Anda di halaman 1dari 10

http://journal.trunojoyo.ac.

id/jurnalkelautan Jurnal Kelautan

Volume 11, No. 2, 2018

ISSN: 1907-9931 (print), 2476-9991 (online)

PENGARUH PASANG SURUT TERHADAP DINAMIKA PERUBAHAN HUTAN


MANGROVE DI KAWASAN TELUK BANTEN
THE INFLUENCE OF SEA TIDES ON THE DYNAMICS OF MANGROVE FOREST CHANGES IN BANTEN BAY

Wenang Anurogo1*, Muhammad Zainuddin Lubis1, Nurul Khakim2, Wikan Jaya Prihantarto3,
Lingga Renggana Cannagia4
1
Department of Informatics Engineering, Geomatics Engineering Politeknik Negeri Batam, Batam
Riau Island Province, Indonesia, 29461
2
Department of Geographic Information Science, Faculty of Geography Universitas Gadjah Mada,
Sekip Utara, Yogyakarta, Indonesia, 55281.
3
Master Student Remote Sensing Departement Faculty of Geography Universitas Gadjah Mada,
Sekip Utara, Yogyakarta, Indonesia, 55281.
4
Bachelor Student Department of Geographic, Muhammadiyah Surakarta University, Surakarta
Indonesia, 57162

*Corresponding author e-mail: wenang@polibatam.ac.id

Submitted: 27 Maret 2018 / Revised: 20 Desember 2018 / Accepted: 20 Desember 2018

http://doi.org/10.21107/jk.v11i2.3804

ABSTRACT

The extent of Indonesia's mangrove forest declines from the initial area of about 4.5 million ha to 1.9
million ha. The decline in the area of mangrove forest is most dominant due to the damage caused by
human factors. Monitoring the extent of mangrove forest destruction by using conventional methods
takes a long time and is expensive. Monitoring this level of damage is very important for the
stakeholders in managing the mangrove forest area. Utilization of spatial data can facilitate and
accelerate in interacting with objects found on the surface of the earth. Stages in this research outline
include three parts, namely pre-field stage, field stage and post-field stage. The pre-field stage includes
data collection to be used, image processing, and land cover identification in the research area for each
year of image recording. The cover data of the extraction from remote sensing image data in each
recording year is then separated from mangrove land cover data. The mangrove land cover data for the
recording year 2017 is then used as the unit of analysis used as the reference base for information
retrieval in the field by using the sample. The post-field stage is intended to process the data collected,
statistical analysis, test the accuracy of the results of changes and assess the capabilities of remote
sensing images in identifying mangrove forests and transfer of their utility functions. The mangrove
forest in Banten regency is about 681.86 Ha. The largest spread of mangrove forest is in Tirtayasa and
Pontang sub-districts. The two sub-districts have a percentage value of 29.75% and 28.46% of the total
mangrove forest area in Banten Bay. The smallest extent of distribution is in Kramatwatu District which
is only about 3.11% or 21.19 Ha of the total area of mangrove forest in Banten Bay.

Keywords: Mangrove, Dynamics of mangrove changes, Spatial Data, Tidal

ABSTRAK

Luas hutan mangrove Indonesia menurun sekitar 4,5 juta ha menjadi 1,9 juta ha. Penurunan luas hutan
mangrove paling dominan disebabkan oleh faktor manusia. Pemantauan tingkat kerusakan hutan
mangrove dengan menggunakan metode konvensional memakan waktu lama dan mahal. Pemantauan
tingkat kerusakan ini sangat penting bagi para stakeholder dalam mengelola kawasan hutan mangrove.
Pemanfaatan data spasial dapat memudahkan dan mempercepat interaksi dengan benda-benda di
permukaan bumi. Tahapan dalam penelitian ini meliputi tiga bagian, yaitu tahap pre-field, field dan post-
field. Tahap pre-field termasuk pengumpulan data, pengolahan gambar, dan identifikasi tutupan lahan
di daerah penelitian untuk setiap tahunnya. Data tutupan ekstraksi dari data citra penginderaan jauh di
setiap tahun kemudian dipisahkan dari data tutupan lahan mangrove. Data tutupan lahan mangrove
untuk tahun pencatatan 2017 digunakan sebagai unit analisis yang

130
Jurnal Kelautan, 11(2), 130-139 (2018)

digunakan sebagai basis referensi untuk pengambilan informasi di lapangan. Tahap post-field
dimaksudkan untuk memproses data yang dikumpulkan, analisis statistik, menguji keakuratan hasil
perubahan dan menilai kemampuan gambar penginderaan jauh dalam mengidentifikasi hutan
mangrove dan transfer fungsi utilitas mereka. Luas hutan mangrove di Kabupaten Banten sekitar
681,86 Ha. Penyebaran hutan mangrove terbesar adalah di kecamatan Tirtayasa dan Pontang. Kedua
kawasan tersebut memiliki nilai persentase 29,75% dan 28,46% dari total luas hutan mangrove di Teluk
Banten. Tingkat distribusi terkecil adalah Kabupaten Kramatwatu yang hanya sekitar 3,11% atau 21,19
Ha dari total luas hutan mangrove di Teluk Banten.

Kata kunci: Mangrove, Dinamika perubahan mangrove, Data Spasial, Pasang Surut

PENDAHULUAN Ekosistem mangrove adalah salah satu obyek


yang bisa di indentifikasi dengan menggunakan
Indonesia terletak pada daerah tropis yang teknologi penginderaan jauh. Posisi ekosistem
merupakan tempat yang tepat untuk mangrove yang terdapat pada peralihan darat
tumbuhnya tanaman. Sebagai Negara dan laut memberikan pola pantulan perekaman
kepulauan, Indonesia memiliki banyak potensi yang khas jika dibandingkan obyek vegetasi
sumberdaya hutan dan salah satunya adalah yang terdapat didarat. Efek perekaman
hutan mangrove. Potensi hutan mangrove tersebut sangat erat kaitannya dengan
Indonesia cukup besar, Indonesia memiliki luas karakteritik spektral ekosistem mangrove,
hutan mangrove terbesar di dunia. Luas hingga dalam identifikasi memerlukan suatu
ekosistem mangrove di Indonesia mencapai 75% transformasi tersendiri.
dari total mangrove Asia Tenggara, dan dari
sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang Dewasa ini, pemanfaatan hutan untuk
ada didunia, sekitar 27% atau sekitar 4.293 juta pemenuhan kebutuhan sehari – hari semakin
Ha (Kusmana, 1996; Wahyuni & Suryawan, bertambah seiring dengan meningkatnya
2012). Ekosistem mangrove yang terdapat di populasi penduduk. Pemanfaatan ini lebih
Indonesia mempunyai keanekaragaman jenis berupa perubahan fungsi kawasan untuk dapat
yang tertinggi didunia, dari beberapa macam dimanfaatkan oleh masyarakat atau lebih
jenis mangrove di Indonesia, banyak sering dikenal dengan alih fungsi kawasan. Alih
ditemukan antara lain jenis api-api (Avecennia fungsi kawasan hutan ini tidak terkecuali terjadi
sp), bakau (Rhizophora sp), tancang pada kawasan hutan mangrove. Pemanfaatan
(Bruguiera sp), dan pedada (Sonneratia sp). mangrove untuk memenuhi kebutuhan
Persebaran tanaman mangrove di Indonesia manusia dikategorikan sebagai pemanfaatan
terutama berada pada wilayah pesisir ekosistem keseluruhan dilihat dari segi ekologi
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, dan serta pemanfaatan untuk produk yang
lain-lain (Anurogo et al., 2015). dihasilkan ekosistem tersebut (dilihat dari nilai
sosial ekonomi dan budaya). Masyarakat
Hutan mangrove Indonesia menurun dari luas setempat secara tradisional menggunakan
awal sekitar 4.5 juta ha menjadi 1.9 juta ha. mangrove untuk memenuhi berbagai keperluan.
Penurunan luas hutan mangrove terjadi paling Pemanfaatan oleh masyarakat lokal ini masih
dominan karena kerusakan yang disebabkan berbasiskan kelestarian alam, akan tetapi
oleh faktor manusia, seperti alih tata guna seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk
lahan mangrove menjadi lahan tambak, menyebabkan terjadinya pemanfaatan dan
ekploitasi kayu mangrove untuk kayu bakar dan kerusakan yang tidak terbaharukan pada
arang khususnya untuk jenis Rhizopora spp, sumber daya ini (Setyawan & Winarno, 2006).
Avicennia Marina spp, dan Bruguiera spp. Jenis
Rhizopora spp, Avicennia Marina spp dan Pemantauan tingkat kerusakan hutan
Bruguiera spp sering dimanfaatkan sebagai mangrove dengan menggunakan cara
arang dan kayu bakar, karena arang dari jenis- konvensional membutuhkan waktu yang lama
jenis tersebut memiliki nilai kalor yang tinggi dan biaya yang mahal. Pemantauan tingkat
yaitu sekitar 4.400 kkal/kg – 7.300 kkal/kg (FAO, kerusakan ini sangat penting untuk para
1994; Anurogo et al., 2015). Masalah yang pemangku kepentingan dalam mengelola
ditimbulkan akibat berkurangnya luasan hutan kawasan hutan mangrove. Pemanfaatan data
mangrove adalah terjadinya erosi yang spasial dapat mempermudah dan
disebabkan oleh air laut atau dengan ombak mempercepat dalam berinteraksi dengan objek
laut (Khoirunnisa et al., 2017), pemanasan yang terdapat dipermukaan bumi (Anurogo et
global, serta rusaknya ekosistem hutan al, 2017; Lubis et al., 2017). Data spasial
mangrove yang mengakibatkan berkurangnya tersebut didapatkan dari data citra
habitat mahluk hidup yang berada pada penginderaan jauh. Penginderaan jauh
ekosistem hutan mangrove. merupakan ilmu yang mempelajari tentang

131
Anurogo et al., Pengaruh Pasang Surut

objek yang berada di permukaan bumi, tanpa 2003 dan Landsat 8 OLI tahun 2017 dimana
bersentuhan langsung dengan objek yang data citra akan digunakan untuk memantau
dipelajari (Danoedoro, 2012). Perkembangan tingkat perubahan tutupan lahan hutan
teknologi penginderaan jauh saat ini semakin mangrove dan dipadukan dengan data
maju seiring dengan bertambah banyaknya lapangan untuk informasi yang tidak dapat
data dalam berbagai sistem dan wahana, yang diambil dari data citra penginderaan jauh. Teluk
memungkinkan untuk memperoleh informasi Banten yang dalam kajian ini merupakan
dari objek yang akan dikaji semakin kompleks. wilayah yang menjadi fokus kajian secara
Berkembangnya teknologi penginderaan jauh geografis terletak pada 5043’00”-605‘20” LS dan
ini juga menyebabkan penginderaan jauh 106000’00”-106025’03” BT. Daerah ini
semakin umum digunakan dalam berbagai berbatasan dengan G. Gede (595 m) di bagian
macam penelitian dan juga memberikan Barat yang berada di Kecamatan Bojonegara,
manfaat yang semakin banyak bagi kehidupan Delta Ciujung dan Ciwandan di bagian Timur
masyarakat. Salah satu manfaat dari yang termasuk dalam Kecamatan Tirtayasa
penginderaan jauh adalah dalam membantu dan Carenang. Batas ke arah daratan adalah
memecahkan permasalahan lingkungan sering lereng Utara G. Pakembaran (492 m) dan G.
terjadi di permukaan bumi. Adanya konsep Batukaru (478 m), sedangkan dataran aluvial di
dalam penginderaan jauh yang menerangkan Kecamatan Keragilan dan Carenang sebagai
bahwa masing-masing objek dimuka bumi ini batas paling Timur yang berbatasan dengan
memiliki karakteristik pantulan spektral yang Kabupaten Tanggerang. Teluk Banten adalah
khas terhadap sumber energi yang datang, bagian dari dataran aluvial Pantai Utara Jawa,
memungkinkan studi vegetasi ini dilakukan yang dimulai dari Cirebon di bagian Timur,
(Anurogo & Murti, 2013; Wahyuni, 2014). dengan lebar berkisar 30 km dari pantai ke arah
darat dan pada daerah ujung Barat sebarannya
MATERI DAN METODE
menyempit < 10 km dari garis pantaike arah
Metode penelitian ini adalah suatu tahapan darat di sekitar Serang. Dataran aluvial pantai
yang harus dilakukan dalam penelitian untuk ini ditandai dengan pola aliran radial
menyelesaikan tujuan akhir yang ingin dicapai menyerupai kerangka daun (semi dentritik),
termasuk juga pendeskripsian kebutuhan alat dan lebar muara sungai < 20 m, kecuali sungai
dan bahan yang digunakan untuk mencapai Ciujung mempunyai lebar muara > 125 m
tujuan tersebut. Data penginderaan jauh (Jaya, 2010). Loakasi daerah penelitian
memungkinkan untuk memperoleh data yang ditampilkan pada gambar 1.
relatif baru, cepat dan akurat. Penelitian ini
menggunakan citra Landsat 7 ETM+ tahun

Gambar 1. Lokasi Penelitian Teluk Banten

132
Jurnal Kelautan, 11(2), 130-139 (2018)

Tahapan dalam penelitian ini secara garis besar sebagai dasar acuan untuk pengambilan
meliputi tiga bagian yaitu tahap pra – lapangan, informasi dilapangan dengan menggunakan
tahap lapangan dan tahap pasca lapangan. sampel. Tahap lapangan bertujuan untuk
Tahap pra – lapangan meliputi pengumpulan memperoleh informasi dari sampel yang telah
data yang akan digunakan, pemrosesan citra, ditentukan sebelumnya. Tahap pasca –
dan identifikasi tutupan lahan yang terdapat lapangan ditujukan untuk mengolah data yang
pada daerah penelitian pada masing masing telah dikumpulkan, analisis statistik, menguji
tahun perekaman citra. data penutup lahan akurasi hasil perubahan dan mengkaji
hasil ekstraksi dari data citra penginderaan jauh kemampuan citra penginderaan jauh dalam
pada masing – masing tahun perekaman melakukan identifikasi hutan mangrove dan alih
tersebut kemudian dipisahkan untuk data fungsi pemanfaatannya serta perubahan
tutupan lahan mangrove. Data tutupan lahan luasan hutan mangrove. Kerangka penelitian
mangrove tahun perekaman 2017 kemudian ditampilkan dalam gambar 2.
dijadikan sebagai unit analisis yang digunakan
Data Pasang Surut
Data penginderaan jauh

Informasi Pasang Surut

Sebaran Hutan mangrove

Perubahan Hutan Mangrove

Dinamika Perubahan Kawasan


Hutan Mangrove

Pengaruh Pasang Surut terhadap


dinamika perubahan kawasan
hutan mangrove

Gambar 2. Kerangka umum penelitian

Data citra penginderaan jauh pertama sebelum rupabumi ataupun dengan memanfaatkan
dilakukan ektraksi data, terlebih dahulu Global Positioning System (GPS). Tujuan dari
dilakukan koreksi geometrik yang berfungsi koreksi geometrik adalah untuk meletakkan
memberikan acuan koordinat yang sesuai elemen citra pada posisi planimetrik (x dan y)
dengan koordinat asli dilapangan sehingga yang seharusnya agar sesuai dengan keadaan
mempermudah dalam melakukan pekerjaan sebenarnya di lapangan. Tahapan selanjutnya
lapangan (Anurogo et al., 2015). Adanya setelah dilakukan koreksi geometrik adalah
sumber-sumber distorsi geometrik selama pemotongan atau masking citra. Masking citra
akuisisi citra seperti pengaruh rotasi bumi, ini bertujuan untuk memperkecil wilayah
kelengkungan bumi, kecepatan scanning dari cakupan citra pada daerah yang akan diteliti
beberapa sensor yang tidak normal, dan efek saja. Proses pemotongan citra ini
panoramik menyebabkan posisi setiap objek di menggunakan data vektor yang telah dibuat
citra tidak sama dengan posisi geografis untuk membatasi lokasi daerah penelitian. Data
permukaan bumi yang sebenarnya. Untuk yang sudah terkoreksi secara geometrik
mengkoreksi distorsi tersebut dilakukan dua tersebut kemudian dilakukan koreksi
tahapan (Gonzalez, 1977), yaitu menentukan radiometrik yang bertujuan untuk
fungsi transformasi dan melakukan resampling mengembalikan nilai pantulan spektral pada
citra. Pada koreksi ini diperlukan data titik objek yang terekam sehingga didapatkan
kontrol tanah atau Ground Control Point (GCP) pantulan spektral objek yang sesungguhnya
yang bisa diekstraksi dari peta topografi dan pet (Sativa et al., 2016). Koreksi radiometrik adalah

133
Anurogo et al., Pengaruh Pasang Surut

juga merupakan salah satu dari langkah yang dikumpulkan pada waktu perekaman
pemrosesan awal dimana efek kesalahan merupakan data yang digunakan sebagai alat
sensor dan faktor lingkungan atau faktor kalibrasi dalam melakukan koreksi radiometrik
gangguan atmosfer dihilangkan. Biasanya ini (Anurogo et al., 2015). Tahapan koreksi
koreksi ini mengubah nilai DN (Digital Number) radiometric ditunjukkan pada gambar 3.
yang terkena efek atmosferik. Data tambahan

Gambar 3. Tahapan Koreksi Radiometrik (Putra & Khakhim, 2016)

Data hasil koreksi tersebut kemudian baru bisa dilakukan pengolahan ini untuk kedua tahun
diolah untuk mencapai tujuan dari penelitian ini. perekaman sehingga dapat diketahui
Tahapan selanjutnya setelah koreksi adalah perubahan dari kawasan hutan mangrove,
mengklasifikasikan penutup lahan pada daerah sehingga dapat dibuat alih fungsi kawasan
penelitian. Klasifikasi penutup lahan yang yang terdapat di daerah penelitian. Data
dilakukan adalah untuk membagi kelas hutan tersebut juga yang akan digunakan sebagai
mangrove dan non mangrove. Klasifikasi yang acuan untuk mengambil informasi di lapangan
digunakan adalah klasifikasi multispectral (validasi lapangan). Pengambilan informasi
untuk membedakan kedua kelas tersebut. dilapangan menggunakan metode sampling
Klasifikasi multispektral merupakan suatu supaya lebih mempersingkat waktu. Sampel
algoritma yang dirancang untuk menurunkan yang diambil harus mewakili dari keseluruhan
informasi tematik dengan cara populasi (Harjadi, 2016). Metode sampling
mengelompokkan fenomena berdasarkan yang digunakan adalah stratified sampling atau
kriteria tertentu (Danoedoro, 2012). Algoritma model sampel berstrata. Pengambilan sampel
klasifikasi sederhana memuat langkah-langkah berstrata merupakan teknik pengambilan
sebagai berikut 1) menentukan nilai spektral sampel dimana populasi dikelompokan dalam
representatif tiap obyek dengan carasampling. strata tertentu kemudian diambil sampel
Sampling yang dibuat dapat digunakan untuk dengan proporsi yg seimbang sesuai dgn posisi
mengenali obyek, 2) menempatkan nilai dalam populasi (Anurogo et al., 2015). Survei
representatif obyek (sampel) pada diagram lapangan dilakukan untuk memvalidasi data
multidimensional, 3) pengambilan keputusan hasil klasifikasi yang sudah dilakukan pada
berupa perhitungan seluruh nilai piksel dan tahap pra-lapangan. Survei lapangan
memasukkan ke dalam kelas yang tersedia mencakup seluruh bagian daerah kajian
(Anurogo & Murti, 2013). Metode klasifikasi mangrove dan non mangrove yang akan
yang digunakan adalah maximum likelihood dijadikan sebagai daerah konservasi mangrove
algorithm (algoritma kemiripan maksimum), hasil interpretasi visual.
yaitu algoritma yang secara statistik obyek
homogen selalu menampilkan histogram yang Data pasang surut diambil dari Dinas Hidro-
terdistribusi normal (Bayesian) (Danoedoro, Oseanografi TNI Angkatan Laut. Data yang
2012). Banyaknya sampel sebagai training digunakan disesuaikan dengan bulan
area sangat membantu dalam membedakan perekaman citra yaitu bulan mei 2017. Data
obyek. Pembuatan training area dapat pasang surut tersebut kemudian digunakan
dilakukan dengan membuat ROI (Region of sebagai pembuatan data tentatif tentang
Interest) (Frananda et al., 2015). Data yang pengaruh pasang surut air laut terhadap

134
Jurnal Kelautan, 11(2), 130-139 (2018)

dinamika perubahan hutan mangrove yang masih termasuk kedalam daerah Kab.Serang.
terdapat di teluk Banten. Data tentatif tersebut Pulau-pulau kecil yang masih menjadi cakupan
kemudian dijadikan acuan untuk pengambilan dalam wilayah penelitian ialah pulau Pamujan
sampel dilapangan sehingga data yang Kecil, pulau Pamujan Besar, dan pulau Panjang.
dibuatkan model dapat benar-benar Survey lapanngan ini dilakukan untuk
merepresantasikan kenampakan yang ada memvalidasi hasil interpretasi citra yang
dilapangan. dilakukan dilaboratorium, sehingga informasi-
informasi yang diperoleh dari hasil lapangan
Survei lapangan yang dilakukan berdasarkan juga diperuntukkan untuk hasil-hasil lain yang
hasil klasifikasi untuk obyek yang dimaksudkan tidak dapat diturunkan oleh citra penginderaan
sebagai tanaman mangrove maupun daerah jauh, hasil tersebut diperoleh melalui
konservasinya. Survei dilakuakn pada daerah pengukuran secara terestris, sedangkan data
pesisir Teluk Banten dengan cakupan khusus sekunder pendukung tentang objek kajian
pada daerah utara kawasan ini, yang diperoleh dari dinas atau instansi – instansi
mencakup bagian pesisir yang dilanjutkan pada terkait. Skema survey lapangan pada hutan
pulau-pulau kecil disekitar Teluk Banten yang mangrove ditampilkan pada gambar 4.

RHIZOPHORA ZONATION NYPA


ZONATION

Gambar 4. Sketsa transek lapangan yang dilakukan (Anurogo et al, 2015)


Pasca survei lapangan, data lapangan Landsat 8 OLI TIRS tahun 2017. Data
ditambahkan kedalam hasil klasifikasi dan pendukung yang digunakan adalah gambar
dijadikan parameter pendukung untuk hasil gambar Google Earth dan data pasang
informasi alih fungsi kawasan dan perubahan surut dari dinas hidro-oseanografi. Sebelum
hutan mangrove. Koreksi yang dilakukan pada dapat digunakan, data – data tersebut harus
hasil survei lapangan ialah pada daerah pesisir mengalami proses koreksi terlebih dahulu.
yang menunjukkan antara tanaman mangrove Data Landsat, baik Landsat 7 ETM+ tahun
atau non-mangrove yang masih bergabung 2003 maupun data Landsat 8 OLI TIRS tahun
dalam satu kawasan, sehingga untuk 2017 harus dikoreksi geometrik dan radiometrik
membedakannya menjadi sulit, untuk itu hasil sedangkan untuk gambar hasil download dari
dari survei lapangan memberikan hasil berupa google earth hanya dilakukan koreksi
batasan dari tanaman mangrove dan non geometrik. hal ini dikarenakan gambar dari
mangrove, sehingga dapat diukur seberapa google earth digunakan sebatas untuk
besar tanaman mangrove yang ada pada interpretasi visual, sedangkan untuk data
daerah pesisir Teluk Banten. Hasil validasi data pasang surut dimasukkan dan dibuat model
tersebut kemudian dituangkan kedalam table pasang surut yang terdapat pada daerah
matriks kesalahan (confusion matrix) guna penelitian.
mengetahui tingkat kebenaran dari data
klasifikasi yang sudah dibuat serta Interpretasi Visual ini ditujukan agar dapat
ditambahkan informasi alih fungsi kawasan diketahui batasan hutan mangrove yang ada
guna dijadikan sebagai acuan penyebab pada daerah kajian, baik untuk kawasan hutan
kerusakan hutan mangrove selain akibat abrasi. mangrove tahun 2003 maupun kawasan hutan
mangrove tahun 2017. Interpretasi visual ini
HASIL DAN PEMBAHASAN dilakukan dengan data bantuan dari google
earth yang mana merupakan kompilasi dari
Data utama yang digunakan pada penelitian ini berbagai macam citra resolusi tinggi dan acuan
adalah data Landsat 7 ETM+ tahun 2003 dan dari data yang didapatkan dari dinas setempat.

135
Anurogo et al., Pengaruh Pasang Surut

Hasil dari interpretasi visual ini adalah batasan penambahan dan pengurangan garis pantai.
hutan mangrove yang terdapat pada daerah Sehingga pada suatu area diketahui bahwa
kajian pada kedua tahun kajian penelitian. Dari mangrove bertambah dan berkurang
data hasil interpretasi visual inilah diketahui berbanding lurus dengan pertambahan dan
bahwa hutan mangrove pada daerah kajian pengurangan garis pantai pada daerah kajian
ada yang mengalami penambahan dan jika dilihat secara visual dan belum
pengurangan luasan. Didapatkan juga dari memperhatikan parameter – parameter yang
hasil tumpang susun (overlay) dari kedua hasil berkaitan. Salah satu parameter yang bias
data tersebut, bahwa pengurangan dan digunakan dalam memperhatikan perubahan
penambahan luas hutan mangrove tersebut tersebut adalah data pasang surut yang
sebagian disebabkan akan adanya didapatkan dari dinas hidros.

Kenampakan
objek vegetasi Vegetasi
mangrove non
mangrove
Vegetasi
non-
mangrove

Kenampakan objek
vegetasi mangrove

Gambar 5. Perbedaan mangrove dan non-mangrove pada citra Landsat pada saluran Inframerah
Dekat

Hasil data analisis pasang surut air laut lokasi yang mempunyai tingkat kerusakan
menunjukaan data 29 hari yang kemudian data mangrove yang cukup besar. Hasil analisa
tersebut diolah dengan metode admiralty pasang surut yang diperoleh pada Gambar 6
ditunjukkan pada gambar 6. Hasil analisis menunjukkan tipe pasang surut harmonik yaitu
menunjukkan bahwa nilai rerata muka air laut bertipe campuran condong ke ganda. Kondisik
/mean sea level (MSL) adalah 60 cm fisik pada tinggi muka air laut tersebut jelas
sedangkan muka laut terendah 20cm dan muka terlihat mendominasi yaitu pada tanggal 10
laut terting 80 cm. Data tersebut diukur pada sampai 16 2Mei 2017.

Gambar 6. Grafik tidal kondisi pasang surut di daerah penelitian

136
Jurnal Kelautan, 11(2), 130-139 (2018)

Hasil analisis menunjukkan bahwa hutan yang didominasi lahan berupa tambak.
mangrove yang terdapat di Teluk Banten Penggunaan lahan lain yang terdapat di Teluk
Kabupaten Serang sekitar 681,86 Ha. Luasan Banten adalah semak belukar, kebun campur,
tersebut didapatkan dari hasil interpretasi. Hasil sawah tadah hujan, permukiman, rawa. Kondisi
interpretasi tersebut juga dapat mengetahui kerapatan tajuk sebagian besar Hutan
persebaran dari hutan mangrove yang terdapat mangrove yang terdapat di daerah kajian
pada daerah penelitian. Persebaran hutan merupakan tajuk yang mempunyai kerapatan
mangrove yang paling besar terdapat pada lebat (70 – 100%). Kerapatan tajuk lebat ini
Kecamatan Tirtayasa dan Kecamatan Pontang. pada umumnya terdapat pada tengah hutan
Kedua Kecamatan tersebut masing – masing mangrove yang ada di Teluk Banten.
berturut – turut mempunyai nilai presentase Ketahanan terhadap abrasi terkait dengan
29.75% dan 28.46% dari keseluruhan luasan tekstur tanah. Di sebagian besar pesisir
hutan mangrove yang ada di Teluk Banten. Kabupaten Serang, terutama di bagian selatan
Sebaran luasan terkecil terdapat pada dan timur Teluk Banten, tanahnya bertekstur
Kecamatan Kramatwatu yakni hanya sekitar halus yang menjadi karakter dari tanah
3.11% atau 21.19 Ha dari keseluruhan luasan lempung. Di beberapa lokasi, ditemukan
hutan mangrove yang terdapat di Teluk Banten. tekstur tanah yang kasar (pasir). Akan tetapi,
persentase tektur tersebut lebih sedikit
Kondisi mangrove ini selain distribusi dan dibandingkan dengan tekstur yang lebih halus
sebaran hutan mangrove juga dideskripsikan (debu dan lempung). Tingkat kerusakan
dalam tingkat kekritisan dari hutan mangrove diklasifikasikan menjadi 3 kelas yakni tidak
yang terdapat di Teluk Banten. Variabel yang rusak, rusak dan rusak berat. Dilihat dari
digunakan dalam melakukan identifikasi tingkat variabel yang diguanakan, diketahui bahwa
kekritisan hutan mangrove ini menggunakan sebagian besar hutan mangrove di daerah
Pedoman Inventarisasi dan Identifikasi Lahan penelitian termasuk dalam kondisi rusak berat.
Kritis Mangrove yang dikeluarkan Direktorat Faktor utama yang menjadikan hutan
Jendral Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan mangrove pada daerah penelitian rusak berat
Sosial, Departemen Kehutanan pada tahun adalah variabel penggunaan lahan yang
2005. Variabel tersebut meliputi penggunaan terdapat pada daerah tersebut. Penggunaan
lahan, kerpatan tajuk, dan ketahanan terhadap lahan di derah penelitian ini didominasi oleh
abrasi. lahan tambak, sementara pada perhitungan
penentuan lahan kritis, variabel penggunaan
Penggunaan lahan yang ada di Teluk Banten lahan mempunyai bobot paling banyak. Tabel
mayoritas merupakan rataan pasang surut Presentase Kelas Kekritisan Hutan mangrove
(Kecamatan Pontang, Kecamatan Tirtayasa) ditunjukkan pada table 1.

Tabel 1. Presentase Kelas kerusakan Hutan mangrove


No Kelas Kekritisan Luas (%)
1 Tidak rusak 31,53
2 Rusak 44,70
3 Rusak Berat 23,76
dapat mendorong terjadinya abrasi laut. Hal ini
Pengaruh pasang surut terhadap perubahan jelas mangrove sudah tidak mampu lagi hidup
kawasan hutan mangrove adalah kawasan di daerah tersebut dengan factor oseanografi
hutan mangrove semakin besar kerusakannya fisik dalam gerak harmonic dan tinggi muka air
apabila terjadi peningkatan tinggi muka air laut laut yang dapat dilihat pada Gambar 5.
dengan nilai Mean Sea Level (MSL) yang tinggi.
Keadaan ini dapat mendorong terjadinya abrasi KESIMPULAN DAN SARAN
di daerah pesisir laut yang ada disekitarnya,
yang mampu mengikis dan membawa sedimen Hutan mangrove yang terdapat di Teluk Banten
pada daerah pesisir laut. Dengan adanya Kabupaten Serang sekitar 681,86 Ha. Luasan
gelombang arus yang cukup besar dapat tersebut didapatkan dari hasil interpretasi. Hasil
mengakibatkan tidak mampunya substrat interpretasi tersebut juga dapat mengetahui
sebagai penyimpan makanan dalam tumbuhan persebaran dari hutan mangrove yang terdapat
laut (mangrove), sehingga tidak dapat lagi pada daerah penelitian. Persebaran hutan
dijadikan sebagai tempat hidup. Dengan mangrove yang paling besar terdapat pada
adanya tinggi gelombang yang dihasilkan Kecamatan Tirtayasa dan Kecamatan Pontang.

137
Anurogo et al., Pengaruh Pasang Surut

Kedua Kecamatan tersebut masing – masing Gonzalez-Alonso, F., Cuevas, J. M., Arbiol, R.,
berturut – turut mempunyai nilai presentase & Baulies, X. (1997). Remote sensing
29.75% dan 28.46% dari keseluruhan luasan and agricultural statistics: crop area
hutan mangrove yang ada di Teluk Banten. estimation in north-eastern Spain
Sebaran luasan terkecil terdapat pada through diachronic Landsat TM and
Kecamatan Kramatwatu yakni hanya sekitar ground sample data. International
3.11% atau 21.19 Ha dari keseluruhan luasan Journal of Remote Sensing, 18(2), 467-
hutan mangrove yang terdapat di Teluk Banten. 470.
Pengaruh pasang surut terhadap perubahan Harjadi, B. (2016, May). Aplikasi Penginderan
kawasan hutan mangrove adalah kawasan Jauh dan SIG untuk Penetapan Tingkat
hutan mangrove semakin besar kerusakannya Kemampuan Penggunaan Lahan (KPL)
apabila terjadi peningkatan tinggi muka air laut (Studi Kasus di DAS Nawagaon
dengan nilai Mean Sea Level (MSL) yang tinggi. Maskara, Saharanpur-India). In Forum
Keadaan ini dapat mendorong terjadinya abrasi Geografi (Vol. 21, No. 1).
di daerah pesisir laut yang ada disekitarnya, Jaya, I. N. S. K. (2010). Morfodinamika
yang mampu mengikis dan membawa sedimen kepesisiran teluk Banten dengan
pada daerah pesisir laut. Dengan adanya menggunakan citra pengindraan jauh
gelombang arus yang cukup besar dapat multitemporal. Text.
mengakibatkan tidak mampunya substrat Khoirunnisa, H., Lubis, M. Z., & Anurogo, W.
sebagai penyimpan makanan dalam tumbuhan (2017). The Characteristics of
laut (mangrove), sehingga tidak dapat lagi Significant Wave Height and Sea
dijadikan sebagai tempat hidup. Dengan Surface Temperature In The Sunda
adanya tinggi gelombang yang dihasilkan Strait. Geospatial Information, 1(1).
dapat mendorong terjadinya abrasi laut. Kusmana, C. (1996). Nilai ekologis ekosistem
hutan mangrove.
DAFTAR PUSTAKA Lubis, M. Z., Anurogo, W., Gustin, O., Hanafi,
A., Timbang, D., Rizki, F., ... & Taki, H.
Anurogo, W., Murti, S. H., & Khakhim, N. (2015). M. (2017). Interactive modelling of
Analisis Perubahan Hutan Mangrove buildings in Google Earth and GIS: A
Dalam Penentuan Kawasan 3D tool for Urban Planning (Tunjuk
Rehabilitasi Dan Perubahan Stok Island, Indonesia). Journal of Applied
Karbon Menggunakan Data Geospatial Information, 1(2), 44-48.
Penginderaan Jauh (Di Teluk Banten, Putra, A. C. P., & Khakhim, N. (2016).
Serang Provinsi Banten) (Doctoral Pemetaan Kerapatan Kanopi Hutan
dissertation, Universitas Gadjah Mada). Mangrove Menggunakan Citra
Anurogo, W., & Murti, S. H. (2013). Aplikasi Landsat-8 Oli Di Wilayah Pengelolaan
Penginderaan Jauh Untuk Estimasi (Resort Grajagan), Taman Nasional
Produksi Tanaman Karet (Hevea Alas Purwo, Kabupaten Banyuwangi,
Brasiliensis) DI KOTA SALATIGA, Jawa Timur (Doctoral dissertation,
JAWA TENGAH. Universitas Gadjah Mada).
Anurogo, W., Lubis, M. Z., Khoirunnisa, H., Sativa, D. Y., Danoedoro, P., & Murti, S. H.
Pamungkas, D. S., Hanafi, A., Rizki, (2016). Model Pemetaan Sawah
F., ... & Lukitasari, C. A. (2017). A Lestari Berbasis Citra Landsat 8 Ldcm
Simple Aerial Photogrammetric Di Kabupaten Sleman Yogyakarta
Mapping System Overview and Image (Doctoral dissertation, Universitas
Acquisition Using Unmanned Aerial Gadjah Mada).
Vehicles (UAVs). Journal Of Applied Setyawan, A. D., & Winarno, K. (2006).
Geospatial Information, 1(01), 11-18. Pemanfaatan langsung ekosistem
Danoedoro, P. (2012). Pengantar mangrove di Jawa Tengah dan
penginderaan jauh digital. Yogyakarta: penggunaan lahan di sekitarnya;
Andi. kerusakan dan upaya restorasinya.
FAO. (1994). Mangrove Forest Management Biodiversitas, 7(3), 282-291.
Guidelines. FAO Rome, p. 319. Wahyuni, N. I., & Suryawan, A. (2012).
Frananda, H., Hartono, H., & Jatmiko, R. H. Cadangan Karbon Hutan Mangorve di
(2015). Komparasi Indeks Vegetasi Sulawesi Utara antara Tahun 2000-
Untuk Estimasi Stok Karbon Hutan 2009. Balai Penelitian Kehutanan.
Mangrove Kawasan Segoro Anak Manado.
Pada Kawasan Taman Nasional Alas Wahyuni, N. I. (2014). The Utilization of ALOS
Purwo Banyuwangi, Jawa Timur. PALSAR Image to Estimate Natural
Majalah Ilmiah Globe, 17(2), 113-123. Forest Biomass: Case Study at Bogani

138
Jurnal Kelautan, 11(2), 130-139 (2018)

Nani Wartabone National Park


(Pemanfaatan Citra ALOS PALSAR
dalam Menduga Biomasa Hutan Alam:
Studi Kasus di Taman Nasional Bogani
Nani Wartabone). Jurnal Wasian, 1(1),
15-22.
Widyati, E. (2011). Kajian optimasi pengelolaan
lahan gambut dan isu perubahan iklim.
Tekno Hutan Tanaman, 4(2), 57-68.

139

Anda mungkin juga menyukai