Anda di halaman 1dari 13

BABII

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anggur

2.1.1 Klasifikasi Tumbuhan

Klasifikasi anggur sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Division : Magnoliophyta

Class : Magnoliopsida

Order : Vitales

Family : Vitaceae

Genus : Vitis

Species :Vitis vinifera L., Vitis labrusca, Vitis acerifolia, Vitis


aestivalis, Vitis amurensis, Vitis arizonica, Vitis berlandieri, Vitis
californica, Vitis champinii, Vitis cinerel, Vitis coignetiae, Vitis davidii,
Vitis doaniana, Vitis girdiana, Vitis lincecumii, Vitis munsiniana, Vitis
muscadinia, Vitis mustangensis, Vitis novae-angliae, Vitis palmata, Vitis 7
riparia, Vitis rotundifolia, Vitis rupestris, Vitis shuttleworthii, Vitis
tiliifolia (Setiadi, 2005).

2.1.2 Deskripsi Tumbuhan

Anggur merupakan komoditi yang memberikan nilai tambah.


Artinya, bisa dikonsumsi sebagai buah segar, jus anggur, minuman (wine),
kismis dan lain-lain (Setiadi, 2005). Anggur merupakan tanaman yang
tumbuh memanjat, yang mempunyai keistimewaan yaitu ranting-
rantingnya dapat mengeluarkan buah yang lebat (Nurcahyo, 1999).
Anggur dapat tumbuh dan dibudidayakan di daerah dingin, subtropis,
maupun tropis. Tanaman anggur tumbuh pertama kali di dataran Eropa,
Amerika Utara, Islandia, daerah dingin yang dekat dengan Kutub Utara,
Greenland dan menyebar ke Asia, termasuk Indonesia. Di Indonesia,
anggur lokal dipandang sebagai tanaman yang bernilai komersial (Setiadi,
2005).

2.1.3 Morfologi Tumbuhan

Anggur dikelompokkan dalam kelas dikotil (biji berkeping dua).


Daun anggur berbentuk jantung yang mempunyai tepi bergerigi dan
tepinya berlekuk atau bercangap. Daunnya mempunyai tulang menjari,
ujungnya runcing dan berbentuk bulat hingga lonjong. Jenis Vitis vinifera,
daunnya tipis, berwarna hijau kemerahan dan tidak berbulu (Nurcahyo,
1999).

Batang anggur dibiarkan tumbuh liar, batang anggur mempunyai cabang


yang tidak jauh dari permukaan tanah. Sifat percabangan ini menjadikan
anggur sebagai golongan tumbuhan semak. Batang dapat tumbuh dan
berkembang hingga diameter lebih dari 10 cm. Awal pertumbuhan, batang
anggur selalu mencari penopang, bisa berupa tanaman hidup atau benda
mati. Anggur menggunakan bantuan cabang pembelit atau dikenal dengan
sulur untuk tumbuh memanjat. Sulur ini tumbuh dengan membentuk lilitan
(Nurcahyo, 1999).

Akar anggur mempunyai perkembangan yang cepat jika tanahnya


gembur, bila musim hujan akar anggur dapat muncul pada akar ranting. Ini
membuat anggur mudah dikembangbiakkan dengan cara setek atau
cangkok dibandingkan dengan biji. Bunga anggur muncul pada ranting.

Bunganya berbentuk malai. Malai muncul sebagai kumpulan bunga


yang padat. Satu ranting bisa muncul lebih dari satu malai. Setelah bunga
pada malai mekar akan tumbuh buah berupa bulatan kecil. Bulatan ini
akan berubah warna sesuai dengan jenis tanaman anggur (Nurcahyo,
1999).
2.1.1 Tanaman anggur

2.1.4 kandungan dan manfaat

Anggur mempunyai nilai gizi yang baik seperti vitamin, mineral,


karbohidrat dan senyawa fitokimia. Polifenol merupakan komponen
fitokimia yang terkandung dalam anggur karena mempunyai aktivitas
biologi dan bermanfaat untuk kesehatan. Komponen polifenol diantaranya
antosianin, flavonoid, tannin, resveratrol dan asam fenolat (Xia et al.,
2010).

2.1.5 Senyawa Fenol

Senyawa fenol mempunyai peranan yang sangat penting dalam


memberikan manfaat antioksidan pada buah dan sayuran. Kandungan
senyawa fenol paling banyak ditemukan pada kulit, stem, daun dan biji
dari anggur. Senyawa fenol dipercaya dapat digunakan untuk membunuh
bakteri (bakterisid) (Xia et al., 2010).

2.1.6 Flavonoid

Flavonoid merupakan komponen terbesar dalam senyawa fenol


yang mempunyai struktur kimia C6-C3-C6. Flavonoid terdapat dalam
semua bagian anggur diantaranya kulit, daging, daun dan bijinya.
Flavonoid pada prinsipnya mempunyai kandungan (+) catechin, (-)
epicatechin dan polimer procyanidin (Petrussa et al., 2013).9
2.1.7 Antosianin

Antosianin merupakan kelompok flavonoid yang berperan sebagai


pigmen yang memberikan warna ungu pada beberapa buah dan sayuran
seperti anggur. Komponen ini bermanfaat sebagai antioksidan dan
menginduksi 2-4 kali meningkatkan DNA fragmen (Indra, 2012).
Flavonoid bersifat antibakteri karena mampu berinteraksi dengan DNA
bakteri yang menyebabkan terjadinya kerusakan permeabilitas dinding sel
bakteri, mikrosom dan lisosom. Flavonoid mempunyai kemampuan untuk
merusak protein ekstraseluler dan protein yang larut serta merusak dinding
sel bakteri (Setyohadi et al.,2010)

2.1.8 Tannin

Tannin adalah komponen yang banyak terdapat pada teh, cranberry


dan delima. Tannin berfungsi mencegah oksidasi, kolestrol, dan LDL
dalam darah sehingga dapat mengurangi resiko stroke serta mempunyai
sifat antimikroba (Indra, 2012).

Tannin juga berfungsi mencegah karies gigi. Mekanisme tannin


dalam mencegah kerusakan gigi adalah dengan menghambat aktivitas
glucosyltransferase (GTF) sehingga menghambat pertumbuhan plak.
Tannin juga dapat merusak membran sel bakteri yang ditandai dengan
kebocoran sel dan lisis sehingga menghambat pertumbuhan bakteri
(Setyohadi et al., 2010).

2.1.9 Asam fenolat

Asam fenolat merupakan komponen terbesar kedua dalam


polifenol. Asam fenolat mampu mengurangi oksidasi kolestrol jahat dan
melawan sel kanker yang disebabkan oleh komponen nitrosanim akibat
mengkonsumsi makanan kaya nitrat. Asam fenolat terdiri atas ellagic acid,
chlorogenic acid, para coumeric acid, asam ferullat, asam fitat, dan
kurkumin (Astawan, 2010).
2.1.10 Resveratrol

Resveratrol banyak terdapat pada bagian kulit dan biji anggur.


Kulit anggur segar mempunyai kandungan resveratrol sebanyak 40 mg
perliter ekstrak. Resveratrol juga banyak terdapat pada produk olahan
anggur yaitu wine. Resveratrol yang terdapat pada buah anggur dapat
meningkatkan aliran darah pada otak, sehingga dapat mereduksi penyakit
stroke, mencegah penyakit kanker, menghambat senyawa benzopyrene,
yaitu senyawa yang dapat menyebabkan kanker, serta menghambat
pertumbuhan sel tumor (Xia et al., 2010).

Beberapa penelitian menunjukan 47% konsumen lebih memilih


mengkonsumsi jus karena mengandung banyak vitamin. Manusia lebih
memilih membuat jus buah dan sayuran atau mengkombinasi keduanya
karena mempunyai rasa yang enak dan mengandung kaya vitamin dan
mineral. Jus anggur mengandung senyawa fenol termasuk resveratrol,
caffeic acid, ellagic acid yang mempunyai manfaat sebagai antioksidan,
antibakteri, antivirus, dan antikanker (Sloan, 2003 cit. Ravi et al., 2011).

Cara pembuatan jus anggur yang baik adalah dengan


menghancurkan seluruh bagian buah anggur kemudian disaring, sehingga
didapatkan jus anggur tanpa ampas. Jus yang dihasilkan akan berwarna
seperti buah anggur, yaitu berwarna ungu ini karena pigmen warna pada
buah anggur mengandung antosianin. Jus anggur yang diproses lebih
lanjut bisa menjadi wine (Dani et al., 2012).

Buah anggur dalam bentuk jus mengandung air 70-80%,


karbohidrat 15-25%, asam organik 0,3-1,5%, tannin 0,01-0,10%, protein
0,0001-0,01%, amino 0,017-0,11%, amoniak 0,001-0,012% dan mineral
0,3-0,6% (Setiadi, 2005). Menurut Dani et al (2012), jus anggur
merupakan sumber penting antioksidan. Jus anggur biru/hitam mempunyai
kandungan mineral (Mg, Ca, Mn, Fe, Cu, Zn, Si, S, Cl) dan senyawa fenol
yang banyak dibandingkan dengan dengan jus anggur putih.
Metode penelitian yang digunakan adalah preparasi anggur laut,
ekstraksi anggur laut yang meliputi teknik maserasi, soxhletasi dan
supercritical fluid extraction, uji fitokimia, uji toksisitas, uji potensi
antimikroba, konsentrasi hambat minimum, serta tahap kapsulasi.
Rendemen ekstrak anggur laut (Caulerpa racemosa) yang terbesar adalah
menggunakan metode soxhlet sebesar 17,28%. Komponen aktif yang
terkandung pada ekstrak maserasi dan soxhlet meliputi alkaloid, tanin,
fenol hidrokuinon, flavonoid, steroid, dan terpenoid, sedangkan komponen
SFE meliputi tanin, steroid, dan triterpenoid. Nilai LC50 ekstrak anggur
laut yang didapatkan lebih besar dari 1000ppm. Ekstrak mampu
menghambat pertumbuhan Salmonella Typhi berkisar 0,33-5,67 mm. Nilai
KHM ekstrak maserasi dan soxhlet terhadap ketiga jenis bakteri uji adalah
0,5 mg/ml.

2.1.11 komponen buah anggur sebagai antioksidan

Aktivitas antioksidan anggur terbentuk karena kerja sama antara


flavonoid, antosianin, vitamin, dan mineral yang dikandungnya. Aktivitas
antioksidan anggur yang sangat hebat tidak terlepas dari keberadaan
pigmen merah keunguan antosianin yang dimilikinya. Anggur merah
termasuk buah dengan kandungan antosianin yang tertinggi dari semua
buah yang berwarna merah keunguan. Ada beberapa jenis antosianin yang
memberi warna merah atau merah keunguan pada buah anggur, yakni
eyanidin, peonidin, delphinidin.dan malvidin. Selain antosianin yang
memberi warna merah keunguan pada buah anggur, ada lagi dua jenis
flavonoid utama yang dapat kita temukan pada anggur, yakni quercitin dan
resveratrol. Resveratrol memiliki kemampuan antioksidan dua puluh kali
lebih unggul dibanding antioksidan standar — vitamin E. Selain itu, dalam
jumlah yang relatif sedikit anggur juga mengandung flavonoid lain berupa
rutin, amentoflavon, dan apigenin. Dalam menjalankan perannya sebagai
antioksidan, seluruh komponen antioksidan anggur saling bekerja sama
menyusun kekuatan yang tangguh untuk melawan radikal bebas. Efek
perlindungan yang diberikan meliputi bagian ekstraseluler dan intraseluler.
Jenis radikal bebas yang mampu direduksinya pun sangat beragam, baik
yang bersifat larut dalam air ataupun larut dalam lemak. Setidaknya ada
dua penyakit yang mampu dihalangi oleh antioksidan anggur, yakni
penyakit yang ada hubungannya dengan pembuluh darah serta kanker.
Antosianin merupakan flavonoid terkuat dari semua jenis flavonoid yang
telah dikenal. Antosianin berperan sebagai antioksidan melalui berbagai
mekanisme. Pigmen alami anggur tersebut memberi perlindungan yang
sangat baik terhadap membran sel lemak. Selain itu, antosianin juga
memiliki kinerja sebagai antiinflamasi yang tangguh. Dua kinerja tersebut
sangat bermanfaat untuk memperbaiki kerusakan dinding pembuluh darah
dari pajanan radikal bebas. Dengan efektivitas seperti inilah, maka
konsumsi anggur sangat bermanfaat bagi penderita diabetes dan
hiperlipidemia yang rawan mengalami kerusakan pembuluh darah.

2.2Ekstraksi

2.2.1 Pengertian Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun


cair dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat
mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya.
Ekstraksi merupakan proses pemisahan suatu bahan dari campurannya,
ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Ekstraksi menggunakan
pelarut didasarkan pada kelarutan komponen terhadap komponen lain
dalam campuran (Suyitno et al. 1989).

Ekstraksi adalah proses melarutkan komponen-komponen kimia


yang terdapat dalam suatu sampel dengan menggunakan pelarut yang
sesuai dengan komponen yang diinginkan. Ekstraksi ini didasarkan pada
perpindahan masa komponen zat padat ke dalam dan perpindahan mulai
terjadi pada lapisan antarmuka, kemudian terdifusi masuk ke dalam pelarut
(Dirjen POM, 1986).

Dari hasil ekstraksi diperoleh ekstrak.Ekstrak adalah sediaan kental


yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati
atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai (Depkes RI Dirjen
POM, 2000).

Ekstraksi tumbuhan adalah proses penarikan zat aktif dalam


tumbuhan dengan menggunakan pelarut tertentu. Senyawa atau kandungan
dalam tumbuhan memiliki kelarutan berbeda-beda dalam pelarut yang
berbeda. Pelarut-pelarut yang biasa digunakan antara lain: kloroform, eter,
aseton, alkohol, metanol, etanol, dan etil asetat (Harbone, 2006).

2.2.2 Mekanisme Ekstraksi

Umumnya, zat aktif yang terkandung dalam tanaman maupun


hewan lebih larut dalam pelarut organik. Pelarut organik akan menembus
dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat
aktif akan terlarut sehingga terjadi perbedaan konsentrasi antara zat aktif
di dalam sel dan pelarut organik di luar sel. Larutan dengan konsentrasi
tinggi akan berdifusi keluar sel dan proses ini berulang terus sampai terjadi
kesetimbangan antara konsentrasi zat aktif di dalam sel dan di luar sel
(Dirjen POM, 1986).

Dengan mengalirnya bahan pelarut ke dalam ruang sel,


protoplasma akan membengkak dan bahan kandungan sel akan terlarut
sesuai dengan tingkat kelarutannya. Bahan kandungan sel akan terus
masuk ke dalam cairan disebelah luar sampai difusi melintasi membran
mencapai keseimbangannya yakni pada saat konsentrasi antara larutan di
sebelah dalam dan sebelah luar sel sama besar (Voigt, 1995).

2.2.3 Maserasi

Istilah maceration berasal dari bahasa latin macerare, yang artinya


“merendam”. Merupakan proses paling tepat dimana obat (sampel) yang
telah halus memungkinkan untuk direndam dalam menstrum sampai
meresap dan melunankkan susunan sel, sehingga zat-zat yang mudah larut
akan melarut (Ansel, 2005).
Ekstraksi adalah suatu cara penyarian simplisi dengan
menggunakan penyari tertentu (Harborne, 1987). Ekstraksi adalah kegiatan
penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan
yang tidak larut dengan pelarut cair (Ditjen POM, 2000).

Ekstrak adalah sediaan sari pekat tumbuh-tumbuhan atau hewan


yang diperoleh dengan cara melepaskan zat aktif dari masing-masing
bahan obat, menggunakan penyari yang cocok (Ansel, 1989). Ekstrak juga
dapat diartikan sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan
pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan
dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga
memenuhi baku yang telah ditetapkan (Anonim, 2000). Cairan pelarut
dalam proses pembuatan ekstrak adalah pelarut yang baik (optimal) untuk
senyawa kandungan yang berkhasiat atau yang aktif, dengan demikian
senyawa tersebut dapat terpisahkan dari bahan dan dari senyawa
kandungan lainnya, serta ekstrak hanya mengandung sebagian besar
senyawa kandungan yang diinginkan.

Maserasi merupakan proses perendaman sampel dalam pelarut


organik yang digunakan pada temperatur ruangan. Penekanan utama pada
maserasi adalah tersedianya waktu kontak yang cukup antara pelarut dan
jaringan yang akan diekstraksi (Guether, 1987).

Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung


zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat
yang mudah mengembang dalam cairan penyari, tidak mengandung
benzoin, stirak, dan lain-lain. Keuntungan cara maserasi adalah cara
pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah
didapatkan (Anonim, 1986).

Proses ini sangat menguntungkan dalam isolasi bahan alam karena


dalam perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding dan
membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel
sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut
dalam pelarut organik dan ekstraksi senyawa akan sempurna karena dapat
diatur lama perendaman yang dilakukan. Pemilihan pelarut untuk proses
maserasi akan memberikan efektifitas yang tinggi dengan memperhatikan
kelarutan bahan alam dalam pelarut tersebut (Lenny, 2006).

 Faktor-faktor yang mempengaruhi ekstraksi


 Ukuran Bahan

Bahan yang akan diekstrak sebaiknya memiliki luas permukaan


yang besar untuk mempermudah kontak antara bahan dengan pelarut
sehingga ekstraksi berlangsung dengan baik (Hukmah, 2007). Kehalusan
bubuk yang sesuai akan menghasilkan ekstraksi yang sempurna dalam
waktu yang singkat (Guether, 1987).

 Lama dan Suhu Ekstraksi

Lamanya waktu maserasi berbeda-beda tergantung pada sifat atau


ciri campuran obat dan menstruum.Lamanya harus cukup supaya dapat
memasuki semua rongga dari struktur sampel dan melarutkan semua zat
yang mudah larut. Lamanya maserasi bisa memerlukan waktu beberapa
jam atau beberapa hari untuk ekstraksi yang optimum (Ansel, 2005: 612).

Ekstraksi akan berlangsung cepat dilakukan pada suhu yang tinggi,


tetapi hal ini dapat mengakibatkan beberapa komponen yang terdapat
dalam rempah-rempah akan mengalami kerusakan (Hijaz, 2009). Ekstraksi
yang baik dilakukan pada kisaran suhu 20 ºC sampai 80 ºC tetapi suhu
yang digunakan harus di bawah titik didih pelarut yang digunakan.
Semakin lama waktu ekstraksi, kesempatan untuk bersentuhan semakin
besar sehingga hasil ekstraksi semakin bertambah banyak (Hukmah,
2007).
 Jenis dan Konsentrasi Pelarut

Menurut (Hukmah, 2007), ada dua pertimbangan dalam memilih


jenis pelarut yaitu pelarut harus mempunyai daya larut yang tinggi, pelarut
tidak berbahaya dan beracun.Pelarut yang paling aman adalah etanol.

Pemilihan cairan penyari harus mempertimbangkan banyak faktor.


Cairan penyari yang baik harus memenuhi kriteria murah dan mudah
diperoleh, stabil secara fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak mudah
menguap dan tidak mudah terbakar, selektif yaitu hanya menarik zat
berkhasiat yang dikehendaki, tidak mempengaruhi zat berkhasiat,
diperbolehkan oleh peraturan (Anonim, 1986).

Etanol dipertimbangkan sebagai cairan penyari karena : lebih


selektif, kapang dan kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% ke atas, tidak
beracun, netral, absorbsinya baik, etanol dapat bercampur dengan air pada
segala perbandingan, panas yang diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit
(Anonim, 1986).

Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah


maserasi.Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung
zat yang mudah larut dalam cairan penyari.Cairan penyari yang digunakan
dapat berupa air, air-etanol, pelarut lain. Keuntungan metode ini adalah
pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah
diperoleh.Namun, kerugian metode ini yaitu pengerjaanya lama dan
penyariannya kurang sempurna (Endah, 2008).

2.3 Antioksidan

2.3.1 pengertian antioksidan

Antioksidan adalah senyawa yang mampu menghilangkan,


membersihkan, dan menghambat pembentukan oksigen reaktif atau radikal
bebas dalam tubuh. Radikal bebas adalah atom atau molekul yang tidak
stabil karena memiliki elektron yang tidak berpasangan dalam orbital
luarnya sehingga sangat reaktif untuk mendapatkan pasangan elektron
dengan mengikat sel-sel tubuh. Apabila hal tersebut terjadi secara terus-
menerus dapat menyebabkan kerusakan dan kematian sel (Lautan, 1997).
Antioksidan ditujukan untuk mencegah dan mengobati penyakit seperti
aterosklerosis, stroke, diabetes, alzheimer, dan kanker (Aqil dkk., 2006).
Antioksidan dapat dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan sumbernya
yakni antioksidan sintetik dan antioksidan alami (Triyem, 2010).
Antioksidan dapat menghambat atau memperlambat oksidasi melalui dua
mekanisme, yaitu pertama melalui penangkapan radikal bebas (free radical
scavenging). Antioksidan jenis ini disebut antioksidan primer. Termasuk
jenis ini adalah vitamin E (α-tokoferol) dan flavonoid, dan jalur kedua
tanpa melibatkan penangkapan radikal bebas. Antioksidan ini disebut
dengan antioksidan sekunder yang mekanismenya dapat melalui
penangkapan logam, meredam oksigen singlet (oxygen singlet quencher),
mengubah hidroperoksida menjadi spesies non-radikal, menyerap sinar
ultraviolet dan mendeaktivasi oksigen singlet (Ariyanto, 2006).

Menururt Karadag dkk. (2009) antioksidan memiliki beberapa

mekanisme, antara lain bertindak sebagai :

a . Hambatan fisik untuk mencegah akses ROS (reactive oxigen species)


ke bagian penting biologis, misalnya filter UV dan membran sel

b. Penangkap kimia (menyerap energi elektron, memadamkan ROSseperti


karotenoid, antosianidin)

c. Katalisatior yang menetralisir atau mengalihkan ROS, misalnya


antioksidan enzim SOD (Superoxide Dismutase), katalase, dan glutation
peroksidase

d. Mengikat atau menginaktivasi ion logam untuk mencegah generasi


ROS, misalnya feritin, seruloplasmin, dan katekin

e. Antioksidan rantai pemecah yang menangkap dan menghancurkan ROS,


seperti asam akrobat (vitamin C), tokoferol (vitamin E), asam urat,
glutation, dan flavonoid
2.3.2 Mekanisme kerja antioksidan

Radikal bebas yang terbentuk selama oksidasi berada dalam keadaan


yang sangat tidak stabil sehingga memiliki kecenderungan melepaskan
elektron atau menyerap elektron dari sel. Setiap kali sebuah elektron
dilepaskan atau ditangkap oleh radikal bebas, maka akan terbentuk radikal
bebas yang baru. Radikal bebas yang baru terbentuk akan terus melakukan
hal yang sama. Dengan cara ini, rantai radikal bebas tercipta. Jika kondisi
ini terus terjadi dalam waktu yang lama, sel tubuh akan menjadi rusak.
Antioksidan seperti beta karoten, vitamin C, dan vitamin E membantu
mengubah radikal bebas yang tidak stabil ke dalam bentuk yang stabil.
Artinya, rantai radikal bebas akan terhenti sehingga menghentikan pula
proses oksidasi. Suatu jenis antioksidan umumnya hanya efektif pada
radikal bebas jenis tertentu. Itu sebab, pada radikal bebas yang berlainan,
suatu antioksidan mungkin tidak akan menunjukkan efek yang diinginkan.

2.3.3 Faktor penyebab

 Asap rokok dan vape : Merokok berada disatu ruangan bersama perokok
 Polusi udara : Berkendaraan (terutama sepeda motor),
mengoprasikan mesin (kendaraan, fotokopi, pendingin, pabrik, dll),
berlama-lama diruangan ber-AC
 Radiasi UV : Bekerja diluar ruangan, berkendara sepeda motor,
beraktivitas dilaut dan pantai.
 Pestisida : Menyemprotkan perstisida, memakan sayur dan
buah yang tercemar pestisida
 Obat-obatan : Mengonsumsi obat kanker seperti bleomycin,
anthracyclines, dan methotrexate. Atau obat lain yakni fenilbutason,
beberapa asam fenamat dan komponen aminosalisilat dari sulfasalasin.
 Olahraga berlebihan : Olahraga (terutama otot dan kardio) yang
berlebihan hingga terlalu lelah.

Anda mungkin juga menyukai