TONSILITIS KRONIS
Oleh:
H1A014022
Pembimbing
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1
Faktor predisposisi timbulnya tonsillitis kronik ialah rangsangan yang
menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk, pengaruh
cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Gambar 1.1 Anatomi tonsil
4
Gambar 1.2 Perdarahan tonsil
Persarafan
Tonsil bagian atas mendapat sensais dari serabut saraf ke V (trigeminus)
melalui ganglion spenophalatina dan pada bagian bawah mendapat sensasi dari
cabang serabut saraf ke IX (nervus glosofaringeus).7 3
5
Tonsil mempunyai dua fungsi utama yaitu menangkap dan
mengumpulkan bahan asing dengan efektif dan sebagai organ produksi antibodi
dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik.
6
2.5 Patofisiologi Tonsilitis kronis
Terjadinya proses radang berulang disebabkan oleh rokok, beberapa jenis
makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan
pengobatan tonsilitis yang tidak adekuat. Proses peradangan dimulai pada satu
atau lebih kripte tonsil. Karena proses radang berulang, maka epitel mukosa dan
jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid
akan diganti oleh jaringan parut. Jaringan ini akan mengerut sehingga kripte
akan melebar.1.2
Secara klinis kripte ini akan tampak diisi oleh Detritus (akumulasi epitel
yang mati, sel leukosit yang mati dan bakteri yang menutupi kripte berupa
eksudat yang berwarna kekuning-kuningan). Proses ini terus meluas hingga
menembus kapsul sehingga terjadi perlekatan dengan jaringan sekitar fossa
tonsillaris. Pada anak-anak, proses ini akan disertai dengan pembesaran kelenjar
submandibula.1.8
7
dilakukan penekanan pada plika anterior dapat keluar pus atau material seperti
keju.2
Gejala klinisnya yaitu sangkut menelan, bau mulut (halitosis) yang disebabkan
adanya pus pada kripta tonsil, sengau atau sering tersedak pada malam hari
(bila tonsil membesar dan menyumbat jalan nafas), nafsu makan menurun,
badan terasa lesu, kadang disertai demam, serta sakit kepala.2
8
magnesium kemudian tersimpan yang memicu terbentuknya batu. Batu
tersebut dapat membesar secara bertahap dan kemudian dapat terjadi ulserasi
dari tonsil. Tonsilolith lebih sering terjadi pada dewasa dan menambah rasa
tidak nyaman lokal atau foreign body sensation. Hal ini didiagnosa dengan
mudah dengan melakukan palpasi atau ditemukannya permukaan yang tidak
rata pada perabaan.8
2.8 Diagnosis
Diagnosis dapat di tegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan peunjang.
Pada anamnesis dapat di temukan gejala-gejala seperti sangkut menelan, bau
mulut (halitosis) yang disebabkan adanya pus pada kripta tonsil, sengau atau
sering tersedak pada malam hari (bila tonsil membesar dan menyumbat jalan
nafas), nafsu makan menurun, malaise, kadang disertai demam, serta sakit
kepala.1.2
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tonsil tampak membesar, dapat terlihat
butiran pus kekuningan pada permukaan medial tonsil, bila dilakukan
penekanan pada plika anterior dapat keluar pus atau material menyerupai keju,
warna kemerahan pada plika anterior bila dibanding dengan mukosa faring.6
9
T4 : batas medial tonsil melewati ¾ jarak anterior – uvula sampai uvula
atau lebih
Pada anak, tonsil yang hipertrofi dapat terjadi obstruksi saluran nafas atas
yang dapat menyebabkan hipoventilasi alveoli yang selanjutnya dapat terjadi
hiperkapnia dan dapat menyebabkan kor polmunale. Obstruksi yang berat
menyebabkan apnea waktu tidur, gejala yang paling umum adalah mendengkur
yang dapat diketahui dalam anamnesis.2
Mikrobiologi
Penatalaksanaan dengan antimikroba sering gagal untuk menghilangkan
kuman patogen dan mencegah kekambuhan infeksi pada tonsil. Kegagalan
menghilangkan organisme patogen disebabkan ketidaksesuaian pemberian
antibiotika atau penetrasi antibiotika yang inadekuat. Gold standard
pemeriksaan lab pada tonsil adalah kultur dari dalam tonsil. Berdasarkan
penelitian di India terhadap 40 penderita Tonsilitis Kronis yang dilakukan
10
tonsilektomi, didapatkan kesimpulan bahwa kultur yang dilakukan dengan swab
permukaan tonsil untuk menentukan diagnosis yang akurat terhadap flora
bakteri Tonsilitis Kronis tidak dapat dipercaya dan juga valid. Kuman terbayak
yang ditemukan yaitu Streptokokus beta hemolitikus di ikuti Staflokokus
aureus.5.10
Histopatologi
Penelitian yang dilakukan di Turkey terhadap 480 spesimen tonsil,
menunjukkan bahwa diagnosa Tonsilitis Kronis dapat ditegakkan berdasarkan
8
pemeriksaan histopatologi dengan tiga kriteria histopatologi yaitu ditemukan
ringan- sedang infiltrasi limfosit, adanya Abses dan infitrasi limfosit yang difus.
Kombinasi ketiga hal tersebut ditambah temuan histopatologi lainnya dapat
dengan jelas menegakkan diagnosa Tonsilitis Kronis.5
11
menelan. Analgetik (parasetamol dan ibuprofen adalah yang paling aman) lebih
efektif daripada antibiotik dalam menghilangkan gejala. Nyeri faring bahkan
dapat diterapi dengan spray lidokain. Bila dicurigai adanya tonsilitis difteri,
penderita harus segera diberi serum anti difteri (ADS), tetapi bila ada gejala
sumbatan nafas, segera rujuk ke rumah sakit.4
Pada tonsilitis kronik, penting untuk memberikan edukasi agar menjauhi
rangsangan yang dapat menimbulkan serangan tonsilitis akut, misalnya rokok,
minuman/makanan yang merangsang, higiene mulut yang buruk, atau
penggunaan obat kumur yang mengandung desinfektan.9
Operatif
Tonsilektomi didefinisikan sebagai operasi pengangkatan seluruh tonsil
palatina dengan eksisi surgikal tonsil palatina untuk mencegah tonsilitis
rekuren. Tonsilektomi merupakan prosedur operasi yang praktis dan aman, 9
namun hal ini bukan berarti tonsilektomi merupakan operasi minor karena tetap
memerlukan keterampilan dan ketelitian yang tinggi dari operator dalam
pelaksanaannya.1.3
Indikasi tonsilektomi dulu dan sekarang tidak berbeda, namun terdapat
perbedaan prioritas relatif dalam menentukan indikasi tonsilektomi pada saat
ini.Dulu tonsilektomi diindikasikan untuk terapi tonsilitis kronik dan
berulang.Saat ini, indikasi yang lebih utama adalah obstruksi saluran napas dan
hipertrofi tonsil. Indikator klinis untuk prosedur surgikal adalah seperti
berikut:9
a. Indikasi Absolut 9
a. Tonsilitis kronis yang merupakan infeksi fokal
b. Tonsilitis yang menyebabkan kejang demam
c. Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan
drainase
d. Difteri career
12
e. Upper Respiratory Obstruction and Swallowing disorders (OSAS)
f. Kecurigaan pada keganasan
b. Indikasi Relatif 9
a. Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi
antibiotik adekuat
b. Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian
terapi medis
c. Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang tidak
membaik dengan pemberian antibiotik β-laktamase resisten
d. Rhinitis kronis
e. Infeksi saluran pernapasan atas yang berulang
f. Otalgia yang berulang
g. Hipertrofi tonsil unilateral yang dicurigai merupakan suatu keganasan
10
0
c. Kontraindikasi Tonsilektomi
Terdapat beberapa keadaan yang disebutkan sebagai kontraindikasi,
namun bila sebelumnya dapat diatasi, operasi dapat dilaksanakan dengan tetap
memperhitungkan imbang “manfaat dan risiko”. Keadaan tersebut adalah:
1. Gangguan perdarahan
3. Anemia
13
yang menjalani tonsilektomi meninggal baik akibat perdarahan maupun
komplikasi anestesi dalam 5-7 hari setelah operasi.
2.12 Pencegahan
Bakteri dan virus penyebab tonsilitis dapat dengan mudah menyebar dari
satu penderita ke orang lain. Resiko penularan dapat diturunkan dengan
mencegah terpapar dari penderita tonsilitis atau yang memiliki keluhan sakit
menelan.Gelas minuman dan perkakas rumah tangga untuk makan tidak dipakai
bersama dan sebaiknya dicuci dengan menggunakan air panas yang bersabun
sebelum digunakan kembali.Sikat gigi yang telah lama sebaiknya diganti untuk
mencegah infeksi berulang. Orang – orang yang merupakan karier tonsilitis
semestinya sering mencuci tangan mereka untuk mencegah penyebaran infeksi
pada orang lain
2.13 Prognosis
Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristirahat dan
pengobatan suportif.Menangani gejala – gejala yang timbul dapat membuat
penderita tonsilitis lebih nyaman.Bila antibiotik diberikan untuk mengatasi
infeksi, antibiotika tersebut harus dikonsumsi sesuai arahan demi
penatalaksanaan yang lengkap, bahkan bila penderita telah mengalami
perbaikan dalam waktu yang singkat. Gejala – gejala yang tetap ada dapat
menjadi indikasi bahwa penderita mengalami infeksi saluran nafas lainnya,
infeksi yang paling sering terjadi yaitu infeksi pada telinga dan sinus. Pada
kasus – kasus yang jarang, tonsilitis dapat menjadi sumber dari infeksi serius
seperti demam rematik atau pneumonia.
14
BAB III
LAPORAN KASUS
Nama : An W
Umur : 13 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Bengkel Lobar
Pekerjaan : Pelajar
No. RM : 02 44 49
Tanggal Pemeriksaan : 27 Februari 2019
3.2 Anamnesis
a. Keluhan utama:
Rasa mengganjal di tenggorokan
b. Riwayat penyakit sekarang:
Pasien datang ke poliklinik THT RSUDP NTB dengan keluhan rasa mengganjal
di tenggorokan sejak 5 hari yang lalu. Rasa mengganjal disertai rasa nyeri saat
menelan. Pasien mengaku menjadi malas makan karena rasa nyeri tersebut.
Pasien mengaku keluhan ini sering dialami pasien sejak 1 tahun yang lalu.
Pasien juga merasa tenggorokan kering dan terkadang batuk. Batuk dirasakan
tidak berdahak. Menurut tante pasien, pasien tidak mengorok saat tidur. Dua hari
yang lalu pasien mengaku demam yang tidak begitu tinggi, demam yang
dirasakan membaik dengan meminum parasetamol. Pilek dan hidung tersumbat
disangkal oleh pasien. Nyeri telinga dan adanya sekret pernah keluar di telinga
disangkal. Pusing, mual, dan muntah disangkal.
.
15
c. Riwayat penyakit dahulu:
Keluhan serupa (+) 1 tahun yang lalu
e. Riwayat alergi:
Riwayat alergi obat dan makanan disangkal.
f. Riwayat Pengobatan:
Pasien mengaku langsung membersihkan telinga dengan minyak zaitun
kemudian berobat ke puskesmas. Di puskesmas, pasien diberikan obat anti
nyeri.
g. Riwayat sosial:
Pasien mengaku suka meminum minuman dingin (2-4x dalam sehari).
Makanan pedas (+)
16
Status Lokalis
Pemeriksaan telinga
No. Pemeriksaan Telinga kanan Telinga kiri
Telinga
1. Tragus Nyeri tekan (-), edema (-) Nyeri tekan (-), edema (-)
2. Daun telinga Bentuk dan ukuran dalam Bentuk dan ukuran dalam
batas normal, hematoma (-), batas normal, hematoma (-),
nyeri tarik aurikula (-) nyeri tarik aurikula (-)
3. Liang telinga Serumen (-), hiperemis (-), Serumen (-), hiperemis (+),
furunkel (-), edema (-), furunkel (-), edema (-),
sekret (-) mukopurulen. sekret (-).
17
Pemeriksaan hidung
18
Pemeriksaan Tenggorokan
3.4 Assessment
Tonsilitis Kronis
3.5 Planning
3.5.2 Terapi
Pro tonsilektomi
19
3.5.3 KIE kepada pasien
Menjaga telinga tetap kering dan menjaga air tidak masuk ke telinga sewaktu
mandi dengan cara menutup telinga dengan kapas atau ear plug. Selain itu,
pasien dilarang berenang untuk sementara waktu.
Menjelaskan kepada pasien bahwa trauma akibat cotton bud tersebut
mengakibatkan adanya lubang pada gendang telinga. Pasien saat ini
dipasangkan tampon untuk menghentikan perdarahan. Harapanya, gendang
telinga dapat menutup secara spontan
Pasien diminta meminum antibiotik sampai habis untuk mencegah infeksi dan
kontrol kembali ke poliklinik untuk mengevaluasi gendang telinga yang telah
berlubang
3.6 Prognosis
Dubia ad bonam
20
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada laporan kasus ini dibahas seorang laki-laki berusia 38 tahun dengan
dagnosis kerja perforasi membran timpani traumatik. Diagnosis kerja tersebut
ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pasien datang dengan
keluhan berdarah di telinga kiri setelah adanya trauma akibat cotton bud yang
tersenggol oleh anak pasien ketika pasien tengah mengorek telinga dengan cotton bud
tersebut. Sebagaiamana yang telah disebutkan pada tinjauan pustaka, 6,30% pasien
dengan perforasi membran timpani traumatik mengalami perdarahan pada telinga.
Pasien juga mengeluh adanya suara mendengung, nyeri, dan penurunan pendengaran
yang berdasarkan penelitian ditemukan pasien berturut-turut sebesar 90,90%, 30%,
dan 56,60%4.
Jika dilihat dari etiologi, pada pasien trauma diakibatkan oleh benda tumpul
berupa cotton bud. Trauma akibat mengorek telinga sendiri tidak jarang dijumpai
yang biasanya dimasukkan kedalam trauma Q tip. Selain kesalahan dalam
menggunakan cotton bud, menggaruk liang telinga dengan penjepit rambut, ujung
jarum, atau korek api juga sering ditemukan dan dimasukkan kedalam trauma Q tip4.
Berdasarkan penelitian Lou et al, persentase etiologi perforasi membran timpani
traumatik diantaranya akibat tamparan sebesar 78,4%, ledakan sebesar 8,6%,
iatrogenik sebesar 5%, cedera olah raga sebesar 5,5%, akibat menekan liang telinga
sebesar 2,2%, dan kiss ear sebesar 0,3%6.
21
ukuraannya, perforasi diklasifikasikan ke dalam perforasi kecil (<25%). Jika dilihat
dari waktu, perforasi ini termasuk perforasi akut karena kurang dari 3 bulan. Dan jika
dilihat dari adanya cairan yang keluar dari telinga berupa darah, perforasi termasuk
perforasi basah4.
Berdasarkan diagnosis kerja tersebut, pasien pada kasus diberikan terapi
simtomatik dan dipasangkan tampon. Pada membran timpani yang mengalami
perforasi tidak banyak dilakukan manipulasi/pemberian tetes telinga. Perforasi pada
membran timpani dalam hal ini diharapkan untuk menutup sendiri mengingat angka
penutupan perforasi dengan spontan dapat >90%7. Mengingat saat perforasi membran
timpani kemungkinan adanya infeksi meningkat1, pasien diberikan antibiotik
sistemik. Selain itu, pasien juga diedukasi untuk mencegah masuknya air kedalam
telinga saat mandi. Pada kasus ini, pasien direncanakan untuk dilakukan pemeriksaan
audiometri.
22
BAB V
PENUTUP
23
DAFTAR PUSTAKA
24
11.
25