Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH KEPERAWATAN PENYAKIT HIRSCHPRUNG

OLEH
KELOMPOK 1 :

Debi Sambak C121 15 021


Nurfaidah C121 15 004
Nurlia Rahma C121 15 326
Sumita Rianti Bahris C121 150 031
Putri Yani C121 15 021
Inggrid Apriliany Rowa C121 15 308
Ririn Andilolo C121 15 317
Ruth Melda Patandean C121 15 029
Megawati Syam C121 15 317
Hasmi C121 15 002
Delfia Razak C121 15 018
Kamelia Darus C121 15 009
Andi Febrina S. C121 15 517
Deka Khusnul Ainiyah C121 15 509

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2017/2018

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga makalah tentang “KEPERAWATAN PENYAKIT HIRSCHPRUNG”,
untuk mata kuliah Keperawatan Sistem Gastrointestinal dapat terselesaikan dengan baik. Tujuan
dari pembuatan makalah ini ialah untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen
matakuliah sistes gastrointestinal kepada kami sebagai mahasiswa program studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin dan agar supaya Mahasiswa dapat
mengetahui lebih banyak maeteri tentang gastrointestinal dengan baik.
Dengan makalah ini, diharapkan dapat memudahkan kita dalam mempelajari kembali
materi sistem gastrointestinal khusunya tentang penyakit hirschprung. Kami menyadari bahwa
masih terdapat kekurangan baik dari cara penulisan maupun isi dari makalah ini, karenanya kami
siap menerima kritik maupun saran dari dosen matakuliah dan pembaca demi tercapainya
kesempurnaan dalam pembuatan makalah berikutnya.
Kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini, kami
sampaikan penghargaan dan terima kasih. Semoga Tuhan yang Maha Esa senantiasa
melimpahkan berkat dan bimbingannya kepada kita semua.

Makassar, 14 September 2017


Penyusun

Kelompok 1

ii
iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................................................i
KATA PENGANTAR......................................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................................1
BAB I...............................................................................................................................................3
PENDAHULUAN...........................................................................................................................3
A. Latar Belakang......................................................................................................................3
B. Tujuan...................................................................................................................................3
C. Manfaat.................................................................................................................................4
BAB II.............................................................................................................................................5
PEMBAHASAN..............................................................................................................................5
A. Definisi Hirschprung............................................................................................................5
B. Etiologi dan patogenesis.......................................................................................................5
C. Patofisilologi.........................................................................................................................5
D. Manifestasi Klinis.................................................................................................................8
1. Tanda dan gejalah pada neonatus......................................................................................8
2. Tanda dan gejalah pada anak-anak....................................................................................8
3. Tanda dan gejalah pada dewasa........................................................................................8
E. Pengkajian Penyakit Hirschprung.........................................................................................9
1. Anamnesis.........................................................................................................................9
2. Pengkajian Riwayat Penyakit Sekarang............................................................................9
3. Riwayat Penyakit Keluarga...............................................................................................9
4. Pemeriksaan fisik yang didapatkan sesuai dengan manifestasi klinis............................10
5. Pengkajian Diagnostik....................................................................................................10
F. Kompikasi:..........................................................................................................................10
G. Pemeriksaan Diagnostik.....................................................................................................10
H. Diagnosa Kepeawatan........................................................................................................13
I. Rencana Keperawatan........................................................................................................13
BAB III..........................................................................................................................................18

1
PENUTUP.....................................................................................................................................18
A. Kesimpulan.........................................................................................................................18
B. Saran...................................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................20

2
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pasien dengan penyakit Hirschsprung pertama kali dilaporkan oleh Frederick Ruysch
pada tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan serta mendeskripsikan mega colon
congenital pada tahun 1863 adalah Harald Hirschsprung. Namun, pada saat itu patofisiologi
terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas. Hingga tahun 1938, dimana Robertson
dan Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan
oleh gangguan peristaltik dibagian distal usus defisiensi ganglion.
Insiden penyakit Hirschsprung di Indonesia tidak diketahui secara pasti tertapi berkisar
antara satu diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 220 juta dan
tingkat kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1540 bayi dengan
penyakit hirschsprung.
Laki-laki lebih banyak diserang dibandingkan perempuan dengan perbandingan 4:1.
Biasanya, penyakit Hirschsprung terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir 3kg dan jarang
pada bayi prematur. Penyakit ini mungkin disertai dengan cacat bawaan dan termasuk
sindrom down, sindrom waardenburg serta kelainan kardiovaskuler.
Penyakit ini ditemukan tanda dan gejala yaitu adanya kegagalan mengeluarkan
mekonium dalam waktu 24-48 jam setelah lahir, muntah berwarna hijau dan konstipasi.
faktor penyebab penyakit Hirschsprung diduga dapat terjadi karena faktor genetik dan faktor
lingkungan. Oleh karena itu, penyakit Hirschsprung sudah dapat dideteksi melalui
pemeriksaan yang dilakukan seperti pemeriksaan radiologi, barium, enema, rectal biopsi,
rectum, manometri anorektal dan melalui penatalaksanaan dan teraupetik yaitu dengan
pembedahan dan colostomi. Melalui makalah ini akan membahas lebih jauh mengenai
penyakit Hirschsprung serta asuhan keperawatan pasien Hirschsprung.

B. Tujuan
Adapun rumusan masalah yanng akan dibahas dalam makalah ini, yaitu :
1. Apa pengertian penyakit hirschprung ?

3
2. Bagaimana etiologi dan pathogenesis penyakit hirschprung ?
3. Bagaimana manifestasi klinis penyakit hirschprung ?
4. Bagaimana pengkajian penyakit hirschprung ?
5. Apa-apa saja komplikasi dari penyakit hirschprung?
6. Bagaimana patofisiologi dan PKDM penyakit hirschprung?
7. Bagaimana asuhan keperawatan pada penyakit hirschprung?

C. Manfaat
1. Untuk mengetahui pengertian penyakit hirschprung
2. Untuk mengetahui etiologi dan pathogenesis penyakit hirschprung
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis penyakit hirschprung
4. Untuk mengetahui pengkajian penyakit hirschprung
5. Untuk mengetahui komplikasi dari penyakit hirschprung
6. Untuk mengetahui patofisiologi dan PKDM penyakit hirschprung
7. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada penyakit hirschprung

4
BAB II

PEMBAHASAN
A. Definisi Hirschprung
Penyakit Hirschprung adalah suatu gangguan perkembangan dari sistem saraf enterik
dengan karakteristik tidak adanya sel-sel ganglion (tidak adanya pleksus meintrik) pada
bagian distal kolon dan kolon tidak bisa mengembang dengsn memberikan manifestasi
perubahan struktur dari kolon. Pada kondisi klinik penyakit Hirschprung lebih dikenal
dengan mengkolon kongenital.
Pada tahun 1886, Harold Hirchprung pertama kali mendeskripsikan penyakit hirscprung
sebagai penyebab dari konstripasi pada awal masa bayi. Penyakit hirscprung terjadi pada
sekitar 1 per 5.000 kelahiran hidup. Penyakit hirschsprung sekitar 4 kali lebih sering terjadi
pada laki-laki daripada perempuan. Hampir semua anak dengan penyakit hirschsprung
didiagnosis selama 2 tahun pertama kehidupan. Sekitar satu setengah anak-anak terkena
penyakit ini didiagnosis sebelum mereka berumir 1 tahun.

B. Etiologi dan patogenesis


Penyebab penyakit hirschprung tidak diketahui, tetapi ada hubungan dengan kondisi
genetik. Mutasi pada Ret Proto-onkogen telah dikaitkan dengan neoplasia endokrin 2A atau
2B pada penyakit hirschsprung familiar. Gen lain yang berhubungan dengan penyakit
hirschsprung termasuk sel neurotrofik glial yang diturunkan dari faktor gen, respon gen
endothelin-B dan gen endothelin-3. Penyakit hirschsprung juga terkait dengan Down
syndrome, sekitar 5-15% dari pasien dengan penyakit hirschsprung juga memiliki trisomi

C. Patofisilologi
Dalam keadaan normal, bahan makanan yang dicerna dapat berjalan di sepanjang usus
karena adanya kontraksi rtmis dari oto-otot yang melapisi usu (kontraksi Ritmis ini
disebutkan gerakan peristaltik). Kontraksi otot-otot tersebut dirangsang oleh sekumpulan
saraf yang disebut gangglion, yang terletak dibawah lapisan otot. Pada penyakit
Hirschcprung, ganglion/pleksus yang memerintahkan gerakan peristaltik tidak ada, biasanya

5
hanya sepanjangn beberapa sentimeter. Segmen usus yang tidak memiliki gerakan peristaltik
tidak dapat mendorong bahan-bahan yang dicerna sehingga terjadi penyumbatan.
Dengan kondisi tidak adanya ganglion, maka akan memberikan manifastasi gangguan
atau tidak adanya peristaltis sehingga akan terjadinya tidak adanya evakuasi usus spontan.
Selain itu, sfingter rektum tidak dapat berelaksasi secara optimal, kondisi ini dapat mencegah
keluarnya fases secara normal. Isi usus kemudian terdorong ke segmenaganglionik dan
terjadi akumulasi di daerah tersebut sehingga memberikan manifestasi dalatasi usus pada
bagian proksimal.
Kondisi penyakit Hirschprung memberikan berbagai masalah keperawatan pada pasien
dan memeberikan implikasi pada pemberian asuhan keperawatan.

6
Pathway Penyakit Hirschprung

Etiologi : herediter

Tidak adanya ganglion


(aganglion) pada bagian
segmen rectosigmoid colon
distal

Penyakit Hirschprung

Tidak adanya neuron


meissner dan aurbach di
segmen rectosigmoid

Tidak dapat Peristaltik usus menghilang


mendorong bahan-
bahan yang dicerna
Profulsi feses dalam lumen Obstruksi kronis
terlambat
Penyumbatan pada
lumen usus Distensi usus
Terjadi distensi dan penebalan pada
dinding kolon dibagian proksimal
sehingga timbul gejala obstruktif usus
Penimbunan feses Dinding usus
akut / kronis
mengalami iskemik
disertai iritasi feses
Gangguan Gastrointestinal

Invasi bakteri
Mual, muntah, kembung

Terjadi peningkatan
anoreksia Lemas, lemah cairan dan elektrolit

Perubahan nutrisi : Intoleran aktivitas Feses encer


kurang dari kebutuhan
tubuh
Diare
7 Cairan tidak seimbang

Risiko gangguan pola Ketidakseimbangan


Risiko asidosis
napas asam basa
metabolic
D. Manifestasi Klinis
1. Tanda dan gejalah pada neonatus meliputi:
a. Kegagalan mengeluarkan mekonium dalam tempo 24 hingga 48 jam karena usus
tidak mampu mendorong isinya ke arah distal.
b. Muntah dengan muntahan yang mengandung feses atau empedu sebagai akibat
obstruksi intestinal.
c. Distensi abdomen yang terjadi sekunder karena retensi isi usus dan obstruksi usus.
d. Iritabilitas (anak menjadi rewel) akibat distensi abdomen yang ditimbulkan.
e. Kesulitan menyusu dan kegagalan tumbuh kembang yang berhubungan dengan
retensi isi usus dan distensi abdomen.
f. Dehidrasi yang berhubungan dengan kesulitan menyusu dan ketidakmampuan
mengonsumsi cukup cairan.
g. Diare overflow yang terjadi sekunder karena peningkatan sekresi air kedalam usus
disertai obstruksi usus.
2. Tanda dan gejalah pada anak-anak meliputi:
a. Konstipasi persisten akibat penurunan motilitas gastrointerstinal (GI)
b. Distensi abdomen akibat retensi feses.
c. Massa feses yang bisa diraba akibat retensi feses.
d. Ekstremitas yang lisut( pada kasus-kasus berat) yang terjadi sekunder karena
gangguan motilitas intestinal dan pengaruhnya pada nutrisi serta asupan makanan.
e. Kehilangan jaringan subkutan (pada kasus-kasus berat) yang terjadi sekunder karena
malnutrisi.
f. Abdomen yang besar dan menonjol akibat retensi feses dan perubahan homeostatis
cairan serta elektrolit yang ditimbulkan.
3. Tanda dan gejalah pada dewasa ( yang lebih jarang ditemukan dan prevalen pada laki-
laki) meliputi:
a. Distensi abdomen akibat penurunan motilitas usus dan konstipasi.
b. Konstipasi intermitan yang kronis dan merupakan keadaan sekunder karena
gangguan motilitas usus. (Kowalak, Welsh, & Mayer, 2014)

E. Pengkajian Penyakit Hirschprung


Pengkajian penyaki hirschprung terdiri atas anamnesis, pemeriksaan fisik, dan evaluasi
diagnostik

8
1. Anamnesis
Pada anamnesis, keluhan utama yang lazim di temukan pada anak adalah nyeri
abdomen. Keluhan orangtua pada bayinya dapat berupa muntah-muntah. Keluhan
gastrointestinal lain yang menyertai seperti distensi abdominal, mual, muntah dan nyeri
kolik abdomen.

2. Pengkajian Riwayat Penyakit Sekarang


Keluhan orang tua pada bayi dengan tidak adanya evakuasi mekonium dalam 24-48
jam pertama setelah lahir diikuti obstruksi konstipasi, muntah, dan dehidrasi. Gejala
ringan berupa konstripasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan
obstruksi usus akut. Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare, distensi abdomen, dan
demam. Adanya fases yang menyemprot pada saaat colok dubur merupakan tanda yang
khas.
Pada anak, selain tanda pada bayi, anak akan rewel dan keluhan nyeri pada
abdominal. Keluhan lainnya berupa konstipasi atau diare berulang. Pada kondisi kronis,
orang tua sering mengeluh anak mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan.
Anak mungkin didapatkan engalami kekurangan kalori-protein. Kondisi gizi buruk ini
merupakan hasil dari anak kaen selalu merasa kenyang, perut tidak nyaman, dan distensi
terkai dengan konstipasi kronis. Dengan berlanjutny proses penyakit, maka akan terjadi
eterokolitis. Kondisi enterokolitis dapat berlanjut ke sepsis, transmural nekrosis usus,
dan perforasi.

3. Riwayat Penyakit Keluarga


Pada pengkajian riwayat penyakit keluarga sering didapatkan peningkatan
kecemasan serta perlunya pemenuhan informasi intervensi keperawatan dan pengobatan.

4. Pemeriksaan fisik yang didapatkan sesuai dengan manifestasi klinis.


Pada survei umum terlihat lemah atau gelisah. TTV biasa didapatkan hipertermi dan
takikardi dimana menandakan terjadinya iskemia usus dan gejala terjadinya perforasi.
Tanda dehidrasi dan demam bisa didapatkan pada kondisi syok atau sepsis.
Pada pemeriksaan fisik fokus pada area abdomen, lipat paha, dan rektum akan
didapatkan.:

9
a. Inspeksi : tanda khas didapatkan adanya distensi abdominal. Pemeriksaan rektum
dan fases akan didapatkan adanya perubahan fases seperti pita dan berbau busuk.
b. Auskultasi : pada fase awal didapatkan penurunan bising usu, berlanjut dengan
hilangnya bising usus.
c. Perkusi : timoani akibat abdominal mengalami kembung.
d. Palpasi : teraba dilatasi kolon pada abdominal

5. Pengkajian Diagnostik
Pengkajian diagnostik yang dapat membantu, meliputi pemeriksaan laboratorium
untuk mendeteksi adanya leukositosis dan gangguan elektrolit atau metabolik. Foto
polos abdomen dengan dua posisi, yaitu posisi tegak dan posisi berbaring untuk
mendeteksi obstruksi intestinal pola gas usus serta USG untuk mendeteksi kelainan
intraabdominal

F. Kompikasi:
Komplikasi dapat meliputi:
1. Perforasi usus.
2. Ketidakseimbangan elektrolit.
3. Defisiensi gizi.
4. Enterokolitis.
5. Syok hipovolemik.
6. Sepsis (Kowalak, Welsh, & Mayer, 2014)

G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Biopsi isap, yakni mengambil mukosa submukosa dengan alat penghisap dan mencari sel
ganglion pada daerah submukosa.

2. Biopsi oto rectum, yakni pengambilan lapisan otot rectum, dilakukan di bawah narkos,.
Pemeriksaan ini bersifat traumatic.

10
3. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin dari hasil biopsy asap. Pada penyakit ini khas
terdapat peningkatan aktifitas enzim asetilkolin enterase.

4. Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsy usus (Ngastiyah, 1997)


5. Foto abdomen dan Enema Barium untuk mengetahui adanya penyumbatan pada kolon.

Enema Barium Foto Abdomen

6. Biopsi rectal untuk mendeteksi ada tidaknya sel ganglion

11
7. Manometri anorektal untuk mencatat respons reflex sfingter interna dan eksterna

(Betz, Cecily, & Linda, 2002)

12
H. Diagnosa Kepeawatan
1. Risiko injuri b.d pasca operasi bedah, iskemia, nekrosis dinding intestinal sekunder
dari kondisi obstruksi usus.
2. Nyeri b.d distensi abdomen, iritasi intestinal, respons pembedahan
3. Resiko keidakseimbangan cairan tubuh b.d keluar cairan tubuh dari muntah
ketidakmampuan absorpsi air oleh intestinal.
4. Aktual/resiko tinggi syok hipovolemik b.d penurunan volume darah, sekunder dari
gangguan absorpsi saluran intestinal, muntah-muntah
5. Aktual/risiko tinggi etidakseimbangn nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake
makana yang kurang adekuat.
6. Resiko tinggi infeksi b.d adanya port de antree luka pascabedah.
7. Konstipasi b.d penyempitan kolon, sekunder obstruksi mekanik.
8. Pemenuhan informasi b.d adnaya kolostomi, evaluasi diagnostik, rencana
pembedahan, dan rencana perawatan rumah.
9. Resiko gangguan tumbuh kembang b.d perubahan kondisi psikososial anak selama
dirawat sekunder dari kondisi sakit.
10. Kecemasan b.d prognosis penyakit, misinterpretasi informasi, rencana pembedahan.

I. Rencana Keperawatan

1. Resiko Injuri b.d pascaprosedur pembedahan

Tujuan : dalam waktu 2x24 jam pascaintervensi reaksi kolon pasien tidak mengalami
injuri
Kriteria evaluasi :
 TTV dalam batas normal.
 Kondisi kardiorespirasi optimal.
 Tidak terjadi terjadi infeksi pada insisi.
Intervensi Rasional
Kaji faktor-faktor yang Pascabedah terdapat resiko rekuren dari hernia
meningkatkan resiko injuri umbilikalis akibat peningkatan tekanan intraa
abdomen.
Monitor tanda dan gejala perforasi Perawat mengantisipasi resiko terjadinya
atau pentonitis perforasi atau peritonitis. Tanda dan gejlaa yang
penting adlaah anak rewel tiba-tiba dan tidak
bisa dibujuk untuk dim oleh orang tua ata
perawat, muntah-munta, peningkatan suhu tubuh
dan hilangnya bising usus. Adanya pengeluaran

13
pada anus berupa cairan fases bercampur darah
merupakan tanda klinik penting bahwa telah
terjadi perforasi. Semua perubahan yang terjadi
dokumentasika oleh perawat dan laporkan pada
dokter yang merawat.
Lakukan pemasangan selang Tujuan pemasangan selang nasogastrik adalah
nasogastrik intervensi dekompresi akibat respons dilatasi dari
kolon obstruksi dari kolon aganglionik. Apabila
tindakan dekompresi ini optimal , maka akan
menurunkan distensi abdominal yang menjadi
penyebab utama nyeri abdominal pada pasien
penyakit Hirschprung.
Monitor adanya komplikasi paca Perawat memonitor adanya komplikasi
bedah pascabedah sperti mencret atau inkontinensia
fekal, keboscoran anastomisis, formasi struktur,
obstruksi usus, dan enterokolitis. Secara umum
kondisi pascabedah biasnaya menghaslkan
kondisi optimal, namun pada anak-anak dengan
sinrom Down terdapat penurunan kemampuan
dalam menehan fekal, dan beberapa penulis
mendukung penempatan astomi pemanen.
Pertahankan status hemodinamika Pasien akan mendapat cairan intravena sebagai
yang optimal pemeliharaan status hemodinamika.
Bantu ambulasi dini Pasien dibantu turun dari tempat tidur pada hari
pertama pacaoperatif dan didorong untuk mulai
berpartisipasi dalam ambulasi dini . pada bayi
pascabedah pemenuhan informasu dan
melibatkan orang tua dalam intervensi dapat
menurunkan kecemasan orang tua.
Hasdirkan orang terdekat pada pasien anak, orang terdekat dapat
memengaruhi penurunan respon nyeri. Orang
terdekat bisa merupakan orang tua kandung ,
babysister, atau neneknya. Pada suatu suatu
study mengenai penurunan respon nyeri dengan
kehadiran orang terdekat menampakkan
hubungan yang relatif positif untuk menurunkan
skala nyeri.
Pada pasien dewasa, kehadiran orang terdekat
merupakan tambahan dukungan psikologi dalam
menghadapi masalah kondisi nyeri baik akibat
dari kolik

14
Kolaborasi untuk pemberian Antibiotik menurunkan risiko infeksi yang akan
antibiotik pascabedah menimbulkan reaksi inflamasi lokal dan dapat
memperlambat proses penyembuhan
pascafunduplikasi lambung

2. Pemenuhan Informasi b.d adanya rencana pembedahan


Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam informasi kesehaatan terpenuhi
Kriteria evaluasi :
a. Pasien dan keluarga mengetahui jadwal pembedahan
b. Pasien dan keluarga kooperatif pada setiap intervensi keperawatan, serta secara
subyektif menyatakan bersedia dan termotivasi untuk melakukan aturan atau
prosedur prabedah yang telah dijelaskan
c. Pasien dan keluarga mengungkapkan alasan pada setiap instruksi dan latihan
preoperatif
d. Secara subyektif pasien menyatakan rasa nyaman dan relaksasi emosional
e. Pasien mampu menghindarkan cidera selama periode perioperatif.

Intervensi Rasional

Kaji tingkat pengetahuan pasien Apabila pasien mendapatakan keputusan


tentang intervensi konservatif, pembedahan atas kondisi penyakitnya, maka
intervensi bedah, dan program persiapan prabedah sama seperti persiapan
perawatan rumah. pembehan abdomen lainya.

Intervensi Konservativ :

 Cari sumber yang meningkatkan  Keluarga terdekat perlu dilibatkan dalam


penerimaan informasi memenuha informasi untuk menurunkan
resiko misinterpretasi terhasap informasi
yang di berikan
 Kaji kondisi komplikasi
 Sebelum intervensi bedah pada pasien
enterokolitis
penyakit hirschsprung, dilakukan
pengkajian untuk memastikan perawatan
yang memadai dekomperasi usus dan
bahwa tanda-tanda atau gejala enterokalitis
 Beritahu pada keluaraga mengenai tidak berkembang
intervensi teknik dekomperasi dan

15
irigasi rektal  Maksud dan tujuan pemberian teknik
dekomperasi dan irigasi rektal perlu
disampaikan pada keluarga, yaitu terapi ini
membantu mengurangi pelebaran kolon
dalam persiapan untuk operasi

Intervensi pasien dengan


pembedahan :
 Tujuan persiapan pembedahan dilakukan
 Beritahu pada pasien pembedahan untuk efisiensin dan efetivitas pada fase
(persiapan pada orang dewasa intraoperative
sama seperti persiapan prabedah
abdominal lainya)
 Biasanya, anak tidak boleh makan dan
 Libatkan keluarga dalam
minum selama sekitar 6 jam, penting bagi
mempersiapkan anak pada tahap
perawat untuk menanyakan adanya alergi
praoperasi
atau jika ada riwayat masalah pendarahan
dalam keluarga, perawat mendukung
keluarga dalam penandatangan formulir
persetujuan sebelum operasi

Jelaskan tentang posedur pembedahan Operasi biasanya membutuhkan waktu 40-60


menit, tujuan dari operasi kolostomi adalah
untuk membuat anus buatan pada dinding
abdominal secara sementara, dan apabila
toleransi anak membaik, maka akan
dikembalikan ke tempat semula.

3. Pemenuhan Informasi b.d adanya rencana pembedahan, perencanaan pasien pulang

Pemenuhan Informasi b.d adanya


rencana pembedahan, perencanaan
pasien pulang

16
Intervensi Rasional
 Beritahu pasien dan keluarga Pasien atau orang tua akan mendapat manfaat bila
kapan pasien sudah bias mengetahui kapan keluarga dan temannya dapat
dikujungi berkunjung setelah pembedahan
 Berikan informasi pada pasien Keterlibatan pasien dan keluarga dalam
dan keluarga yang akan melakukan perawatan rumah pascahbedah dapat
menjalani perawatan rumah menurunkan risiko komplikasi dan dapat
meningkatkan kemandirian dalam melakukan
masalah yang sedang dihadapi
 Ajarkan cara merawat stoma  Pasien dianjurkan melindungi kulit peristoma
dengan sering mencuci area tersebut
menggunakan sabun ringan, memberikan
barrier kulit protektif disekitar stoma dan
mengamankannya dengan melekatkan kantung
drainase.
 Bedak nistanin dapat ditebarkan sedikit pada
kulit peristoma bila terdapat iritasi atau
pertumbuhan jamur.
 Kulit dibersihkan dengan perlahan
menggunakan sabun ringan, waslap lembap,
dan lembut.Sabun bertindak sebagai agen
abrasif ringan untuk mengangkut residu enzim
dari tetesan fekal. Selama kulit dibersihkan,
kasa dapat digunakan untuk menutupi stoma
atau tampon vagina dapat dimasukkan dengan
perlahan untuk mengabropsi kelebihan
drainase.
 Ajarkan cara membuat kantung  Stoma diukur untuk menentukan ukuran
dan memasang kantung drainase kantung yang tepat. Pada kondisi klinis banyak
bungkus es panjang yang dapat digunakan
sebagai kantong stoma.
 Untuk membuat bundaran atau cincin penahan
perawat bisa memodifikasi kasa gulung.

17
Lubang kantung harus sekitar 0,3 cm lebih
besar dari stoma. Kulit dibersihkan sesuai
prosedur diatas. Bundaran peristoma dipasang.
Iritasi kulit ringan memerlukan tebaran bedak
sebelum kantung dilekatkan
 Anjurkan mengonsumsi diet Diet tinggi serat dapat meningkatkan passase feses
tinggi serat sehingga konsistensi feses lembek padat berbentuk
dan mudah, serta tidak menstimulasi apabila
melewati lumen intestinal pascabedah.

18
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Penyakit Hirschprung adalah suatu gangguan perkembangan dari sistem saraf
enterik dengan karakteristik tidak adanya sel-sel ganglion (tidak adanya pleksus
meintrik) pada bagian distal kolon.
2. Penyebab penyakit hirschprung tidak diketahui, tetapi ada hubungan dengan kondisi
genetic
3. Pengkajian penyaki hirschprung terdiri atas anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
evaluasi diagnostik
4. Komplikasi dapat meliputi perforasi usus, ketidakseimbangan elektrolit, defisiensi
gizi, enterokolitis, syok hipovolemik, dan sepsis
5. Pemeriksaan Diagnostik yang dapat dilakukan pada pasien penyakit Hirschprung,
yaitu biopsi isap, biopsi oto rectum, pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin dari
hasil biopsy asap, pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsy usus
(Ngastiyah, 1997), foto abdomen dan enema barium, biopsi rectal, manometri
anorektal untuk mencatat respons reflex sfingter interna dan eksterna .
6. Diagnosa kepeawatan yang mungkin timbul pada penyakit hirschprung yaitu, risiko
injuri b.d pasca operasi bedah, iskemia, nekrosis dinding intestinal sekunder dari
kondisi obstruksi usus, nyeri b.d distensi abdomen, iritasi intestinal, respons
pembedahan

B. Saran
Dengan adanya pembelajaran tentang gangguan sistem gastrointestinal, salah
satunya yaitu gastritis, mahasiswa diharapkan mampu memahami konsep teori gastritis
sehingga mengetahui penyebab, tanda dan gejala yangg membedakan dengan penyakit
lain dan mampu melakukan asuhan keperawatan dengan baik.

19
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily, L., & Linda, A. S. (2002). Buku Saku Perawatan Pediatrik (ke-3 ed.). Jakarta:
EGC.

Kowalak, J. P., Welsh, W., & Mayer, B. (2014). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit . Jakarta: EGC.

20

Anda mungkin juga menyukai