Anda di halaman 1dari 4

Sains merupakan suatu tubuh pengetahuan (body of knowledge) dan proses penemuan

pengetahuan. Teknologi merupakan suatu perangkat keras ataupun perangkat lunak yang digunakan
untuk memecahkan masalah bagi pemenuhan kebutuhan manusia. Sedangkan masyarakat adalah
sekelompok manusia yang memiliki wilayah, kebutuhan, dan norma-norma sosial tertentu. Sains,
teknologi dan masyarakat satu sama lain saling berinteraksi (Widyatiningtyas, 2009). Menurut
Widyatiningtyas (2009), pendekatan STM dapat menghubungkan kehidupan dunia nyata anak
sebagai anggota masyarakat dengan kelas sebagai ruang belajar sains. Proses pendekatan ini dapat
memberikan pengalaman belajar bagi anak dalam mengidentifikasi potensi masalah, mengumpulkan
data yang berkaitan dengan masalah, mempertimbangkan solusi alternatif, dan mempertimbangkan
konsekuensi berdasarkan keputusan tertentu.

Hidayat (dalam Sadia, 2009) mengemukakan empat ciri model pembelajaran STM antara lain:

1) difokuskan pada isu-isu sosial dan teknologi di masyarakat yang terkait dengan konsep dan prinsip
sains yang akan diajarkan,

2) diarahkan pada peningkatan pengetahuan dan ketrampilan siswa dalam membuat keputusan
berdasarkan informasi ilmiah,

3) tanggap terhadap karir pada masa depan, dan

4) evaluasi belajar ditekankan pada kemampuan siswa dalam memperoleh dan menggunakan
informasi ilmiah untuk memecahkan masalah.

Menurut Rusmansyah (2003) dalam Aisyah (2007), pendekatan STM dilandasi oleh tiga hal penting
yaitu:

1. Adanya keterkaitan yang erat antara sains, teknologi dan masyarakat.


2. Proses belajar-mengajar menganut pandangan konstruktivisme, yang pada pokoknya
menggambarkan bahwa anak membentuk atau membangun pengetahuannya melalui
interaksinya dengan lingkungan.
3. Dalam pengajarannya terkandung lima ranah, yang terdiri atas ranah pengetahuan, ranah
sikap, ranah proses sains, ranah kreativitas, dan ranah hubungan dan aplikasi.

Implementasi pendekatan Sains, Teknologi dan Masyarakat dalam Pembelajaran

Menurut Poedjiadi (2005), pelaksanaan pendekatan STM dapat dilakukan melalui tiga macam
strategi, yaitu: Strategi pertama, menyusun topik- topik tertentu yang menyangkut konsep-konsep
yang ingin ditanamkan pada peserta didik. Pada strategi ini, di awal pembelajaran (topik baru) guru
memperkenalkan atau menunjukkan kepada peserta didik adanya isu atau masalah di lingkungan
anak atau menunjukkan aplikasi sains atau suatu produk teknologi yang ada di lingkungan mereka.
Masalah atau isu yang ada di lingkungan masyarakat dapat pula diusahakan agar ditemukan oleh
anak sendiri setelah guru membimbing dengan cara-cara tertentu. Melalui kegiatan eksperimen atau
diskusi kelompok yang dirancang oleh guru, akhirnya dibangun atau dikonstruksi pengetahuan pada
anak. Dalam hal ini, pengetahuan yang berbentuk konsep-konsep.
Strategi kedua, menyajikan suatu topik yang relevan dengan konsep-konsep tertentu yang termasuk
dalam standar kompetensi atau kompetensi dasar. Pada saat membahas konsep-konsep tertentu,
suatu topik relevan yang telah dirancang sesuai strategi pertama dapat diterapkan dalam
pembelajaran. Dengan demikian program STM merupakan suplemen dari kurikulum.

Strategi ketiga, mengajak anak untuk berpikir dan menemukan aplikasi konsep sains dalam industri
atau produk teknologi yang ada di masyarakat di sela-sela kegiatan belajar berlangsung. Contoh-
contoh adanya aplikasi konsep sains, isu atau masalah, sebaiknya diperkenalkan pada awal pokok
bahasan tertentu untuk meningkatkan motivasi peserta didik mempelajari konsep-konsep
selanjutnya, atau mengarahkan perhatian peserta didik kepada materi yang akan dibahas sebagai
apersepsi.

Untuk mengimplementasikan pendekatan STM dalam pembelajaran, Dass (1999) dalam Raja (2009)
mengemukakan empat langkah kegiatan kelas yang secara komprehensif merupakan upaya
mengembangkan pemahaman murid dan pelaksanaan suatu proyek STM yang berhubungan
preservice guru. Keempat langkah pembelajaran tersebut adalah fase invitasi atau undangan atau
inisiasi, eksplorasi, mengusulkan penjelasan dan solusi, dan mengambil tindakan.

Fase Invitasi

Pada Preservice teachers (PSTs)atahap ini, guru melakukan brainstorming dan menghasilkan beberapa

kemungkinan topik untuk penyelidikan. Topik dapat bersifat global atau lokal, tetapi harus merupakan minat

siswa dan memberikan wilayah yang cukup untuk penyelidikan bagi siswa. Menurut Aisyah

(2007), Apersepsi dalam kehidupan juga dapat dilakukan, yaitu mengaitkan peristiwa yang telah diketahui

siswa dengan materi yang akan dibahas. Dengan demikian, tampak adanya kesinambungan pengetahuan,

karena diawali dengan hal-hal yang telah diketahui siswa sebelumnya dan ditekankan pada keadaan yang

ditemui dalam kehidupan sehari-hari.

Eksplorasi

Pada tahap ini, guru dan siswa mengidentifikasi daerah kritis penyelidikan. Data-data dan informasi dapat

dikumpulkan melalui pertanyaan-pertanyaan atau wawancara, kemudian menganalisis informasi tersebut. Data

dan informasi dapat pula diperoleh melalui telekomunikasi, perpustakaan dan sumber-sumber dokumen publik

lainnya. Dari sumber-sumber informasi, siswa dapat mengembangkan penyelidikan berbasis ilmu pengetahuan

untuk menyelidiki isu-isu yang berkaitan dengan masalah ini. Pemahaman tentang hujan asam, misalnya,

dilakukan dalam laboratorium untuk menyelidiki sifat-sifat asam dan basa. Penyelidikan ini memberikan

pemahaman dasar untuk pengembangan, pengujian hipotesis, dan mengusulkan tindakan (Dass,

1999 dalam Raja, 2009).

Menurut Aisyah (2007), tahap kedua ini merupakan proses pembentukan konsep yang dapat dilakukan melalui

berbagai pendekatan dan metode. Misalnya pendekatan keterampilan proses, pendekatan sejarah, pendekatan
kecakapan hidup, metode demonstrasi, eksperimen di labolatorium, diskusi kelompok, bermain peran dan lain-

lain. Pada akhir tahap kedua, diharapkan melalui konstruksi dan rekonstruksi siswa menemukan konsep-

konsep yang benar atau konsep-konsep para ilmuan. Selanjutnya berbekal pemahaman konsep yang benar

siswa melanjutkan analisis isu atau masalah yang disebut aplikasi konsep dalam kehidupan.

Fase Mengusulkan Penjelasan dan Solusi

Pada tahap ini, siswa mengatur dan mensintesis informasi yang mereka telah kembangkan sebelumnya dalam

penyelidikan. Proses ini termasuk komunikasi lebih lanjut dengan para ahli di lapangan, pengembangan lebih

lanjut, memperbaiki, dan menguji hipotesis mereka, dan kemudian mengembangkan penjelasan tentatif dan

proposal untuk solusi dan tindakan. Hasil tersebut kemudian dilaporkan dan disajikan kepada rekan-rekan

kelas untuk menggambarkan temuan, posisi yang diambil, dan tindakan yang diusulkan (Dass,

1999 dalam Raja, 2009).

Menurut Aisyah (2007), apabila selama proses pembentukan konsep dalam tahap ini tidak tampak ada

miskonsepsi yang terjadi pada siswa, demikian pula setelah akhir analisis isu dan penyelesaian masalah, guru

tetap harus melakukan pemantapan konsep melalui penekanan pada konsep-konsep kunci yang penting

diketahui dalam bahan kajian tertentu. Hal ini dilakukan karena konsep-konsep kunci yang ditekankan pada

akhir pembelajaran akan memiliki retensi lebih lama dibandingkan dengan kalau tidak dimantapkan atau

ditekankan oleh guru pada akhir pembelajaran.

Fase Mengambil Tindakan

Berdasarkan temuan yang dilaporkan dalam fase ketiga (mengajukan penjelasan dan solusi), siswa

menerapkan temuan-temuan mereka dalam beberapa bentuk aksi sosial. Jika tindakan ini melibatkan

masyarakat sebagai pelaksana, misalnya membersihkan daerah berbahaya anak dapat menghubungi pejabat

publik yang dapat mendukung pikiran dan temuan mereka. Anak menyajikan informasi ini kepada rekan-rekan

kelas mereka. Proposal ini akan dimasukkan sebagai tindakan follow up (Dass, 1999 dalam Raja, 2009).

Untuk mengungkap penguasaan pengetahuan sains dan teknologi anak selama pembelajaran, dapat dilakukan

melalui suatu evaluasi. Evaluasi merupakan suatu pengukuran atau penilaian terhadap sesuatu prestasi atau

hasil yang telah dicapai. Mengingat penguasaan sains dan teknologi dalam hal ini merupakan penguasaan sains

dan teknologi yang berkaitan dengan aspek masyarakat, maka kriteria pengembangan evaluasinya dapat

mengacu kepada pengembangan evaluasi dalam unit STM. Menurut Varella (1992) dalam Widyatiningtyas

(2009), evaluasi dalam STM meliputi ruang lingkup aspek:

1. Pemahaman konsep sains dalam pengalaman kehidupan sehari-hari.


2. Penerapan konsep-konsep dan keterampilan-keterampilan sains untuk masalah-masalah teknologi
sehari-hari.
3. Pemahaman prinsip-prinsip sains dan teknologi yang terlibat dalam alat-alat teknologi yang
dimamfaatkan masyarakat.
4. Penggunaan proses-proses ilmiah dalam pemecahan masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan
sehari-hari.

Anda mungkin juga menyukai