Pengaruh Pasang Surut Terhadap Dinamika Perubahan
Pengaruh Pasang Surut Terhadap Dinamika Perubahan
Wenang Anurogo1*, Muhammad Zainuddin Lubis1, Nurul Khakim2, Wikan Jaya Prihantarto3,
Lingga Renggana Cannagia4
1
Department of Informatics Engineering, Geomatics Engineering Politeknik Negeri Batam, Batam
Riau Island Province, Indonesia, 29461
2
Department of Geographic Information Science, Faculty of Geography Universitas Gadjah Mada,
Sekip Utara, Yogyakarta, Indonesia, 55281.
3
Master Student Remote Sensing Departement Faculty of Geography Universitas Gadjah Mada,
Sekip Utara, Yogyakarta, Indonesia, 55281.
4
Bachelor Student Department of Geographic, Muhammadiyah Surakarta University, Surakarta
Indonesia, 57162
http://doi.org/10.21107/jk.v11i2.3804
ABSTRACT
The extent of Indonesia's mangrove forest declines from the initial area of about 4.5 million ha to 1.9
million ha. The decline in the area of mangrove forest is most dominant due to the damage caused by
human factors. Monitoring the extent of mangrove forest destruction by using conventional methods
takes a long time and is expensive. Monitoring this level of damage is very important for the
stakeholders in managing the mangrove forest area. Utilization of spatial data can facilitate and
accelerate in interacting with objects found on the surface of the earth. Stages in this research outline
include three parts, namely pre-field stage, field stage and post-field stage. The pre-field stage includes
data collection to be used, image processing, and land cover identification in the research area for each
year of image recording. The cover data of the extraction from remote sensing image data in each
recording year is then separated from mangrove land cover data. The mangrove land cover data for the
recording year 2017 is then used as the unit of analysis used as the reference base for information
retrieval in the field by using the sample. The post-field stage is intended to process the data collected,
statistical analysis, test the accuracy of the results of changes and assess the capabilities of remote
sensing images in identifying mangrove forests and transfer of their utility functions. The mangrove
forest in Banten regency is about 681.86 Ha. The largest spread of mangrove forest is in Tirtayasa and
Pontang sub-districts. The two sub-districts have a percentage value of 29.75% and 28.46% of the total
mangrove forest area in Banten Bay. The smallest extent of distribution is in Kramatwatu District which
is only about 3.11% or 21.19 Ha of the total area of mangrove forest in Banten Bay.
ABSTRAK
Luas hutan mangrove Indonesia menurun sekitar 4,5 juta ha menjadi 1,9 juta ha. Penurunan luas hutan
mangrove paling dominan disebabkan oleh faktor manusia. Pemantauan tingkat kerusakan hutan
mangrove dengan menggunakan metode konvensional memakan waktu lama dan mahal. Pemantauan
tingkat kerusakan ini sangat penting bagi para stakeholder dalam mengelola kawasan hutan mangrove.
Pemanfaatan data spasial dapat memudahkan dan mempercepat interaksi dengan benda-benda di
permukaan bumi. Tahapan dalam penelitian ini meliputi tiga bagian, yaitu tahap pre-field, field dan post-
field. Tahap pre-field termasuk pengumpulan data, pengolahan gambar, dan identifikasi tutupan lahan
di daerah penelitian untuk setiap tahunnya. Data tutupan ekstraksi dari data citra penginderaan jauh di
setiap tahun kemudian dipisahkan dari data tutupan lahan mangrove. Data tutupan lahan mangrove
untuk tahun pencatatan 2017 digunakan sebagai unit analisis yang
130
Jurnal Kelautan, 11(2), 130-139 (2018)
digunakan sebagai basis referensi untuk pengambilan informasi di lapangan. Tahap post-field
dimaksudkan untuk memproses data yang dikumpulkan, analisis statistik, menguji keakuratan hasil
perubahan dan menilai kemampuan gambar penginderaan jauh dalam mengidentifikasi hutan
mangrove dan transfer fungsi utilitas mereka. Luas hutan mangrove di Kabupaten Banten sekitar
681,86 Ha. Penyebaran hutan mangrove terbesar adalah di kecamatan Tirtayasa dan Pontang. Kedua
kawasan tersebut memiliki nilai persentase 29,75% dan 28,46% dari total luas hutan mangrove di Teluk
Banten. Tingkat distribusi terkecil adalah Kabupaten Kramatwatu yang hanya sekitar 3,11% atau 21,19
Ha dari total luas hutan mangrove di Teluk Banten.
Kata kunci: Mangrove, Dinamika perubahan mangrove, Data Spasial, Pasang Surut
131
Anurogo et al., Pengaruh Pasang Surut
objek yang berada di permukaan bumi, tanpa 2003 dan Landsat 8 OLI tahun 2017 dimana
bersentuhan langsung dengan objek yang data citra akan digunakan untuk memantau
dipelajari (Danoedoro, 2012). Perkembangan tingkat perubahan tutupan lahan hutan
teknologi penginderaan jauh saat ini semakin mangrove dan dipadukan dengan data
maju seiring dengan bertambah banyaknya lapangan untuk informasi yang tidak dapat
data dalam berbagai sistem dan wahana, yang diambil dari data citra penginderaan jauh. Teluk
memungkinkan untuk memperoleh informasi Banten yang dalam kajian ini merupakan
dari objek yang akan dikaji semakin kompleks. wilayah yang menjadi fokus kajian secara
Berkembangnya teknologi penginderaan jauh geografis terletak pada 5043’00”-605‘20” LS dan
ini juga menyebabkan penginderaan jauh 106000’00”-106025’03” BT. Daerah ini
semakin umum digunakan dalam berbagai berbatasan dengan G. Gede (595 m) di bagian
macam penelitian dan juga memberikan Barat yang berada di Kecamatan Bojonegara,
manfaat yang semakin banyak bagi kehidupan Delta Ciujung dan Ciwandan di bagian Timur
masyarakat. Salah satu manfaat dari yang termasuk dalam Kecamatan Tirtayasa
penginderaan jauh adalah dalam membantu dan Carenang. Batas ke arah daratan adalah
memecahkan permasalahan lingkungan sering lereng Utara G. Pakembaran (492 m) dan G.
terjadi di permukaan bumi. Adanya konsep Batukaru (478 m), sedangkan dataran aluvial di
dalam penginderaan jauh yang menerangkan Kecamatan Keragilan dan Carenang sebagai
bahwa masing-masing objek dimuka bumi ini batas paling Timur yang berbatasan dengan
memiliki karakteristik pantulan spektral yang Kabupaten Tanggerang. Teluk Banten adalah
khas terhadap sumber energi yang datang, bagian dari dataran aluvial Pantai Utara Jawa,
memungkinkan studi vegetasi ini dilakukan yang dimulai dari Cirebon di bagian Timur,
(Anurogo & Murti, 2013; Wahyuni, 2014). dengan lebar berkisar 30 km dari pantai ke arah
darat dan pada daerah ujung Barat sebarannya
MATERI DAN METODE
menyempit < 10 km dari garis pantaike arah
Metode penelitian ini adalah suatu tahapan darat di sekitar Serang. Dataran aluvial pantai
yang harus dilakukan dalam penelitian untuk ini ditandai dengan pola aliran radial
menyelesaikan tujuan akhir yang ingin dicapai menyerupai kerangka daun (semi dentritik),
termasuk juga pendeskripsian kebutuhan alat dan lebar muara sungai < 20 m, kecuali sungai
dan bahan yang digunakan untuk mencapai Ciujung mempunyai lebar muara > 125 m
tujuan tersebut. Data penginderaan jauh (Jaya, 2010). Loakasi daerah penelitian
memungkinkan untuk memperoleh data yang ditampilkan pada gambar 1.
relatif baru, cepat dan akurat. Penelitian ini
menggunakan citra Landsat 7 ETM+ tahun
132
Jurnal Kelautan, 11(2), 130-139 (2018)
Tahapan dalam penelitian ini secara garis besar sebagai dasar acuan untuk pengambilan
meliputi tiga bagian yaitu tahap pra – lapangan, informasi dilapangan dengan menggunakan
tahap lapangan dan tahap pasca lapangan. sampel. Tahap lapangan bertujuan untuk
Tahap pra – lapangan meliputi pengumpulan memperoleh informasi dari sampel yang telah
data yang akan digunakan, pemrosesan citra, ditentukan sebelumnya. Tahap pasca –
dan identifikasi tutupan lahan yang terdapat lapangan ditujukan untuk mengolah data yang
pada daerah penelitian pada masing masing telah dikumpulkan, analisis statistik, menguji
tahun perekaman citra. data penutup lahan akurasi hasil perubahan dan mengkaji
hasil ekstraksi dari data citra penginderaan jauh kemampuan citra penginderaan jauh dalam
pada masing – masing tahun perekaman melakukan identifikasi hutan mangrove dan alih
tersebut kemudian dipisahkan untuk data fungsi pemanfaatannya serta perubahan
tutupan lahan mangrove. Data tutupan lahan luasan hutan mangrove. Kerangka penelitian
mangrove tahun perekaman 2017 kemudian ditampilkan dalam gambar 2.
dijadikan sebagai unit analisis yang digunakan
Data Pasang Surut
Data penginderaan jauh
Data citra penginderaan jauh pertama sebelum rupabumi ataupun dengan memanfaatkan
dilakukan ektraksi data, terlebih dahulu Global Positioning System (GPS). Tujuan dari
dilakukan koreksi geometrik yang berfungsi koreksi geometrik adalah untuk meletakkan
memberikan acuan koordinat yang sesuai elemen citra pada posisi planimetrik (x dan y)
dengan koordinat asli dilapangan sehingga yang seharusnya agar sesuai dengan keadaan
mempermudah dalam melakukan pekerjaan sebenarnya di lapangan. Tahapan selanjutnya
lapangan (Anurogo et al., 2015). Adanya setelah dilakukan koreksi geometrik adalah
sumber-sumber distorsi geometrik selama pemotongan atau masking citra. Masking citra
akuisisi citra seperti pengaruh rotasi bumi, ini bertujuan untuk memperkecil wilayah
kelengkungan bumi, kecepatan scanning dari cakupan citra pada daerah yang akan diteliti
beberapa sensor yang tidak normal, dan efek saja. Proses pemotongan citra ini
panoramik menyebabkan posisi setiap objek di menggunakan data vektor yang telah dibuat
citra tidak sama dengan posisi geografis untuk membatasi lokasi daerah penelitian. Data
permukaan bumi yang sebenarnya. Untuk yang sudah terkoreksi secara geometrik
mengkoreksi distorsi tersebut dilakukan dua tersebut kemudian dilakukan koreksi
tahapan (Gonzalez, 1977), yaitu menentukan radiometrik yang bertujuan untuk
fungsi transformasi dan melakukan resampling mengembalikan nilai pantulan spektral pada
citra. Pada koreksi ini diperlukan data titik objek yang terekam sehingga didapatkan
kontrol tanah atau Ground Control Point (GCP) pantulan spektral objek yang sesungguhnya
yang bisa diekstraksi dari peta topografi dan pet (Sativa et al., 2016). Koreksi radiometrik adalah
133
Anurogo et al., Pengaruh Pasang Surut
juga merupakan salah satu dari langkah yang dikumpulkan pada waktu perekaman
pemrosesan awal dimana efek kesalahan merupakan data yang digunakan sebagai alat
sensor dan faktor lingkungan atau faktor kalibrasi dalam melakukan koreksi radiometrik
gangguan atmosfer dihilangkan. Biasanya ini (Anurogo et al., 2015). Tahapan koreksi
koreksi ini mengubah nilai DN (Digital Number) radiometric ditunjukkan pada gambar 3.
yang terkena efek atmosferik. Data tambahan
Data hasil koreksi tersebut kemudian baru bisa dilakukan pengolahan ini untuk kedua tahun
diolah untuk mencapai tujuan dari penelitian ini. perekaman sehingga dapat diketahui
Tahapan selanjutnya setelah koreksi adalah perubahan dari kawasan hutan mangrove,
mengklasifikasikan penutup lahan pada daerah sehingga dapat dibuat alih fungsi kawasan
penelitian. Klasifikasi penutup lahan yang yang terdapat di daerah penelitian. Data
dilakukan adalah untuk membagi kelas hutan tersebut juga yang akan digunakan sebagai
mangrove dan non mangrove. Klasifikasi yang acuan untuk mengambil informasi di lapangan
digunakan adalah klasifikasi multispectral (validasi lapangan). Pengambilan informasi
untuk membedakan kedua kelas tersebut. dilapangan menggunakan metode sampling
Klasifikasi multispektral merupakan suatu supaya lebih mempersingkat waktu. Sampel
algoritma yang dirancang untuk menurunkan yang diambil harus mewakili dari keseluruhan
informasi tematik dengan cara populasi (Harjadi, 2016). Metode sampling
mengelompokkan fenomena berdasarkan yang digunakan adalah stratified sampling atau
kriteria tertentu (Danoedoro, 2012). Algoritma model sampel berstrata. Pengambilan sampel
klasifikasi sederhana memuat langkah-langkah berstrata merupakan teknik pengambilan
sebagai berikut 1) menentukan nilai spektral sampel dimana populasi dikelompokan dalam
representatif tiap obyek dengan carasampling. strata tertentu kemudian diambil sampel
Sampling yang dibuat dapat digunakan untuk dengan proporsi yg seimbang sesuai dgn posisi
mengenali obyek, 2) menempatkan nilai dalam populasi (Anurogo et al., 2015). Survei
representatif obyek (sampel) pada diagram lapangan dilakukan untuk memvalidasi data
multidimensional, 3) pengambilan keputusan hasil klasifikasi yang sudah dilakukan pada
berupa perhitungan seluruh nilai piksel dan tahap pra-lapangan. Survei lapangan
memasukkan ke dalam kelas yang tersedia mencakup seluruh bagian daerah kajian
(Anurogo & Murti, 2013). Metode klasifikasi mangrove dan non mangrove yang akan
yang digunakan adalah maximum likelihood dijadikan sebagai daerah konservasi mangrove
algorithm (algoritma kemiripan maksimum), hasil interpretasi visual.
yaitu algoritma yang secara statistik obyek
homogen selalu menampilkan histogram yang Data pasang surut diambil dari Dinas Hidro-
terdistribusi normal (Bayesian) (Danoedoro, Oseanografi TNI Angkatan Laut. Data yang
2012). Banyaknya sampel sebagai training digunakan disesuaikan dengan bulan
area sangat membantu dalam membedakan perekaman citra yaitu bulan mei 2017. Data
obyek. Pembuatan training area dapat pasang surut tersebut kemudian digunakan
dilakukan dengan membuat ROI (Region of sebagai pembuatan data tentatif tentang
Interest) (Frananda et al., 2015). Data yang pengaruh pasang surut air laut terhadap
134
Jurnal Kelautan, 11(2), 130-139 (2018)
dinamika perubahan hutan mangrove yang masih termasuk kedalam daerah Kab.Serang.
terdapat di teluk Banten. Data tentatif tersebut Pulau-pulau kecil yang masih menjadi cakupan
kemudian dijadikan acuan untuk pengambilan dalam wilayah penelitian ialah pulau Pamujan
sampel dilapangan sehingga data yang Kecil, pulau Pamujan Besar, dan pulau Panjang.
dibuatkan model dapat benar-benar Survey lapanngan ini dilakukan untuk
merepresantasikan kenampakan yang ada memvalidasi hasil interpretasi citra yang
dilapangan. dilakukan dilaboratorium, sehingga informasi-
informasi yang diperoleh dari hasil lapangan
Survei lapangan yang dilakukan berdasarkan juga diperuntukkan untuk hasil-hasil lain yang
hasil klasifikasi untuk obyek yang dimaksudkan tidak dapat diturunkan oleh citra penginderaan
sebagai tanaman mangrove maupun daerah jauh, hasil tersebut diperoleh melalui
konservasinya. Survei dilakuakn pada daerah pengukuran secara terestris, sedangkan data
pesisir Teluk Banten dengan cakupan khusus sekunder pendukung tentang objek kajian
pada daerah utara kawasan ini, yang diperoleh dari dinas atau instansi – instansi
mencakup bagian pesisir yang dilanjutkan pada terkait. Skema survey lapangan pada hutan
pulau-pulau kecil disekitar Teluk Banten yang mangrove ditampilkan pada gambar 4.
135
Anurogo et al., Pengaruh Pasang Surut
Hasil dari interpretasi visual ini adalah batasan penambahan dan pengurangan garis pantai.
hutan mangrove yang terdapat pada daerah Sehingga pada suatu area diketahui bahwa
kajian pada kedua tahun kajian penelitian. Dari mangrove bertambah dan berkurang
data hasil interpretasi visual inilah diketahui berbanding lurus dengan pertambahan dan
bahwa hutan mangrove pada daerah kajian pengurangan garis pantai pada daerah kajian
ada yang mengalami penambahan dan jika dilihat secara visual dan belum
pengurangan luasan. Didapatkan juga dari memperhatikan parameter – parameter yang
hasil tumpang susun (overlay) dari kedua hasil berkaitan. Salah satu parameter yang bias
data tersebut, bahwa pengurangan dan digunakan dalam memperhatikan perubahan
penambahan luas hutan mangrove tersebut tersebut adalah data pasang surut yang
sebagian disebabkan akan adanya didapatkan dari dinas hidros.
Kenampakan
objek vegetasi Vegetasi
mangrove non
mangrove
Vegetasi
non-
mangrove
Kenampakan objek
vegetasi mangrove
Gambar 5. Perbedaan mangrove dan non-mangrove pada citra Landsat pada saluran Inframerah
Dekat
Hasil data analisis pasang surut air laut lokasi yang mempunyai tingkat kerusakan
menunjukaan data 29 hari yang kemudian data mangrove yang cukup besar. Hasil analisa
tersebut diolah dengan metode admiralty pasang surut yang diperoleh pada Gambar 6
ditunjukkan pada gambar 6. Hasil analisis menunjukkan tipe pasang surut harmonik yaitu
menunjukkan bahwa nilai rerata muka air laut bertipe campuran condong ke ganda. Kondisik
/mean sea level (MSL) adalah 60 cm fisik pada tinggi muka air laut tersebut jelas
sedangkan muka laut terendah 20cm dan muka terlihat mendominasi yaitu pada tanggal 10
laut terting 80 cm. Data tersebut diukur pada sampai 16 2Mei 2017.
136
Jurnal Kelautan, 11(2), 130-139 (2018)
Hasil analisis menunjukkan bahwa hutan yang didominasi lahan berupa tambak.
mangrove yang terdapat di Teluk Banten Penggunaan lahan lain yang terdapat di Teluk
Kabupaten Serang sekitar 681,86 Ha. Luasan Banten adalah semak belukar, kebun campur,
tersebut didapatkan dari hasil interpretasi. Hasil sawah tadah hujan, permukiman, rawa. Kondisi
interpretasi tersebut juga dapat mengetahui kerapatan tajuk sebagian besar Hutan
persebaran dari hutan mangrove yang terdapat mangrove yang terdapat di daerah kajian
pada daerah penelitian. Persebaran hutan merupakan tajuk yang mempunyai kerapatan
mangrove yang paling besar terdapat pada lebat (70 – 100%). Kerapatan tajuk lebat ini
Kecamatan Tirtayasa dan Kecamatan Pontang. pada umumnya terdapat pada tengah hutan
Kedua Kecamatan tersebut masing – masing mangrove yang ada di Teluk Banten.
berturut – turut mempunyai nilai presentase Ketahanan terhadap abrasi terkait dengan
29.75% dan 28.46% dari keseluruhan luasan tekstur tanah. Di sebagian besar pesisir
hutan mangrove yang ada di Teluk Banten. Kabupaten Serang, terutama di bagian selatan
Sebaran luasan terkecil terdapat pada dan timur Teluk Banten, tanahnya bertekstur
Kecamatan Kramatwatu yakni hanya sekitar halus yang menjadi karakter dari tanah
3.11% atau 21.19 Ha dari keseluruhan luasan lempung. Di beberapa lokasi, ditemukan
hutan mangrove yang terdapat di Teluk Banten. tekstur tanah yang kasar (pasir). Akan tetapi,
persentase tektur tersebut lebih sedikit
Kondisi mangrove ini selain distribusi dan dibandingkan dengan tekstur yang lebih halus
sebaran hutan mangrove juga dideskripsikan (debu dan lempung). Tingkat kerusakan
dalam tingkat kekritisan dari hutan mangrove diklasifikasikan menjadi 3 kelas yakni tidak
yang terdapat di Teluk Banten. Variabel yang rusak, rusak dan rusak berat. Dilihat dari
digunakan dalam melakukan identifikasi tingkat variabel yang diguanakan, diketahui bahwa
kekritisan hutan mangrove ini menggunakan sebagian besar hutan mangrove di daerah
Pedoman Inventarisasi dan Identifikasi Lahan penelitian termasuk dalam kondisi rusak berat.
Kritis Mangrove yang dikeluarkan Direktorat Faktor utama yang menjadikan hutan
Jendral Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan mangrove pada daerah penelitian rusak berat
Sosial, Departemen Kehutanan pada tahun adalah variabel penggunaan lahan yang
2005. Variabel tersebut meliputi penggunaan terdapat pada daerah tersebut. Penggunaan
lahan, kerpatan tajuk, dan ketahanan terhadap lahan di derah penelitian ini didominasi oleh
abrasi. lahan tambak, sementara pada perhitungan
penentuan lahan kritis, variabel penggunaan
Penggunaan lahan yang ada di Teluk Banten lahan mempunyai bobot paling banyak. Tabel
mayoritas merupakan rataan pasang surut Presentase Kelas Kekritisan Hutan mangrove
(Kecamatan Pontang, Kecamatan Tirtayasa) ditunjukkan pada table 1.
137
Anurogo et al., Pengaruh Pasang Surut
Kedua Kecamatan tersebut masing – masing Gonzalez-Alonso, F., Cuevas, J. M., Arbiol, R.,
berturut – turut mempunyai nilai presentase & Baulies, X. (1997). Remote sensing
29.75% dan 28.46% dari keseluruhan luasan and agricultural statistics: crop area
hutan mangrove yang ada di Teluk Banten. estimation in north-eastern Spain
Sebaran luasan terkecil terdapat pada through diachronic Landsat TM and
Kecamatan Kramatwatu yakni hanya sekitar ground sample data. International
3.11% atau 21.19 Ha dari keseluruhan luasan Journal of Remote Sensing, 18(2), 467-
hutan mangrove yang terdapat di Teluk Banten. 470.
Pengaruh pasang surut terhadap perubahan Harjadi, B. (2016, May). Aplikasi Penginderan
kawasan hutan mangrove adalah kawasan Jauh dan SIG untuk Penetapan Tingkat
hutan mangrove semakin besar kerusakannya Kemampuan Penggunaan Lahan (KPL)
apabila terjadi peningkatan tinggi muka air laut (Studi Kasus di DAS Nawagaon
dengan nilai Mean Sea Level (MSL) yang tinggi. Maskara, Saharanpur-India). In Forum
Keadaan ini dapat mendorong terjadinya abrasi Geografi (Vol. 21, No. 1).
di daerah pesisir laut yang ada disekitarnya, Jaya, I. N. S. K. (2010). Morfodinamika
yang mampu mengikis dan membawa sedimen kepesisiran teluk Banten dengan
pada daerah pesisir laut. Dengan adanya menggunakan citra pengindraan jauh
gelombang arus yang cukup besar dapat multitemporal. Text.
mengakibatkan tidak mampunya substrat Khoirunnisa, H., Lubis, M. Z., & Anurogo, W.
sebagai penyimpan makanan dalam tumbuhan (2017). The Characteristics of
laut (mangrove), sehingga tidak dapat lagi Significant Wave Height and Sea
dijadikan sebagai tempat hidup. Dengan Surface Temperature In The Sunda
adanya tinggi gelombang yang dihasilkan Strait. Geospatial Information, 1(1).
dapat mendorong terjadinya abrasi laut. Kusmana, C. (1996). Nilai ekologis ekosistem
hutan mangrove.
DAFTAR PUSTAKA Lubis, M. Z., Anurogo, W., Gustin, O., Hanafi,
A., Timbang, D., Rizki, F., ... & Taki, H.
Anurogo, W., Murti, S. H., & Khakhim, N. (2015). M. (2017). Interactive modelling of
Analisis Perubahan Hutan Mangrove buildings in Google Earth and GIS: A
Dalam Penentuan Kawasan 3D tool for Urban Planning (Tunjuk
Rehabilitasi Dan Perubahan Stok Island, Indonesia). Journal of Applied
Karbon Menggunakan Data Geospatial Information, 1(2), 44-48.
Penginderaan Jauh (Di Teluk Banten, Putra, A. C. P., & Khakhim, N. (2016).
Serang Provinsi Banten) (Doctoral Pemetaan Kerapatan Kanopi Hutan
dissertation, Universitas Gadjah Mada). Mangrove Menggunakan Citra
Anurogo, W., & Murti, S. H. (2013). Aplikasi Landsat-8 Oli Di Wilayah Pengelolaan
Penginderaan Jauh Untuk Estimasi (Resort Grajagan), Taman Nasional
Produksi Tanaman Karet (Hevea Alas Purwo, Kabupaten Banyuwangi,
Brasiliensis) DI KOTA SALATIGA, Jawa Timur (Doctoral dissertation,
JAWA TENGAH. Universitas Gadjah Mada).
Anurogo, W., Lubis, M. Z., Khoirunnisa, H., Sativa, D. Y., Danoedoro, P., & Murti, S. H.
Pamungkas, D. S., Hanafi, A., Rizki, (2016). Model Pemetaan Sawah
F., ... & Lukitasari, C. A. (2017). A Lestari Berbasis Citra Landsat 8 Ldcm
Simple Aerial Photogrammetric Di Kabupaten Sleman Yogyakarta
Mapping System Overview and Image (Doctoral dissertation, Universitas
Acquisition Using Unmanned Aerial Gadjah Mada).
Vehicles (UAVs). Journal Of Applied Setyawan, A. D., & Winarno, K. (2006).
Geospatial Information, 1(01), 11-18. Pemanfaatan langsung ekosistem
Danoedoro, P. (2012). Pengantar mangrove di Jawa Tengah dan
penginderaan jauh digital. Yogyakarta: penggunaan lahan di sekitarnya;
Andi. kerusakan dan upaya restorasinya.
FAO. (1994). Mangrove Forest Management Biodiversitas, 7(3), 282-291.
Guidelines. FAO Rome, p. 319. Wahyuni, N. I., & Suryawan, A. (2012).
Frananda, H., Hartono, H., & Jatmiko, R. H. Cadangan Karbon Hutan Mangorve di
(2015). Komparasi Indeks Vegetasi Sulawesi Utara antara Tahun 2000-
Untuk Estimasi Stok Karbon Hutan 2009. Balai Penelitian Kehutanan.
Mangrove Kawasan Segoro Anak Manado.
Pada Kawasan Taman Nasional Alas Wahyuni, N. I. (2014). The Utilization of ALOS
Purwo Banyuwangi, Jawa Timur. PALSAR Image to Estimate Natural
Majalah Ilmiah Globe, 17(2), 113-123. Forest Biomass: Case Study at Bogani
138
Jurnal Kelautan, 11(2), 130-139 (2018)
139