Anda di halaman 1dari 12

TINJAUAN PUSTAKA

Hidrokarbon

Hidrokarbon adalah senyawa organik yang terdiri dari unsur atom-atom


hidrogen dan karbon. Senyawa hidrokarbon adalah senyawa yang hanya tersusun
dari atom hidrogen (H) dan atom karbon (C). Seluruh hidrokarbon memiliki rantai
karbon dan atom atom hidrogen yang berikatan dengan rantai tersebut. Istilah
tersebut digunakan juga sebagai pengertian dari hidrokarbon alifatik. Metana
adalah contoh hidrokarbon dengan satu atom karbon dan empat atom hidrogen
(CH4). Etana adalah hidrokarbon yang terdiri dari dua atom karbon bersatu dengan
sebuah ikatan tunggal, masing-masing mengikat tiga hidrogen (C2H6). Propana
memiliki tiga atom C (C3H8) dan seterusnya (CnH2n+2).

Manfaat Hidrokarbon

Hidrokarbon adalah salah satu sumber energi paling penting di bumi.


Penggunaan utama dari hidrokarbon adalah sebagai sumber bahan bakar. Dalam
bentuk padat, hidrokarbon adalah salah satu komposisi pembentuk aspal. Beberapa
contoh senyawa hidrokarbon yang digunakan sebagai bahan bakar diantaranya
adalah hexana yang merupakan fraksi yang umum digunakan untuk membuat
bensin, metana sampai propana merupakan komposisi yang paling banyak
terkandung pada gas alam. Selain sebagai sumber bahan bakar, hidrokarbon juga
digunakan sebagai sumber energi. Terutama energi listrik, dimana di seluruh dunia
pembangkit energi listrik masih bergantung pada pasokan hidrokarbon baik
berbentuk cair, padat maupun gas.

Senyawa Hidrokarbon pada Minyak Bumi dan Gas Bumi

Senyawa hidrokarbon pada kondensat dan minyak bumi dikelompokkan ke


dalam tiga golongan, yaitu: senyawa hidrokarbon parafin, naften dan aromat.
Disamping senyawa-senyawa tersebut, dalam produk minyak bumi juga terdapat
senyawa hidrokarbon monoolefin dan diolefin, yang terjadi karena rengkahan

2
3

dalam proses pengolahan minyak bumi dalam kilang, misalnya pada destilasi
minyak mentah dan proses rengkahan (HARDJONO, 2001).

Senyawa Hidrokarbon Parafin

Senyawa hidrokarbon parafin adalah senyawa hidrokarbon jenuh dengan


rumus umum CnH2n+2. Hidrokarbon ini merupakan hidrokarbon yang memiliki
ikatan tunggal dan ikatan yang terjadi antar atom C adalah sangat kuat. Apabila
semakin panjang rantai karbon yang terdapat dalam suatu senyawa yang termasuk
hidrokarbon jenuh maka semakin sulit untuk dipisahkan. Yang termasuk
hidrokarbon jenuh adalah golongan alkana. Senyawa senyawa alkana antara lain:
metana, etana, propana, butana, pentana, heksana dan seterusnya. Alkana dengan
berat molekul rendah (C1-C4) berupa gas, alkana dengan berat molekul sedang
(C5-C17) berwujud cair, sedangkan alkana dengan berat molekul tinggi (C18-dst)
berupa padatatan.

Senyawa Hidrokarbon Naften

Senyawa hidrokarbon naften adalah senyawa hidrokarbon jenuh dengan


rumus umum CnH2n. Senyawa ini disebut juga senyawa sikloparafin karena
senyawa hidrokarbon ini mempunyai sifat kimia seperti senyawa hidrokarbon
parafin dan mempunyai struktur molekul siklis. Senyawa hidrokarbon naften yang
terdapat dalam minyak bumi ialah siklopentan dan sikloheksan, yang terdapat
dalam fraksi nafta dan fraksi minyak bumi dengan titik didih lebih tinggi.

Senyawa Hidrokarbon Aromat

Hidrokarbon aromatik merupakan suatu ikatan hidrokarbon membentuk


cincin dengan ikatan tidak jenuh dengan ikatan rangkap yang dapat beresonansi ke
seluruh cincin aromatik tersebut. Hidrokarbon ini memiliki rumus umum CnH2n-6.
Yang termasuk dalam golongan ini adalah benzena serta senyawa senyawa lain
yang mengandung benzena dalam struktur molekulnya (NAWANGSIDI, 2005).
4

American Standard Testing and Material (ASTM)

American Standard Testing and Material (ASTM) merupakan organisasi


internasional sukarela yang mengembangkan standardisasi teknik untuk material,
produk, sistem dan jasa. ASTM Internasional berpusat di Amerika Serikat. ASTM
dibentuk pertama kali pada tahun 1898 oleh sekelompok insinyur dan ilmuwan
untuk mengatasi bahan baku besi pada rel kereta api yang selalu bermasalah. Saat
ini, ASTM mempunyai lebih dari 12.000 buah standar. Standar ASTM banyak
digunakan pada negara-negara maju maupun berkembang dalam penelitian
akademisi maupun industri.
Standar yang dihasilkan oleh ASTM International jatuh ke dalam enam
kategori:
 Standar spesifikasi, yang mendefinisikan persyaratan yang harus dipenuhi
oleh subjek standar.
 Metode uji standar, yang mendefinisikan cara tes dilakukan dan ketepatan
hasil. Hasil tes dapat digunakan untuk menilai kepatuhan dengan standar
spesifikasi.
 Praktek standar, yang mendefinisikan urutan operasi yang, tidak seperti
metode uji standar, tidak memberikan hasil.
 Standar panduan, yang menyediakan sebuah koleksi terorganisir dari
informasi atau serangkaian pilihan yang tidak merekomendasikan aksi
tertentu.
 Klasifikasi baku, yang menyediakan pengaturan atau pembagian bahan,
produk, sistem, atau layanan ke dalam kelompok berdasarkan
karakteristik yang sama seperti asal, komposisi, sifat, atau penggunaan.
 Standar terminologi, yang menyediakan definisi istilah yang digunakan
dalam standar lain yang disepakati.

ASTM D2887

ASTM D2887 adalah salah satu metode pemisahan komponen dari sebuah
larutan yang tergantung pada distribusi zat antara fase gas dan cair berdasarkan titik
didih, diterapkan pada kasus dimana semua komponen muncul pada kedua fase.
5

Metode ini tidak menambahkan zat baru ke dalam campuran untuk membentuk fase
kedua, seperti yang terjadi pada absorbsi atau desorpsi gas, fase baru diambil dari
larutan asli dengan cara penguapan atau kondensasi (TREYBAL, 1981).
Metode ASTM D2887 merupakan metode pemisahan yang terjadi
berdasarkan penguapan. Metode pemisahan ini hanya berlaku untuk senyawa-
senyawa hidrokarbon menggunakan kromatografi gas. Senyawa dengan titik didih
terendah akan terpisahkan terlebih dahulu. Pemisahan tersebut terjadi pada kolom
KG.

Kromatografi Gas

Teori Kromatografi

Metode kromatografi adalah metode analisis kimia berdasarkan proses


pemisahan suatu campuran. Komponen-komponen yang akan dipisahkan
didistribusikan diantara dua jenis fase yang berbeda. Salah satu fasenya disebut
sebagai fase diam atau fase stasioner yang mempunyai luas permukaan yang sangat
besar, sedang fase lainnya berupa fase gerak atau fase mobile yang bergerak sambil
membawa komponen yang akan dipisahkan melewati fase diam.
Kromatografi kolom pertama ditemukan oleh seorang ahli botani Rusia
yang bernama Tsweet sampai perkembangan terakhir Supercritical Fluid
Chromatography (SFC) dan Capillary Ion Analisis (CIA). Sudah banyak metode
kromatografi yang diperkenalkan selama kurum waktu 1905-1993 (MULJA &
SUHARMAN, 1995).

Pengertian Kromatografi Gas

Kromatografi gas pertama kali dikembangkan pada tahun 1952 oleh James
dan Martin yang merupakan modifikasi dari kromatografi cair dengan mengganti
fase gerak dalam bentuk gas. Sejak saat itu kromatografi gas berkembang pesat.
Berbagai jenis fase diam pengisi kolom ditemukan untuk maksud-maksud
pemisahan berbagai jenis senyawa. Jenis fase diam inilah sebenarnya kunci
keberhasilan pemisahan pada metode kromatografi gas, disamping faktor-faktor
lainnya, misalnya suhu, jenis detektor dan sebagainya (ASHBY, 1978).
6

Prinsip Kromatografi Gas

Sampel diinjeksikan melalui injection part yang temperaturnya dapat diatur.


Senyawa-senyawa dalam sampel akan menguap dan akan dibawa oleh gas
pembawa menuju kolom. Zat terlarut akan teradsorpsi pada bagian atas kolom oleh
fase diam, kemudian akan merambat dengan laju rambatan masing-masing
komponen yang sesuai dengan nilai koefisien partisi masing masing komponen
tersebut.
Komponen-komponen tersebut terelusi sesuai dengan urutan makin
membesarnya nilai koefisien partisi menuju detector. Detektor mencatat sederetan
sinyal yang timbul akibat perubahan konsentrasi dan perbedaan laju elusi. Pada
alat pencatat sinyal ini akan tampak sebagai kurva antara waktu terhadap komposisi
aliran gas pembawa. Diagram skema kromatografi gas ditunjukkan pada gambar 6.

Gambar 1. Diagram Skema Kromatografi Gas

Instrumentasi Kromatografi Gas

Kromatografi gas sebagai instrument banyak digunakan karena aliran fase


gerak (gas) sangat terkontrol dan kecepatannya tetap, sangat mudah menjadi
pencampuran uap sampai ke dalam aliran fase gerak, dan pemisahan fisik terjadi di
dalam kolom yang jenisnya banyak sekali, panjang dan temperaturnya dapat diatur
(MULYA & SUHARMAN, 1995). Secara umum, instrumentasi kromatografi
tersusun atas gas pembawa, sistem injeksi sampel, kolom dan oven, detektor, dan
perekam (recorder).
7

Gas Pembawa (Carrier Gas)

Tangki gas bertekanan tinggi sebagai sumber gas pembawa. Laju alir gas
sebelumnya masuk ke dalam koloni bersama uap sampel diatur oleh sebuah
pengatur tekanan. Gas pembawa berfungsi untuk membawa komponen-komponen
yang berbentuk uap yang akan melalui kolom.
Syarat-syarat gas pembawa haruslah lembam untuk mencegah interaksi
dengan cuplikan atau pelarut (fase diam), dapat meminimumkan difusi gas, mudah
didapat, murni, dan cocok untuk detektor yang digunakan (MC NAIR &
BONELLI, 1998). Gas pembawa yang paling sering digunakan adalah helium,
argon, dan nitrogen. Persyaratan lain dari gas pembawa adalah kemurniannya yang
tingga setidaknya hams 99,95%.
Perbedaan detektor yang digunakan merupakan salah satu alasan bahwa
persyaratan gas pembawa harus dengan kemurnian tinggi sesuai tuntutan detektor.
Persyaratan penting lainnya adalah gas pembawa yang digunakan tidak boleh
mengandung air karena dapat menurunkan stabilitas dari fase diam atau
mengganggu kinerja dari detektor dan selain itu tekanan aliran gas pembawa
bervariasi disesuaikan dengan kondisi kebutuhan analisis (MULYA &
SUHARMAN, 1995).

Sistem Injeksi Sampel (Injector)

Sistem injeksi sampel berfungsi untuk memasukkan sampel dengan


berbagai teknik. Teknik yang secara umum dilakukan adalah menggunakan syringe
dan katup (valve) otomatis sampel gas. Program temperatur sangat penting pada
injektor. Umumnya, temperatur digunakan sampai 50˚C di atas titik didih
komponen yang dianalisis. Suhu rendah dan proses injeksi sampel terlalu lambat
akan mengakibatkan pita elusi melebar atau juga bisa menyebabkan adanya
kontaminasi oksigen dari udara. Pada umumnya volume sampel yang diinjeksikan
ke dalam instrumentasi kromatografi gas sebesar (0,5-50) mL untuk sampel gas dan
(0,2-10) mL untuk cairan.
Sistem pemasukan sampel ke dalam injektor pada kromatografi gas
menyesuaikan dengan sampel yang akan dianalisis. Sampel cair biasanya
8

dimasukkan menggunakan syringe, sampel padatan dengan melarutkannya dalam


pelarut yang kemudian diberikan perlakuan sama seperti sampel cair, sedangkan
sampel gas biasanya dengan lingkar sampel (sample loop) dan katup (valve) (MC
NAIR & BONELLI, 1998).

Kolom dan Oven

Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan komponen-


komponen sampel. Kolom ini ditempatkan dalam oven bersuhu tertentu sehingga
komponen sampel di dalam kolom berubah fase menjadi fase gas. Oven berfungsi
untuk memanaskan kolom pada suhu tertentu. Temperatur rendah akan
menghasilkan pemisahan yang baik tapi dengan waktu yang lebih lama (DAY &
UNDERWOOD, 2002).
Secara umum kolom kromatografi gas dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu
kolom terpaking (packed coloumn) dan kolom kapiler (capillary coloumn). Kolom
terpaking yaitu berupa tabung yang terbuat dari gelas atau staintless berisi suatu
padatan inert yang dikemas secara rapi. Kolom ini memiliki ukuran panjang (1,5-
10) m dan diameter (1-4) mm. Kolom kapiler, yang biasanya terbuat dari silica
dengan lapisan poliamida. Kolom jenis ini biasanya memiliki ukuran panjang (20-
26) m dengan diameter yang sangat kecil. Kolom jenis mana yang akan dipilih
untuk analisis dengan kromatografi gas tergantung dari kebutuhan sasaran dan
tujuan analisis yang hendak dicapai (MULYA & SUHARMAN, 1995).

Detektor

Detektor berfungsi untuk mendeteksi komponen yang telah terpisah.


Detektor akan menujukkan adanya komponen dan mengukur konsentrasi atau kadar
masing-masing komponen yang keluar dari kolom. Syarat detektor yang ideal
adalah sebagai berikut:
 Sensitif artinya detektor harus mampu merespon sampel dalam jumlah yang
sangat kecil
 Linear dengan kepekatan analit
 Memiliki stabilitas dan reprodusibilitas yang baik
9

 Dapat bekerja pada rentang temperature pada suhu ruang hingga 400˚C
 Muda dipasang dan digunakan
 Harga terjangkau
Dalam kromatografi gas ada berbagai macam detektor yang umum
digunakan, seperti:
1. TCD (Thermal Conductivity Detector)
Jenis detektor ini banyak dan umum dipakai pada kromatografi gas sebab
sederhana, murah, dan dapat dipakai secara universal. Prinsip kerja TCD
adalah perbedaan hambatan arus listrik pada filamen karena aliran gas dan
aliran gas yang disertai molekul sampel dianalisis. Pemakaian TCD sebagai
detektor harus memperlihatkan pemilihan gas pembawa. Helium merupakan
salah satu pilihan yang tepat dengan alasan sifatnya yang lembam dan sebagai
penghantar panas yang baik (MULYA & SUHARMAN, 1995).
Konduktifitas termal ditentukan berdasarkan temperatur. Komponen
terelusi hingga akhir kolom yang menyebabkan suhu detektor meningkat
dibandingkan saat detektor hanya dialiri gas pembawa. Hal inilah yang
menyebabkan perubahan konduktifitas dan mengubah sinyal yang
diinterpretasikan oleh sistem komputer untuk menghasilkan peak kromatografi
dimana areanya proposional terhadap komposisi komponen (GAS
PROCESSOR SUPPLIER ASSOCIATION 2140, 2004).
2. FID (Flame Ionization Detector)
Flame Ionization Detector (FID) adalah detektor general untuk
mengukur komponen-komponen sampel yang memiliki gugus alkil (C-H).
Komponen sampel masuk ke FID, kemudian akan dibakar dalam nyala
(campuran gas H2 dan udara), komponen akan terionisasi, ion-ion yang
dihasilkan akan dikumpulkan oleh pengumpul ion, arus yang dihasilkan akan
diperkuat, kemudian akan dikonversi menjadi satuan tegangan. Semakin tinggi
konsentrasi komponen, makin banyak pula ion yang dihasilkan sehingga
responnya juga makin besar. Detektor ini mengukur jumlah atom karbon dan
bersifat umum untuk semua senyawa organik (senyawa flour tinggi dan
karbondisulfida tidak terdeteksi). Respon sangat peka dan linier ditinjau dari
segi ukuran cuplikan. Hal yang perlu diperhatikan dalam detektor ini adalah
10

kecepatan aliran O2 dan H2 (H2 ± 30 mL per menit dan O2 sepuluh kalinya),


serta suhu (harus diatas 100˚C untuk mencegah kondensasi uap air yang
mengakibatkan FID berkarat atau kehilangan sensitifitasnya).

Sistem Pencatat Data

Sinyal listrik yang berasal dari detektor akan diperkuat dengan amplifier dan
diubah menjadi pulsa digital melalui alat yang disebut konvertor. Besarnya
frekuensi pulsa elektronik tersebut sebanding dengan besarnya sinyal dari detektor
yang sesuai dengan banyaknya analit yang terdeteksi. Dengan suatu system
memori dan pengolahan data, maka akan dihasilkan suatu kromatogram berikut
waktu retensi, luas area, tipe puncak dan keterangan pendukung lainnya (DAY &
UNDERWOOD, 2002).

Verifikasi

Verifikasi adalah konfirmasi melalui pengujian dan penyajian bukti bahwa


persyaratan yang ditetapkan telah terpenuhi (WENCLAWIAK et al. 2004).
Verifikasi dilakukan untuk mengetahui unjuk kerja metode maupun instrumen yang
digunakan. Verifikasi unjuk kerja instrumen analitik merupakan sebuah proses
pembuktian yang akan menunjukkan bahwa proses pengukuran instrument bekerja
dengan benar dan tidak menimbulkan kesalahan terhadap hasil pengukuran sesuai
dengan data yang ditunjukkan dalam proses analisa. Dalam kimia analitik setiap
pengukuran yang dilakukan mempunyai ketidaksamaan pengukuran. Untuk
mengetahui variabilitas pengukuran yang dilakukan secara berulang-ulang
diperlukan verifikasi unjuk instrumen.
Tujuan utama yang harus dicapai oleh suatu laboratorium pengujian adalah
menghasilkan data yang valid, baik melaui metode ataupun instrumen yang
digunakan. Secara sederhana, hasil uji yang valid ditunjukkan dengan akurasi dan
presisi yang baik. Adapun parameter-parameter verifikasi instrument yang diuji
pada percobaan ini meliputi linieritas, presisi, akurasi, limit deteksi instrumentasi,
limit kuantitasi.
11

Linieritas

Linieritas adalah kemampuan instrument analisis untuk memberikan hasil


pengukuran sebanding antara absorbansi dengan konsentrasi (CHAN et al. 2004).
Linieritas harus diuji untuk memastikan adanya hubungan yang linier antara
konsentrasi dengan respon detektor. Uji linieritas dilakukan dengan pengenceran
standar induk untuk membuat deret standar pada konsentrasi tertentu dan diukur
absorbansinya oleh alat.
Linieritas dinyatakan dalam bentuk regresi liniear, dengan syarat nilai
koefisien korelasi yang didapat harus mempunyai nilai lebih dari 0,99 (MILLER
& MILLER, 1991). Koefisien korelasi digunakan untuk mengukur hubungan
antara dua variabel, dimana variabel x dan y saling berhubungan membentuk suatu
fungsi.
Data pelaporan hasil verifikasi untuk parameter linieritas ini meliputi
koefisien korelasi (r) ataupun koefisien determinasi (r2), intercept (a), slope (b) dan
kurva kalibrasi.

Presisi

Presisi adalah kedekatan antara suatu hasil uji dengan hasil uji lainnya pada
serangkaian pengujian. Dengan kata lain presisi adalah tingkat kesamaan dari
beberapa hasil uji dari contoh yang sama. Menurut MULJA & SUHARMAN
(1995), ketelitian dinyatakan sebagai simpangan baku atau simpangan relative dari
beberapa kali penentuan kuantitatif terhadap sampel yang dianalisa dengan metode
terpilih yang dilaksanakan dengan normal. %RSD menunjukkan ketelitian dari
metode uji:
%RSD < 1% sangat teliti
1% < %RSD < 2% teliti
2% < %RSD < 5% ketelitian sedang
%RSD > 5% tidak teliti
Uji presisi dilakukan dalam tiga tingkatan yang berbeda yaitu repitibilitas,
presisi antara (intermediate precision), dan reprodusibilitas. Repitibilitas merujuk
pada hasil dari pengoperasian metode dengan perlakuan yang sama (analis dan alat
sama) dalam interval waktu yang singkat. Presisi antara merujuk pada hasil variasi
12

di dalam laboratorium yang disebabkan oleh kesalahan acak yaitu oleh analis yang
berbeda, alat yang berbeda dan waktu yang berbeda. Reprodusibilitas merujuk pada
hasil-hasil studi kolaborasi di antara laboratorium. Pada percobaan yang dilakukan,
tingkat presisi yang digunakan ialah presisi repitibilitas.
Menurut MASSART et al. (1988), kesalahan acak dapat berasal dari
instrumen, yakni penyimpangan pada rangkaian elektronik (noise), fluktuasi arus
listrik, getaran dalam suatu gedung, perubahan-perubahan suhu ruangan,
ketidakmampuan mata mendeteksi perubahan-perubahan kecil ketika melakukan
pengamatan pada instrumen.

Akurasi

Akurasi menunjukkan kedekatan hasil percobaan dengan nilai sebenarnya


(true value) atau kesesuaian antara hasil dan nilai sebenarnya. Suatu hasil yang
akurat adalah hasil yang mendekati nilai benar dari suatu besaran terukur
(UNDERWOOD et al. 2002). Teknik penentuan akurasi dapat diketahui dengan
dua acara yaitu dengan menggunakan bahan acuan standar dan dengan uji persen
perolehan kembali (recovery). Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan
bahan acuan standar.
Penentuan akurasi dapat dilakukan dengan dua teknik penentuan, teknik
pertama dilakukan dengan mengukur standar yang tertelusur kemudian hasil
pengukuran dibandingkan dengan hasil pengukuran yang tercantum dalam
sertifikat, dalam percobaan ini standar yang digunakan adalah parafin mix. Teknik
penentuan akurasi lainnya ialah dengan persen perolehan kembali terhadap sampel
yang kadarnya telah diketahui dengan pasti (MULJA & SUHARMAN, 1995).

Limit Deteksi Instrumen (LDI)

Limit deteksi adalah konsentrasi terendah dari analit dalam contoh yang
masih dapat dideteksi oleh alat yang diyakini berasal dari sampel yang diuji
(TAYLOR, 1987). Fungsi dari penetapan limit deteksi instrumen adalah untuk
memperkecil kesalahan pada saat penetapan. Kemampuan dalam analisis kimia
kemungkinan memberikan hasil yang berbeda terhadap limit deteksi sebagai nilai
13

terendah. Beberapa masalah dalam analis kimia yaitu kesulitan dalam mendeteksi
dan menentukan unsur atau senyawa dalam jumlah sangat kecil dalam contoh yang
lebih banyak atau bahkan menentukan konsentrasi yang sangat rendah dalam
contoh yang sedikit (MASSART et al. 1988). Penetapan LDI dapat dilakukan
dengan mengukur blangko. Limit deteksi diperoleh dari nilai standar deviasi (SD),
yaitu sebesar 3SD (MULJA & SUHARMAN, 1995).

Limit Kuantitasi (LK)

Limit kuantitasi adalah konsentrasi analit yang ditetapkan dengan


keterulangan yang masih dapat diterima pada kondisi pengujian tertentu. Limit
kuantitasi merupakan limit yang digunakan untuk pelaporan atau disebut juga
sebagai limit pelaporan. Analisis instrumental menggunakan detektor yang
memberikan tanggapan sebagai hasil perubahan ke arus listrik maka sudah tentu
instrumen menghasilkan noise.
Penentuan batas deteksi suatu metode berbeda-beda tergantung pada
metode analisis itu menggunakan instrumen atau tidak. Pada analisis yang tidak
menggunakan instrumen batas tersebut ditentukan dengan mendeteksi analit dalam
contoh pada pengenceran bertingkat. Pada analisis instrumen, batas deteksi dapat
dihitung dengan mengukur respon blangko beberapa kali lalu dihitung simpangan
baku respon blangko (HARMITA, 2004).

Anda mungkin juga menyukai