Anda di halaman 1dari 25

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

A. Pengertian

Merupakan pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan yang dipungut oleh :

 Ø Bendaharawan pemerintah baik pusat maupun daerah, instansi atau lembaga


pemerintah dan lembaga-lembaga Negara lainnya sehubungan dengan pembayaran atas
penyerahan barang.
 Ø Badan-badan tertentu baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan
kegiatan dibidang impor atau kegiatan usaha di bidang lainnya.

B. Pemungut Pajak

Pemungut PPh Pasal 22 adalah:

1. Bank Devisa dan Dirjen Bea Cukai, atas impor barang


2. Direktorat Jendral Anggaran, Bendaharawan Pemerintah baik ditingkat Pusat maupun
Pemerintah Daerah, yang melakukan atas pembeliaan barang.
3. Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah yang melakukan pembayaran
atas pembelian barang yang dananya dari belanja Negara dan atau belanja daerah, kecuali
badan-badan tersebut pada butir 4.
4. Bank Indonesia (BI), Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Badan Urusan
Logistik (BULOG), PT TELKOM, PLN,PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau
Stell, dan BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber baik dari
APBN maupun non APBN.
5. Badan usaha yang bergerak dibidang industri semen, industri rokok, industri kertas,
industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak,
atas penjualan hasil produksi di dalam negeri.

C. Objek Pemungutan PPh Pasal 22

Yang merupakan obyek Pemungutan Pph psl 22 adalah:

1. Impor Barang
2. Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan Dirjen Anggaran, Bendaharawan
pemerintah baik ditingkat Pusat maupun Pemerintah Daerah.
3. Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh BUMN dan BUMD yang
dananya dari belanja Negara dan atau belanja daerah.
4. Penjualan hasil produksi yang dilakukan oleh Pertamina dan badan usaha lain selain
Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas.
5. Pembelian bahan-bahan untuk keperluan industry atau ekspor industry dan eksportir yang
bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan dari pedagang
pengumpul.

Dikecualikan dari pemungutan PPh pasal 22 adalah:


1. Impor barang
2. Impor barang yang dibebaskan dari Bea masuk :
3. Barang dari perwakilan Negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia
berdasarkan asas timbal balik.
4. Barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial atau kebudayaan.
5. Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan alam.
6. Peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah
7. Barang pindahan
8. Vaksin polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional (PIN)
1. Dalam hal impor sementara jika pada waktu impor nyata-nyata dimaksudkan
untuk diekspor kembali.
2. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000,-(Satu juta rupiah) dan
tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah.
3. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum /
PDAM dan benda-benda pos.

D. CARA MENGHITUNG PPh PASAL 22

Cara menghitung PPh pasal 22 atas kegiatan Impor Barang

Besarnya PPh pasal 22 atas impor:

1. Yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API), tarif pemungutannya sebesar 2,5%
dari nilai impor.

1. Yan
PPh Pasal 22 = 2,5% x Nilai Importir g tidak
menggunak
an Angka Pengenal Imortir (API), tarif pemungutannya sebesar 7,5% dari nilai impor

1. Yang
PPh Pasal 22 = 7,5% x Nilai Importir
tidak
dikuasai,tarif pemungutannya sebesar 7,5% dari harga jual lelang.

Catatan :
PPh Pasal 22 = 7,5% x Harga Jual Lelang
Yang
dimaksud dengan nilai impor adalah nilai berupa uang yang digunakan sebagai dasar perhitungan
bea masuk. Nilai impor dihitung sebesar Cost Insurance Freight (CIF) +Bea Masuk+ Pungutan
pabean lainnya.

Contoh 1:

PT ANGGARA, memiliki nomor API, melakukan impor komputer dari Amerika Serikat dengan
perincian sbb:
Harga Komputer (Cost)……………………US$ 20,000.00

Asuransi (Insurance) ………………………US$ 1,000.00

Biaya angkut (Freight) …………………….US$ 4,000.00

Harga Pabean ……………………………..US$ 25,000.00

Pungutan :

- Bea Masuk 20% …………………………US$ 5,000.00

- Bea Masuk Tambahan 10% ……………US$ 2,500.00

NILAI IMPOR ………………………………US$ 32,500.00

Apabila pada tanggal impor (sesuai dokumen impor:pemberitahuan impor barang) nilai kurs US
$ 1.00= Rp 10.000,00 maka:

—Dasar pengenaan PPh Pasal 22: US$ 32,500.00 x Rp 10.000,00= Rp 325.000.000,-

—PPh Pasal 22 yang harus dipungut :Rp 325.000.000,00 x 2,5% = Rp 8.125.000,00

Contoh 2:

Seperti soal nomor diatas, tetapi PT ANGGARA tidak memiliki API, maka perhitungan PPh
Pasal 22 adalah :

—Dasar pengenaan PPh Pasal 22: US$ 32,500.00 x Rp 10.000,00= Rp 325.000.000,-

—PPh Pasal 22 yang harus dipungut :Rp 325.000.000,00 x 7,5% = Rp 24.375.000,-

Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Pembelian Barang Yang Dibiayai dengan APBN/
APBD

PPh Pasal 22 = 1,5% x Harga Perolehan

Atas pembelian barang yang dananya dari belanja Negara atau belanja daerah dikenakan
pemungutan PPh Pasal 22 sebesar 1,5% dari harga pembelian.
Pembayaran yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 adalah:

1. Pembayaran atas penyerahan barang (bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah)


yang meliputi jumlah kurang dari Rp 1.000.000,00.
2. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak,listrik,gas,air minum/PDAM, dan
benda-benda pos.
3. Pembayaran/ pencairan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh kantor Perbendaharaan
dan Kas Negara.

Contoh 3 :

PT Jayadi Maju melakukan penjualan lemari arsip kepada Departemen Dalam Negri senilai Rp
220 juta. Pembayaran dilakukan oleh Bendaharawan Depdagri. Dalam kontrak penjualan dengan
pemerintah yang didanai dari APBN/APBD, biasanya harga jual sudah termasuk Pajak
Pertambahan Nilai sebesar 10%.

Diminta : Hitunglah PPh Pasal 22 PT Jayadi Maju

Jawab :

—Dasar Pengenaan PPh Pasal 22: (100/110 x Rp 220 juta)= Rp200.000.000,00.

—PPh Pasal 22 yang dipungut Bendaharawan Pemerintah dari transaksi pembayaran: Rp


200.000.000,00 x 1,5%= Rp 3.000.000,00

Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi Industri Otomotif di Dalam
Negeri.

Besarnya PPh Pasal 22 atas penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda dua atau lebih di
dalam negeri adalah 0,45% dari dasar pengenaan pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai.

PPh Pasal 22 = 0,45% x DPP PPN

Penjualan kendaraan bermotor yg dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 atas industry
otomotif ini adalah penjualan kendaraan bermotor kepada:

1. Instansi pemerintah
2. Korps diplomatic
3. Bukan subjek pajak

Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi industri Rokok di dalam
negeri
Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh industri rokok pada saat penjualan rokok di
dalam negeri adalah 0,15% dari harga bandrol (pita cukai), dan bersifat final.

PPh Pasal 22 (Final)= 0,15% x Harga Bandrol


Cara
Menghitun PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi Industri Kertas di Dalam Negeri

Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh industri kertas pada saat penjualan kertas di
dalam negeri adalah 0,1% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai.

PPh Pasal 22 = 0,1% x DPP PPN


Cara
Menhitung PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi Industri Semen di Dalam Negeri

Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh industri semen pada saat penjualan semen di
dalam negeri adalah 0,25% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai.

PPh Pasal 22= 0,25% x DPP PPN

Yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 adalah penjualan semen dalam negeri oleh PT
Indocemen, PT Semen Cibinong dan PT Semen Nusantara kepada Distributor utama /
tunggalnya.

Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi Industri Baja di Dalam
Negeri.
Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh industry baja pada saat penjualan hasil
produksinya di dalam negeri adalah 0.3% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Pertambahan
Nilai

PPh Pasal 22 = 0,3% x DPP PPN


Cara
Menghitung PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Pertamina dan Badan Usaha Selain
Pertamina

Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh Pertamina dan badan usaha lainnya yang
bergerak dibidang bahan bakar minyak jenis premix, super TT dan gas atas penjualan hasil
produksinya adalah sbb:

1. Atas penebusan premium, solar, premix/super TT oleh SPBU swastanisasi adalah 0,3% dari
penjualan

PPh Pasal 22 = 0,3% x Penjualan


2. Atas
penebusan premium, solar, premix/super TT oleh SPBU Pertamina adalah 0,25% dari penjualan

PPh Pasal 22 = 0,25% x Penjualan


3. Atas
penjualan minyak tanah, gas LPG, dan pelumas adalah 0,3% dari penjualan.

PPh Pasal 22 = 0,3% x Penjualan


Catatan :

Pemungutan PPh pasal 22 ini bersifat Final atas penyerahan/ penjualan hasil produksi kepada
penyalur/agennya. Sedangkan kepada pembeli lainnya (Misalkan pabrikan) pemugutannya tidak
bersifat final, sehingga PPh Pasal 22 nya dapat diperhitungkan sebagai kredit pajak.
PPH PASAL 23 (Perhitungan, Pemotongan, Pencatatan, Pelaporan)

PPH PASAL 23 (Perhitungan, Pemotongan, Pencatatan, Pelaporan)

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari
modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.

Pemotong dan Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 23

1. Pemotong PPh Pasal 23:


a. badan pemerintah;
b. Subjek Pajak badan dalam negeri;
c. penyelenggaraan kegiatan;
d. bentuk usaha tetap (BUT);
e. perwakilan perusahaan luar negeri lainnya;
f. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh Direktur
Jenderal Pajak.
2. Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23:

a. WP dalam negeri;
b. BUT

Tarif dan Objek PPh Pasal 23

1. 15% dari jumlah bruto atas:


a. dividen kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi dikenakan final, bunga,
dan royalti;
b. hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh pasal 21.
2. 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.
3. 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi dan jasa
konsultan.
4. 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya, yaitu:

a. Jasa penilai;
b. Jasa Aktuaris;
c. Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
d. Jasa perancang;
e. Jasa pengeboran di bidang migas kecuali yang dilakukan oleh BUT;
f. Jasa penunjang di bidang penambangan migas;
g. Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas;
h. Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
i. Jasa penebangan hutan
j. Jasa pengolahan limbah
k. Jasa penyedia tenaga kerja
l. Jasa perantara dan/atau keagenan;
m. Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan KSEI
dan KPEI;
n. Jasa kustodian/penyimpanan-/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI;
o. Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;
p. Jasa mixing film;
q. Jasa sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan
dan perbaikan;
r. Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau
TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di
bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha
konstruksi
s. Jasa perawatan / pemeliharaan / pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon,
air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang
ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi
sebagai pengusaha konstruksi
t. Jasa maklon
u. Jasa penyelidikan dan keamanan;
v. Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer;
w. Jasa pengepakan;
x. Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar ruang
atau media lain untuk penyampaian informasi;
y. Jasa pembasmian hama;
z. Jasa kebersihan atau cleaning service;
aa. Jasa katering atau tata boga.
5. Untuk yang tidak ber-NPWP dipotong 100% ebih tinggi dari tarif PPh Pasal 23
6. Yang dimaksud dengan jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan yang
dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh
badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha
tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri
atau bentuk usaha tetap, tidak termasuk:

a. Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai


imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang diabayarkan oleh WP penyedia
tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak
dengan pengguna jasa;
b. Pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material (dibuktikan dengan
faktur pembelian);
c. Pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya
dibayarkan kepada pihak ketiga(dibuktikan dengan faktur tagihan pihak ketiga
disertai dengan perjanjian tertulis);
d. Pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran
sebesar jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak
ketiga (dibuktikan dengan faktur tagihan atau bukti pembayaran yang telah
dibayarkan kepada pihak ketiga).

(3). DPP-nya 13.33% dari jumlah bruto (tidak termasuk PPN):


Jasa pelaksanaan konstruksi, termasuk jasa perawatan /pemeliharaan/perbaikan bangunan, jasa
instalasi/pemasangan mesin, listrik/telepon/air/gas/AC/TV Kabel, sepanjang jasa tersebut
dilakukan Wajib Pajak yang ruang lingkup pekerjaannya dibidang konstruksi dan mempunyai
izin/sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi,

(4). DPP-nya 26.67% dari jumlah bruto (tidak termasuk PPN):


a. Jasa perencanaan konstruksi.
b. Jasa pengawasan konstruksi.

(5). DPP-nya 10% dari jumlah bruto (tidak termasuk PPN):


Jasa pembasmian hama dan Jasa pembersihan, Jasa Catering, Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas
yang pembayarannya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah.

Penghitungan PPh Pasal 23 terutang menggunakan jumlah bruto tidak termasuk PPN
Dikecualikan dari Pemotongan PPh Pasal 23:

1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;


2. Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi;
3. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP
dalam negeri, koperasi, BUMN/BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang
didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
a. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan;
b. bagi perseroan terbatas, BUMN/BUMD, kepemilikan saham pada badan yang
memberikan dividen paling rendah 25% ( dua puluh lima persen) dari jumlah
modal yang disetor;
c. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan
kongsi termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
d. SHU koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;
e. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan
yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan.

Saat Terutang, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 23


1. PPh Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran, disediakan untuk
dibayar, atau telah jatuh tempo pembayarannya, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih
dahulu.
2. PPh Pasal 23 disetor oleh Pemotong Pajak paling lambat tanggal sepuluh bulan takwim
berikutnya setelah bulan saat terutang pajak.
3. SPT Masa disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat, paling lambat 20 hari
setelah Masa Pajak berakhir.

Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 23 bertepatan dengan
hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan
pada hari kerja berikutnya.
Bukti Pemotong PPh Pasal 23
Pemotong Pajak harus memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 kepada Wajib Pajak Orang
Pribadi atau badan yang telah dipotong PPh Pasal 23.

Prosedur, Perhitungan & Perlakuan PPh Pasal 23

Cara perhitungannya sebenarnya sederhana saja, jauh lebih mudah dibandingkan perhitungan
PPh Pasal 21. Sebelum ke cara dan contoh perhitungannya, serta prosedur pencatatan dan
pelaporannya, ada beberapa jargon (istilah) yang perlu dipahami pengertiannya (yang saya
sebutkan disini adalah yang penting-penting saja), yaitu:

BUT = Acronym dari Badan Usaha Tetap = Representative Office = Perwakilan perusahaan
asing yang berkedudukan di Indonesia.

Jumlah Bruto/Penghasilan Bruto/Nilai Bruto = Total nilai transaksi persewaan = Penghasilan


yang diterima atas persewaan sebelum memperhitungkan adanya perkiraan cost/expense yang
timbul guna memperoleh penghasilan tersebut.

Jumlah Neto/Penghasilan Neto/Nilai Neto = Total Nilai transaksi persewaan [dikurangi]


perkiraan cost/expense yang timbul guna memperoleh penghasilan persewaan tersebut.

DPP = Dasar Pengenaan Pajak = Nilai Neto/Penghasilan Neto = Penghasilan setelah dikurangi
perkiraan expense/cost.

Pemotong = Pihak yang melakukan pemotongan atas obyek PPh Pasal 23 (silahkan baca
kembali FAQ).

Terpotong = Pihak penerima penghasilan atas obyek PPh Pasal 23 (silahkan baca kembali
FAQ).
Okay, cukup jargonnya. Next is how to’s….

Kalau kita summarized dari FAQ tadi, maka obyek pajak dan tarifnya dapat dikelompokkan
menjadi dua kelompok besar, yaitu:

Obyek pajak yang PPH Pasal 23 menggunakan “Jumlah Bruto” sebagai DPP (Dasar
Pengenaan Pajak).

Contoh Kasus-1:

Pada tanggal 10 May 2008, PT. Sukses Gemilang, membagikan dividen masing-masing Rp
10,000,000 kepada 20 pemegang sahamnya. Atas dividen yang dibagikan, PT. Sukses Gemilang
wajib memungut PPh Pasal 23.

a). Dari sisi pemotong:


Berapa besarnya PPh Pasal 23 yang harus di potong? Bagaimana cara mencatat pembagian
dividen tersebut? Bagaimana prosedur pemotongan, pencatatan dan pelaporan PPh Pasal 23-nya?
Bagaimana pengaruhnya terhadap PPh Pasal 25 dan 29 PT. Sukses Gemilang?

b). Dari sisi yang terpotong:


Apa yang harus dilakukan?, apa pengaruh PPh Pasal 23 terhadap PPh Pasal 25 dan PPh Pasal 29
pihak yang terpotong?

Read on….

Tarif PPh Pasal 23 atas dividen adalah 15% (baca kembali FAQ), sehingga besarnya PPh Pasal
23 yang dipotong kepada masing-masing pemegang saham dihitung dengan formula:

PPh Pasal 23 = Tarif x Jumlah Bruto = 15% x 10,000,000


PPh Pasal 23 = Rp 1,500,000
Total PPh Pasal 23 yang dipotong (untuk 20 orang) = 20 x Rp 1,500,000
Total PPh Pasal 23 yang dipotong (untuk 20 orang) = Rp 30,000,000

Atas pembagian dividen tersebut, PT. Sukses Gemilang:

1). Pada tanggal 10 May 2008, melakukan pencatatan atas pembagian dividen dan
pemotongan PPh Pasal 23, dengan jurnal:

[Debit]. Dividen = Rp 200,000,000 (Jumlah bruto x 20)


[Credit]. Cash = Rp 170,000,000 (Total Bruto – PPh Pasal 23)
[Credit]. Utang PPh Pasal 23 = Rp 30,000,000

2). Pada tanggal 10 May 2008, melakukan pemotongan dan menerbitkan bukti
pemotongan PPh Pasal 23 atas dividen yang diterima oleh pemegang saham masing-masing
sebesar Rp 1,500,000 kepada keduapuluh penerima dividen.
3). Pada penutupan buku Tanggal 30 May nanti, di neraca PT. Sukses Gemilang akan
muncul: Dividen (pengurang retained earning) sebesar Rp 200,000,000 di sisi Pasiva, pada
kelompok equity, dan Utang PPh Pasal 23 sebesar Rp 30,000,000 di sisi aktiva lancar (current
asset). Itulah disebut “saat pengakuan PPh Pasal 23 terhutang” (baca kembali FAQ).

4). Pada tanggal 10 June 2008 (latest) menyetorkan PPh Pasal 23 (yang telah dipungut
olehnya) ke kas negara melalui bank persepsi (disebut “Saat penyetoran”), dan atas penyetoran
tersebut dicatat dengan jurnal:

[Debit]. Utang PPh Pasal 23 = Rp 30,000,000


[Credit]. Cash = Rp 30,000,000

Dengan jurnal di atas, maka Utang PPh pasal 23 menjadi nol, dan akumulasi cash-out adalah Rp
200,000,000 (sama dengan pengakuan dividen-nya: Rp 170,000,000 telah dicatat tanggal 10 May
dan Rp 30,000,000 telah dicatat tanggal 10 June 2008).

5). Tanggal 10 June 2008 (latest), melaporkan SPT Masa PPh Pasal 23 disertai:
a). Daftar pemotongan
b). Bukti Pemotong masing-masing 1 copy
c). SSP atas setoran yang telah dilakukan melalui bank persepsi.

Apa pengaruhnya terhadap besarnya PPh Pasal 25 dan PPh Pasal 29 PT. Sukses Gemilang
(selaku pemotong)?, Jawabannya: Tidak ada pengaruhnya. PT. Sukses Gemilang telah
mengakui pembagian dividen sepenuhnya (Rp 200,000,000) dan pengakuan cash-out sejumlah
yang sama. Dividen bukanlah cost/expense. Hanya saja, atas pembagian dividen tersebut PT.
Sukses Gemilang akan memasukkan pembagian dividen tersebut pada SPT PPh Badan Tahunan-
nya pada blanko 1771-V (Bagian:B).

b) Di pihak terpotong (penerima dividen).

Pada tanggal 10 May 2008, melakukan pencatatan atas penerimaan dividen dan potongan
PPh Pasal 23 dengan jurnal:

[Debit]. Cash = Rp 8,500,000 (Nilai neto setelah dipotong PPh Pasal 23)
[Debit]. PPh Pasal 23 = Rp 1,500,000
[Credit]. Pendapatan dividen = Rp 10,000,000

Pada tanggal 10 May 2008, menerima bukti pemotongan PPh Pasal 23 dari PT. Sukses
Gemilang dan mengarsipkannya.

Pada saat pembuatan SPT PPh Pasal 29 nantinya, PPh Pasal 23 tersebut dimasukkan ke
dalam blanko 1770 S-1 (Bagian:B) dan akan menjadi kredit pajak (Blanko 1770-S Bagian:D),
dengan melampirkan bukti potong yang telah diterima dari PT. Sukses Gemilang.
Itulah prosedur dan perlakuan akuntansi atas PPh Pasal 23 pembagian dividen. Untuk obyek
pajak yang dihitung berdasarkan jumlah bruto lainnya, silahkan lihat kembali FAQ).

[-]. Obyek pajak yang PPH Pasal 23 yang menggunakan “Jumlah Neto” sebagai DPP.

Besarnya jumlah neto telah ditentukan oleh undang-undang dengan persentase tertentu dari
jumlah bruto-nya berdasarkan jenis jasa yang diserahkan (silahkan baca kembali FAQ).

(1). DPP-nya 30% dari jumlah bruto (tidak termasuk PPN): Jasa Konsultan Akuntansi

Contoh:
Pada tanggal yang sama (10 May 2008), PT. Sukses Gemilang menerima Debit Note dari “Asal-
asalan Solusindo Consultant” yang menangani pembukuannya sebesar Rp 5,500,000 (termasuk
PPn). Untuk itu PT. Sukses Gemilang wajib melakukan pemotongan PPh Pasal 23 sebelum
dilakukan pembayaran, dengan perhitungan sebagai berikut:

PPh Pasal 23 = Tarif x DPP


PPh Pasal 23 = Tarif x [30% x (Jumlah Bruto - PPn)]
PPh Pasal 23 = 4.5% x [30% x (5,500,000 – 500,000)]
PPh Pasal 23 = 4.5% x [30% x 1,500,000]
PPh Pasal 23 = 4.5% x Rp 2,500,000
PPh Pasal 23 = Rp 67,500
Perhitungan Kredit pajak Luar negeri (PPh pasal 24)

Perhitungan Kredit pajak Luar negeri (PPh pasal 24)

PT Perdana di Semarang memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2006 sebagai berikut:

Penghasilan Dalam Negeri Rp400.000.000

Penghasilan dari LN (tarif pajak 20%) Rp200.000.000

Penghitungan PPh pasal 24 adalah sebagai berikut:

1. menghitung total penghasilan kena pajak

penghasilan dari dalam negeri Rp400.000.000

penghasilan dari luar negeri Rp200.000.000

Penghasilan neto Rp600.000.000

1. menghitung total PPh terhutang

10% x Rp 50.000.000 = Rp 5.000.000

15% x Rp 50.000.000 = Rp 7.500.000

30% x Rp500.000.000 = Rp150.000.000

Pajak terhutang = Rp162.500.000

1. menghitung PPh maksimum yang dapat dikreditkan

(penghasilan LN : total penghasilan) x total PPh terutang

(Rp200.000.000 : Rp600.000.000) x Rp162.500.000 = Rp54.166.666,61

1. menghitung PPh yang terutang atau dipotong di LN:

20% x Rp200.000.000 = Rp40.000.000

Dari perhitungan tersebut di atas kredit pajak LN yang diperbolehkan adalah sebesar
Rp40.000.000 atau sebesar PPh yang terutang atau dibayar di LN. Jumlah ini diperoleh dengan
membandingkan penghitungan PPh maksimum yang boleh dikreditkan dengan PPh yang
terutang atau dibayar di LN, kemudian dipilih jumlah yang terendah.
Penghitungan PPh pasal 24 jika terjadi kerugian usaha di dalam negeri

PT Adinda berkedudukan di Indonesia memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2006 sebagai
berikut:

- Di negara A memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar Rp600.000.000 (tarif


pajak yang berlaku adalah 30%)

- Di dalam negeri menderita kerugian sebesar Rp200.000.000

Penghitungan PPh pasal 24 adalah sebagai berikut:

1. menghitung total penghasilan kena pajak

penghasilan kena pajak dari negara A Rp600.000.000

kerugian usaha dalam negeri ( 200.000.000)

jumlah penghasilan neto Rp400.000.000

1. menghitung total PPh terutang:

10% x Rp 50.000.000 = Rp 5.000.000

15% x Rp 50.000.000 = Rp 7.500.000

30% x Rp 300.000.000 = Rp 90.000.000

Jumlah pajak terutang Rp102.500.000

1. menghitung PPh maksimum yang dapat dikreditkan

(Rp600.000.000 : Rp400.000.000) x Rp102.500.000 = Rp153.750.000

1. menghitung PPh yang dipotong/dibayar di LN

30% x Rp600.000.000 = Rp180.000.000

Kredit pajak yang diperbolehkan (PPh pasal 24) adalah Rp102.500.000. jumlah ini diperoleh
dengan membandingkan perhitungan PPh maksimum yang dapat dikreditkan dengan PPh yang
sesungguhnya dibayarkan/terutang di LN dan total pajak yang terutang.

Perhitungan PPh pasal 24 jika terjadi kerugian usaha di LN

PT Kartika pada tahun 2006 memperoleh penghasilan neto sebagai berikut:


- di negara X memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar Rp300.000.000 (tarif
pajak yang berlaku 40%)

- di negara Y menderita kerugian sebesar Rp500.000.000 (tarif pajak yang berlaku) 25%.

- Di dalam negeri memperoleh laba usaha sebesar Rp500.000.000

Perhitungan kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan adalah sebagai berikut:

1. menghitung penghasilan total kena pajak

penghasilan dari negara X berupa laba usaha Rp300.000.000

penghasilan dari dalam negeri berupa laba usaha Rp500.000.000

jumlah penghasilan neto Rp800.000.000

1. menghitung total PPh terutang

10% x Rp50.000.000 = Rp 5.000.000

15% x Rp50.000.000 = Rp 7.500.000

30% x Rp700.000.000 = Rp210.000.000

Jumlah total PPh yang terutang Rp222.500.000

1. menghitung PPh maksimal yang bisa dikreditkan

(Rp300.000.000 : Rp800.000.000) x Rp222.500.000 = Rp83.437.500

1. menghitung PPh yang dibayar atau terutang di LN

40% x Rp300.000.000 = Rp120.000.000

Dari perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa PPh pasal 24 yang dapat dikreditkan adalah
Rp83.437.500.

Perhitungan PPh pasal 24 jika penghasilan LN berasal dari beberapa negara

PT Kartika berkedudukan di Jakarta pada tahun pajak 2006 memperoleh penghasilan bersih
sebagai berikut:

- di negara A memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar Rp200.000.000 (tarif


pajak yang berlaku 25%)
- di negara B memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar Rp300.000.000 (tarif
pajak yang berlaku 30%)

- di negara C memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar Rp400.000.000 (tarif


pajak yang berlaku 40%)

- di dalam negeri memperoleh laba usaha sebesar Rp100.000.000

1. menghitung total penghasilan kena pajak:

penghasilan dari negara A Rp 200.000.000

penghasilan dari negara B Rp 300.000.000

penghasilan dari negara C Rp 400.000.000

penghasilan dari dalam negeri Rp 100.000.000

total penghasilan kena pajak Rp1.000.000.000

1. menghitung total PPh terutang

10% x Rp50.000.000 = Rp 5.000.000

15% x Rp50.000.000 = Rp 7.500.000

30% x Rp900.000.000 = Rp270.000.000

Total pajak terutang Rp282.500.000

1. menghitung PPh maksimum yang dapat dikreditkan

dari negara A = (Rp200.000.000 : Rp1.000.000.000) x Rp282.500.000 = Rp56.500.000

dari negara B = (Rp300.000.000 : Rp1.000.000.000) x Rp282.500.000 = Rp84.750.000*

dari negara C = (Rp400.000.000 : Rp1.000.000.000) x Rp282.500.000 = Rp113.000.000*

1. menghitung PPh yang dibayar atau terutang di LN

PPh terutang di negara A = 20% x Rp200.000.000 = Rp 40.000.000*

PPh terutang di negara B = 30% x Rp300.000.000 = Rp 90.000.000

PPh terutang di negara C = 40% x Rp400.000.000 = Rp160.000.000


Dari perhitungan di atas kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan adalah

Dari negara A Rp 40.000.000

Dari negara B Rp 84.750.000

Dari negara C Rp113.000.000

Total kredit pajak LN Rp237.750.000

Pengurangan/pengembalian pajak penghasilan luar negeri

Dalam hal terjadi pengurangan atau pengembalian pajak atas penghasilan yang dibayar di LN,
sehingga besarnya pajak yang dapat dikreditkan di Indonesia menjadi lebih kecil daripada kredit
pajak LN semula, maka selisihnya ditambahkan pada pajak penghasilan yang terutang atas
seluruh penghasilan Wp dalam negeri pada tahun terjadinya pengurangan atau pengembalian
tersebut.

Perubahan besarnya penghasilan luar negeri

Apabila terjadi perubahan besarnya penghasilan yang berasal dari luar negeri, wajib pajak harus
melakukan pembetulan SPT untuk tahun pajak yang bersangkutan dengan melampirkan dikumen
yang berkenaan dengan perubahan tersebut.

1. jika karena perubahan tersebut, menyebabkan adanya tambahan penghasilan yang


mengakibatkan pajak yang terutang atas penghasilan luar negeri menjadi lebih besar daripada
yang dilaporkan dalam SPT tahunan, sehingga pajak yang terutang di LN menjadi kurang bayar,
maka terdapat kemungkinan pajak penghasilan di Indonesia juga kurang bayar. Sesuai dengan
pasal 8 UU No. 16 tahun 2000 tentang ketentuan Umum dan tatacara perpajakan, apabila WP
membetulkan sendiri SPT yang mengakibatkan pajak yang terutang menjadi lebih besar, maka
kepadanya dikenakan bunga sebesar 2% sebulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar,
dihitung sejak saat penyampaian SPT terakhir sampai dengan tanggal pembayaran karena
pembetulan SPT tersebut.
2. Apabila karena pembetulan SPT tersebut, menyebabkan penghasilan dan pajak atas penghasilan
yang terutang di luar negeri menjadi lebih kecil daripada yang dilaporkan dalam SPT tahunan,
sehingga pajak di luar negeri lebih di bayar, yang akan mengakibatkan pajak penghasilan yang
terutang di Indonesia menjadi lebih kecil, sehingga pajak penghasilan menjadi lebih dibayar.
Atas kelebihan bayar pajak tersebut dapat dikembalikan kepada wajib pajak setelah
diperhitungkan dengan utang pajak lainnya.

Contoh:

Berikut ini data yang berhubungan dengan penghitungan PPh pasal 24 pada tahun 2006:

- penghasilan di luar negeri (sesuai SPT) Rp 800.000.000

- penghasilan dari dalam negeri Rp1.000.000.000


- penghasilan di luar negeri (setelah koreksi di luar negeri) Rp1.000.000.000

- tarif pajak di luar negeri 40%

- PPh pasal 25 Rp200.000.000

SPT disampaikan pada 30 Maret 2007 dan pembetulan dilakukan pada bulan mei 2007.

PPh sebelum dan sesudah koreksi fiskal di luar negeri adalah sebagai berikut:

SPT Pembetulan

Penghasilan Luar Negeri 800.000.000 Penghasilan LN 1.000.000.000

Penghasilan DN 1.000.000.000 Penghasilan DN 1.000.000.000

Penghasilan Kena Pajak 1.800.000.000 Penghasilan KP 2.000.000.000

PPh terutang: PPh terutang:

10% x 50.000.000 = 5.000.000 10% x 50.000.000 = 5.000.000

15% x 50.000.000 = 7.500.000 15% x 50.000.000 = 7.500.000

30% x 1.700.000.000 = 510.000.000 30% x 1.900.000.000 = 570.000.000

PPh terutang 522.500.000 PPh terutang 582.500.000

Kredit pajak LN= Kredit pajak LN:

(0,8M : 1,8 M) x (1M : 2M) x

522.500.000= 232.222.222 582.500.0


291.250.000
Harus di bayar
PPh di bayar di Ind 291.250.000
di Indonesia 290.277.778
PPh psl 25 200.000.000
PPh Psl 25 200.000.000
PPh psl 29 91.250.000
PPh Psl 29 90.277.778
Masih harus dibayar:

- kekurangan psl 29 972.222


- bunga 2×2%x972.222 38.888,88

1.011.110,88

Latihan 1

PT ABC pada tahun 2006 memperoleh penghasilan neto sebagai berikut:

Penghasilan beruba laba usaha di dalam negeri Rp300.000.000. Penghasilan berupa laba usaha
dari negara A Rp200.000.000. Penghasilan berupa laba usaha dari negara B Rp400.000.000 dan
rugi usaha dari negara C Rp250.000.000. Jika tarif pajak yang berlaku di negara A, B dan C
masing-masing 20%, 30% dan 40%. Hitung PPh pasal 24 yang dapat dikreditkan di Indonesia!

1. menghitung total penghasilan kena pajak:

penghasian dari DN Rp300.000.000

penghasilan dari neg A Rp200.000.000

penghasilan dari negara B Rp400.000.000

total penghasilan kena pajak Rp900.000.000

1. menghitung total pajak terutang

10% x Rp50.000.000 Rp 5.000.000

15% x Rp50.000.000 Rp 7.500.000

30% x Rp800.000.000 Rp240.000.000

Total pajak terutang Rp252.500.000

1. menhitung maksimal kredit pajak yang diperbolehkan:

di neg A = (200.000.000 : 900.000.000) x Rp252.500.000 = Rp 56.111.106

di neg B = (400.000.000 : 900.000.000) x Rp252.500.000 = Rp112.222.212

1. pajak yang dibayarkan atau terutang di LN:

di Negara A 20% x Rp200.000.000 Rp 40.000.000

di Negara B 30% x Rp400.000.000 Rp120.000.000


dari perhitungan di atas maka kredit pajak (PPh pasal 24) adalah:

dari Neg A Rp 40.000.000

dari Neg B Rp112.222.212

total Rp 152.222.212

Latihan 2

PT Kartika pada tahun 2006 memperoleh penghasilan neto sebagai berikut:

- dari laba usaha di dalam negeri Rp500.000.000

- dari negara A berupa laba usaha Rp250.000.000

- dari negara B rugi Rp400.000.000

- dari negara C berupa laba usaha Rp300.000.000

Hitung PPh pasal 24 jika tarif pajak di negara A, B dan C masng-masing 20%, 25% dan 35%

1. menghitung total penghasilan kena pajak

penghasilan dari dalam negeri Rp 500.000.000

penghasilan dari negara A Rp 250.000.000

penghasilan dari negara C Rp 300.000.000 (+)

total penghasilan kena pajak Rp1.050.000.000

1. menghitung total pajak terutang

10% x Rp50.000.000 Rp 5.000.000

15% x Rp50.000.000 Rp 7.500.000

30% x Rp950.000.000 Rp285.000.000 (+)

Total pajak terutang Rp297.500.000

1. menghitung maksimal pajak yang dapat dikreditkan

- dari negara A = (250.000.000 : 1.050.000.000) x Rp297.500.000 = Rp70.833.332


- dari negara C = (300.000.000 : 1050.000.000) x Rp297.500.000 = Rp85.000.000

1. menghitung pajak yang dipotong atau dibayar di luar negeri

dari neg A 20% x Rp250.000.000 Rp50.000.000

dari negara C 35% x Rp300.000.000 Rp105.000.000

dari perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa PPh pasal 24 yang dapat dikreditkan di
Indonesia adalah:

- dari negara A Rp 50.000.000

- dari negara C Rp 85.000.000 (+)

Total kredit pajak pasal 24 Rp135.000.000


PPH PASAL 25

Pertanyaan 1:

Pak Andra adalah pimpinan dan sekaligus pemilik PT BACKBONE. PT BACKBONE adalah
wajib pajak yang menyelenggarakan pembukuan dan terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Kalibata sejak 1 Januari 2005. Peredaran bruto dalam bulan Januari 2005 tercatat sebesar Rp.
77.800.000,00 dan penghasilan bersih setelah dikurangi beberapa pengurang penghasilan dalam
pembukuannya diperoleh sebesar Rp. 12.500.000,00. Berapakah angsuran PPh pasal 25 setiap
bulannya ? ….

Jawaban penyelesaiannya sebagai berikut :

Penghasilan Neto = Rp. 12.500.000

Penghasilan Neto 1 thn = Rp. 150.000.000

PPh pasal 25 terutang :

10% x 50 juta = Rp. 5.000.000

15%x 50 juta = Rp. 7.500.000

30%x50 juta = Rp. 15.000.000 = Rp. 27.500.000

PPh pasal 25 per bulan = 27.500.000/12 = Rp. 2.291.666,67

Pertanyaan 2:

Setelah melalui perhitungan ternyata utang pajak penghasilan PT DYNANIC yang tercantum
dalam Surat Pemberitahuan (SPT) untuk tahun 2005 sebesar Rp. 56.500.000,00. Sedangkan
kredit PPh pasal 21, 22, 23 dan 24 tahun 2005 berjumlah Rp. 17.500.000,00. Maka angsuran PPh
pasal 25 PT DYNAMIC untuk setiap bulannya pada tahun 2006 adalah sebesar ….

Jawaban penyelesaiannya adalah sebagai berikut :

Pajak penghasilan Terutang (SPT tahun 2005) = Rp. 56.500.000,00

Kredit PPh pasal 21, 22, 23 dan 24 tahun 2005 = Rp. 17.500.000,00

Rp.39.000.000,00

PPh pasal 25 per bulan 39jt/12 = Rp. 3.250.000


Pertanyaan 3 :

Seorang atlet dari Brunei Darussalam yang ikut mengambil bagian dalam perlombaan lari
maraton SEA Games Indonesia. Dia memenangkan perlombaan tersebut dan mendapatkan uang
sebesar 68,000 BND. Kurs yang berlaku adalah Rp.7.394 per 1 BND

Berapa PPh pasal 26 untuk atlet tersebut ?

Jawab :

Pendapatan bruto 68,000 x 7,394 = Rp. 502.792.000,-

Penerapan tarif : 20 % x 502.792.000 = Rp. 100.558.400,-

PPh pasal 26 atas pendapatan atlet tersebut adalah sebesar Rp. 100.558.400

Pertanyaan 4 :

Penghasilan PT. Maju Sejahtera tahun 2008 adalah sebesar Rp 350.000.000,00. Sisa kerugian
tahun 2007 yang masih dapat dikompensasikan sebesar Rp 400.000.000,00. Sisa kerugian yang
belum dikompensasikan sebesar Rp 50.000.000,00. Pada tahun 2008 PPh yang dipotong atau
dipungut pihak lain adalah sebesar Rp18.000.000,00, dan tidak ada pajak yang dibayar atau
terutang di luar negeri. Hitunglah PPh pasal 25 untuk tahun 2009 dan besar angsuran pajak
bulanan PT. Maju Sejahter!

Jawab :

Perhitungan pph pasal 25 tahun 2008 :

Penghasilan yang dipakai sEbagai dasar perhitungan angsuran pph pasal 25 adalah

sebesar Rp 350.000.000,00 – Rp 50.000.000,00 = Rp300.000.000,00

Pph terutang = 28% x Rp300.000.000,00 Rp 84.000.000,00

Pph yg dipungut atau dipotong Rp18.000.000,00 –

= Rp 66.000.000,00
Besarnya angsuran pajak bulanan PT Maju sejahtera tahun 2008

= 1/12 x Rp66.000.000,00 = Rp5.500.000,00

Anda mungkin juga menyukai