Anda di halaman 1dari 14

Rehabilitasi Lahan Kritis Berbasis…(Gerson ND.

Njurumana)

REHABILITASI LAHAN KRITIS BERBASIS AGROSYLVOPASTUR


DI TIMOR DAN SUMBA, NUSA TENGGARA TIMUR
(Critical Land Rehabilitation Approach Based Upon Agrosylvopasture
In Timor and Sumba, East Nusa Tenggara)*)
Oleh/By:
Gerson ND. Njurumana1
Balai Penelitian Kehutanan Kupang
Jalan Untung Surapati No. 7 (belakang) PO. BOX. 69, Kupang 85115 Telp. (0380) 823357
Fax. (0380) 831068 e-mail : aisuli@yahoo.com
1
email : njurumana@yahoo.co.id
*) Diterima : 29 Agustus 2007; Disetujui : 21 Juli 2008

ABSTRACT
Critical land rehabilitation in Timor and Sumba experienced heavy challenges because of various basic
problems, which are very-multidimensional. Population growth, poverty, limitation of job oppurtunities, its
high dependency upon dry land agriculture and cattle adding livestock are some of the problems faced by
the community. The effect of this dependency cause the high rate of land degradation, so that the approach
of land rehabilitation must be carried out holistically and should be directed to respond the various basic
problems, which are very multi-dimensional. Critical land rehabilitation in Timor and Sumba needs a
special approach through integration all various component, which are influential to each other through
the availability of land use, which in turn will increase the communities income perpetually. Land
rehabilitation through the diversification of incomes is very much needed based on the consideration that
the community in Timor and Sumba consist of 81% farmers. Their lives depend on agriculture sector,
forestry, gardening’s, cattle rising and fishery. Apreciation various local initiatives in utilization of the
forestry resources, land and cattle are parts of whole integrated strategy of rehabilitation through the
strengthening and promotion of agrosylvopasture model which is already developed in the community, so
that the land rehabilitation can be carried out effectively.
Key words : Land rehabilitation, agrosylvopasture, income, integration

ABSTRAK
Rehabilitasi lahan kritis di Timor dan Sumba mengalami tantangan berat karena keragaman persoalan dasar
yang sangat multidimensional. Pertumbuhan penduduk, kemiskinan, keterbatasan alternatif lapangan kerja,
tingkat ketergantungannya terhadap pertanian lahan kering dan hewan ternak yang tinggi merupakan
sebagian kecil persoalan yang dihadapi oleh masyarakat. Dampak dari ketergantungan tersebut
menyebabkan laju percepatan lahan kritis sangat tinggi, pendekatan rehabilitasi lahan harus dilakukan secara
terpadu dan diarahkan untuk menjawab keragaman persoalan yang sangat multidimensi. Rehabilitasi lahan
kritis di Timor dan Sumba memerlukan pola pendekatan yang lebih spesifik dengan mengintegrasikan
berbagai komponen yang saling mempengaruhi melalui tersedianya alternatif pemanfaatan lahan yang
memberikan dampak terhadap peningkatan pendapatan masyarakat secara berkelanjutan. Rehabilitasi lahan
melalui diversifikasi pendapatan sangat diperlukan dengan pertimbangan bahwa 81% masyarakat di Timor
dan Sumba adalah petani yang menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian, kehutanan, perkebunan,
peternakan, dan perikanan. Apresiasi terhadap berbagai inisiatif lokal dalam memanfaatkan sumberdaya
hutan, lahan, dan ternak menjadi bagian integral dari strategi rehabilitasi melalui penguatan dan
pemberdayaan terhadap model-model agrosylvopasture yang sudah berkembang dalam masyarakat, dalam
bentuk rehabilitasi yang telah ada agrosylvopasture (berupa sistem amarasi, kaliwu, mamar, dan sistem
perkarangan), sehingga rehabilitasi lahan dapat dilaksanakan secara sinergis dengan memulai dari potensi
yang sudah terbangun dalam masyarakat.
Kata kunci : Rehabilitasi lahan, agrosylvopasture, pendapatan, keterpaduan

99
Info Hutan Vol. V No. 2 : 99-112, 2008

I. PENDAHULUAN jakan yang kurang mempertimbangkan


kelestarian lahan dan hutan. Faktor pe-
Kerusakan hutan dan lahan di Nusa
nyebab degradasi lahan cukup kompleks,
Tenggara Timur (NTT) mengalami pe-
ningkatan yang sangat serius. Berdasar- maka penanganannya perlu dilakukan se-
cara komprehensif dengan mengakomo-
kan data hasil citra landsat tahun 2004,
dir berbagai pihak beserta modal sosial,
lahan kritis di NTT telah mencapai
budaya, dan kearifan lokalnya dalam me-
2.195.756 ha atau 46% dari luas wilayah
manfaatkan lingkungan dan sumberdaya
sebesar 4.735.000 ha. Indikasi ini diper-
alam. Inisiatif lokal dalam pengelolaan
kuat oleh laju kehilangan hutan di Pulau
hutan, tanah dan air yang tumbuh dari
Sumba rata-rata 6.000 ha/tahun, sehingga
masyarakat dalam berbagai ragam, corak
tutupan hutan saat ini tinggal 7% (Kin-
dan kearifannya perlu menjadi alternatif
naird et al., 2003). Sedangkan di Timor
pertimbangan untuk dikembangkan seba-
Barat, degradasi lahan mengalami perce-
gai salah satu model pendekatan rehabili-
patan yang diindikasikan oleh meningkat-
tasi lahan. Ekologi masyarakat Timor dan
nya lahan kritis pada wilayah DAS Bena-
Sumba memiliki keterkaitan yang sangat
in Noelmina. Mengacu pada perbanding-
erat dengan inisiatif lokal dalam pengelo-
an hasil intrepretasi foto udara tahun
laan sumberdaya lahan berbasis agrosil-
1981 dengan hasil citra landsat tahun
vopasture. Tidak mengherankan bila ba-
2004, dalam 22 tahun terakhir terjadi pe-
nyak dijumpai inisiatif lokal dalam ma-
ningkatan lahan kritis pada DAS Benain
syarakat yang berupaya memadukan ke-
sebesar 255.960 ha dengan rata-rata
giatan pertanian, peternakan, dan kehu-
11.635 ha/tahun sedangkan pada DAS
tanan dengan beragam keunggulan dan
Noelmina mencapai 50.603 ha dengan ra-
kelemahan yang mengikuti dan me-
ta-rata sebesar 2.300 ha/tahun, sehingga
nyertainya.
hutan yang masih ada di DAS Noelmina
seluas 22.460 ha diperkirakan akan habis
pada tahun 2013 (Prastowo et al., 2006). II. METODOLOGI
Data di atas sejalan dengan informasi A. Lokasi dan Waktu Penelitian
dari Hutabarat (2006), bahwa rata-rata la-
ju peningkatan lahan kritis di NTT sela- Penelitian dilaksanakan di Pulau
ma 20 tahun terakhir mencapai 15.163,65 Sumba, meliputi Kabupaten Sumba Barat
ha/tahun. Sedangkan kemampuan peme- dan Sumba Timur. Sedangkan di Pulau
rintah melaksanakan rehabilitasi hanya Timor, kegiatan penelitian meliputi Ka-
3.615 ha/tahun, sehingga deviasi antara bupaten Kupang, Kabupaten Timor Te-
laju degradasi dan upaya penanaman ngah Selatan, Kabupaten Timor Tengah
mencapai 4 : 1. Deviasi akan meningkat Utara, dan Kabupaten Belu. Kegiatan pe-
tajam menjadi 8 : 1, apabila persentase nelitian dilaksanakan pada tahun 2006.
tumbuh tanaman hanya mencapai 50% B. Bahan dan Alat
dari jumlah yang ditanam. Indikasi ter-
sebut telah lama disinyalir oleh Suriami- Bahan dan peralatan yang digunakan
hardja (1990) bahwa kegiatan pembakar- adalah tally sheet, kamera, alat tulis-me-
an vegetasi di NTT mencapai 1.000.000 nulis, perangkat komputer, peta adminis-
ha/tahun padang rumput dan 100.000 ha/ trasi, peta penutupan lahan, peta jenis ta-
tahun hutan sekunder. nah, peta kelas lereng, peta curah hujan,
peta lahan kritis, dan peta tingkat bahaya
Peningkatan lahan kritis dan terdegra-
erosi.
dasi merupakan kesatuan yang bersifat si-
multan antara kondisi biofisik, sosial eko-
C. Metode Penelitian
nomi dan budaya yang berkaitan dengan
pemanfaatan lahan sebagai faktor pro- Metode yang digunakan dalam pene-
duksi utama di samping penerapan kebi- litian ini adalah secara deskriptif dengan
100
Rehabilitasi Lahan Kritis Berbasis…(Gerson ND. Njurumana)

teknik observasi, tabulasi, dan valuasi da- III. HASIL DAN PEMBAHASAN
ta. Kajian terhadap aspek sumberdaya la-
han difokuskan pada konsistensi dan sin- A. Keadaan Ekologi dan Biofisik
kronisasi tata guna lahan terhadap peru-
1. Keadaan Iklim
bahan penutupan/pemanfaatan lahan de-
ngan mengacu pada rencana tata ruang Nusa Tenggara Timur mempunyai ti-
yang telah ada. Konsistensi pemanfaatan pe iklim B-F menurut Schmidt dan Fer-
sumberdaya lahan di Timor dan Sumba guson (1951) dengan curah hujan rata-ra-
diarahkan untuk mengetahui terjadinya ta antara 500-3.000 mm/tahun, jumlah
perubahan tata guna lahan dan faktor-fak- hari hujan 30-130 hari/tahun, suhu mak-
tor penyebab, termasuk review hasil-hasil simum rata-rata tahunan 31,60C dan suhu
penelitian terkait dengan erosi, sedimen- minimum 21,50C. Wilayah ini dicirikan
tasi, longsor, dan lahan kritis. dengan musim hujan yang sangat pendek,
Data yang dikumpulkan terdiri atas yaitu 1-3 bulan dalam setahun. Informasi
data sekunder, meliputi data dan informa- iklim secara umum dapat digambarkan
si tentang isu dan kerusakan lingkungan oleh regim kelengasan dan regim termal.
yang diperoleh melalui pengumpulan da- Regim kelengasan dicirikan oleh variasi
ta citra satelit, observasi lapang, data sta- curah hujan sedangkan regim termal teru-
tistik, pengamatan dan penelitian dari in- tama dicirikan oleh variasi suhu udara.
stansi terkait. Data yang dikumpulkan Interaksi kedua faktor iklim ini menentu-
berkaitan dengan kondisi dan isu keru- kan status kelembaban udara dan sebagai
sakan sumberdaya lahan pada Pulau Ti- ukuran tingkat kebutuhan air untuk me-
mor dan Sumba, meliputi aspek lahan dan menuhi defisit kelembaban udara dari la-
sumberdaya mineral, pertanian, perke- han bervegetasi atau permukaan air (da-
bunan, peternakan, kehutanan, dan sum- nau atau waduk), yaitu laju evapotranspi-
berdaya air. Data tersebut diperoleh dari rasi, yang sepenuhnya ditentukan oleh
instansi terkait, di antaranya adalah Ke- ketersediaan energi surya, ketersediaan
hutanan, Dinas Pekerjaan Umum, Bappe- air untuk diuapkan serta defisit tekanan
da, dan Bapedalda. uap air.
Analisis data dilakukan dengan pen- 2. Keadaan dan Penyebaran Lahan
dekatan analisis spasial (sistem informasi Pulau Timor dan Sumba memiliki ke-
geografis - SIG), archview 3.3, analisa ragaman formasi lahan yang cukup ting-
citra landsat ETM +7, analisis data kuan- gi, yang didominasi oleh daerah pegu-
titatif (tabulasi silang), dan analisis data nungan, daerah perbukitan, teras dan da-
kualitatif (analisis deskriptif). taran, seperti terlihat pada Tabel 1.

Tabel (Table) 1. Penyebaran lahan di Timor dan Sumba (Distribution of lands in Timor and Sumba)
Pulau Timor Pulau Sumba
Nomor Bentuk lahan
(Timor island) (Sumba island)
(Numbers) (Land type)
Luas (ha) % Luas (ha) %
1 Pantai 11.494 0,77 31.427 2,84
2 Rawa 15.233 1,01 6.809 0,62
3 Dataran alluvial 83.135 5,50 8.184 0,74
4 Jalur meander 20.736 1,37 7.587 0,69
5 Lembah alluvial 32.106 2,12 14.857 1,34
6 Kipas dan rawa 0,00 0,00 0,00 0,00
7 Teras 290.271 19,21 273.394 24,74
8 Dataran 53.329 3,53 173.291 15,68
9 Kipas dan lahar 17.208 1,14 366 0,03
10 Perbukitan 381.512 25,23 417.989 37,82
11 Pegunungan 606.605 40,12 171.336 15,50
Jumlah 1.512.079 100,00 1.105.240 100,00
Sumber (Source) : Anonimous (Anonymous) (2005)

101
Info Hutan Vol. V No. 2 : 99-112, 2008

Keadaan lahan yang dominan seperti baik pertanian, perkebunan, peternakan,


pada Tabel 1 memerlukan kehati-hatian dan penggembalaan liar.
dalam pengelolaannya, terutama dalam
4. Keadaan dan Penyebaran Tanah
usaha budidaya tanaman pangan. Ancam-
an kerusakan berupa erosi, sedimentasi, Distribusi jenis tanah untuk Pulau Ti-
dan pencucian unsur hara sangat tinggi mor didominasi oleh kambisol kemudian
terutama pada musim hujan. renzina setelah itu alluvial. Sedangkan
Pulau Sumba didominasi oleh renzina se-
3. Keadaan dan Penyebaran Lereng telah itu kambisol kemudian alluvial (Ta-
Dari aspek kelerengan, ekologi biofi- bel 3).
sik Pulau Timor dan Sumba sangat ber- Untuk mengefektifkan pengelolaan
variasi, seperti terlihat pada Tabel 2. lahan secara berkelanjutan, maka pema-
Berdasarkan data pada Tabel 2, untuk haman terhadap sifat-sifat fisik, kimia,
wilayah Timor didominasi oleh tingkat dan biologis dari setiap jenis tanah sangat
kelerengan antara 26-40 persen sedang- penting, sehingga pola pengelolaannya
kan untuk wilayah Sumba didominasi dapat disesuaikan berdasarkan tipologi
oleh tingkat kelerengan 41-60 persen. dan tingkat kerentanan sifat tanah terha-
Kondisi kelerengan tinggi memerlukan dap pemanfaatannya serta penentuan tek-
kehati-hatian dalam pemanfaatan dan pe- nologi konservasi tanah dan air yang di-
ngelolaan lahan untuk berbagai kegiatan, perlukan.

Tabel (Table) 2. Keadaan dan penyebaran lereng di Timor dan Sumba (Condition and distribution of
landslope in Timor and Sumba)
Pulau Timor Pulau Sumba
Nomor Kelerengan
(Timor island) (Sumba island)
(Numbers) (Land slope) (%)
Luas (ha) % Luas (ha) %
1 0 s/d 2 192.553 12,73 68.864 6,23
2 3 s/d 8 39.234 2,59 242.093 21,90
3 9 s/d 15 129.045 8,53 33.444 3,04
4 16 s/d 25 231.621 15,32 114.624 10,37
5 26 s/d 40 739.196 48,89 122.504 11,08
6 41 s/d 60 86.640 5,74 512.775 46,39
7 Di atas 60 93.790 6,20 10.936 0,99
Jumlah 1.512.079 100,00 1.105.240 100,00
Sumber (Source) : Anonimous (Anonymous) (2005)

Tabel (Table) 3. Penyebaran jenis tanah di Timor dan Sumba (Distribution of soil types in Timor and
Sumba)
Pulau Timor Pulau Sumba
Nomor Jenis tanah
(Timor island) (Sumba island)
(Numbers) (Soil types)
Luas (ha) % Luas (ha) %
1 Alluvial 169.550 11,21 37.757 3,42
2 Regosol 11.494 0,76 31.427 2,84
3 Renzina 242.761 16,05 500.651 45,30
4 Podsolik 16.702 1,10 21.327 1,93
5 Kambisol 986.914 65,27 479.068 43,35
6 Andosol 845 0,06 46 0,00
7 Grumosol 30.941 2,05 0,00 0,00
8 Latosol 18.099 1,20 28.591 2,59
9 Mediteran 34.773 2,30 6.373 0,58
Jumlah 1.512.079 100,00 1.105.240 100,00
Sumber (Source) : Anonimous (Anonymous) (2005)

102
Rehabilitasi Lahan Kritis Berbasis…(Gerson ND. Njurumana)

5. Keadaan Penutupan Lahan tipologi persoalan yang multidimensio-


nal, di antaranya adalah kebijakan, ke-
Penutupan vegetasi lahan di Timor di-
miskinan, iklim, produktivitas lahan yang
dominasi oleh semak belukar, kemudian
awan setelah itu hutan kering lahan se- rendah, alternatif dan akses usaha yang
sangat terbatas serta kesadaran masyara-
kunder, pertanian lahan kering campuran,
kat yang masih terbatas mengenai kehi-
savana, dan pertanian lahan kering. Ke-
dupan dan lingkungannya.
mudian untuk Pulau Sumba, penutupan
lahan didominasi oleh semak belukar ke- 1. Kebijakan
mudian savana, hutan lahan kering pri- Dari aspek kebijakan, pendekatan re-
mer, hutan lahan kering sekunder, perta- habilitasi lahan dengan kondisi tempat
nian lahan kering, dan pertanian lahan ke- tumbuh/tapak seperti Timor dan Sumba
ring campuran, seperti terlihat pada Tabel memerlukan pendekatan yang khusus,
4. terutama dari segi efektivitas waktu, se-
Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa hingga rehabilitasi dapat dilakukan tepat
pola-pola pertanian lahan kering campur-
waktu, tepat sasaran, dan sesuai dengan
an (agrosylvopasture tradisional), baik di karakteristik iklim wilayah setempat. Per-
Timor maupun di Sumba sudah berkem- soalannya, setiap kebijakan penanaman
bang lama dalam masyarakat. Pengalam- dalam rehabilitasi hutan tidak memperha-
an yang sudah ada di masyarakat merupa- tikan ciri khas iklim dan cuaca yang men-
kan salah satu peluang untuk memberda- jadi faktor utama dalam mendukung per-
yakan pola-pola lokal dalam mendukung tumbuhan tanaman. Sistem penganggaran
kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan serta dan dukungan tersedianya dana selalu
diversifikasi pendapatan, sehingga pende-
mengalami keterlambatan, sehingga un-
katan rehabilitasi lahan dapat dilakukan tuk kondisi wilayah semi arid yang bulan
dengan memanfaatkan potensi setempat. basahnya berkisar antara 3-4 bulan, akan
menjadi persoalan serius untuk melaksa-
B. Permasalahan yang Dijumpai nakan kegiatan persiapan dan penanaman
Rehabilitasi hutan dan lahan di wila- di lapangan.
yah Timor dan Sumba dihadapkan pada

Tabel (Table) 4. Penutupan lahan di Timor dan Sumba (Land coverage in Timor and Sumba)
Pulau Timor Pulau Sumba
Nomor Tipe penutupan
(Timor island) (Sumba island)
(Numbers) (Coverage types)
Luas (ha) % Luas (ha) %
1 Awan 311.060 20,57 6.334 0,57
2 Belukar rawa 667 0,04 0 0,00
3 Hutan lahan kering primer 46 0,00 77.743 7,03
4 Hutan lahan kering sekunder 184.198 12,18 76.718 6,94
5 Hutan mangrove primer 4.419 0,36 1.526 0,14
6 Hutan mangrove sekunder 4.928 0,33 10 0,00
7 Pemukiman 5.665 0,37 3.429 0,31
8 Perkebunan 2.641 0,17 0,00 0,00
9 Pertanian lahan kering 70.715 4,68 73.485 6,65
10 Pertanian lahan kering campuran 112.826 7,46 36.394 3,29
11 Rawa 4.902 0,32 2.098 0,19
12 Savana 102.811 6,80 190.123 17,20
13 Sawah 2.392 0,16 1.425 0,13
14 Semak belukar 673.533 44,54 626.547 56,69
15 Tambak 277 0,02 0,00 0,00
16 Tanah terbuka 23.019 1,52 9.415 0,85
17 Tubuh air 6.921 0,46 23 0,00
Jumlah 1.512.079 100,00 1.105.240 100,00
Sumber (Source) : Anonimous (Anonymous) (2005)

103
Info Hutan Vol. V No. 2 : 99-112, 2008

Pendekatan rehabilitasi lahan lebih sebagai petani, peternak, petambak, dan


banyak pada pertanggungjawaban kuanti- usaha-usaha lain yang memungkinkan.
tatif-administratif sedangkan aspek kuali- Curah hujan merupakan salah satu faktor
tas masih lemah. Oleh karena itu, untuk kunci dalam sistem pertanian lahan ke-
daerah semi arid perlu reformasi kebi- ring, terutama oleh masyarakat di wila-
jakan dan sistem penganggaran agar lebih yah semi arid (Campbell et al., 2002). Se-
disesuaikan dengan kondisi iklim dan tu- kalipun alternatif mata pencaharian pen-
juan pencapaian kualitas dan kuantitas duduk cukup beragam di antara berbagai
kegiatan. Reformasi kebijakan juga harus profesi tersebut di atas, namun berdasar-
diarahkan dalam rangka memberikan al- kan data yang ada tidak membawa peru-
ternatif pendapatan melalui diversifikasi bahan signifikan dalam memperbaiki ke-
produk dan usaha dalam rehabilitasi hu- sejahteraan masyarakat. Berdasarkan kla-
tan dan lahan. Selama persoalan dasar sifikasi pendapatan bulanan, sebanyak
masyarakat yang terkait dengan kebutuh- 84,39% (Timor) dan 94,09% (Sumba)
an primer dalam waktu pendek tidak ter- masyarakat memiliki pendapatan lebih
akomodir dalam rehabilitasi hutan dan la- kecil dari Rp 200.000,-/bulan (Anoni-
han, maka harapan untuk membangkitkan mous, 2005).
partisipasi masyarakat masih sangat sulit
b. Peternakan
dilakukan.
Aspek peternakan juga merupakan sa-
2. Sosial Ekonomi dan Budaya lah satu alternatif usaha yang dilakukan
Aspek sosial ekonomi memainkan pe- masyarakat. Ternak tidak saja diperun-
ran penting dalam rehabilitasi lahan. Ke- tukkan bagi kepentingan pendapatan, te-
keliruan dalam menemu-kenali peluang tapi merupakan simbol status sosial, se-
dan tantangan sosial, ekonomi dan buda- hingga jumlah ternak yang dimiliki sa-
ya dalam masyarakat, maka harapan un- ngat menentukan status sosial seseorang
tuk keberhasilan rehabilitasi hutan dan la- dalam komunitasnya. Persoalan yang di-
han menjadi sulit tercapai. Sehubungan hadapi dalam budidaya ternak adalah ke-
dengan aspek sosial, ekonomi dan budaya tersediaan pakan, terutama pada musim-
beberapa potret persoalan yang dihadapi musim kering masyarakat sangat kesu-
masyarakat, adalah sebagai berikut : litan memperoleh pakan ternak.
Dari populasi ternak besar yang ada di
a. Mata Pencaharian
Timor pada tahun 2004 sebanyak
Sebanyak 81% masyarakat di Timor 428.089 ekor, sebanyak 92,35% adalah
dan Sumba adalah petani yang menggan- ternak sapi, kemudian ternak kuda seba-
tungkan hidupnya pada sektor pertanian, nyak 5,16%, dan ternak kerbau sebanyak
kehutanan, perkebunan, peternakan, dan 2,49%. Untuk ternak kecil sebanyak
perikanan sedangkan daya dukung lahan 648.739 ekor, ternak babi merupakan ter-
sangat rendah, sehingga upaya untuk nak yang sangat dominan mencapai 74,88
membangun perekonomian masyarakat %, kemudian ternak kambing sebanyak
melalui sektor pertanian mengalami tan- 20,49%, dan ternak domba sebanyak 4,63
tangan yang sangat berat dan peluang un- % (Anonimous, 2005). Demikian halnya
tuk pemanfaatan sumberdaya alam secara dengan ternak unggas, jumlah ternak
tidak bertanggungjawab diproyeksikan unggas di Timor mencapai 4.184.703
meningkat. ekor dengan rincian sebanyak 85,83%
Kondisi iklim semi arid yang relatif adalah jenis ayam kampung, 12,81% ada-
kurang mendukung mendorong masyara- lah ayam ras, dan 1,36% adalah jenis itik.
kat memiliki aneka ragam profesi atau se- Demikian juga di Pulau Sumba, populasi
ring disebut sebagai petani polipalen, ka- ternak besar sebanyak 154.726 ekor yang
rena secara bersamaan dapat berprofesi didominasi oleh kerbau sebanyak

104
Rehabilitasi Lahan Kritis Berbasis…(Gerson ND. Njurumana)

42,24%, ternak sapi sebanyak 29,58%, di bawah Rp 200.000,-/bulan (Anoni-


dan ternak kuda sebanyak 28,18%. Untuk mous, 2005). Dengan pendapatan yang
ternak kecil memiliki populasi sebanyak sangat terbatas, maka daya beli masyara-
127.792 ekor dengan rincian sebanyak kat terhadap bahan bakar sangat kecil, se-
64,54% adalah ternak babi, kemudian se- hingga tingkat ketergantungan terhadap
banyak 34,77% adalah ternak kambing, bahan bakar kayu masih sangat tinggi dan
dan sebanyak 0,70% adalah ternak dom- aktivitas pengambilan kayu akan terus
ba. Sedangkan ternak unggas dengan po- berlangsung.
pulasi sebanyak 1.098.426 ekor didomi- Mengacu pada hasil survei yang dila-
nasi oleh ayam kampung sebanyak 99,57 kukan Riwu Kaho (2005) menggambar-
% dan itik sebanyak 0,43% (Anonimous, kan tingkat kebutuhan kayu bakar pendu-
2005). duk di Timor Barat rata-rata mencapai
Mengacu pada angka-angka jumlah 142 m3/KK/tahun. Dengan asumsi sedi-
ternak di atas, dapat diperkirakan bahwa kitnya 50% dari jumlah kepala keluarga
tekanan ternak terhadap sumberdaya la- (KK) di Timor Barat sebanyak 347.563
han untuk kebutuhan hijauan makanan KK memiliki ketergantungan terhadap
ternak sangat tinggi. Berdasarkan hasil kayu bakar, dapat diperkirakan kebutuh-
analisis kebutuhan pakan untuk setiap je- an kayu bakar mencapai sedikitnya
nis ternak, diketahui bahwa kebutuhan 24.677.044 m3/tahun. Sedangkan kebu-
pakan ternak sapi di Timor Barat menca- tuhan kayu bakar di Sumba dengan jum-
pai 11.306 ton/hari dan 4.111.401 ton/ta- lah KK sebanyak 110.112 KK, maka de-
hun dan ternak kambing mencapai 545 ngan asumsi pengguna sebanyak 50% da-
ton/hari dan sebanyak 212.710 ton/tahun ri jumlah KK, maka kebutuhan kayu ba-
sedangkan untuk ternak kerbau di Pulau kar mencapai 7.817.952 m3/tahun. An-
Sumba mencapai 1.915 ton/hari dan caman degradasi hutan dari aspek kayu
699.341 ton/tahun dan ternak kuda men- bakar dan peternakan saja sudah sangat
capai 510 ton/hari dan 187.497 ton/ta- tinggi, belum termasuk kebutuhan kayu
hun. Untuk memenuhi kebutuhan pakan bangunan, illegal logging, dan kebakaran
tersebut, diperlukan tersedianya areal yang sangat tinggi dan berpengaruh lang-
yang relatif luas dengan pengelolaan sung terhadap sumberdaya hutan dan la-
yang intensif. Oleh karena itu, pada se- han.
tiap aspek pemanfaatan sumberdaya la- Persoalan mendasar yang juga diha-
han, baik pada sektor pertanian dan kehu- dapi di Timor Barat adalah kebakaran hu-
tanan harus mempertimbangkan faktor tan dan lahan. Studi yang dilakukan Riwu
ketersediaan pakan ternak sebagai bagian Kaho (2005) pada savana eucalyptus di
yang tidak terpisahkan dari setiap kegi- Timor Barat menjelaskan bahwa kebakar-
atan rehabilitasi hutan dan lahan. an lahan didominasi oleh faktor manusia
dengan beragam alasan untuk memeliha-
c. Kebutuhan Bahan Bakar Biomassa
ra daerah permukiman, membersihkan
Tekanan terhadap sumberdaya alam lingkungan, berburu, membuka lahan,
juga disebabkan oleh tingkat kebutuhan dan memelihara padang penggembalaan.
kayu terutama bahan bakar biomassa Alasan yang dikemukakan oleh masyara-
yang cukup tinggi. Kenaikan harga bahan kat dalam membakar lahan merupakan
bakar minyak akan berpengaruh langsung manifestasi dari apa yang dinyatakan oleh
terhadap meningkatnya tekanan terhadap Poerwanto (2000) bahwa petani tradisio-
hutan untuk pemenuhan kayu bakar. De- nal mengalami dua macam sindroma, ya-
ngan demikian, bila dikaitkan dengan itu sindroma kemiskinan dan inersia. Se-
tingkat pendapatan penduduk, sebanyak lanjutnya ditinjau dari aspek sosial eko-
84,39% penduduk di Timor Barat dan nomi dan budaya masyarakat, maka akti-
94,09% di Sumba memiliki penghasilan vitas membakar lahan yang dilakukan

105
Info Hutan Vol. V No. 2 : 99-112, 2008

mengarah pada substitusi tenaga kerja (Anonimous, 2005). Dengan kondisi pen-
dan pupuk yang sudah menyatu dengan didikan seperti itu, upaya untuk melaku-
perilaku budaya turun temurun. Interaksi kan penyuluhan memerlukan keseriusan
timbal balik di antara kedua sindroma ter- dan kesabaran, karena proses transfer in-
sebut memposisikan petani sulit untuk formasi dan teknologi akan sangat lam-
keluar dari replikasi situasi dan kondisi bat.
yang sama pada waktu yang berbeda, se-
hingga berpotensi menjadi ancaman ter- C. Rehabilitasi Lahan Melalui
hadap peningkatan lahan kritis. Agrosylvopasture
Perilaku membakar lahan berkorelasi Rehabilitasi lahan dan pemulihan mu-
dengan kehidupan masyarakat sebagai tu lingkungan hidup merupakan kebutuh-
peternak besar, sedang, maupun kecil. an dasar untuk meningkatkan manfaat ja-
Masyarakat tidak hanya menempatkan sa lingkungan yang dapat mendukung
ternak sebagai sumber pendapatan, tetapi manfaat dan fungsi produksi dan hasil
juga memiliki prestise sosial, sehingga ti- ikutannya. Keterbatasan jumlah hutan
dak dapat dipisahkan dari kehidupannya. yang berfungsi sebagai tata air menye-
Dalam tradisi bertani masyarakat, api me- babkan terjadinya kekeringan, sehingga
miliki peran yang sangat penting dan me- harapan masyarakat untuk meningkatkan
rupakan satu-satunya bentuk input tekno- produktivitas lahan tidak tercapai. Perce-
logi, energi, dan materi yang nyata dalam patan laju degradasi lahan yang sangat
ekosistem savana di Pulau Timor (Nu- cepat dalam kurun waktu 20 tahun ter-
ningsih, 1990; Ataupah, 2000; dan Riwu akhir merupakan akumulasi dari pertam-
Kaho, 2005). Usaha pertanian lahan ba- bahan penduduk dan ketergantungannya
sah sangat sedikit dijumpai, sehingga terhadap sumberdaya lahan, rendahnya
mengandalkan pertanian lahan kering keberhasilan reboisasi dan penghijauan,
campuran. Ngatiman et al. (2006) mem- termasuk rendahnya dukungan teknologi
berikan gambaran bahwa kerapatan popu- yang sesuai dengan karakteristik lokal.
lasi yang meningkat menyebabkan me- Pada pihak lain, optimalisasi fungsi
nyempitnya daerah berladang, sehingga lahan dilakukan berlebihan dengan meng-
masa bera lebih pendek dan beresiko ter- abaikan daya dukung dan regenerasi la-
hadap kebakaran dan kerusakan hutan. han secara alamiah. Selain faktor alam,
Rehabilitasi hutan dan lahan di Pulau faktor kemiskinan, aksesibilitas, kebijak-
Timor dan Sumba merupakan sebuah an, dan sosial budaya masyarakat meru-
tantangan berat, karena persoalan dasar pakan penyebab terjadinya kerusakan la-
yang berkaitan dengan mata pencaharian, han. Masyarakat yang miskin akan cen-
aspek sosial, ekonomi dan budaya serta derung memiskinkan lingkungannya dan
tingkat pendapatan yang masih rendah sa- lingkungan yang dibuat dan menjadi mis-
ngat melilit setiap aspek kehidupan ma- kin akan terus membiarkan manusia ber-
syarakat. Harapan melalui rekayasa sosi- gelut dengan kemiskinannya. Upaya re-
al dan pelibatan masyarakat dalam upaya
habilitasi yang dilakukan secara besar-be-
rehabilitasi lahan mengalami kendala, ka- saran tidak akan memberikan manfaat se-
rena fakta memperlihatkan tingkat pendi- lama masyarakat masih terbelenggu de-
dikan masyarakat masih rendah, seba- ngan kemiskinan. Karena itu, dalam rang-
nyak 37,53% (Timor) dan 58,34% (Sum- ka rehabilitasi lahan kritis di Timor dan
ba) tidak tamat sekolah dasar, sebanyak Sumba, alternatif pendekatan yang dapat
33,23% dan 13,93% (Timor) dan 23,60% dilakukan adalah Revitalisasi Agroforest-
dan 8,58% (Sumba) hanya tamat SLTP ry Lokal.
dan SLTA sedangkan yang menyelesai-
Penelitian yang dilakukan oleh Njuru-
kan perguruan tinggi hanya mencapai mana et al. (2005) memperlihatkan bah-
2,83% (Timor) dan 1,53% (Sumba) wa secara umum masyarakat di NTT

106
Rehabilitasi Lahan Kritis Berbasis…(Gerson ND. Njurumana)

memiliki bentuk-bentuk kearifan lokal kan antara kehadiran manusia yang


dalam berinteraksi dengan hutan, tanah, menghormati keberadaan sumberdaya
dan air. Persoalan yang dihadapi dalam alam beserta hak-hak budayanya terhadap
pemanfaatan kearifan lokal adalah tidak hutan, tanah dan air termasuk ternak yang
adanya pengakuan terhadap hak-hak bu- merupakan bagian tidak terpisahkan dari
daya masyarakat dalam kaitannya dengan pola sosial budaya dan ekonomi masyara-
hak ulayat dan wilayah adat. Bentuk-ben- kat lokal (Njurumana, 2006a). Beberapa
tuk pertanian campuran lahan kering, se- model agroforestry lokal yang dapat di-
perti sistem kaliwu, sistem mamar, dan kembangkan sebagai model agrosylvo-
sistem amarasi tidak dapat berkembang pasture di Timor dan Sumba, adalah :
karena minimnya pengetahuan masyara-
a. Sistem Amarasi
kat dalam hal budidaya serta lemahnya
dukungan pemerintah. Pada sisi lain, al- Sistem amarasi merupakan model per-
ternatif pertanian lahan kering sangat tanian lahan kering yang berusaha men-
tinggi, sehingga memerlukan masukan jembatani kepentingan petani yang sifat-
teknologi tepat guna untuk melakukan di- nya polipalen, yaitu terutama untuk ke-
versifikasi komoditas dengan memperha- pentingan penyediaan pakan ternak, reha-
tikan persaingan dan permintaan pasar. bilitasi lahan, dan produktivitas lahan
Pengembangan model agroforestry pertanian. Berdasarkan informasi dari
lokal sangat penting mengingat sebanyak berbagai sumber, pengembangan sistem
81,82% masyarakat, baik di Timor mau- amarasi telah berlangsung sejak tahun
pun di Sumba memiliki ketergantungan 1930 yang didukung dan diprakarsai
hidup pada model pertanian lahan kering langsung oleh Fetor (Raja) Amarasi. Pa-
campuran (agroforestry lokal) yang me- da mulanya, dikembangkan jenis tanaman
miliki luas 7,46% dari luas wilayah untuk lamtoro pada beberapa blok lahan dengan
Pulau Timor dan 3,29% untuk Pulau tujuan untuk rotasi pemanfaatan bagi ke-
Sumba. Sunderlin et al. (2000) mereko- giatan pertanian, penyediaan pakan ter-
mendasikan tersedianya program bim- nak maupun pengembalian/peningkatan
bingan bagi petani dalam melakukan di- unsur hara tanah. Dalam siklus dua tahun
versifikasi komoditi untuk keamanan pa- setiap blok dibuka untuk usaha pertanian,
ngan dan pendapatan, termasuk antisipasi blok yang ditinggalkan dibiarkan bero se-
perubahan harga komoditi di pasaran, se- hingga suksesi lamtoro berjalan secara
hingga mengurangi tekanan terhadap alami. Menurut Surata (1993) dalam Id-
sumberdaya lahan dan hutan akibat keti- ris (2000) usaha perladangan sistem ama-
dakstabilan ekonomi. rasi memerlukan luas areal minimal dua
Revitalisasi model agroforestry lokal hektar dengan luas usaha pertanian setiap
dapat dilakukan dengan memahami dan tahun 0,67 hektar. Pada luasan lahan ini
mengacu pada filosofi dasar masyarakat dapat mendukung tiga ekor sapi dan
lokal, salah satunya konsep segitiga ke- mampu mencukupi kebutuhan satu kelu-
hidupan yang disebut Mansian Muit Nasi arga.
Nabua yang bermakna bahwa manusia, Wawancara yang dilakukan Njuruma-
hutan, dan ternak merupakan satu kesatu- na (2006b) terhadap masyarakat amarasi
an yang tidak dapat dipisahkan satu de- menunjukkan bahwa masyarakat sangat
ngan yang lain dan memiliki saling keter- berkeinginan untuk mengembangkan sis-
gantungan. Manusia mengambil manfaat tem amarasi dalam mendukung pendapat-
dari ternak, ternak mencari makan di hu- an, rehabilitasi lahan, dan konservasi ta-
tan, dan hutan dijaga kelestariannya oleh nah dan air. Keinginan masyarakat untuk
manusia. Konsep segitiga kehidupan lahir meningkatkan intensifikasi pengelolaan
sebagai kristalisasi dari pengalaman in- merupakan kesempatan yang dapat digu-
teraksi yang saling hidup dan menghidup- nakan untuk memfasilitasi pendekatan

107
Info Hutan Vol. V No. 2 : 99-112, 2008

pengelolaan yang menguntungkan aspek satu sumber penghasilan, rata-rata berki-


pertanian, peternakan, dan lingkungan. sar antara Rp 300.000,- - Rp 500.000,-
Kegiatan beternak dengan sistem paron per bulan dalam bentuk uang, di luar per-
sudah dikenal sangat luas, memiliki nilai hitungan tukar-menukar hasil barang de-
ekonomi yang tinggi, dan menjadi sum- ngan barang (barter).
ber pendapatan utama masyarakat selain
c. Sistem Mamar
produk dari sistem mamar. Usaha ini di-
lakukan oleh kaum lelaki, kaum perem- Sistem mamar merupakan sistem per-
puan, janda bahkan gadis-gadis. Mereka tanian menetap yang dikembangkan di
cukup mendatangkan pakan dan air bagi sekitar sumber air atau lokasi tertentu de-
hewan peliharaannya yang ditambat di ngan komponen utama adalah memadu-
dekat rumah. Sejak akhir tahun 1980-an, kan antara tanaman pangan, tanaman
kesulitan pakan secara perlahan mulai umur panjang, dan tanaman pakan ternak.
teratasi menyusul berkembangnya usaha Salah satu keunggulan agroforestry ber-
penanaman hijauan makanan ternak, ya- basis mamar adalah mempunyai pemba-
itu pohon lamtorogung dan rumput gajah, gian zonasi dalam pemanfaatannya, ter-
sehingga sangat membantu usaha budida- kait dengan kepentingan aspek sosial bu-
ya sapi paron pada sistem amarasi. daya serta struktur kelembagaan adat
yang terbagi dalam empat zona, yaitu zo-
b. Sistem Kaliwu na aibuan (tempat keramat/pemali), zona
Sistem kaliwu merupakan sistem pe- kopa (lokasi pengembangan tanaman
ngelolaan lahan oleh masyarakat secara umur panjang), zona tanaman semusim,
turun-temurun yang terintegrasi dengan dan zona pemeliharaan ternak.
lokasi perkampungan penduduk yang di Jasa lingkungan mamar adalah sum-
dalamnya dikembangkan berbagai jenis ber air yang banyak dimanfaatkan oleh
tanaman produktif maupun jenis tanaman masyarakat untuk irigasi pertanian sawah
yang bernilai sosial budaya. Jenis-jenis dan usaha tambak. Pengembangan sistem
tanaman yang dikembangkan pada pene- mamar di Timor oleh masyarakat setem-
rapan sistem kaliwu di Sumba meliputi pat di sekitar sumber air terbukti mampu
tanaman pertanian, perkebunan, kehutan- mempertahankan sumber-sumber mata
an, dan obat-obatan (Njurumana dan Su- air, sehingga sebagian besar mampu men-
sila, 2006). cukupi kebutuhan air bagi masyarakat di
Dalam kaitannya dengan konservasi musim kering. Selain itu produk dari sis-
tanah dan air, penerapan sistem kaliwu tem mamar juga memiliki nilai pasaran
berpeluang dikembangkan dan dimodifi- yang cukup baik, sehingga mampu me-
kasi ke arah yang mendukung pengelo- nunjang perekonomian keluarga. Hasil
laan tata air dan penyediaan pakan ternak. penelitian yang pernah dilaporkan oleh
Hasil penelitian yang dilaporkan oleh Burke et al. (1995) menunjukkan bahwa
Njurumana dan Susila, 2006 menunjuk- dari produk sistem mamar masyarakat
kan bahwa debit air di dalam kawasan pe- memperoleh tambahan penghasilan rata-
nerapan kaliwu berkisar antara 0,017- rata Rp 300.000,-/bulan sedangkan pene-
10,107 l/dtk sedangkan debit air di luar litian yang dilakukan Njurumana (2006)
kawasan penerapan kaliwu berkisar memperoleh data penghasilan dari sistem
0,003-0,0042 l/dtk. Perbedaan nilai debit mamar berkisar antara Rp 325.000,- sam-
air yang signifikan tersebut diduga dise- pai Rp 350.000,-/bulan (produksi tanam-
babkan oleh kondisi iklim mikro yang an) tanpa memperhitungkan produksi budida-
terbentuk dari keragaman jenis tanaman ya tambak tradisional dan nilai jual ternak.
yang dikembangkan pada penerapan sis- d. Silvopasture Alamiah
tem kaliwu. Dari sisi pendapatan, pene- Silvopasture alamiah yang dikem-
rapan sistem kaliwu merupakan salah bangkan di Timor Barat meliputi padang

108
Rehabilitasi Lahan Kritis Berbasis…(Gerson ND. Njurumana)

rumput alamiah dengan kombinasi ta- ngan menyeimbangkan fungsi ekonomi


naman akasia, semak belukar, ternak, dan dalam jangka pendek, menengah, dan
tanaman legum. Metode yang dikem- panjang dengan aspek rehabilitasi lahan.
bangkan adalah sistem tiga tingkat pada Perpaduan nilai guna tersebut dapat dila-
lahan petani. Tingkat I adalah penanaman kukan dengan menata sistem pengem-
rumput gajah dan rumput raja; tingkat II bangan, sehingga tercipta ruang yang di-
adalah penanaman leguminoceae, seperti namis bagi optimalisasi daya produksi
lamtoro (Leucaena leucocephalla), gamal komponen tanaman yang dikembangkan.
(Gliricidea sp.), turi (Sesbania grandiflo- Karena itu, pengembangan agrosylvopas-
ra); dan pada tingkat III dapat dikem- ture harus memiliki target ekonomi yang
bangkan jenis tanaman pakan ternak se- jelas sehingga mendorong partisipasi ma-
perti Acacia farnesiana, Acacia leucoce- syarakat melakukan diversifikasi tanaman.
phalla, Acacia sp., dan Schleichera oleasa. Model pengembangan wanatani dapat
e. Sistem Pekarangan disesuaikan dengan karakteristik dan ti-
Sistem pekarangan merupakan salah pologi masing-masing daerah beserta as-
satu upaya untuk mengusahakan tanaman pek sosial ekonomi dan budaya setempat.
keras dan tanaman tahunan dan pakan Prioritas utama dalam pengembangan ag-
ternak untuk penggembalaan ikat (paron) rosylvopasture adalah kepastian nilai
di sekitar pekarangan rumah. Model ini ekonomi yang akan dihasilkan, sehingga
sudah berkembang lama di masyarakat dapat merangsang petani untuk terlibat
namun membutuhkan penataan dan di- secara maksimal. Karena itu, sebelum pe-
versifikasi jenis tanaman buah-buahan ngembangan harus dilakukan analisis
dan perkebunan yang bernilai ekonomi ekonomi dan pemetaan potensi pendapat-
tinggi. Model pekarangan cenderung le- an yang akan dihasilkan oleh berbagai je-
bih berhasil bila dibandingkan dengan nis tanaman. Untuk kepentingan jangka
model tegalan/kebun karena pengawasan- pendek, dapat dilakukan pengembangan
nya lebih mudah. Jenis tanaman yang ba- tanaman palawija dan tanaman pakan ter-
nyak digunakan pada model ini adalah pi- nak, untuk jangka menengah dapat dila-
sang, mangga, jeruk, nangka, kelapa, pi- kukan dengan pengembangan jenis ta-
nang, lontar, dan jenis lainnya. naman hasil hutan non kayu dan ternak,
sedangkan untuk jangka panjang dengan
f. Ladang Menetap tanaman kehutanan yang telah diketahui
Usaha ladang menetap di Timor Barat pertumbuhan riapnya, sehingga dapat di-
dilakukan dengan mengembangkan jenis- analisis potensi ekonomi yang akan di-
jenis tanaman produktif pada setiap ke- peroleh dalam jangka waktu 15 tahun
bun/ladang. Pengembangan spesies multi mendatang.
guna dengan nilai ekonomi tinggi cukup
banyak, sehingga model usahatani ini da- E. Rekayasa Iklim
pat memberikan manfaat ekonomi terha-
dap masyarakat. Guna memaksimalkan Rekayasa iklim dapat dilakukan de-
fungsinya, penataan pola tanam terkait ngan metode vegetatif melalui pengkon-
dengan ruang tumbuh masih diperlukan, disian jenis tanaman legum sebagai ta-
seperti sumber makanan, pakan ternak, naman pionir yang dapat berfungsi seba-
pencegahan erosi, pemulihan kesuburan gai penaung bagi jenis tanaman lain yang
tanah, pohon pelindung, penghalang akan dikembangkan. Melalui penaungan
angin, dan kayu bakar. yang cukup, akan mengurangi evapo-
transpirasi tanaman kayu-kayuan, sehing-
D. Optimalisasi Fungsi Melalui Diver- ga proses pertumbuhan dapat berjalan
sifikasi Tanaman normal. Pemanfaatan teknologi perbaikan
Optimalisasi fungsi dan manfaat mo- ruang tumbuh dengan penggunaan unsur
del agrosylvopasture dapat dilakukan de- tambahan seperti pupuk kimia akan sulit

109
Info Hutan Vol. V No. 2 : 99-112, 2008

dilakukan oleh petani, karena daya beli 3. Aspek lingkungan meliputi keaneka-
masyarakat yang sangat terbatas. ragaman hayati, perubahan iklim mik-
ro, konservasi sumber air, sistem per-
F. Penguatan Inisiatif Lokal tanian berkelanjutan, dan ketergantungan
terhadap sumberdaya hutan menurun.
Penguatan inisiatif lokal sangat pen- 4. Aspek kebijakan yaitu kebijakan in-
ting dalam membangun dan memperkuat ternal desa melalui peraturan desa
kapasitas petani dalam mengembangkan tentang pengelolaan lingkungan dan
agrosylvopasture. Proses penguatan da- peternakan.
pat dilakukan melalui berbagai metode Strategi yang dapat dilakukan dalam
pendekatan yang sesuai dengan karakte- rangka rehabilitasi lahan kritis melalui
ristik dan tingkat pemahaman masyara- pengembangan agrosylvopasture adalah
kat, terutama dalam membangun pema- membangun kolaborasi pengelolaan de-
haman saling keterkaitan dan keterpadu- ngan memadukan berbagai sektor yang
an antara kegiatan kehutanan, pangan, berkepentingan untuk melihat sylvopas-
perkebunan yang dikombinasikan dengan ture sebagai jembatan program lintas sek-
peternakan atau perikanan yang secara tor. Kolaborasi pengelolaan harus diawali
simultan mempunyai fungsi dan manfaat dengan kesamaan persepsi, selanjutnya
ekonomi, sosial, dan ekologi dengan tetap dalam aplikasinya dapat diterjemahkan
mempertimbangkan kekhasan faktor so- dalam kegiatan sektor dengan tetap
sial budaya dan biofisik setempat. memperhatikan sinkronisasi program dan
Pendekatan penguatan inisiatif lokal sumberdaya yang digunakan. Pengalam-
dapat dilakukan dengan pendekatan an pahit selama ini seperti dikemukakan
Adaptive Collaborative Management oleh Kartodihardjo et al. (2000) adalah
(ACM), suatu metode penguatan inisiatif bahwa sinkronisasi tata ruang dan tata
partisipasi yang dilakukan dengan me- guna lahan cenderung tumpang tindih an-
nempatkan masyarakat sebagai pemain tar sektor, paduserasi antara TGHK dan
utama dalam proses perencanaan, pelak- RTRWP tidak digunakan sebagai pedo-
sanaan, monitoring, evaluasi, dan reflek- man yang pasti.
si. Dalam konteks ACM, intensitas perte- Untuk mendukung kolaborasi, diper-
muan masyarakat cukup tinggi untuk lukan tersedianya data, informasi, dan ke-
mengidentifikasi masalah-masalah yang jelasan peran para pihak. Janz dan Per-
menjadi faktor penghambat, selanjutnya sson (2002) menegaskan bahwa dalam
mencoba mencari solusi alternatif yang pembangunan kebijakan kehutanan sa-
paling menguntungkan semua pihak. ngat diperlukan tersedianya data dan in-
Penguatan inisiatif lokal mengede- formasi kuantitatif menyangkut potensi
pankan beberapa aspek, yaitu : sumberdaya lahan dan hutan, sehingga
1. Aspek kapasitas petani dan kelemba- tercipta keseimbangan untuk memenuhi
gaan dalam rangka melakukan peru- kebutuhan pasar dan upaya rehabilitasi.
bahan pola pikir masyarakat, tingkat Pembagian peran diharapkan memudah-
kemampuan petani berkembang, per- kan para pihak yang berkolaborasi untuk
ubahan penafsiran aspek gender da- menjalankan tugas dan tanggungjawab-
lam pengelolaan agrosilvopasture dan nya, sehingga menghindari terjadinya
organisasi sosial meningkat. Selain tumpang tindih program.
itu, aspek pemasaran dan pengolahan
pasca panen menjadi bagian integral
dari peningkatan kapasitas. IV. KESIMPULAN DAN SARAN
2. Aspek ekonomi yaitu peningkatkan A. Kesimpulan
sumber dan jumlah pendapatan petani
meningkat melalui diversifikasi ta- Pendapatan per kapita penduduk di
naman. Timor dan Sumba masih tergolong

110
Rehabilitasi Lahan Kritis Berbasis…(Gerson ND. Njurumana)

rendah, karena sebanyak 84,39% atau Anonimous. 2005. Laporan Penyusunan


1.283.533 jiwa (Timor) dan 94,09% atau Database dan Informasi DAS di
553.934 jiwa di Sumba memiliki penda- Wilayah BPDAS Benain Noelmina
patan lebih kecil dari Rp 200.000,-/bulan. Provinsi Nusa Tenggara Timur Ta-
Dengan demikian, ketergantungan terha- hun 2005. Kerjasama Balai Penge-
dap lahan pertanian dan perladangan lolaan DAS Noelmina dengan Pusat
yang produktivitasnya rendah diproyeksi- Penelitian Lingkungan Hidup, Uni-
kan makin meningkat. Kebutuhan hijau- versitas Nusa Cendana. Kupang.
an ternak dan kayu bakar sangat tinggi, Ataupah, H. 2000. Fire, Traditional
sehingga pendekatan rehabilitasi lahan di Knowledge and Culture Perspective
Timor dan Sumba harus dilakukan de- in East Nusa Tenggara. In Russel
ngan pendekatan agrosylvopasture, kare- Smith, J. Hill, G., Djoeroemana, S.,
na tekanan lahan akibat peningkatan po- Myers, B.A. (Eds). Proceeding of
pulasi ternak diproyeksikan meningkat International Workshop, NTU Dar-
dari tahun ke tahun, termasuk kebutuhan win Australia, 13-15 April 1999.
kayu bakar seiring dengan pertumbuhan ACIAR Proceeding 91:69-79. Aus-
penduduk dan meningkatnya harga jual tralia.
bahan bakar minyak. Burke. S.M Pah. dan K. Agung. 1995.
Investigations on Traditional And
B. Saran Introduced Agroforestry Sistems
Used In Timor, Rote And East
Dalam mendukung pengembangan
Sumba. Finals Report-Phase II. Ti-
model sylvopasture, revitalisasi terhadap
dak Diterbitkan.
model-model pengelolaan lahan dalam
Campbell, B.M., S. Jeffrey, W. Kozanayi,
bentuk agroforestry lokal harus dilaku-
M. Luckert, M. Mutamba, dan C.
kan dengan memberikan input yang dapat
Zindi. 2002. Household Livelihoods
mendukung manfaat ganda, baik dari as-
in Semi-Arid Regions. Options and
pek ekonomi maupun rehabilitasi lahan.
Constrains. Center for International
Penguatan kapasitas masyarakat, diversi-
Forestry Research (CIFOR). Bogor.
fikasi jenis tanaman, dan proyeksi nilai
Hutabarat, S. 2006. Model Forest : Alter-
tambah yang dihasilkan menjadi bagian
natif Pengelolaan Hutan di Nusa
integral dari perencanaan pengembangan
Tenggara Timur. Prosiding Sosiali-
agrosylvopasture di Timor dan Sumba.
sasi Hasil-Hasil Penelitian Kehutan-
Karena itu, sangat diperlukan dukungan
an. Pusat Litbang Hutan dan Kon-
dari aspek kebijakan untuk merancang
servasi Alam. Bogor.
dan memfasilitasi kegiatan rehabilitasi la-
han di Timor dan Sumba dengan meman- Idris, M. M. 2000. Program Penelitian
faatkan dan memberdayakan potensi lo- Jangka Menengah Balai Penelitian
kal yang sudah berkembang dan mengu- Kehutanan Kupang. Makalah Di-
rangi adopsi model dari daerah lain yang sampaikan Pada Ekspose Hasil-Ha-
memiliki perbedaan dan karakteristik bio- sil Penelitian Balai Penelitian Kehu-
fisik. tanan Kupang 28 Maret 2000. Balai
Penelitian Kehutanan Kupang. Ku-
pang.
DAFTAR PUSTAKA Jans, K. dan R. Persson. 2002. How To
Anonimous. 1981. Pola Rehabilitasi La- Know More About Forests? Supply
han Kritis di DAS Benain Noel- and Use of Information for Forestry
mina. Balai Rehabilitasi Lahan dan Policy. Occasional Paper No. 36.
Konservasi Tanah dan Air. Den- Center for International Forestry
pasar. Research (CIFOR). Bogor.

111
Info Hutan Vol. V No. 2 : 99-112, 2008

Kartodihardjo, H. dan Agus Supriono. Konservasi Tanah dan Air dengan


2000. Dampak Pembangunan Sek- Pendekatan Kearifan Lokal. Lapor-
toral Terhadap Konversi dan Negra- an Hasil Penelitian Tahun 2006. Ba-
dasi Hutan Alam. Kasus Pemba- lai Litbang Kehutanan Bali dan Nu-
ngunan HTI dan Perkebunan di In- sa Tenggara. Kupang. (Tidak dipub-
donesia. Occasional Paper No. 26 likasikan).
(I). Center for International Forestry Njurumana, G. ND. dan I. W.W. Susila.
Research (CIFOR). Bogor. 2006. Rehabilitasi Lahan Kritis Me-
Kinnaird, F. Margaret, Arnold F. Sitom- lalui Pengembangan Hutan Rakyat
pul, Jonathan S. Walker, dan Alexis Berbasis Sistem Kaliwu di Pulau
J. Cahill. 2003. Pulau Sumba. Ring- Sumba. Jurnal Penelitian Hutan dan
kasan Hasil Penelitian 1995-2002. Konservasi Alam III (1):19-30. Pu-
Memorandum Teknis 6. PHKA/ sat Penelitian dan Pengembangan
Wildlife Conservation Society-In- Hutan dan Konservasi Alam. Bo-
donesia Program. Bogor. gor.
Nuningsih, R. 1990. Usaha Pertanian Sis- Poerwanto, H. 2000. Kebudayaan dan
tem Tebas Bakar di Timor NTT. Lingkungan dalam Perspektif An-
Pusat Penelitian Universitas Nusa tropologi. Pustaka Pelajar. Yogya-
Cendana. Kupang. karta.
Njurumana, G. ND., T. Butar-Butar, Ha- Riwu Kaho, L. M. 2005. Api Dalam Eko-
risetijono, dan Oskar K.O. 2005. sistem Savana : Kemungkinan Pe-
Revitalisasi Kearifan Lokal Dalam ngelolaannya Melalui Pengaturan
Mendukung Rehabilitasi Lahan di Waktu Membakar (Studi Pada Sa-
Wilayah Semi Arid. Prosiding Eks- vana Eucalyptus Timor Barat). Di-
pose Hasil-Hasil Penelitian Kehu- sertasi pada PPS UGM, Bidang Il-
tanan. Pusat Litbang Hutan dan mu Kehutanan. Yogyakarta.
Konservasi Alam. Bogor. Schmidt, F.H. and J.H.A. Ferguson.
Njurumana, G. ND. 2006. Pendekatan 1951. Rainfall Types Based on Dry
Rehabilitasi Lahan Kritis Melalui and Wet Period Ratios For Indo-
Pengembangan Mamar (Studi Ka- nesia with Western New Guinea.
sus Mamar di Kabupaten TTS). Verhandelingen No. 42. Jawatan
Prosiding Sosialisasi Hasil-Hasil Meteorologi dan Geofisika. Jakarta.
Penelitian Kehutanan. Pusat Lit- Suriamihardja, S. 1990. Nilai Penting Lit-
bang Hutan dan Konservasi Alam. bang Kehutanan Pada Zona Kepu-
Bogor. lauan Kering di Indonesia Bagian
Njurumana, G. ND. 2006a. Cagar Alam Timur. Savana 5.
Mutis Sebagai Indikator Pemba- Sunderlin, D.W., I.A.P. Resosudarmo, E.
ngunan di Timor Barat. Sebuah Ar- Rianto, dan A. Angelsen. 2000.
tikel. Majalah Kehutanan Indonesia Dampak Krisis Ekonomi Indonesia
Edisi X Tahun 2006. Pusat Infor- Terhadap Petani Kecil dan Tutupan
masi Kehutanan. Departemen Ke- Hutan Alam di Luar Jawa. Occa-
hutanan. Jakarta. sional Paper No. 28 (I). Center for
Njurumana, G. ND. 2006b. Kajian Sistem International Forestry Research
Amarasi. Pengembangan Model- (CIFOR). Bogor.
Model Rehabilitasi Lahan dan

112

Anda mungkin juga menyukai