Anda di halaman 1dari 21

TUGAS KEPERAWATAN KLINIK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


STROKE

Disusun Oleh:
HAPPY SAPTARIA, AMK
NIM: 1821081

STIKES TENGKU MAHARATU


PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
TAHUN 2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat utama, oleh karena itu

setiap manusia berhak memiliki kesehatan. Namun pada kenyataannya tidak semua orang

memiliki derajat kesehatan yang optimal dikarenakan berbagai masalah, misalnya lingkungan

yang tidak baik, sosial ekonomi yang rendah, pola hidup yang tidak sehat mulai dari makanan,

kebiasaan maupun lingkungan sekitarnya. Hal tersebut merupakan pemicu berbagai macam

penyakit, salah satunya adalah stroke (Misbach, 2011).

Stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga di negara maju setelah penyakit

jantung dan kanker pada kelompok usia lanjut, sedangkan di Indonesia menduduki peringkat

pertama. Stroke juga penyebab utama kecacatan didunia (Sutrisno, 2007). Angka kejadian stroke

di Indonesia meningkat tajam. Saat ini Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita

stroke terbesar di Asia (Yastroki, 2007).

Kasus stroke di RSUD Pandan Arang Boyolali pada tahun 2013 sudah mencapai 934

kasus dengan rincian 401 pasien stroke hemoragik dan 533 pasien stroke non hemoragik.

Kejadian stroke pada tahun 2014 ini antara bulan Januari sampai bulan Februari sudah ada 184

kasus dengan rincian 90 kasus stroke hemoragik dan 94 kasus stroke non hemoragik (Rekam

Medis RSUD Pandan Arang Boyolali)

Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan penanganan yang komprehensif demi mencegah

terjadinya tahap penyakit yang lebih lanjut atau bahkan kematian. Disini diperlukan peran

perawat sebagai pelayanan dan juga pendidik yang mampu memberikan asuhan keperawatan

kepada klien dengan stroke melalui pendekatan proses keperawatan yang benar.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalahnya

adalah bagaimana konsep dasar dan asuhan keperawatan pasien dengan stroke?

C. Tujuan

1. Mengetahui konsep dasar stroke

2. Mengetahui asuhan keperawatan pasien dengan stroke

D. Manfaat

1. Manfaat Teoritis

Hasil yang didapat dalam penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan

tambahan pengetahuan yang akan memperkaya body of knowledge terutama di bidang

keperawatan.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Perawat

Hasil penulisan karya tulis ilmiah ini dapat menambah wawasan pengetahuan perawat

tentang asuhan keperawatan klien yang mengalami stroke.

b. Bagi Rumah Sakit

Bagi rumah sakit, hasil karya tulis ini dapat dijadikan bahan untuk solusi atau ide

terbaru bagi penerapan intervensi yang mampu mempercepat proses penyembuhan

klien stroke.
c. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada mahasiswa atau

peserta didik mengetahui secara jelas akan tindakan mengatasi masalah klien yang

mengalami stroke.
BAB II
KONSEP DASAR

A. Definisi

Stroke atau cedera cerebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang

diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer & Bare, 2002). Stroke adalah

sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progesi cepat, berupa defisit neurologis fokal

dan/ atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan

semata–mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik (Mansjoer, 2000).

Menurut Price & Wilson (2006) pengertian dari stroke adalah setiap gangguan neurologik

mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai

arteri otak. Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian stroke adalah

gangguan sirkulasi serebral yang disebabkan oleh sumbatan atau penyempitan pembuluh darah

oleh karena emboli, trombosis atau perdarahan serebral sehingga terjadi penurunan aliran darah

ke otak yang timbulnya secara mendadak.

Stroke diklasifikasikan menjadi dua :

a. Stroke Non Hemoragik

Suatu gangguan peredaran darah otak tanpa terjadi suatu perdarahan yang ditandai dengan

kelemahan pada satu atau keempat anggota gerak atau hemiparese, nyeri kepala, mual,

muntah, pandangan kabur dan dysfhagia (kesulitan menelan). Stroke non haemoragik dibagi

lagi menjadi dua yaitu stroke embolik dan stroke trombotik (Wanhari, 2008).

b. Stroke Hemoragik

Suatu gangguan peredaran darah otak yang ditandai dengan adanya perdarahan intra serebral

atau perdarahan subarakhnoid. Tanda yang terjadi adalah penurunan kesadaran, pernapasan
cepat, nadi cepat, gejala fokal berupa hemiplegi, pupil mengecil, kaku kuduk (Wanhari,

2008).

B. Etiologi

Menurut Smeltzer & Bare (2002) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu empat

kejadian yaitu:

a. Trombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher.

b. Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang di bawa ke otak dari bagian

tubuh yang lain.

c. Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak

d. Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke dalam

jaringan otak atau ruang sekitar otak.

Akibat dari keempat kejadian diatas maka terjadi penghentian suplai darah ke otak, yang

menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan, berpikir, memori, bicara, atau

sensasi.

C. Patofisiologi

Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi anoksia seperti yang terjadi pada

stroke di otak mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan kerusakan permanen yang

terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit (non aktif total). Pembuluh darah yang paling sering

terkena ialah arteri serebral dan arteri karotis interna.

Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau cedera pada otak

melalui empat mekanisme, yaitu :


a. Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan sehingga aliran darah

dan suplainya ke sebagian otak tidak adekuat, selanjutnya akan mengakibatkan perubahan-

perubahan iskemik otak.

b. Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah ke ke jaringan

(hemorhage).

c. Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan jaringan otak.

d. Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang interstitial jaringan otak.

Konstriksi lokal sebuah arteri mula-mula menyebabkan sedikit perubahan pada aliran

darah dan baru setelah stenosis cukup hebat dan melampaui batas kritis terjadi pengurangan

darah secara drastis dan cepat. Oklusi suatu arteri otak akan menimbulkan reduksi suatu area

dimana jaringan otak normal sekitarnya yang masih mempunyai pendarahan yang baik berusaha

membantu suplai darah melalui jalur-jalur anastomosis yang ada. Perubahan awal yang terjadi

pada korteks akibat oklusi pembuluh darah adalah gelapnya warna darah vena, penurunan

kecepatan aliran darah dan sedikit dilatasi arteri serta arteriola. Selanjutnya akan terjadi edema

pada daerah ini. Selama berlangsungnya perisriwa ini, otoregulasi sudah tidak berfungsi

sehingga aliran darah mengikuti secara pasif segala perubahan tekanan darah arteri.

Berkurangnya aliran darah serebral sampai ambang tertentu akan memulai serangkaian gangguan

fungsi neural dan terjadi kerusakan jaringan secara permanen.

.
Pathways/ WOC

Oklusi pembuluh Penyebab lain


Perdarahan otak
darah akibat emboli iskemia

Infark serebral

Penurunan aliran
darah ke otak

Hipoksia

Edema serebral Gangguan perfusi jaringan serebral

Kongesti vaskular

Kompresi jaringan

Gangguan fungsi

Arteri serebral anterior Arteri serebral sentral Arteri serebral posterior

Kebingungan Paralisis tangan Hemiparesis


Gangguan pola pikir Hemianopia Gangguan Ataksia
Paralisis kontralateral Gangguan Apasia komunikasi Gangguan penglihatan
Inkontinensia urin sensori Agnosia verbal Dispasia
Deficit sensori persepsi Deficit persepsi disponia

Gangguan mobilitas fisik


Perfusi kembali normal Aliran darah tidak adekuat berlanjut

Edema berkurang Kompresi jaringan lebih lanjut

Perbaikan fungsi Kematian otak

Sumber: Comer,S. (1998)


D. Tanda dan Gejala

Menurut Smeltzer & Bare (2002) dan Price & Wilson (2006), tanda dan gejala penyakit

stroke adalah:

a. Kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh

b. Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran

c. Penglihatan ganda atau kesulitan melihat pada satu atau kedua mata

d. Pusing dan pingsan

e. Nyeri kepala mendadak tanpa sebab yang jelas

f. Bicara tidak jelas (pelo)

g. Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat

h. Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh

i. Ketidakseimbangan dan terjatuh

j. Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.

E. Komplikasi

Komplikasi stroke merupakan diagnosis-diagnosis atau penyakit-penyakit yang muncul

pada pasien stroke setelah dirawat. Komplikasi stroke meliputi infeksi thorax, konstipasi,

pneumonia, UTI (Urinary Tract Infection), depresi, kejang, stroke berulang, gagal jantung

kongestif,dan luka tekan (dekubitus) (Rohmah, Q., 2015).

F. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut (Doenges dkk, 1999) pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada

penyakit stroke adalah:


a. Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti

perdarahan, obstruksi arteri atau adanya titik oklusi/ ruptur.

b. CT-scan: memperhatikan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya infark.

c. Pungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada trombosis, emboli

serebral, dan TIA (Transient Ischaemia Attack) atau serangan iskemia otak sepintas.

Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya hemoragik

subarakhnoid atau perdarahan intra kranial. Kadar protein total meningkat pada kasus

trombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi.

d. MRI (Magnetic Resonance Imaging): menunjukkan daerah yang mengalami infark,

hemoragik, dan malformasi arteriovena.

e. Ultrasonografi Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena.

f. EEG (Electroencephalography): mengidentifikasi penyakit didasarkan pada gelombang

otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.

g. Sinar X: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan

dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada trombosis serebral.

G. Penatalaksanaan

Penatalaksaan stroke menurut Fong, W.C. (2016) meliputi:

a. Perawatan pada tahap akut

1. Obat-obatan

 Untuk pasien yang menderita stroke iskemik, dokter mungkin akan meresepkan

obat-obatan berikut ini:

 Obat anti-trombosit: untuk mencegah pembentukan gumpalan darah, misalnya

Aspirin
 Antikoagulan: untuk mengurangi pembentukan bekuan darah dan mengurangi

emboli, misalnya Heparin, Warfarin

 Agen trombolitik: diterapkan pada infark serebral yang telah terjadi tidak

lebih dari beberapa jam sebelumnya, misalnya rTPA

 Untuk pasien yang menderita edema serebral (pembengkakan jaringan otak) yang

disebabkan oleh stroke berat, dokter mungkin meresepkan obat-obatan seperti

Manitol dan Gliserol untuk menurunkan tekanan intracranial

 Obat-obatan tertentu dalam uji klinis bisa melindungi sel-sel otak dari kematian

dalam jumlah yang besar, namun saat ini belum ada obat dalam tahapan uji klinis

yang terbukti efektif.

2. Operasi bedah

Tidak semua pasien yang menderita stroke hemoragik perlu menjalani

tindakan operasi bedah. Tergantung pada ukuran, lokasi, dan kedalaman hematoma

(pengumpulan darah di luar pembuluh darah) dan apakah stroke diikuti dengan

pembengkakan jaringan otak dan kondisi pasien secara keseluruhan, dll. Operasi

bedah bisa membuang hematoma untuk menurunkan tekanan intrakranial (tekanan di

dalam tengkorak) pada pasien yang mengalami stroke hemoragik. Tindakan operasi

juga bisa memotong aneurisma (pembengkakan pembuluh darah di otak seperti

balon) untuk mencegah perdarahan lebih lanjut. Untuk stroke iskemik (stroke karena

kurangnya pasokan darah), tindakan operasi juga bisa dilakukan untuk membuang

bagian intima dari arteri karotis, untuk mencegah kambuhnya stroke. Dengan

kemajuan teknologi non-invasif, pengobatan berbasiskan kateter bisa dilakukan untuk


melebarkan penyempitan pembuluh darah di leher atau untuk menutup aneurisma

pembuluh darah di dalam otak

3. Pengobatan Terpadu di Unit Stroke Akut

Suatu tim medis yang terdiri dari sejumlah ahli kesehatan profesional yang

memberikan perawatan terhadap stroke akut, perawatan rehabilitasi, terapi fisik,

terapi okupasi, terapi wicara, layanan kerja sosial medis, dan layanan psikologi klinis,

dll, untuk mencegah komplikasi dan mempersiapkan pasien untuk menerima

perawatan rehabilitasi setelah kondisi pasien stabil

b. Perawatan pada tahap rehabilitatif

Tujuan dari perawatan rehabilitasi adalah untuk memastikan pemulihan terbaik

dari fungsi aktivitas hidup pasien sehari-hari. Meskipun tidak semua fungsi fisik bisa

dipulihkan sepenuhnya, tujuan "adaptasi diri" bisa dicapai. Sangat penting untuk memulai

pelatihan rehabilitasi sesegera mungkin. Sebuah tim ahli kesehatan profesional multi-

bidang bertanggung jawab terhadap perawatan rehabilitasi. Tim akan menilai fungsi fisik

dan psikologis pasien, perawatan rehabilitasi yang diperlukan, dan kemampuan

perawatan dari perawat. Hal yang paling penting dari semuanya adalah bahwa pasien

stroke dan anggota keluarganya harus berpartisipasi secara aktif dalam perawatan

tersebut.

Dalam perawatan rehabilitasi, perawat memainkan peran penting dalam

memberikan dukungan 24 jam kepada pasien stroke dan anggota keluarga mereka.

Mereka membantu pasien mempertahankan fungsi fisik dan psikologis mereka,

meningkatkan kemampuan hidup mandiri, dan mencegah komplikasi yang disebabkan

oleh hilangnya kemampuan tersebut. Mereka juga akan memberikan perawatan


profesional yang berkaitan dengan masalah umum yang dihadapi pasien stroke, seperti

masalah psikologis yang melibatkan kecemasan dan perasaan tidak berdaya, atau masalah

fisik seperti kesulitan menelan, kesulitan dalam komunikasi, inkontinensia urin,

konstipasi, dan rasa sakit akibat tekanan, dll.

Fisioterapi akan membantu pasien stroke mengembalikan fungsi fisik mereka

dalam berbagai aspek, mengajarkan perawatan yang benar kepada pasien dan anggota

keluarganya, dan melatih serta mencegah komplikasi agar pasien bisa mendapatkan

kemampuan mandiri terbaiknya.

Terapi okupasi akan, melalui program terapi yang berbeda, memungkinkan pasien

stroke untuk mendapatkan kemampuan mandiri terbaiknya dalam berbagai aspek, seperti

perawatan diri, perawatan rumah tangga, keterampilan kejuruan, dan rekreasi.

Terapi wicara akan membantu pasien stroke meningkatkan kemampuan menelan,

berkomunikasi, dan ekspresi verbal mereka. Jika pasien memiliki masalah psikologis

dan/atau emosional, psikolog klinis bisa memberikan bantuan yang diperlukan. Para

pekerja sosial medis bisa membantu pasien stroke dan anggota keluarganya dengan

memerhatikan kebutuhan mereka yang berkaitan dengan bantuan keuangan, perumahan,

bantuan pekerjaan rumah tangga, pengaturan kerja, dan layanan perumahan.


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian

Pengkajian adalah langkah awal dan dasar bagi seorang perawat dalam melakukan

pendekatan secara sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisa, sehingga dapat

diketahui kebutuhan klien tersebut. Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan

membantu menentukan status kesehatan dan pola pertahanan klien serta memudahkan

menentukan status kesehatan dan pola pertahanan klien serta memudahkan dalam perumusan

diagnosa keperawatan (Doenges dkk, 1999).

Adapun pengkajian pada klien dengan stroke (Doenges dkk, 1999) adalah :

1. Aktivitas/ Istirahat

Gejala : merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan, kehilangan

sensasi atau paralisis (hemiplegia), merasa mudah lelah, susah untuk beristirahat (nyeri/

kejang otot).

Tanda : gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia), dan terjadi kelemahan umum,

gangguan penglihatan, gangguan tingkat kesadaran.

2. Sirkulasi

Gejala : adanya penyakit jantung, polisitemia, riwayat hipotensi postural.

Tanda : hipertensi arterial sehubungan dengan adanya embolisme/ malformasi vaskuler,

frekuensi nadi bervariasi, dan disritmia.

3. Integritas Ego

Gejala : perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa

Tanda : emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih, dan gembira, kesulitan
untuk mengekspresikan diri

4. Eliminasi

Gejala : perubahan pola berkemih

Tanda : distensi abdomen dan kandung kemih, bising usus negatif.

5. Makanan/ Cairan

Gejala : nafsu makan hilang, mual muntah selama fase akut, kehilangan sensasipada

lidah, dan tenggorokan, disfagia, adanya riwayat diabetes, peningkatan lemak dalam

darah.

Tanda : kesulitan menelan, obesitas.

6. Neurosensori

Gejala : sakit kepala, kelemahan/ kesemutan, hilangnya rangsang sensorik kontralateral

pada ekstremitas, penglihatan menurun, gangguan rasa pengecapan dan penciuman.

Tanda : status mental/ tingkat kesadaran biasanya terjadi koma pada tahap awal

hemoragis, gangguan fungsi kognitif, pada wajah terjadi paralisis, afasia, ukuran/ reaksi

pupil tidak sama, kekakuan, kejang.

7. Kenyamanan / Nyeri

Gejala : sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda

Tanda : tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot.

8. Pernapasan

Gejala : merokok

Tanda : ketidakmampuan menelan/ batuk/ hambatan jalan nafas, timbulnya pernafasan

sulit, suara nafas terdengar ronchi.

9. Keamanan
Tanda : masalah dengan penglihatan, perubahan sensori persepsi terhadap orientasi

tempat tubuh, tidak mampu mengenal objek, gangguan berespons terhadap panas dan

dingin, kesulitan dalam menelan, gangguan dalam memutuskan.

10. Interaksi Sosial

Tanda : masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi

11. Penyuluhan/ Pembelajaran

Gejala : adanya riwayat hipertensi pada keluarga, stroke, pemakaian kontrasepsi oral,

kecanduan alkohol.

Pengkajian fungsi saraf cranial

1. Olfaktorius (I): Menunjukkan penurunan sensori penciuman / penghidup

2. Obtikus (II): Adanya penurunan ketajaman penglihatan karena penurunan sensorik

3. Okulomotorius (III) : Klien tidak mampu mengangkat kelopak mata, pupil akan miosis

atau tidak dapat mengkontraksikan pupil dan sebagian gerakan ekstra okuler terganggu.

4. Troklearis (IV): Klien tidak dapat menggerakkan mata ke bawah dan ke dalam

5. Trigeminus (V): Gangguan pada otot temporalis dan masseter serta gerak rahang ke

lateral. Penurunan respon sensorik pada rangsangan di kulit wajah 2/3 depan kulit kepala

mukosa mata, dan hidung, rongga mulut, lidah dan gigi, gangguan reflek berkedip.

6. Fasialis (VI): Ekspresi wajah tidak norma, gangguan laktima dan salvias, penurunan

fungsi pengecapan bagian depan lidah (manis, asam, asin)

7. Vestibulo koklearis (VII): Keseimbangan tubuh dan pendengaran terganggu / menurun

8. Glosofaringeus (VIII): Sulit menelan, tidak ada reflek muntah, gangguan salivasi

gangguan pengecapan, lidah belakang, gangguan pada faring


9. Vagus (IX): Gangguan pada saluran pencernaan

10. Accesorius (X): Ketidakmampuan menggerakkan kepala dan bahu

11. Hyplogossus: Gangguan pergerakan lidah

B. Diagnosa Keperawatan

Setelah data-data dikelompokkan, kemudian dilanjutkan dengan perumusan

diagnosa. Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan, dan mengatasi

kebutuhan spesifik pasien serta respons terhadap masalah aktual dan resiko tinggi (Doenges

dkk, 1999). Untuk membuat diagnosis keperawatan yang akurat, perawat harus mampu

melakukan hal berikut yaitu mengumpulkan data yang valid dan berkaitan,mengelompokkan

data, membedakan diagnosis keperawatan dari masalah kolaboratif, merumuskan diagnosis

keperawatan dengan tepat, dan memilih diagnosis prioritas (Carpenito & Moyet, 2007).

Diagnosa keperawatan pada klien dengan Stroke (Doenges dkk, 1999) meliputi:

1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah,

gangguan oklusif, hemoragi, vasospasme serebral, edema serebral.

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, kelemahan,

parestesia, paralisis spastis, kerusakan perseptual/ kognitif.

3. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan sirkulasi serebral

kerusakan neuromuskuler, kehilangan tonus otot/ kontrol otot fasial, kelemahan/

kelelahan.

4. Gangguan sensori persepsi berhubungan dengan perubahan resepsi sensori, transmisi,

integrasi (trauma neurologis atau defisit), stress psikologis

5. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, penurunan


kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol/ koordinasi otot, kerusakan

perseptual/kognitif, depresi

6. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial, perseptual

kognitif

7. Resiko tinggi kerusakan menelan berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler/

perceptual

8. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan berhubungan dengan kurang

pemajanan, keterbatasan kognitif, kesalahan interprestasi informasi, kurang mengingat

/tidak mengenal sumber-sumber informasi.

C. Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL


1. Gangguan Tujuan: 1. Berikan penjelasan 1. Keluarga lebih
perfusi jaringan Setelah dilakukan kepada keluarga klien berpartisipasi
otak yang tindakan tentang sebab-sebab dalam proses
berhubungan keperawatan peningkatan TIK dan penyembuhan
dengan selama 3x24 jam, akibatnya
perdarahan intra perfusi jaringan
cerebral. otak dapat tercapai 2. Anjurkan kepada klien 2. Untuk mencegah
secara optimal untuk bed rest total perdarahan ulang

Kriteria hasil: 3. Observasi dan catat 3. Mengetahui setiap


 Klien tidak tanda-tanda vital dan perubahan yang
gelisah kelainan tekanan terjadi pada klien
 Tidak ada intrakranial tiap dua secara dini dan
keluhan nyeri jam untuk penetapan
kepala, mual, tindakan yang tepat
kejang.
 GCS 15 4. Berikan posisi kepala 4. Mengurangi
 Pupil isokor, lebih tinggi 15-30 tekanan arteri
reflek cahaya dengan letak jantung dengan
(+) (beri bantal tipis) meningkatkan
 Tanda-tanda draimage vena dan
vital normal memperbaiki
sirkulasi serebral
5. Anjurkan klien untuk 5. Batuk dan
menghindari batuk dan mengejan dapat
mengejan berlebihan meningkatkan
tekanan intra
kranial dan
potensial terjadi
perdarahan ulang

6. Ciptakan lingkungan 6. Rangsangan


yang tenang dan batasi aktivitas yang
pengunjung meningkat dapat
meningkatkan
kenaikan TIK.
Istirahat total dan
ketenangan
mungkin
diperlukan untuk
pencegahan
terhadap
perdarahan dalam
kasus stroke
hemoragik /
perdarahan lainnya

7. Kolaborasi dengan tim 7. Memperbaiki sel


dokter dalam pemberian yang masih viabel
obat neuroprotektor

2. Gangguan Tujuan : 1. Ubah posisi klien tiap 2 1. Menurunkan


mobilitas fisik Setelah dilakukan jam resiko terjadinya
berhubungan tindakan iskemia jaringan
dengan keperawatan akibat sirkulasi
hemiparese/ selama 3x24 jam, darah yang jelek
hemiplegia klien mampu pada daerah yang
melaksanakan tertekan
aktivitas fisik 2. Ajarkan klien untuk 2. Gerakan aktif
sesuai dengan melakukan latihan memberikan
kemampuannya. gerak aktif pada massa, tonus dan
ekstrimitas yang tidak kekuatan otot
Kriteria hasil : sakit serta memperbaiki
 Tidak terjadi fungsi jantung dan
kontraktur pernapasan
sendi
 Bertambahnya 3. Lakukan gerak pasif 3. Otot volunter
kekuatan otot pada ekstrimitas yang akan kehilangan
 Klien sakit tonus dan
menunjukkan kekuatannya bila
tindakan untuk tidak dilatih untuk
meningkatkan digerakkan
mobilitas
4. Berikan papan kaki 4. Mencegah
pada ekstrimitas dalam footdrop dan
posisi fungsionalnya korda tumit
menjadi pendek
akibat kontraktur
otot
gastroknemius

5. Pertahankan posisi 5. Mencegah


tubuh yang baik dan komplikasi dan
gunakan bantal untuk kontraktur
menopang tubuh

6. Berikan perawatan kulit 6. Meningkatkan


tiap 8 jam. Ganti sirkulasi dan
pakaian yang basah dan mencegah
linen, kerusakan kulit

3. Gangguan Tujuan: 1. Berikan metode 1. Memenuhi


komunikasi Setelah dilakukan alternatif komunikasi, kebutuhan
verbal yang tindakan misal dengan bahasa komunikasi sesuai
berhubungan keperawatan isarat dengan
dengan selama 3x24 jam, kemampuan klien
kerusakan komunikasi klien
neuromuskuler dapat berfungsi 2. Antisipasi setiap 2. Mencegah rasa
secara optimal. kebutuhan klien saat putus asa dan
berkomunikasi ketergantungan
Kriteria hasil: pada orang lain
 Terciptanya
suatu 3. Bicaralah dengan klien 3. Mengurangi
komunikasi secara pelan dan kecemasan dan
dimana gunakan pertanyaan kebingungan pada
kebutuhan klien yang jawabannya “ya” saat komunikasi
dapat dipenuhi atau “tidak”
 Klien mampu 4. Anjurkan kepada 4. Mengurangi
merespon keluarga untuk tetap isolasi sosial dan
setiap berkomunikasi dengan meningkatkan
berkomunikasi klien komunikasi yang
secara verbal efektif
5. Hargai kemampuan 5. Memberi
klien dalam semangat pada
berkomunikasi klien agar lebih
sering melakukan
komunikasi

6. Kolaborasi dengan 6. Melatih klien


fisioterapis untuk belajar bicara
latihan wicara secara mandiri
dengan baik dan
benar
DAFTAR PUSTAKA

Comer, S. (1998). Critical Care Nursing Care Plans. USA: Delmar Thomson Learning

Doenges, Marilyn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3. Jakarta: EGC.

Firdous, C.,dkk. (2014). Stroke. Diperoleh tanggal 28 Februari 2019 dari


https://www.academia.edu/19716775/ASKEP_STROKE

Fong, W.C. (2016). Stroke. Diperoleh tanggal 27 Februari 2019 dari


http://www21.ha.org.hk/smartpatient/EM/MediaLibraries/EM/EMMedia/Stroke-
Indonesian.pdf?ext=.pdf

Murti, A.S. (2014). Asuhan Keperawatan pada Tn. M dengan Gangguan Sistem Persarafan:
Stroke Non Hemoragik di Ruang Anggrek Rumah Sakit Umum Daerah Pandan
Arang Boyolali. Diperoleh tanggal 28 Februari 2019 dari
http://eprints.ums.ac.id/31103/12/NASKAH_PUBLIKASI.pdf

Rohmah, Q. (2015). Bab II Tinjauan Pustaka. Diperoleh tanggal 27 Februari 2019 dari
http://eprints.undip.ac.id/46173/3/Qurrotun_Ayun_MR_22010111120018_Lap_KTI_
Bab2.pdf

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2002) Keperawatan Medikal Bedah Brunner &Suddarth; alih
bahasa, Agung Waluyo; editor bahasa Indonesia, Monica Ester. edisi VIII, Volume
3, Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai