Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa kehamilan adalah salah satu fase penting untuk perkembangan anak

dimana janin dan calon ibu akan membutuhkan asupuan gizi optimal serta kondisi

tubuh yang fit selama masa kehamilan. Pada masa kehamilan sering didapatkan

kondisi patologis yang dapat berimplikasi buruk terhadap perkembangan optimal

dari janin dan juga mengancam kesehatan ibu. Dari sekian banyak kondisi

patologis pada ibu hamil, yang sekarang semakin banyak ditemukan pada

masyarakat adalah kasus HIV pada ibu hamil. (Richard Suherlim, 2015).

Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang menyerang

kekebalan tubuh manusia dan menyebabkan sekumpulan gejala penyakit akibat

infeksi HIV yaitu Acquired Immune Deficiency Syndrome(AIDS). HIV ditemukan

pada cairan darah dan kelamin yang menular melalui hubungan seksual, transfusi

darah, penggunaan jarum suntik terinfeksi HIV, transplantasi organ, dan

penularan dari ibu ke janin ( Nurlaila , 2018).

Tahun 2016, infeksi HIV di Indonesia sebanyak 198.219 orang dan AIDS

78.292 orang. Di Jawa Timur, penderita AIDS sebanyak 13.335 orang, tertinggi

dibandingkan provinsi lain. Kabupaten Jember tahun 2015 menduduki peringkat

kelima di Jawa Timur dengan HIV/AIDS sebanyak 2.309 orang dan AIDS 630

orang. AIDS tertinggi menurut status/pekerjaan diderita ibu rumah tangga dimana

salah satu faktor risiko penularan terbanyak HIV/AIDS melalui penularan

1
perinatal(Kemenkes RI, 2016).Penularan perinatal dapat terjadi selama kehamilan,

selama persalinan, dan pasca persalinan (kamenkes RI,2016).

Departemen Kesehatan RI memperkirakan jika di Indonesia setiap tahun

terdapat 9.000 ibu hamil positif HIV yang melahirkan bayi, berarti akan lahir

sekitar 3.000 bayi dengan HIV positif tiap tahun. Ini akan terjadi jika tidak ada

intervensi. Resiko penularan HIV dari ibu ke bayi berkisar 24- 25%. Namun,

resiko ini dapat diturunkan menjadi 1-2% dengan tindakan intervensi bagi ibu

hamil HIV positif, yaitu melalui layanan konseling dan tes HIV sukarela,

pemberian obat antiretroviral, persalinan sectio caesaria, serta pemberian susu

formula untuk bayi (Mei lina,2014).

Konseling dan test merupakan pintu masuk untuk membantu setiap orang

mendapatkan akses kesemua pelayanan yang berupa informasi, eduksi, terapi atau

dukungan psikososial. Kebutuhan untuk mendapatkan informasi yang lebih tepat

dapat diarahkan kepada perubahan perilaku yang lebih sehat (Depkes RI, 20016).

Pelayanan pemeriksaan HIV pada populasi kunci ibu hamil dapat

mengubah perilaku berisiko dan memberikan informasi tentang pencegahan HIV.

Konseling HIV/AIDS yang dilakukan oleh konselor merupakan proses dengan

tiga tujuan umum yaitu menyediakan dukungan psikologik, pencegahan penularan

HIV, dan memastikan efektifitas rujukan kesehatan (Depkes RI, 2016)

Layanan konseling dan tes HIV akan sangat baik jika diintegrasikan

dengan pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak dan layanan Keluarga Berencana,

karena :

2
a. Dengan menjadikan konseling dan tes HIV sebagai sebuah layanan

rutin di layanan Kesehatan Ibu dan Anak dan layanan Keluarga

Berencana, yang ditawarkan kepada semua pengunjung, akan

mengurangi stigma terhadap HIV-AIDS

b. Layanan rutin konseling dan tes HIV di layanan Kesehatan Ibu dan

Anak akan menjangkau banyak ibu hamil

c. Menjalankan konseling dan tes HIV di klinik Kesehatan Ibu dan Anak

akan mengintegrasikan program HIV-AIDS dengan layanan

kesehatan lainnya, seperti pengobatan IMS dan infeksi lainnya,

pemberian gizi tambahan dan keluarga berencana

d. Pelaksanaan konseling dan tes HIV untuk pencegahan penularan HIV

pada wanita mengikuti Pedoman Nasional Konseling dan Tes HIV.

Tes HIV merupakan pemeriksaan rutin yang ditawarkan kepada ibu

hamil.

e. Ibu hamil menjalani konseling dan diberikan kesempatan untuk

menetapkan sendiri keputusannya untuk menjalani tes HIV atau tidak.

Layanan tes HIV untuk program PPIA dipromosikan dan

dimungkinkan tidak hanya untuk perempuan, namun juga

diperuntukan bagi pasangan laki-lakinya.

f. Pada tiap jenjang layanan kesehatan yang memberikan konseling dan

tes HIV dalam paket pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak dan layanan

Keluarga Berencana, harus ada petugas yang mampu memberikan

konseling sebelum dan sesudah tes HIV.

3
g. Di layanan Kesehatan Ibu dan Anak dan layanan Keluarga Berencana

yang memberikan layanan konseling dan tes HIV, konseling pasca tes

(post-test counseling) bagi perempuan HIV negatif diberikan

informasi dan bimbingan untuk tetap HIV negatif selama kehamilan,

menyusui dan seterusnya (Depkes RI, 2016).

Berdasarkan data Di Puskesmas Waru Kabupaten Sidoarjo ditemukan 2

kasus HIV positif yang terjadi pada ibu hamil pada tahun 2018. Untuk itu dalam

melakukan konseling dan test pada ibu hamil sangat penting di karenakan untuk

menambah pengetahuan tentang HIV agar tidak terjadi atau bertambahnya kasus

HIV. Target konseling dan test untuk ibu hamil dari Dinas Kesehatan untuk satu

puskesmas sebanyak 95 %, data yang di dapatkan di puskesmas Waru Kabupaten

Sidoarjo dari Januari sampai Desember 2018 ditemukan ibu hamil yang

melakukan konseling dan test HIV/AIDS sebanyak 38,8% ibu hamil dari 12 desa

di Kecamatan Waru Kabubaten Sidoarjo.

Berdasarkan data tersebut diatas peneliti tertarik untuk melakukan

Penelitian karena data dari puskesmas tidak mencapai target yang diberikan Dinas

Kesehatan sebanyak 95%, maka dari itu peneliti ingin mengetahui hubungan

antara pengetahuan ibu hamil dengan kesediaan untuk dilakukan konseling dan

test HIV/AIDS di Puskesmas Waru Kabupaten Sidoarjo.

4
B. Rumusan Masalah

Apakah ada Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Hamil dengan

Kesedian Untuk Dilakukan Konseling dan Tes HIV/AIDS di Puskesmas

Waru Kabupaten Sidoarjo?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Menganalisis Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Hamil dengan

Kesedian Untuk Dilakukan Konseling dan Tes HIV/AIDS di Puskesmas

Waru Kabupaten Sidoarjo.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi Pengetahuan Ibu Hamil dengan Kesedian Untuk

Dilakukan Konseling dan Tes HIV/AIDS di Puskesmas Waru

Kabupaten Sidoarjo

b. Mengidentifikasi Kesediaan Ibu Hamil tentang HIV/AIDS sebelum

diberikan konseling di Puskesmas Waru Kabupaten Sidoarjo.

c. Menganalisis Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Hamil dengan

Kesedian Untuk Dilakukan Konseling dan Tes HIV/AIDS di

Puskesmas Waru Kabupaten Sidoarjo

D. Manfaat Hasil Penelitian

1. Bagi Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.

Sebagai bahan pertimbangan untuk mengembangkan penelitian

serupa ditempat lain yang juga mengalami masalah yang sama dalam hal

5
tingkat pengetahuan dan kesediaan ibu hamil terhadap konseling dan

HIV/AIDS untuk menghindari penularan HIV/AIDS antara ibu dan anak.

2. Bagi Puskesmas Waru

Sebagai masukan untuk lebih meningkatkan pelayanan kesehatan

terutama dalam health promotion dan health education kepada masyarakat

khususnya di Puskesmas Waru, Kabupaten Sidoarjo.

3. Bagi Responden

Memberikan tambahan informasi terhadap pentingnya mengetahui

tentang tentang konseling dan test HIV/AIDS pada ibu hamil.

4. Bagi Peneliti

Penelitian ini merupakan kesempatan yang baik untuk menambah

wawasan dan pengalaman dalam mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang

dimiliki khususnya yang menyangkut pengetahuan dan kesediaan ibu

hamil terhadap konseling dan test HIV/AIDS.

Anda mungkin juga menyukai