hanya
bila syok memburuk progresive

Pemantauan dan re-evaluasi berkesinambungan


Jika pasien telah stabil kita lakukan secondary survey
1) Monitoring (kesadaran, vital sign, cairan urin, ABG, dll)
2) Anamnesis SAMPLE (Sensation, Allergic, Past illness, Last
meal, Event)
3) Pemeriksan head to toe untuk mengetahui kemungkinan ada
trauma lain. Semua prosedur yang dilakukan harus dicatat
dengan baik. Pemeriksaan dari kepala sampai ke jari kaki (head-
to-toe examination) dilakukan dengan perhatian utama :
 Pemeriksaan kepala
Kelainan kulit kepala dan bola mata, telinga bagian luar dan
membrana timpani, cedera jaringan lunak periorbital.
 Pemeriksaan leher
Emfisema subkutan, deviasi trakea, vena leher yang
mengembang.
 Pemeriksaan neurologis
Penilaian fungsi otak dengan Glasgow Coma Scale (GCS),
penilaian rasa raba/sensasi dan refleks.
 Pemeriksaan dada
Clavicula dan semua tulang iga, suara napas dan jantung,
pemantauan ECG (bila tersedia).
 Pemeriksaan rongga perut (abdomen)
Cari luka, memar dan cedera lain, pasanglah pipa nasogastrik
pada pasien trauma tumpul abdomen kecuali bila ada trauma

6
wajah. Periksa dubur (rectal toucher), pasang kateter kandung
seni jika tidak ada darah di meatus externus.
 Pelvis dan ekstremitas
Cari adanya fraktura (pada kecurigaan fraktur pelvis jangan
melakukan tes gerakan apapun karena memperberat
perdarahan), cari denyut nadi-nadi perifer pada daerah trauma,
cari luka, memar dan cedera lain.
 Pemeriksaan X-Ray (bila memungkinkan) untuk :
Dada dan tulang leher (semua 7 ruas tulang leher harus
nampak), pelvis dan tulang panjang, foto atas daerah yang lain
dilakukan secara selektif. Foto dada dan pelvis mungkin sudah
diperlukan sewaktu survei primer.
 Evaluasi fungsi neurologis
Untuk evaluasi berat dan luasnya cedera, jika pasien sadar
tanyakan dengan jelas apa yang dirasakan dan minta pasien
untuk melakukan gerakan agar dapat dievaluasi fungsi motorik
dari ekstremitas atas dan bawah.
Paha
1) Penatalaksanaan awal
Sebelum dilakukan pengobatan definitf pada satu fraktur, maka
diperlukan:
 Pertolongan pertama
Pada penderita dengan fraktur yang penting dilakukan adalah
membersihkan jalan napas, menutup luka dengan verban yang
bersih dan imobilisasi fraktur pada anggota gerak yang terkena
agar penderita merasa nyaman dan mengurangi nyeri.
 Penilaian klinis
Sebelum menilai fraktur itu sendiri, perlu dilakukan penilaian
klinis, apakah luka itu luka tembus tulang, adakah trauma
pembuluh darah/saraf ataukah ada trauma alat-alat dalam
lainnya.
 Resusitasi

7
2) Prinsip umum pengobatan fraktur
Ada empat prinsip pengobatan fraktur:
 Recognition, diagnosis dan penilaian fraktur
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur
dengan anamnesis, pemeriksan klinis dan radiologis.
 Reduction; reduksi fraktur apabila perlu
 Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi
yang dapat diterima. Pada fraktur intraartikuler diperlukan
reduksi anatomis dan sedapat mungkin mengembalikan fungsi
normal dan mencegah komplikasi seperti kekakuan, deformitas,
serta perubahan osteoartritis di kemudian hari.
 Retention; imobilisasi fraktur
 Rehabilitation; mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal
mungkin

3. Pada pemeriksaan di tempat kejadian ditemukan:


- Tanda vital: napas 30x/menit, nadi 118x/menit: lemah, TD 0/50 mmHg
- GCS: 13 (E= 3, V= 5, M=6), ISS scor 40
- Kepala: Luka lecet pada dahi (berupa ekskoriasi), lain2 dbn.
- Terlihat konjungtiva anemis
- Toraks: inspeksi, gerakan dinding dada simetris pada kedua hemitoraks.
Auskulktasi, vesikuler di kedua hemitoraks bunyi jantung terdengar jelas.
perkusi, sonor dikedua hemitoraks.
- Abdomen: inspeksi, dinding perut datar terdapat jejas di flank sinistra.
Auskultasi, bising usus melemah. Perkusi, nyeri ketok diperut kiri atas.
Palpasi, nyeri tekan + dan defans muscular + (tanda peritonitis).
- Ekstremitas: Terlihat deformitas di paha kanan berupa angulasi,
shortening, dan discrepancy. Memar hematom. Palpasi, nyeri tekan,
krepitasi (tidak boleh diperiksa). ROM, pasif: limitasi gerakan, aktif:
limitasi gerakan. kulit pucat, tangan dan kaki berkeringat dingin
- Hb: 5 gr/dl, lactat: 4

8
a. Bagaimana cara menilai gcs? (debby, kak mel  masukin tabel)

Pemeriksaan Tingkat Keparahan Trauma Kepala disimpulkan dalam suatu


tabel GCS.

Skala Koma Glasglow

Eye Opening

Mata terbuka dengan spontan 4

Mata membuka setelah diperintah 3

Mata membuka setelah diberi rangsang 2


nyeri

Tidak membuka mata 1

Best Motor Response

Menurut perintah 6

Dapat melokalisir nyeri 5

Menghindari nyeri 4

Fleksi (dekortikasi) 3

Ekstensi (dekerebrasi) 2

Tidak ada gerakan 1

Best Verbal Response

Menjawab pertanyaan dengan benar 5

Salah menjawab pertanyaan 4

Mengeluarkan kata-kata yang tidak sesuai 3

Mengeluarkan suara-suara yang tidak ada 2

9
artinya

Tidak ada jawaban 1

Berdasarkan Skala Koma Glasglow, berat ringan trauma kapitis dibagi atas:

1. Trauma kapitis ringan, skornya 14-15


2. Trauma kapitisi sedang, skornya 9-13
3. Trauma kapitis berat 3-8

Hipotesis

Tn. K usia 22 tahun diduga mengalami trauma multiple (abdomen dan femur)
dengan masalah life threatening dan ……diperberat dengan fraktur terturup femur
yang mengganggu sirkulasi

II. Sintesis
A. Syok hipovolemik
a. Diagnosis banding (debby, arindi)
b. Pemeriksaan penunjang

a. Hemoglobin dan hematokrit


Pada fase awal syok karena perdarahan kadar Hb dan hematokrit
masi tidak berubah, kadar Hb dan hematokrit akan menurun
sesudah perdarahan berlangsung lama. Karena autotransfusi. Hal
ini tergantung dari kecepatan hilangnya darah yang terjadi. Pada
syok karena kehilangan plasma atau cairan tubuh seperti pada
demam berdarah dengue atau diare dengan dehidrasi akan
hemokonsentrasi.
b. Urin

10
Produksi urin menurun, lebih gelap dan pekat. Berat jenis urin
meningkat >1,020. Sering didapat adanya proteinuria dan toraks
c. Pemeriksaan gas darah
pH, PaO2, dan Hco3 darah menurun,. Bila proses berlangsung
terus maka proses kompensasi tidak mampu lagi dan akan mulai
tampak tanda-tanda kegagalan dengan dengan makin menurunnya
pH dan PaO2 dan meningkatnya PaCO2 dan HCO3. Terdapat
perbedaan yang lebih jelas antara PO2 dan PCO2 arterial dan
vena.
d. Pemeriksaan elektrolit serum
Pada syok seringkali didapat adanya gangguan keseimbangan
elektrolit seperti hiponatremia, hiperkalemia, dan hipokalsemia
pada penderita dengan asidosis.
e. Pemeriksaan fungsi ginjal
Pemeriksaan BUN dan kreatinin serum penting pada syok
terutama bila ada tanda-tanda gagal ginjal.
f. Pemeriksaan mikrobiologi yaitu pembiakan kuman yang
dilakukan hanya pada penderita-penderita yang dicurigai
g. Pemeriksaan faal hemostasis

Pemeriksaan-pemeriksaan lain yang diperlukan untuk menentukan


penyakit primer penyebab

III. Tatalaksana
Penatalaksanaan syok hipovolemik meliputi mengembalikan tanda-tanda
vital dan hemodinamik kepada kondisi dalam batas normal. Selanjutnya
kondisi tersebut dipertahankan dan dijaga agar tetap pada kondisi satabil.
Penatalaksanaan syok hipovolemik tersebut yang utama terapi cairan
sebagai pengganti cairan tubuh atau darah yang hilang. Jika ditemukan
oleh petugas dokter atau petugas medis, maka penatalaksanaan syok harus

11
dilakukan secara komprehensif yang meliputi penatalaksanaan sebelum
dan di tempat pelayanan kesehatan atau rumah sakit.
Penatalaksanaan sebelum di tempat pelayanan kesehatan harus
memperhatikan prinsip-prinsip tahapan resusitasi. Selanjutnya bila kondisi
jantung, jalan nafas dan respirasi dapat dipertahankan, tindakan
selanjutnya adalah adalah menghentikan trauma penyebab perdarahan
yang terjadi dan mencegah perdarahan berlanjut. Menghentikan
perdarahan sumber perdarahan dan jika memungkinkan melakukan
resusitasi cairan secepat mungkin. Selanjutnya dibawa ke tempat pelayaan
kesehatan, dan yang perlu diperhatikan juga adalah teknik mobilisai dan
pemantauan selama perjalanan. Perlu juga diperhatikan posisi pasien yang
dapat membantu mencegah kondisi syok menjadi lebih buruk, misalnya
posisi pasien trauma agar tidak memperberat trauma dan perdarahan yang
terjadi, pada wanita hamil dimiringkan kea rah kiri agar kehamilannya
tidak menekan vena cava inferior yang dapat memperburuh fungsi
sirkulasi. Sedangkan saat ini posisi tredelenberg tidak dianjurkan lagi
karena justru dapat memperburuk fungsi ventilasi paru.
Pada pusat layanan kesehatan atau dapat dimulai sebelumnya harus
dilakukan pemasangan infus intravena. Cairan resusitasi yang digunakan
adalah cairan isotonik NaCl 0,9% atau ringer laktat. Pemberian awal
adalah dengan tetesan cepat sekitar 20 ml/KgBB pada anak atau sekitar 1-
2 liter pada orang dewasa. Pemberian cairan terus dilanjutkan bersamaan
dengan pemantauan tanda vital dan hemodinamiknya. Jika terdapat
perbaikan hemodinamik, maka pemberian kristaloid terus dilanjutnya.
Pemberian cairan kristaloid sekitar 5 kali lipat perkiraan volume darah
yang hilang dalam waktu satu jam, karena istribusi cairan koloid lebih
cepat berpindah dari intravaskuler ke ruang intersisial. Jika tidak terjadi
perbaikan hemodinamik maka pilihannya adalah dengan pemberian koloid,
dan dipersiapkan pemberian darah segera.
IV. Komplikasi

12
Komplikasi dari syok hipovolemik meliputi sepsis, sindrom gawat napas
akut, koagulasi intravaskular diseminata, kegagalan multiorgan, hingga
kematian .
V. SKDI
3B

13

Anda mungkin juga menyukai