5. Masalah Psikososial
Psikososial adalah suatu kondisi yang terjadi pada individu yang mencakup
aspek psikis dan sosial atau sebaliknya. Psikososial menunjuk pada hubungan yang
dinamis antara faktor psikis dan sosial, yang saling berinteraksi dan memengaruhi satu
sama lain. Psikososial sendiri berasal dari kata psiko dan sosial. Kata psiko mengacu
pada aspek psikologis dari individu (pikiran, perasaan dan perilaku) sedangkan sosial
mengacu pada hubungan eksternal individu dengan orang - orang di sekitarnya(Pusat
Krisis Fakultas Psikologi UI). Istilah psikososial berarti menyinggung relasi sosial
yang mencakup faktor - faktor psikologis (Chaplin, 2011)
Masalah – Masalah Psikososial menurut (NANDA. 2012) yaitu :
1) Berduka
2) Keputusasaan
3) Ansietas
4) Ketidakberdayaan
5) Resiko penyimpangan perilaku sehat
6) Gangguan Citra Tubuh
7) Koping tidak efektif
8) Koping keluarga tiddak efektif
9) Sindroma Post Trauma
10) Penampilan Peran tidak efektif
11) HDR
6. Ciri – Ciri Masalah Psikososial
1) Cemas, Khawatir berlebihan takut
2) Mudah tersinggung
3) Sulit konsentrasi
4) Ragu – ragu, merasa rendah diri
5) Kecewa
6) Pemarah dan Agresif
7) Reaksi fisik : jantung berdebar, sakit kepala, sukar tidur, sesak nafas
3) Kesehatan
Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang menunjukkan
salah satu segi kualitas hidup manusia, oleh karena itu, setiap individu
mempunyai hak untuk memperoleh kesehatan yang sama melalui perawatan
yang adekuat.
4) Keperawatan
Dalam keperawatan jiwa, perawat memandang manusia secara holistik dan
menggunakan diri sendiri secara terapeutik.
Penyebab gangguan jiwa dalam konsep ini adalah: factor biopsikososial dan
respon maladaptive saat ini. Aspek biologisnya menjadi masalah seperti: sering
sakit maag, migraine, batuk-batuk. Aspek psikologisnya mengalami banyak
keluhan seperti : mudah cemas, kurang percaya diri, perasaan bersalah, ragu-
ragu, pemarah. Aspek sosialnya memiliki masalah seperti : susah bergaul,
menarik diri, tidak disukai, bermusuhan, tidak mampu mendapatkan pekerjaan,
dan sebagainya. Semua hal tersebut terakumulasi menjadi penyebab gangguan
jiwa. Fenomena tersebut muncul akibat ketidakmamupan dalam
beradaptasipada masalah-masalah yang muncul saat ini dan tidak ada kaitannya
dengan masa lalu.
Menurut konsep ini gangguan jiwa cenderung muncul akibat multifactor yang
kompleks meliputi: aspek fisik, genetic, lingkungan dan factor sosial. Sehingga
focus penatalaksanaannya harus lengkap melalui pemeriksaan diagnostic, terapi
somatic, farmakologik dan teknik interpersonal. Perawat berperan dalam
berkolaborasi dengan tim medis dalam melakukan prosedur diagnostic dan
terapi jangka panjang, therapist berperan dalam pemberian terapi, laporan
mengenai dampak terapi, menentukan diagnose, dan menentukan jenis
pendekatan terapi yang digunakan.
Pokok bahasan aspek legal dan etis dalam keperawatan jiwa diawali dengan
pembahasan peran fungsi perawat jiwa, domain aktivitas keperawatan jiwa,
standar praktik keperawatan jiwa, dan penerapan konsep etika dalam
keperawatan jiwa. Peran dan fungsi perawat jiwa saat ini telah berkembang
secara kompleks dari elemen historis aslinya (Stuart, 2002). Peran perawat jiwa
sekarang mencakup parameter kompetensi klinik, advokasi pasien, tanggung
jawab fiskal (keuangan), kolaborasi profesional, akuntabilitas (tanggung gugat)
sosial, serta kewajiban etik dan legal. Dengan demikian, dalam memberikan
asuhan keperawatan jiwa perawat dituntut melakukan aktivitas pada tiga area
utamayaitu:
Meskipun tidak semua perawat berperan serta dalam semua aktivitas, mereka
tetap mencerminkan sifat dan lingkup terbaru dari asuhan yang kompeten dari
perawat jiwa. Selain itu, perawat jiwa harus mampu melakukan hal-hal sebagai
berikut :
1) Membuat pengkajian kesehatan biopsikososial yang peka terhadap
budaya.
2) Merancang dan mengimplementasikan rencana tindakan untuk pasien
dan keluarga dengan masalah kesehatan yang kompleks dan kondisi
yang dapat menimbulkan sakit.
3) Berperan serta dalam aktivitas pengelolaan kasus, seperti
mengorganisasi, mengkaji, negosiasi, koordinasi, dan mengintegrasikan
pelayanan serta perbaikan bagi individu dan keluarga.
4) Memberikan pedoman pelayanan kesehatan kepada individu, keluarga,
dan kelompok untuk menggunakan sumber yang tersedia di komunitas
kesehatan mental termasuk pemberi pelayanan terkait, teknologi, dan
sistem sosial yang paling tepat.
5) Meningkatkan, memelihara kesehatan mental, serta mengatasi pengaruh
penyakit mental melalui penyuluhan dan konseling.
6) Memberikan asuhan kepada mereka yang mengalami penyakit fisik
dengan masalah psikologik dan penyakit jiwa dengan masalah fisik.
7) Mengelola dan mengoordinasi sistem pelayanan yang mengintegrasikan
kebutuhan pasien, keluarga, staf, dan pembuat kebijakan.
Dalam menjalankan peran fungsinya, perawat jiwa harus mampu
mengidentifikasi, menguraikan, dan mengukur hasil asuhan yang mereka
berikan pada pasien, keluarga, dan komunitas. Hasil adalah semua hal
yang terjadi pada pasien dan keluarga ketika mereka berada dalam sistem
pelayanan kesehatan, dapat meliputi status kesehatan, status fungsional,
kualitas kehidupan, ada atau tidaknya penyakit, jenis respons koping, serta
kepuasan terhadap tindak penanggulangan. Evaluasi hasil dapat berfokus
pada kondisi klinik, intervensi, dan proses pemberian asuhan. Berbagai
hasil dapat dievaluasi mencakup indikator-indikator klinik, fungsional,
finansial, serta perseptual kepuasan pasien dan keluarga seperti pada tabel
berikut.
13. Tujuan Keperawatan Jiwa
Adalah untuk menolong klien agar kembalike masyarakat sebagai individu yang
mandiri dan berguna. Tujuan ini dapat dicapai dengan proses komunikasi atau
dengan metode – metode dalam keperawatan jiwa dapat berhubungan dengan
orang lain atau lingkungannya serta mandiri.