Anda di halaman 1dari 12

RESUME

MATERI GENETIK: SIFAT DAN REPLIKASI

Untuk memenuhi matakulilah Genetika 1


Diampu oleh Prof. Dr. Duran Corebima Aloysius, M.Pd.
Disajikan pada 30 Januari 2019

Disajikan oleh:
Erma Wahyu Safira Nastiti (170341615078)
Karlina Syabania (170341615099)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
S1 PENDIDIKAN BIOLOGI
2019
MATERI GENETIK: SIFAT DAN REPLIKASI

Gen pertamakali ditemukan dan diteliti oleh Mendel kemudian penelitian


tersebut diteruskan oleh ilmuwan lainnya dari tahun ke tahun. Namun penelitian
yang telah dilakukan hanya menunjukkan tentang pewarisan sifat bukan mengenai
struktur molekul dari sebuah gen.
Selanjutnya penelitian tersebut menyatakan adanya korelasi antara
transmisi gen dari generasi ke generasi (Hukum Pemisahan/Segregation dan
Hukum Berpangsangan Secara Bebas/Independent Assortment) dan perilaku
kromosom selama masa reproduksi atau yang dikenal sebagai peristiwa reduksi
pada saat meiosis dan fertilisasi. Hal ini menjadi sebuah bukti bahwa gen terletak
di kromosom. Oleh karena itu, di dalam gen dindikasi adanya peristiwa kimia
selama pewarisan dan membuat ilmuwan menyelidiki struktur biokimia
kromosom.
Terlepas dari struktur biokimia kromosom, menurut Mendel sebuah materi
genetik memiliki dua kunci utama yaitu genotip/replikasi dan fenotip/gen
ekspresi. Genotip mengandung materi genetik yang berisi informasi genetik
sedangkan fenotip merupakan karakter fisik atau morfologi. Kromosom terdiri
dari dua tipe makromolekul yaitu protein dan asam nukleat. Asam nukleat terbagi
menjadi dua yaitu DNA dan RNA.

1. DNA Sebagai Materi Genetik: Percobaan Griffith


Fenomena tranformasi pertamakali ditemukan oleh Frederick Griffith
tahun 1928 dengan menggunakan Diploccocus pneumoniae. Di bakteri ini dapat
dikenali adanya macam variasi fenotip yang berbeda. Karakteristik dari fenotip
tersebut yaitu ada atau tidaknya kapsula polisakarida yang menyelubungi sel
bakteri dan tipe kapsul yang memiliki komposisi tertentu dari kapsul polisakarida.
Bakteri Diploccocus pneumoniae dikembangkan melalui media agar darah
dan menggunakan dua jenis bakteri yang dibedakan dari sifat koloninya. Jenis
bakteri pertama adalah bakteri yang bermutasi ke bentuk non-virulen yang tidak
memiliki kapsul polisakarida dikenali sebagai Tipe S kemudian tipe kedua yaitu
tidak ditemui adanya kapsul, non-virulen, dan memiliki penampakan kasar ketika
dikembangkan di medium agar darah disebut Tipe R.
Tipe kapsul yang menyelubungi sel bakteri dibagi berdasarkan tipe
antigennya yaitu tipe I,II,III, dan IV. Perbedaan tipe kapsul dapat diindetifikasi
secara imunologi. Jika Tipe II dinjeksi melalui aliran darah kelinci maka
menimbulkan sistem imun pada kelinci memproduksi antibodi yang bereaksi
secara spesifik dengan sel tipe II. Antibodi tipe II seperti itu akan menyebabkan
penggumpalan.
Percobaan Griffith menggunakan tipe IIIS yang bersifat virulen, tipe IIR
bersifat non-virulen, dan tipe S yang telah dimatikan dengan pemanasan.
Percobaan tersebut dibagi menjadi empat kelompok sebagai berikut:
1. Menginjeksikan tipe IIR, tikus tetap hidup
2. Menginjeksikan tipe IIIS ke dalam tubuh tikus, tikus mati.
3. Menginjeksikan tipe IIIS yang telah dimatikan dengan pemanasan
(heat-killed) ke tubuh tikus, tikus tidak mati.
4. Menginjeksikan tipe IIIS yang telah dimatikan dengan pemanasan
(heat-killed) dan bersifat virulen hidup dengan tipe IIR non-virulen
hidup ke tubuh tikus. Hasilnya tikus terjangkit penyakit pneumonia.

Gambar 1. The experiment of Griffith that demonstrated the


concept of the transforming principle (John, 2017).
Berdasarkan percobaan dapat dijelaskan bahwa virulen yang diamati
bukan karena sel tipe IIIS yang selamat dari perlakuan panas (heat-killed). Hal ini
perlu dicatat karena sel tipe R yang tidak berkapsul dapat bermutasi ke sel tipe S
yang berkapsul. Namun ketika sel tipe IIR mengalami mutasi hasilnya menjadi sel
tipe IIS bukan tipe IIIS. Dengan demikian transformasi dari sel non-virulen tipe
IIR ke sel virulen tipe IIIS tidak dapat dijelaskan dengan peristiwa mutasi
melainkan beberapa komponen dari sel mati tipe IIIS yang berubah menjadi sel
hidup tipe IIR ke sel tipe IIIS. Percobaan yang telah dilakukan oleh Griffith ini
sekarang disebut sebagai transformasi (transformation).

2. Pembuktian Bahwa “Dasar Transformasi” adalah DNA: Avery,


MacLeod, dan McCarty
Avery, MacLeod, dan McCarty melakukan eksperimen pada tahun 1944.
Mereka membuktikan bahwa jika suatu DNA murni dari tipe IIIS dipertemukan
dengan tipe IIR maka bakteri akan bertransformasi menjadi tipe IIIS. Penjelasan
tentang eksperimen Avery, MacLeod, dan McCarty menunjukkan DNA
merupakan dasar dari transformasi dengan melibatkan enzim yang mengkatalis
degradasi DNA, RNA, dan protein. Di penelitian lainnya menunjukkan DNA
murni dari sel tipe IIIS diperlakukan dengan deoksiribonukelase (DNase yang
mengkatalis degradasi DNA), ribonuklease (yang mengkatalis RNase), dan
protease (yang mengkatalis degradasi protein) kemudian dites untuk dilihat
kemampuan sel tipe IIR ke sel tipe IIIS. DNase hanya mempengaruhi aktivitas
persiapan transformasi DNA dan mengeliminasi semua proses transformasi.

Gambar 2: The experiment of Avery, MacLeod and McCarty that


demonstrated that DNA was the genetic material (John, 2017).
3. Percobaan “Hershey-Chase”
Pembuktian DNA sebagai materi genetik oleh Hershey dan Chase
dipublikasikan pada tahun 1952. Keduanya membuktikan informasi genetik dari
virus bakteri (bakteriofag T2) yang ada di DNA. Percobaan dilakukan dengan
memanfaatkan isotop radio aktif yang berbeda untuk menandai DNA dan protein.
Langkah pertama pengembangbiakan T2 yaitu T2 ditumbuhkan bersama
Eschericia coli di dalam sulfur radio aktif (35S) dan fosfor radio aktif (32P). Sulfur
digunakan karena prtotein di dalam bakteriofag mengandung sulfur serta sulfur
radio aktif ini dapat masuk ke dalam protein faga. Fosfor radio aktif nantinya akan
lebih mudah melekat pada DNA.
Setelah dikembangbiakan bersama radio aktif, T2 dipisahkan dengan
Eschericia coli non radio aktif sampai terjadi adanya infeksi. Kemudian
Eschericia coli yang sudah terinfeksi diblender untuk melepaskan bagian faga di
luar sel bakteri. Hasil dari blender tersebut selanjutnya di pisahkan antara
supernatant dengan peletnya menggunakan sentrifus. Radioaktivitas yang terdapat
di dalam pellet dan supernatant membuktikan bahwa bakteri yang terinfeksi faga
T2 di bagian proteinnya sedangkan partikel virus terdapat di bagian supernatant.
Hal ini membuktikan bahwa bakteri yang mengandung sulfur radio aktif, protein
faganya tidak menginfeksi sel inang melainkan bakteri yang mengandung fosfor
radioaktif terinfeksi faga T2.
Dapat disimpulkan dari percobaan ini bahwa DNA virus masuk ke dalam sel
inang dan membentuk protein dan sel DNA virus baru tetapi protein inang tidak
terinfeksi. Dari peristiwa ini dibuktikan asam nukleat bukan protein tapi materi
herediter.
Gambar 3: Preparation of Radiotiactively Labeled T2 Bacteriophages by Hershey
and Chase (John, 2017)
Gambar 4: Infectious of Radiotiactively T2 Bacteriophages by Hershey and Chase
(John, 2017)

4. Watson dan Crick Double Helix


Struktur DNA yang benar disimpulkan oleh Watson dan Crick (1953).
Modelnya yaitu double-helix, yang didasarkan pada 2 jenis bukti utama, yaitu:
a. Analisis E. Chargaff dkk mengenai komposisi DNA dari berbagai
organisme bahwa konsentrasi: timin = adenine; dan sitosin = guanin; total
pirimidin (timin + sitosin) = purin (adenine + guanin). Namun, rasio
(timin + adenin) : (sitosin + guanin) bervariasi dari spesies yang berbeda.
b. Ketika sinar X difokuskan melalui makromolekul terisolasi atau kristal
dari moekul yang dimurnikan, sinar X dibelokkan oleh atom-atom
molekul dalam pola difraksi yang memberi informasi tentang
pengelompokan komponen-komponen molekul. Difraksi sinar X ini dapat
direkam pada film yang sensitif terhadap sinar X sebagai salah satu dari
pola potret cahaya dengan kamera dan film yang sensitif terhadap cahaya.
Watson dan Crick memiliki data grafik kristal X untuk struktur DNA dari
studi M. H. F. Wilkins, R. Franklin, dkk yang berisi bahwa DNA adalah
struktur untai berganda yang sangat teratur dengan pengulangan
penempatan substruktur setiap 3,4 angstrom (1 A = 10-8 cm) sepanjang
sumbu dari molekul.
Atas dasar dari data kimia Chargaff, data difraksi sinar-X Wilkins dan
Franklin, dan kesimpulan yang tergambar dai model rangkaian, Watson dan Crick
berpendapat bahwa keberadaan DNA sebagai rantai polinukleotida rantai ganda
saling menggulung dalam spiral. Setiap rantai polinukleotida mengandung urutan
nukleotida yang dihubungkan oleh ikatan fosfodiester, bergabung dengan gugus
deoksiribosa yang berdekartan. Dua untaian polinukleotida disatukan dalam
konfigurasi heliks dengan ikatan hidrogen antara basa dalam untaian yang
berlawanan, pasangan basa yang bertumpuk di antara 2 rantai yang tegak lurus
dengan sumbu seperti tangga-tangga spiral.
Pasangan dasar spesifik yaitu adenin-timin dan guanin-sitosin. Jadi, semua
pasangan basa terdiri dari 1 purin dan 1 pirimidin. Dalam konfigurasi structural,
adenin + timin = 2 ikatan hidrogen, dan guanine + sitosin = 3 ikatan hihdrogen.
Setelah urutan basa dalam satu untai DNA heliks ganda diketahui, urutan basa di
untai lain juga dikenal karena spesifik. Kedua helai dari DNA heliks ganda
memiliki sifat yang saling melengkapi (saling cocok, jadi mereka tidak sama, tapi
saling melengkapi). Ketika tanpa diduga rantai bergerak tanpa arah di sepanjang
heliks ganda DNA, ikatan fosfodiester dalam satu untai berubah dari karbon 3'
nukleotida ke karbon 5' nukleotida yang berdekatan, sedangkan yang ada di untai
komplementer pergi dari karbon 5 'ke karbon 3'. ingkat stabilitas heliks ganda
DNA yang tinggi sebagian disebabkan oleh banyaknya ikatan hidrogen antara
pasangan basa dan sebagian dari ikatan hidrofobik antara tumpukan pasangan
basa. Sisi planar dari pasangan basa relatif nonpolar jadi tidak larut dalam air
(hidrofobik). Inti hidrofobik ini memberikan stabilitas bagi molekul DNA yang
ada dalam protoplasma sel hidup.

5. Fleksibilitas Konformasi Molekul DNA


Sebagian besar molekul DNA hadir dalam protoplasma berair sel hidup yang
hampir pasti ada dalam bentuk heliks ganda disebut bentuk-B DNA. Bentuk-B
adalah konformasi yang diambil DNA dalam kondisi fisiologis (larutan encer
berkonsentrasi rendah). Namun, DNA bukanlah molekul statis (invarian),
melainkan molekul-molekul DNA menunjukkan sejumlah besar fleksibilitas
konforamasi.
Struktur molekul DNA berubah sebagai fungsi lingkungannya. Konformasi
yang tepat dari molekul DNA yang diberikan atau segmen tertentu molekul DNA
akan tergantung pada sifat molekul yang berinteraksi dengannya. Faktanya, DNA
intraseluler bentuk-B memiliki rata-rata 10,4 pasangan nukleotida per putaran.
Dalam konsentrasi garam yang tinggi (dehidrasi), DNA ada dalam bentuk A, yang
memiliki 11 pasang nukleotida per putaran. Sangat berbeda dengan molekul DNA
pernah ada dalam bentuk A in vivo. Struktur ini adalah konformasi heterodupleks
DNA-RNA atau dupleks RNA-RNA in vivo.
Beberrapa sekuens DNA tertentu ada dalam bentuk heliks kidal unik yang
disebut Z-DNA. Heliks DNA bentuk A dan B ditemukan dengan cara tangan
kanan. Selain itu, segmen spesifik molekul DNA dapat mengalami pergeseran
konformasi dari bentuk B ke Z, dan sebaliknya. Nyatanya, protein pengatur
tertentu hanya dapat berikatan dengan bentuk-Z (atau bentuk-B) dari sekuens
DNA dan menyebabkannya bergeser ke bentuk-B (atau bentuk-Z).
Pertanyaan:
1. Apa yang menyebabkan sel tipe IIR dapat bermutasi kembali menjadi sel
tipe IIS? Mengapa tidak menjadi sel tipe IIIS? (Karlina Syabania)
2. Apa fungsi enzim pada percobaan Avery, MacLeod, dan McCarty?
(Karlina Syabania)
3. Berikut adalah tabel mengenai komposisi dasar dari DNA pada virus.
Adenine Guanine Sitosin Timin
Spesies
(%) (%) (%) (%)
Bacteriophage T2 32,6 18,1 16,6 32.6
Herpes simplex 13,8 37,7 36,3 13,5
Vaccinia 31,5 18,0 19,0 31,5
Dari tabel di atas, data mana yang menunjukkan analisis E. Chargaff dkk.
mengenai komposisi DNA? Mengapa bisa demikkian? (Erma Wahyu S N)

Jawaban:
1. Sel tipe IIR merupakan sel yang tidak berkapsul dan bersifat non-virulen
sehingga memudahkan sel tersebut bermutasi ke sel yang berkapsul yaitu
sel tipe IIS. Namun tidak berubah menjadi sel tipe IIIS dikarenakan tidak
dapat bermutasi meskipun sel-sel mati dari sel tipe IIIS dapat berubah
menjadi sel tipe IIR nantinya akan kembali ke sel tipe IIIS.
2. Fungsi enzim dari percobaan tersebut sebagai pengakatalis DNA, RNA,
dan protein menjadi DNase, RNase, dan protease.
3. Salah satu contoh pada spesies virus Herpes simplex konsentrasi adenin
13,8% dan konsentrasi timin 13,5%. Keduanya memang tidak sama persis,
namun diantara keempat data (adenin, guanin, sitosin, dan timin),
konsentrasi keduanya paling mirip. Hal ini sesuai dengan analisis E
Chargaff, dkk., yang meyatakan bahwa konsentrasi timin sama dengan
konsentrasi adenin. Sedangkan konsentrasi guanin 37,7% dan konsentrasi
sitosin 36,3%. Keduanya juga tidak sama persis, bahkan selisihnya lebih
jauh daripada selisih antara konsentrai adenin dan timn, namun diantara
keempat data, konsentrasi keduanya paling mirip. Hal ini juga sesuai
dengan hasil analisis E Chargaff, dkk., yang meyatakan bahwa konsentrasi
sitosin sama dengan konsentrasi guanin.
Daftar Rujukan
Fry, Michael. 2016. Avery, MacLeod, and McCarty Identified DNA as the Genetic
Material. Israel Institute of Technology.
Hershey, A. D. dan M. Chase. 1952. Independent Functions of Viral Protein and
Nucleic Acid in Growth of Bacteriophage. The Journal of General
Physiology. 36: 39–56.
Michael,John. 2017. DNA Replication Sequencing. University South Dakota.

Anda mungkin juga menyukai