Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Tractus Urinarius

Sistem Urinaria adalah suatu sistem dimana terjadi suatu proses

penyaringan darah sehingga darah bersih dari zat yang tidak dipergunakan

oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih diperlukan oleh tubuh (Pearce,

2002).

Gambar 2.0 Anatomi system urinary (Bontrager. 2014.)

1. Ginjal

Ginjal biasa juga disebut ren, renal atau kidney bagian dari systema

urinarium yang terletak di dalam ruang retroperitoneum pada dinding

belakang abdomen, di kedua sisi columna vertebralis. Ginjal kanan dan

kiri berbentuk seperti kacang dengan bagian atas terlindung oleh


skeleton thoracis. Ginjal mempunyai facies anterior, margo medialis dan

margo lateralis, serta polus seperior dan polus inferior. Margo lateralis

berbentuk cembung, sedangkan margo medialis cekung pada daerah

yang disebut hilum renale. Pada hilum renale didapatkan celah yang

masuk ke dalam ginjal yang disebut sinus renalis dengan kedalaman

sekitar dua setengah cm. Sinus renalis berisi pelvis renalis, calices,

pembuluh darah, serabut saraf, dan sedikit jaringan lemak. Pembuluh

darah dan ureter akan masuk atau keluar ginjal melalui hilum renale.

Pada manusia, terdapat medula ginjal terdiri atas 10-18 struktur

berbentuk kerucut atau piramid, yaitu piramid medula. Dasar dari setiap

piramid medula, terjulur berkas-berkas tubulus yang paralel, yaitu

berkas medula, yang menyusup ke dalam korteks (Wibowo & Widjaja,

2009).
Gambar 2.1 Anatomi Ginjal (Bontrager, 2014.)

Fungsi dari ginjal antara lain :

a. Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat – zat toksin

atau racun.

b. Mempertahankan suasana keseimbangan cairan.

c. Mempertahankan keseimbangan asam dan basa dari cairan

tubuh.

d. Mempertahankan keseimbangan garam dan zat – zat lain dalam

tubuh.

e. Mengeluarkan sisa metabolisme hasil akhir dari protein ureum,

kreatinum dan amoniak.


2. Ureter

Ureter Merupakan lanjutan dari renal pelvis yang panjangnya antara

10 – 12 inchi (25 – 30 cm) dan diameternya sekitar 1mm – 1cm.

Letaknya menurun dari ginjal sepanjang bagian belakang dari rongga

peritonium dan didepan dari muskulus psoas dan prosessus transversus

dari vertebra lumbal dan berjalan menuju kebawah dan belakang serta

didepan dari sayap os sacral kemudian melengkung pada bagian anterior

dan medial dan selanjutnya masuk kekandung kemih melalui bagian

posterior lateral. Fungsi uterer adalah membawa urin dari ginjal ke

vesika urinaria secara gerakan peristaltik (ritmik) (Pearce, 2002).

Gambar 2.2 Anatomi Ureter (Bontrager, 2014.)

Ureter dapat dibagi menjadi 3 bagian penyempitan yaitu :


a. Uretropelvico junction yaitu ureter bagian proximal mulai dari

renal pelvis sampai bagian ureter yang mengecil.

b. Pelvic brim adalah ureter yang bermula pada sisi pelvis yang

berpotongan antara pembuluh darah illiaka dan uterus

c. Uretrovesico junction adalah ujung ureter yang masuk dalam

Vesica Urinaria.

3. Vesica Urinaria

Vesika Urinaria merupakan muskulus membran yang

membentuk kantong yang merupakan tempat penampungan dari urin

yang dihasilkan oleh ginjal. Letaknya sekitar bagian posterior dan

superior dari simpisis pubis (Pearce, 2002).

Bagian – bagian dari vesika urinaria, diantaranya:

1. Fundus, yaitu bagian yang menghadap kearah belakang dan

bawah, bagian ini terpisah dari rektum oleh spatiom rectovesicale

yang terisi oleh jaringan ikat ductus different vesica seminalis dan

prostat

2. Corpus, yaitu bagian antara vertex dan fundus

3. Vertex, yaitu bagian yang meruncing kearah muka dan

berhubungan dengan ligamentum vesico umbilicalis.

Dinding Vesica Urinaria terdiri dari lapisan sebelah luar yaitu

peritonium, tunika muskularis (lapisan otot), tunika submukosa dan

lapisan bagian dalam yaitu lapisan mukosa. VU bervariasi dalam

bentuk, ukuran dan posisinya. Volume dari urin adalah 300 – 500 ml.
Fungsi dari Vesica Urinari adalah sebagai reservoa atau tempat

penampungan sementara sebelum dikeluarkan melalui uretra.

Gambar 2.2 Anatomi Vesica Urinary (Bontrager. 2014.)

4. Uretra

Uretra merupakan saluran sempit yang terdiri dari membrana

mukosa dengan muskulus yang berbentuk spinter pada bagian bawah

dari VU. Letaknya agak ke atas orivisium internal dari uretra pada

VU, yang terbentang sepanjang 1,5 inchi (3,75 cm) pada wanita dan 7

– 8 inchi (18,75 cm) pada pria (Pearce, 2002).


Gambar 2.3 Anatomi Urinari Male and Female (Bontrager. 2014.)

Bagian-bagian penis, terdiri dari:

a. Pars prostatika

Pars Prostatika panjangnya 2,5 cm bermula dari VU sampai

dasar pelvis dan diselubungi oleh prostat.

b. Pars Membrana

Pars Membrana berupa saluran berjalan melalui dasar pelvis

dan panjangnya 0,5 inchi (1,25 cm)

c. Pars Kavernosa

Pars Kavernosa berjalan melalui pertengahan pelvis dan

terbentang menuju bagian orivisium uretra.

Pars membran dan pars kavernosa pada uretra laki-laki juga

berfungsi sebagai saluran ekskresi dari sistem reproduksi.

B. Patologis

1. Nefrolithiasis (Batu Ginjal)


Jenis batu yang ditemukan dalam traktus urinarius umumnya

adalah kalsium oksalat, fosfat, tripelfosfat, asam urat, sistin, disertai

papilla yang megapur. Gambaran klinis batu di dalam traktus urinarius

bermacam-macam dapat berupa gambaran opak maupun looscent. Batu

kecil di dalam kalik tidak selalu memberikan keluhan, jadi dapat tanpa

gejala. Keluhan yang paling banyak bila batu berada di dalam ureter.

Batu parenkim ginjal merupakan klasifikasi jinak dalam ginjal.

Sedang yang patologi adalah parut ginjal dan klasifikasi abses, penyakit

granuloma tua, abses ginjal, atau hematoma.

Batu dalam kandung kencing dapat berbentuk di tempat atau

berasal dari ginjal masuk ke dalam kandung kencing, karena kandung

kencing berkontraksi untuk mengeluarkan air kencing maka batu akan

tertekan pada trigonum yang peka menyebabkan rasa yang sangat sakit,

biasanya terdapat sedikit hematuria dan infeksi yang sering menyertai

keadaan ini.

2. Hidronefrosis

Hidronefosis adalah dilatasipiala dan perifer ginjal pada satu atau

kedua ginjal akibat adanya obstruksi pada aliran normal urin mengalir

balik sehingga tekanan tekanan di ginjal meningkat (Smeltzer dan

Bare,2002).

3. Urolithiasis

Menurut (Toto Suharyanto dan Abdul Madjid,2009) urolithiasis

adalah suatu keadaan terbentuknya batu pada ginjal dan saluran kemih.

Batu dapat ditemukan disetiap bagian ginjal sampai ke kandung kemih


dan ukurannya bervariasi dari deposit granuler kecil, yang disebut pasir

atau kerikil, sampai batu sebesar kandung kemih yang berwarna orange.

Bahan-bahan yang dapatmenjadikan batu saluran kemih meliputi :

a. Kalsium fosfat atau oxalate

b. Purine derivative

c. Amonium fosfat magnesium (struvite)

d. Cystein

e. Obat atau racun (phenytoin, triamterene)

4. Colic Abdomen

Colic abdomen adalah rasa nyeri pada perut yang sifatnya hilang

dan timbul, bersumber dari organ yang tedapat pada rongga perut

(Abdomen). Yang mendasari hal ini adalah infeksi pada organ didalam

perut (mencreat, radang kandung empedu, dan radang kandung kemih),

sumbatan dari organ perut (batu empedu dan batu ginjal). Batu saluran

kencing merupakan penyakit yang sering terjadi, yang menimbulkan rasa

sakit hebat dan dapat berakibat kegagalan fungsi ginjal apabila tidak

mendapatkan penanganan yang cepat dan tuntas.

C. Ureterorenoscopy (URS)

Ureterorenoscopy merupakan kepanjangan dari URS. Ureterorenoscopy

merupakan kata bentukan dari Uretero (ureter) reno (ginjal, yang dimaksud

dalam hal ini adalah sistema pelvicokalix) dan scopein ( melihat). Dengan

kata kata yang lebih sederhana yaitu suatu tehnik untuk melihat traktus

urinanius ureter hingga ginjal.


Tindakan ini dilakukan dengan cara memasukkan alat biopsi melalui uretra

(saluran kencing di dalam penis atau saluran kencing wanita) hingga

memasuki kandung kencing. Kemudian di dalam kandung kencing dicari

muara ureter yang dimaksud (kanan atau kiri) dan kemudian disusuri keatas.

Tindakan URS sendiri merupakan tindakan diagnostik (untuk melihat dan

mencari penyakit). Tindakan ini juga dapat diikuti dengan tindakan untuk

terapi penyakit yang diketahui setelah tindakan ini, atau mengambil contoh

jaringan dari ureter atau di ginjal. Jika tindakan diikuti dengan memecahkan

batu dengan alat pemecah batu (litotripsi) maka disebut URS litotripsi. Jika

diikuti dengan biopsi ureter atau jaringan saluran kencing ginjal disebut

URS biopsi

Tindakan URS ini juga dapat menimbulkan komplikasi sebagi berikut :

1. Sepsis, yaitu suatu tindakan masuknya kuman kedalam aliran darah.

Gejala yang umumnya muncul adalah demam tinggi atau bisa juga suhu

tubuh sangat dingin, turunnya tekanan darah, denyut nadi yang sangat

cepat, hitung sel darah putih diats 10.000 atau kurang dari 4.000/mmk.

Sepsis oleh karena masalah di aliran kencing biasa disebut

urosepsis. Oleh karena itu tindakan ini diawali dengan pemberian

antibiotik.

2. Tercabutnya ureter dari ginjal atau kandung kencing

3. Terjadinya luka pada saluran kencing hingga sobek/berlubangnya

saluran kencing. Jika kondisi no 2, dan 3 terjadi, dapat diterapi dengan

pemasangan selang di dalam tubuh (DJ stent) dan jika sangat besar maka

diperlukan operasi terbuka. Seandainya ureter tidak dapat disambung,


maka ureter dapat diganti dengan usus. Jika masih tidak memungkinkan

maka akan dilakukan pengangkatan ginjal (nefrektomi).

D. Prosedur Pemeriksaan

1. Pengertian Intravena Pyelografi

Pemeriksaan BNO IVP adalah pemeriksaan secara radiology dari

saluran perkemihan dengan memasukkan media kontras positif secara

intra vena dengan tujuan untuk melihat anatomi, fungsi, dan kelainan lain

pada traktus urinarius.

2. Indikasi dan Kontra Indikasi

a. Indikasi

Indikasi Pemeriksaan radiologi pada pemeriksaan Intra Vena

Pielografi adalah sebagai berikut:

 Pembesaran prostat jinak

 Batu kandung kemih

 Radang ginjal

 Batu ginjal

 Hidronefrosis

 Penyakit ginjal polisistik

 Karsinoma sel ginjal

 Pielonefritis

 Vesico ureteral reflux

 Renal obstruction

 Renal hypertension

b. Kontra indikasi
Pemeriksaan Intra Vena Pielografi tidak dilakukan pada kelainan

kelainan sebagai berikut:

 Tumor ganas

 Hiperpensitif terhadap media kontras

 Penyakit hati atau liver

 Kegagalan jantung

 Anemia

 Kegagalan ginjal

 Penyakit kencing manis

 Pheochorocytoma

 Multiple myeloma

3. Persiapan pemeriksaan

a. Persiapan Pasien

Tahapan persiapan pasien yang harus dilakukan pasien antara lain

sebagai berikut:

 Sehari sebelum pemeriksaan, pasien harus makan makanan yang

tidak berserat (lembek), misalnya bubur kecap.

 Puasa makan minimal 6 jam sebelum pemeriksaan. Tidak boleh

sampai dehidrasi.

 Pasien diberikan 4 butir dulcolac tablet sekaligus 6 jam sebelum

pemeriksaan dan diberikan dulcolac suppositorial (1 butir) 2 jam

sebelum pemeriksaan.

 Puasa sampai dilakukan pemeriksaan radiografi.

 Tidak boleh banyak bicara dan merokok.


 Sebelum pasien naik ke meja pemeriksaan, pasien diminta untuk

miksi terlebih dahulu.

 Pasien diminta membawa air putih sebanyak 1 liter.

 Apabila pasien berasal dari ruang perawatan, sebaiknya sudah

terpasang abocath / venocath (untuk pemberian kontras media).

 Kepada pasien perlu diinformasikan :

1. Pemberian Informed consent yang berisi persetujuan pasien atau

keluarga pasien untuk dilakukannya tindakan pemeriksaan serta

efek samping yang dapat terjadi selama berlangsungnya

pemeriksaan.

2. Bahwa pemeriksaan ini, pasien akan diberikan obat kontras

media melalui penyuntikan pembuluh darah dan bila pasien

mempunyai riwayat alergi atau astma agar memberitahukan

kepada dokter / petugas radiologi sebelum dilakukan

pemeriksaan.

3. Pemeriksaan ini membutuhkan waktu yang cukup lama, jadi

pasien dimohon untuk bersabar

4. Selama pemeriksaan pasien berbaring diaats meja pemeriksaan

dengan pengambilan foto dilakukan beberapa kali.

5. Pasien agar menyertakan hasil pemeriksaan laboratorium untuk

mengetahui kadar ureum dan creatinin.

b. Persiapan Alat dan Bahan

Alat dan bahan unruk pemeriksaan intra vena pyelografi yang harus

dipersiapkan antar lain :


a) Pesawat Sinar X

b) Kaset dan film ukuran 35x43

c) Grid

d) Marker

e) Pengatur waktu

f) Media kontras

Pada pemeriksaan intra vena pyelografi perlu dipersiapkan alat

untuk memasukkan media kontras, terdiri alat bantu steril dan non steril.

Alat steril yang diperlukan antara lain :

a) Spuit 20cc

b) Kassa

c) Kapas alcohol

d) Infus set

Alat bantu non steril antara lain :

a) Bengkok

b) Plester

c) Sarung tangan

4. Media Kontras

Media kontras merupakan bahan yang dapat digunakan untuk

menampakkan struktur gambar suatu organ tubuh (baik anatomi maupun

fisiologi) dalam pereriksaan radiologi, dimana dengan foto polos biasa

organ tersebut kurang dapat di bedakan dengan jaringan sekitarnya

karena mempunyai densitas yang relative sama. Jenis bahan kontras

positif yang di gunakan untuk pemeriksaan traktus urinarius adalah jenis


water soluble sehingga dapat diekskresi bersama urine. Media kontras

yang sering digunakan adalah iopamiro, omnipaque, dan ultravist yang

memiliki osmolaritas rendah, karena semakin rendah tekanan

osmotiknya maka semakin bagus toleransi media kontras terhadap tubuh

dan bersifat non ionic, yaitu jika di suntikkan tidak terjadi ion interchange

diantara sel-sel tubuh dengan media kontras yang termasuk reaksi

terhadap media kontras seperti alergi, mual, muntah dan pusing

(Bontrager, 2014).

a. Pemasukan Media Kontras

Dapat dilakukan dengan cara drip infuse maupun bolus atau

injeksi langsung yaitu penyuntikan yang dilakukan dengan cara

memasukkan bahan kontras langsung dengan spuit ke dalam vena

maupun melalui karet infuse atau selang dengan menggunakan wing

needle.

E. Teknik Pemeriksaan

1. Foto Polos Abdomen

Gambar 2.4 Posisi Pasien BNO Polos (Bontrager. 2014.)


Tujuan pemotretan adalah untuk melihat persiapan dari penderita,

apakah usus sudah bebas dari udara dan fekal. Kelainan-kelainan anatomi

pada organ saluran kemih dan untuk menentukan factor eksposi pada

pengambilan radiograf selanjutnya. Teknik pemotretan adalah sebagai

berikut :

a. Posisi pasien

Berbaring terlentang di atas meja pemeriksaan, kedua lengan di

samping tubuh.

b. Posisi objek

Atur pasien sehingga Mid Sagital Plane berada di tengah meja

pemeriksaan

c. Kaset

Ukuran 35 cm x 43 cm diatur memanjang sejajar tubuh dengan batas

atas kaset pada proccecus xypoideus dan batas bawah pada sympisis

pubis.

d. Pengaturan sinar dan eksposi

1. Central Ray (CR) : Vertikal tegak lurus terhadap kaset

2. Central Point (CP) : Pada Mid Sagital Plane tubuh

setinggi garis yang menghubungkan crista iliaca kanan dan kiri.

3. FFD : 100 cm

4. Eksposi : Dilakukan pada saat ekspirasi dan

tahan nafas.

e. Kriteria Radiograf
Gambar 2.5 Hasil Radiograf BNO Polos

(Bontrager, 2014)

Dapat menampakkan organ abdomen secara keseluruhan,

tidak tampak pergerakan tubuh, kedua Krista illiaka simetris kanan

dan kiri, gambaran vertebra tampak dipertengahan radiograf,

gambaran abdomen bersih tanpa adanya feses maupun udara.

2. Foto 5 Menit Post Kontras

Gambar 2.6 Posisi Pasien 5 menit post-kontras (Bontrager.

2014.)

Tujuan pemotretan ini adalah untuk melihat fungsi ginjal dan

untuk melihat pengisian media kontras pada pelviocalises. Kompresi


ureter berfungsi menahan media kontras tetap pada system pelvic calyses

dan ureter bagian proximal.

a. Posisi Pasien

Berbaring terlentang di atas meja pemeriksaan, kedua lengan di

samping tubuh.

b. Posisi Objek

Batas atas processus xypoideus dan batas bawah crista iliaca.

c. Kaset

Ukuran 24 cm x 30 cm diatur melintang tubuh.

d. Pengaturan sinar dan eksposi

1. Central Ray (CR) : Vertikal tegak lurus terhadap kaset

2. Central Point (CP): Pada Mid Sagital Plane tubuh setinggi cm

di atas crista illiaka.

3. FFD : 100 cm

4. Eksposi : Di lakukan pada saat ekspirasi dan tahan

nafas.

e. Kriteria Radiograf

Dapat menampakkan kontur ginjal yang menampakkan media

kontras
Gambar 2.7 Hasil Radiograf Foto 5 menit (Bontrager, 2014)

3. Foto 15 Menit Post Kontras

Gambar 2.8 posisi pasien 15 menit post kontras (Bontrager, 2014)

Tujuan pemotretan untuk melihat pengisian media kontras pada

ureter, proyeksi pemeriksaannya adalah sebagai berikut :

a. Posisi pasien

Berbaring terlentang di atas meja pemeriksaan, kedua tangan di atas

dada.

b. Posisi Objek
Mengatur pasien sehingga Mid Sagital Plane berada di tengah

mejapemeriksaan.

c. Kaset

Ukuran 35 cm x 43 cm diatur memanjang sejajar tubuh dengan batas

atas kaset pada proccecus xypoideus dan batas bawah pada sympisis

pubis.

d. Pengaturan sinar dan eksposi

1. Central Ray (CR) : Vertikal tegak lurus kaset

2. Central Point (CP) : Pada Mid Sagital Plane tubuh

setinggi garis yang menghubungkan crista iliaca kanan dan

kiri.

3. FFD : 100 cm

4. Eksposi : Dilakukan pada saat ekspirasi dan

tahan nafas

e. Kriteria Radiograf

Dapat menampakkan media kontras mengisi kedua ureter


Gambar 2.9 Hasil Radiograf 15 menit post kontras

(Bontrager,2014)

4. Foto 30 Menit Post Kontras

Gambar 3.0 posisi pasien 30 menit post kontras (Bontrager,2014)

Tujuan pemotretan untuk melihat pengisian ureter dan kandung

kencing. Teknik pemeriksaannya adalah sebagai berikut:

a. Posisi pasien

Berbaring terlentang di atas meja pemeriksaan, kedua tangan di

dada.

b. Posisi objek

Mengatur pasien sehingga Mid Sagital Plane di tengah meja

pemeriksaan.

c. Kaset

Ukuran 35cm x 43cm diatur memanjang sejajar tubuh dengan batas

atas kaset pada proccecus xypoideus dan batas bawah pada sympisis

pubis.

d. Pengaturan sinar dan eksposi


1. Central Ray (CR) : Vertikal tegak lurus kaset

2. Central Point (CP) : Pada Mid Sagital Plane tubuh setinggi garis

yang menghubungkan Krista illiaka kanan dan kiri

3. FFD : 100cm

4. Eksposi : Dilakukan saat ekspirasi tahan nafas.

e. Kriteria Radiograf

Gambar 3.1 Hasil Radiograf 30 post kontras (Frank, 2012)

Batas bawah sympisis pubis terlihat jelas dalam foto harus

simetris, tampak kontras mengisi ureter hingga vesica urinaria.

Apabila pada pengambilan radiograf tujuan pengambilan foto belum

terpenuhi maka dibuat radiograf 60 menit, 90 menit, 120 menit.

Apabila diperlukan maka dibuat proyeksi oblik terutama untuk kasus

prostat hipertrofi.

5. Foto Post Miksi


Gambar 3.2 posisi pasien post miksi (Bontrager, 2014)

Tujuan dari pembuatan foto post miksi adalah untuk menilai

kemampuan dan daya kontraksi dari kandung kemih setelah media

kontras dikeluarkan. Apabila pada foto 30 menit kandung kemih sudah

terisi penuh media kontras, dan sesudah diberikan proyeksi tambahan

tertentu, maka pasien dipersilahkan buang air terlebih dahulu,

dilanjutkan foto post miksi, namun apabila pada foto 45 menit kandung

kemih belum terisi penuh dengan media kontras maka perlu ditunggu

untuk foto 1 jam, 2 jam dan seterusnya. Teknik pemeriksaannya adalah

sebagai berikut:

a. Posisi Pasien

Berdiri tegak atau supine dengan kedua tangan di samping tubuh.

b. Posisi Objek

Mengatur Mid Sagital Pline berada di tengah meja pemeriksaan

c. Kaset
Ukuran 35cm x 43cm diatur memanjang sejajar tubuh dengan batas

atas kaset pada processus xypoideus dan batas bawah pada sympisis

pubis.

d. Pengaturan sinar dan eksposi

1. Central Ray (CR) : Vertikal tegak lurus terhadap pasien

2. Central Point (CP): pada Mid Sagital Plane tubuh sehingga

menghubungkan krista illiaka kanan dan kiri.

3. FFD : 100 cm

4. Eksposi : Dilakukan pada saat ekspirasi dan tahan

nafas.

e. Kriteria Radiograf

Gambar 3.3 Hasil Radiograf post miksi (Bontrager,2014)

Tampak batas atas vertebra thorakal XII, batas bawah sympisis

pubis terlihat jelas tanpa terpotong. Tampak vesika urinaria yang

terisi residu urine.

F. Proteksi Radiasi
1. Menurut dr. Mardiatmo (2008), dalam Prosedur Tetap mengenai Proteksi

Radiasi Terhadap Pasien, antara lain :

a) Pemeriksaan radiologi hanya bisa dikerjakan atas perintah dokter.

b) Menghindari pengulangan dalam pembuatan foto.

c) Membuat batasan atau mengatur kolimator sedemikian rupa

sehingga sedikit terjadi hamburan sinar radiasi.

d) Menggunakan proteksi atau apron untuk pasien, misal proteksi

untuk gonad, dan lain-lain.

e) Menghindari pemeriksaan bagi wanita hamil, kalau terlalu di

butuhkan.

f) Apabila pemeriksaan sangat di butuhkan kepada penderita yang

sedang hamil maka bagian janin atau perut harus ditutup dengan

load, sehingga janin terhindar dari radiasi.

2. Menurut dr. Mardiatmo (2008), dalam Prosedur Tetap mengenai Proteksi

Radiasi Terhadap Lingkungan, antara lain :

a) Penempatan sinar-X harus ditempatkan di ruang yang kedap

radiasi.

b) Tidak ada bocoran radiasi yang keluar dari ruangan pesawat

sinar-x baik lewat tembok maupun pintu.

c) Memberi tanda di setiap pintu masuk maupun pintu keluar dari

ruangan pesawat sinar-x baik lewat tembok maupun pintu.

d) Member tanda yang bisa dibaca oleh umum bahwa ruangan

tersebut adalah daerah radiasi.


e) Memberi instruksi kepada pengantar pasien agar tidak ikut masuk

ke dalam ruang pemeriksaan.

3. Proteksi radiasi terhadap petugas radiasi

a) Petugas selalu menjaga jarak dengan sumber radiasi saat

bertugas.

b) Selalu berlindung dibalik tabir oteksi sewaktu melakukan

eksposi.

c) Jika tidak diperlukan, petugas sebaiknya tidak berada di area

penyinaran.

d) Jangan mengarahkan tube sinar-x ke arah petugas.

Petugas menggunakan alat ukur radiasi personal (film badge) sewaktu

bertugas yang setiap bulan dikirimkan ke BPFK (Badan Pengaman Fasilitas

Kesehatan) guna memonitor dosis radiasi yang diterima oleh petugas.

Anda mungkin juga menyukai