Anda di halaman 1dari 8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA
2.1 Evaluasi
Evaluasi merupakan salah satu komponen penting dan tahap yang harus ditempuh
oleh pendidik untuk mengetahui keefektifan pembelajaran. Hasil yang didapatkan akan
menjadi feedback bagi pendidik dalam memperbaiki dan menyempurnakan program
dan kegiatan pembelajaran. Evaluasi memberikan pertimbangan mengenai nilai dan
arti perlu didasari dari kriteria tertentu salah satunya mencerminkan keadilan (Zainal
Arifin, 2012).
Fungsi evaluasi terdiri dari (1) Menyediakan informasi bagi pembuat keputusan.
Evaluasi pembelajaran dilakukan secara sistematis sehingga penentuan keputusan yang
berdasarkan pada evaluasi akan lebih valid jika dibandingkan dengan keputusan yang
berdasarkan intuisi. (2) Mengkomunikasikan program kepada publik. Melalui
penyampaian hasil evaluasi tersebut, publik pun bisa menilai efektivitas program
pembelajaran sehingga dapat memberikan dukungan yang dibutuhkan pihak sekolah,
(3) Meningkatkan partisipasi. Evaluasi juga bisa meningkatkan kualitas kinerja dari
guru – guru di sekolah. (4) Penyempurnaan program yang ada . Hasil evaluasi juga bisa
dijadikan sebagai dasar untuk perbaikan pada beberapa hal yang dirasa kurang optimal.
Dari beberapa rumusan tentang evaluasi, dapat diperoleh gambaran bahwa evaluasi
adalah suatu proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk menentukan kualitas (nilai
dan arti) daripada sesuatu, berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu untuk
membuat suatu keputusan (Zainal Arifin, 2012). Berdasarkan pengertian ini, ada
beberapa hal yang dipahami tentang evaluasi, yaitu :
1. Evaluasi adalah suatu proses bukan suatu hasil (produk). Hasil yang diperoleh dari
kegiatan evaluasi adalah kualitas daripada sesuatu, baik yang menyangkut tentang
nilai maupun arti. Sedangkan kegiatan untuk sampai kepada pemberian nilai dan
arti itu adalah evaluasi.
2. Tujuan evaluasi untuk menentukan kualitas daripada sesuatu, terutama yang
berkenaan dengan nilai dan arti.

5
6

3. Dalam proses evaluasi harus ada pemberian pertimbangan. Pemberian


pertimbangan ini pada dasarnya merupakan konsep dasar evaluasi. Melalui
pertimbangan inilah ditentukan nilai dan arti dari sesuatu yang sedang dievaluasi.
Tanpa pemberian pertimbangan, suatu kegiatan bukanlah termasuk kategori
kegiatan evaluasi.
4. Pemberian pertimbangan tentang nilai dan arti haruslah berdasarkan kriteria
tertentu. Tanpa kriteria yang jelas, pertimbangan nilai dan arti yang diberikan
bukanlah suatu proses yang dapat diklasifikasikan sebagai evaluasi. Kriteria yang
digunakan dapat berasal dari apa yang dievaluasi itu sendiri (internal), tetapi bisa
juga berasal dari luar apa yang dievaluasi (eksternal), baik yang bersifat kuantitatif
maupun kualitatif.
Menurut Arikunto, 2011 kegiatan evaluasi mencakup pengukuran dan penilaian.
Pengukuran bersifat kuantitatif, karena membandingkan sesuatu dengan satu ukuran.
Sedangkan penilaian bersifat kualitatif disebabkan dalam pengambilan suatu keputusan
terhap sesuatu dilakukan dengan ukuran baik buruk. Dalam proses evaluasi perlu
mempertimbangkan data-data atau bukti yang telah diperoleh sebelumnya dalam
mengambil keputusan. Dengan kata lain, kegiatan penilaian dengan evaluasi memiliki
keterkaitan (Pantiwati, 2014).

2.2 Performance/Kinerja
Kinerja adalah istilah yang popular didalam manajemen, yang mana istilah kinerja
didefinisikan dengan istilah hasil kerja (Dr. Dedi Rianto Rahadi. 2010 ; Yadav et al.,
2014), prestasi kerja dan performance. Dalam Kamus Bahasa Indonesia dikemukakan
arti kinerja sebagai “(1) sesuatu yang dicapai; (2) prestasi yang diperlihatkan; (3)
kemampuan kerja”.
Performance merupakan kata benda. Salah satu entry-nya adalah “thing done”
(sesuatu hasil yang telah dikerjakan). Jadi arti performance atau kinerja adalah hasil
kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi,
sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing – masing dalam rangka upaya
7

mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan
sesuai dengan moral maupun etika.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah
penampilan yang melakukan, menggambarkan dan menghasilkan sesuatu hal, baik
yang bersifat fisik dan non fisik yang sesuai dengan petunjuk, fungsi dan tugasnya yang
didasari oleh pengetahuan, sikap dan keterampilan. Terdapat faktor – faktor yang
mempengaruhi kinerja, menurut Mangkunegara 2001 (dalam Dr. Dedi Rianto Rahadi,
2010: 5) faktor – faktor yang mempengaruhi kinerja seseoarang ialah:
1) Faktor kemampuan, secara umum kemampuan ini terbagi menjadi 2 yaitu
kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge dan skill). Misalnya
seorang dosen seharusnya memiliki kedua kemampuan tersebut agar dapat
menyelesaikan jenjang pendidikan formal minimal S2 dan memiliki kemampuan
mengajar dalam mata kuliah yang diampunya.
2) Faktor motivasi, motivasi terbentuk dari sikap seseorang dalam menghadapi situasi.
Siswa hendaklah memiliki motivasi belajar yang merupakan keinginan untuk
menciptakan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar
dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan belajar itu dapat
tercapai.

2.3 Potensi Peserta Didik


Tujuan pembelajaran hakekatnya adalah membantu peserta didik untuk
mengembangkan potensinya secara optimal, oleh karena itu guru seyogyanya
mengenalii dan memahami potensi peserta didik yang menjadi siswa asuhnya. Dengan
memahami potensi peserta didik guru dapat memberi gambaran tentang kekuatan dan
kelemahan, kelebihan dan kekurangan peserta didik, serta dapat mengetahui potensi
yang perlu ditingkatkan dan kelemahan yang perlu diminimalisasi. Potensi adalah
kemampuan yang terkandung dalam diri peserta didikyang mempunyai kemungkinan
untuk dikembangkan bila dilatih dan ditunjang dengan sarana yang baik (Majdi &
Efendi, 2007; Prihadi & Endra K, 2004; Sri 2005).
8

Potensi dibedakan menjadi potensi fisik dan potensi psikologis (Desmita, 2014:40).
Potensi psikologis berkaitan dengan kecerdasan, bakat (aptitude) dan kreativitas,
kecerdasan diantaranya yaitu kecerdasan umum (kemampuan intelektual), kecerdasan
majemuk, kecerdasan emosi, dan kecerdasan spiritual. Bakat terbagi menjadi bakat
sekolah (scholastic) dan bakat dalam pekerjaan (vocational aptitude).
1. Potensi Fisik
Potensi fisik berkaitan dengan kondisi dan kesehatan tubuh, ketahanan dan
kekuatan tubuh, serta kecakapan motorik (Desmita, 2014:53). Ada di antara
individu yang memiliki potensi fisik yang luar biasa, mampu membuat gerakan
fisik yang efektif dan efisien serta memiliki kekuatan fisik yang tangguh.
2. Potensi Psikologis
a. Kecerdasan
1) Potensi Kecerdasan Umum
Kecerdasan umum (general intelligence) atau kemampuan intelektual
merupakan kemampuan mental umum yang mendasari kemampuannya
untuk mengatasi kerumitan kognitif (Adi & Gunawan, 2006:218).
Kemampuan umum dikaitkan dengan kemampuan untuk pemecahan
masalah, berpikir abstrak, keahlian dalam pembelajaran.
2) Kecerdasan Majemuk
Menurut Gardner (dalam Sukmadinata, 2011:95) tingkat intelegensi atau IQ
bukan satu-satunya kecerdasan yang dapat meramalkan kesuksesan, akan
tetapi ada kecerdasan dalam spectrum yang lebih luas yaitu kecerdasan
majemuk (multiple intelligentce). Dalam diri anak terdapat berbagai potensi
atau kecerdasan majemuk. Menurut Gardner setiap anak memiliki
kecenderungan dari delapan kecerdasan, meskipun memiliki tingkat
penguasan yang berbeda.
3) Kecerdasan Emosi
Kecerdasan emosional memiliki lima wilayah utama, yaitu mengenali
emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi
orang lain, dan membina hubungan dengan orang lain.
9

4) Kecerdasan Spritual
Kecerdasan yang dimiliki manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa
dengan fitrah sebagai hambaNya untuk beribadah kepadaNya. Kecerdasan
spiritual adalah kecerdasan jiwa yang membantu seseorang untuk
mengembangkan dirinya secara utuh melalui penciptaan kemungkinan
untuk menerapkan nilai-nilai positif.
b. Bakat
Bakat merupakan kecakapan dasar atau suatu potensi yang merupakan
pembawaan untuk memperoleh suatu pengetahuan atau keterampilan pada
bidang tertentu.
c. Kreativitas
Kreativitas memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Dengan
kreativitas individu dapat mencapai keberhasilan dan kebahagiaan. Orang
kreatif adalah orang yang unggul, mereka terus belajar dan membuat kreasi.

2.4 Fuzzy Logic


2.4.1 Artificial Intelligence
Sebagian kalangan menerjemahkan Artificial Intelligence sebagai kecerdasan
buatan, kecerdasan artifisial, intelijensia artifisial, atau intelijensia buatan
(Suyanto, 2014). Artificial Intelligence (AI) merupakan sub-bidang pengetahuan
komputer yang khusus ditujukan untuk membuat software dan hardware yang bisa
menirukan beberapa fungsi otak manusia. Dengan demikian diharapkan komputer
bisa membantu manusia di dalam memecahkan berbagai masalah yang lebih rumit
(Suparman, 1991). AI juga mengalami perkembangan yang dimulai dari era
komputer elektronik (1941) sampai AI menjadi sebuah industri (1980 – 1988) dan
perkembangan AI juga sudah mencapai tahap Jaringan Saraf Tiruan (1986 –
Sekarang).
10

Semakin cepatnya perkembangan hardwre dan software, berbagai produk AI


telah berhasil dibangun dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Produk-
produk tersebut dikelompokan kedalam empat teknik yang ada di AI, yaitu :
searching, reasoning, planning, dan learning (Suyanto, 2014). Teknik reasoning
(penalaran), yakni teknik penyelesaian masalah dengan cara merepresentasikan
masalah ke dalam basis pengetahuan (knowledge base) menggunakan logic atau
bahasa formal (bahasa yang dipahami komputer). Terdapat tiga buah logic untuk
merepresentasikan pengetahuan dan melakukan penalaran, yaitu : propotisional
logic (logika proposisi), first order logic atau predicate calculus (kalkulus
predikat), dan fuzzy logic (logika samar) (Suyanto, 2014). Dua logic pertama
digunakan untuk masalah yang memiliki kepastian. Sedangkan fuzzy logic
digunakan untuk menyelesaikan masalah yang memiliki ketidak pastian
(uncertainty).
2.4.2 Fuzzy System
Fuzzy logic digunakan untuk merepresentasikan masalah yang mengandung
ketidakpastian kedalam suatu bahasa formal yang dipahami komputer (Suyanto,
2014). Dalam fuzzy system terdapat fuzzy set dan membership function (fungsi-
fungsi keanggotaan). Fuzzy set merupakan dasar dari fuzzy logic yang
dikemukakan oleh Lotfi Zadeh sekitar tahun 1965, teori fuzzy set merupakan
pengembangan dari teori set (biasa). Tingkat keanggotan elemen pada fuzzy set
berada pada interval [0,1], tetapi tingkat keanggotaan pada crisp set berada pada
himpunan {0,1}.
Di dalam fuzzy system, membership function (fungsi keanggotaan) memainkan
peranan yang sangat penting untuk mereprensentasikan masalah dan menghasilkan
keputusan yang akurat (suyanto, 2014). Terdapat banyak sekali fungsi keanggotaan
yang bisa digunakan. Pada penelitian ini hanya membahas fungsi sigmoid. Sesuai
dengan namanya, fungsi ini berbentuk kurva sigmoidal seperti huruf S. setiap nilai
𝑥 (anggota crisp set) dipetakan kedalam interval [0,1].
11

2.5 Sofware MATLAB


MATLAB merupakan platform pemrograman yang dirancang khusus untuk para
insinyur dan ilmuan di industri dan akademisi. Bahasa yang digunakan MATLAB
berbasis matriks yang mana dapat memungkinkan mengekspresikan komputasi
matematis. Fungsi bahasa, aplikasi dan matematika built-in memungkinkan untuk
dengan cepat menelusuri berbagai pendekatan untuk mendapatkan solusi. Salah satu
built-in yang tersedia yaitu pengolahan menggunaan logika fuzzy. MATLAB
merupakan produk yang dikeluarkan oleh perusahaan MathWorks. Dengan fungsi-
fungsi built-in yang dimiliki oleh MATLAB, software ini dapat digunakan dalam
analisis data, pengembangan algoritma, membuat model dan aplikasi, termasuk deep
learning dan machine learnin, pemrosesan sinyal dan komunikasi, pengujian dan
pengukuran, keunagan komputasi, biologi komputasi dan robotika (MathWorks, 2018).

2.6 Pengaplikasian Fuzzy Logic dalam Proses Evaluasi


Proses evaluasi pendidikan sudah banyak dikembangkan. Misalnya, logika fuzzy
yang diterapkan dalam proses evaluasi. Diterapkannya logika fuzzy pada proses
evaluasi dapat memperkecil subjektifitas. Selain itu, dengan menggunakan logika
fuzzy penilaian yang dihasilkan lebih baik dibandingkan dengan menggunakan metode
konvensional atau klasik. Dapat dilihat dari fleksibilitas dan reabilitas hasil yang
diperoleh (Hossein et al., 2013 ; Shilpa et al., 2013 ; Pejić et al., 2013 ; Gupta et al.,
2013 ; Yadav et al., 2014 ; Yildiz et al., 2014 ; Meenakshi et al., 2015 ; Juningtyastuti
et al., 2016 ; Asopa et al., 2016 ; Deshmukh et al., 2017 ; Samarakou et al., 2017)
Penerapan sistem logika fuzzy dalam proses evaluasi bermula dengan menentukan
tujuan pembelajaran dan hasil belajar yang akan dievaluasi. Dari sana, item tes dan
kriteria penilaiannya dapat ditentukan yang akan dijadikan sebagai variabel-variabel
input untuk proses fuzzifikasi. Setelah itu, tentukan rubrik penilaian untuk setiap
kriteria penilaian yang dibuat. Rubrik penilaian yang dibuat berbasis fuzzy set yang
akan menentukan skala penskoran. Langkah selanjutnya yaitu mengumpulkan
pengetahuan atau pengalaman dari para ahli dalam format If-Then untuk proses
inferensi. Langkah terakhir yaitu defuzzifikasi dimana hasil pada proses inferensi
12

diubah menjadi nilai crisp yang didasarkan pada fuzzy set yang sebelumnya telah
dibuat. Nilai crisp tersebut merupakan nilai akhir dari evaluasi yang akan dilakukan
(Hossein et al., 2013 ; Yadav et al., 2014 ; Yildiz et al., 2014 ; Asopa et al., 2016 ) .

2.7 Fuzzy Expert System


Alasan menggunakan fuzzy logic yaitu konsepnya mudah dimengerti, sangat
fleksibel, didasarkan pada bahasa alami, dapat membangun dan mengaplikasikan
pengalaman-pengalamn para pakar secara langsung tanpa harus melalui proses
pelatihan, dalam hal ini sering dikenal dengan nama Fuzzy Expert System (FES)
menjadi bagian terpenting (Kusumadewi & Purnomo, 2010). Sebagai logika klasik
yang dasarnya dari logika ahli biasa, fuzzy Logic juga merupakan dasar dari New Fuzzy
Expert System (Yadav et al., 2014). FES difungsikan sebagai tambahan untuk berkelut
dengan ketidak pastian, mampu memodelkan penalaran yang masuk akal dimana hal
tersebut sangat sulit jika menggunakan expert logic umum yang terbatas pada dua nilai,
benar atau salah.
Pada FES, fuzzy logic merupakan teori dasar yang diperlukan. Dalam kehidupan
nyata subjek penilaian bukan hanya terdapat dua nilai saja, melainkan subjek dapat
bernilai relatif atau samar. FES dapat diartikan juga sebagai sistem berbasis fuzzy yang
dikembangkan berdasarkan pakar-pakar (Yadav et al., 2014). Proses fuzzifikasi
mengubah masukan-masukan yang nilai kebenarannya bersifat pasti (crisp input)
kedalam bentuk fuzzy input, yang bernilai linguistic yang pemaknaannya ditentukan
berdasarkan fungsi keanggotaan tertentu. Inferensi melakukan penalaran menggunakan
fuzzy input dan aturan-aturan fuzzy yang telah ditentukan sehingga menghasilkan
fuzzy output. Sedangkan defuzzifikasi mengubah fuzzy output menjadi crisp value
berdasarkan fungsi keanggotaan yang telah ditentukan (Suyanto, 2014).

Anda mungkin juga menyukai