Anda di halaman 1dari 153

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Fakultas Kesehatan Masyarakat Skripsi Sarjana

2018

Hubungan Motivasi dan Kepatuhan


Berobat Penderita dengan Kesembuhan
Pengobatan Penderita TB Paru di
Puskesmas Sadabuan Kota
Padangsidimpuan Tahun 2017

Hasibuan, Maslinda
Universitas Sumatera Utara

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/11227
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
HUBUNGAN MOTIVASI DAN KEPATUHAN BEROBAT
PENDERITA DENGAN KESEMBUHAN PENGOBATAN
PENDERITA TB PARU DI PUSKESMAS SADABUAN
KOTA PADANGSIDIMPUAN
TAHUN 2017

SKRIPSI

Oleh

MASLINDA HASIBUAN
NIM: 131000055

PROGRAM SUDI SI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


HUBUNGAN MOTIVASI DAN KEPATUHAN BEROBAT
PENDERITA DENGAN KESEMBUHAN PENGOBATAN
PENDERITA TB PARUDI PUSKESMAS SADABUAN
KOTA PADANGSIDIMPUAN
TAHUN 2017

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

MASLINDA HASIBUAN
NIM : 131000055

PROGRAM SUDI SI KESEHATAN MASYARAKT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya menyatakan dengan ini bahwa skripsi saya yang berjudul

“HUBUNGAN MOTIVASI DAN KEPATUHAN BEROBAT PENDERITA

DENGAN KESEMBUHAN PENGOBATAN PENDERITA TB PARU DI

PUSKESMAS SADABUAN KOTA PADANGSIDIMPUAN TAHUN 2017”

beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri, dan saya tidak

melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai

dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan

ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila

kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya

saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Oktober 2018

Maslinda Hasibuan

i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Telah diuji dan dipertahankan

Pada tanggal : 11 Oktober 2018

TIM PENGUJI SKRIPSI

Ketua : Dra. Syarifah, M.S.


Anggota : 1.Dr. Eddy Syahrial, M.S.
2. Dr. Lita Sri Andayani, S.K.M, M.Kes.

iii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ABSTRAK

Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi
masalah kesehatan penting bagi masyarakat di dunia hingga saat ini termasuk
Indonesia. Jenis penelitian ini adalah kwantitatif dengan menggunakan metode
penelitian survey yang bersifat analitik dengan desain cross sectional yaitu
untuk mengetahui motivasi dan kepatuhan penderita TB paru. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh pasien TB Paru yang sudah sembuh di Puskesmas
Sadabuan pada bulan Agustus sampai bulan Februari 2018 yaitu berjumlah 80
orang. Hasil uji statistik bivariat menunjukkan bahwa variabel yang mempunyai
hubungan terhadap tingkat kesembuhan pengobatan TB paru yaitu rasa tanggung
jawab (p=0,040), dukungan keluarga/PMO (p=0,044), dorongan petugas
kesehatan (p=0,024), dan kepatuhan (p=0,024). Bagi Puskesmas lebih
meningkatkan pemantauan terhadap penderita yang tidak patuh dalam
pengobatan, seperti tidak memeriksakan dahaknya, mengambil obat pada waktu
yang telah ditentukan dan sebagainya. Petugas TB perlu memberikan informasi
kepada setiap penderita bagaimana cara agar bisa mengeluarkan dahak sehingga
tidak ada alasan bagi penderita untuk tidak memeriksakan dahaknya. Kesulitan
dalam memperoleh dahak untuk pemeriksaan diagnostik perlu segera diatasi.

Kata kunci: Kesembuhan TB Paru, Kepatuhan dan Motivasi

iv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ABSTRACT

Tuberculosis (TB) is an infectious disease which is still an important health


problem for people in the world to date including Indonesia. This type of research
is quantitative using analytical survey research methods with a cross sectional
design that is to determine the motivation and compliance of pulmonary TB
patients. The population in this study were all pulmonary TB patients who had
recovered at Sadabuan Health Center from August to February 2018, which
amounted to 80 people. The results of the bivariate statistical test showed that the
variables that had a relationship to the cure rate of pulmonary TB treatment were
sense of responsibility (p = 0.040), family support / PMO (p = 0.044),
encouragement of health workers (p = 0.024), and compliance (p = 0.024). For
Puskesmas, it is better to improve monitoring of patients who are not compliant in
treatment, such as not having their sputum checked, taking medication at a
predetermined time and so on. TB officers need to provide information to each
patient how to expel phlegm so that there is no reason for the patient not to check
his sputum. Difficulties in obtaining phlegm for diagnostic tests need to be
addressed immediately.

Keywords: Recovery of Lung TB, Compliance and Motivation

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi

ini, yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kesehatan

Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

dengan judul “Hubungan Motivasi dan Kepatuhan Berobat Penderita dengan

Kesembuhan Pengobatan Penderita TB Paru di Puskesmas Sadabuan Kota

Padangsidimpuan Tahun 2017”.

Penulis menyadari bahwa di dalam pelaksanaan penulisan ini banyak

mengalami kesulitan-kesulitan dan hambatan, namun berkat bimbingan dan

arahan dari dosen pembimbing maka penulis dapat menyelesaikan penulisan

skripsi ini. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

pihak, baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu pada kesempatan ini

penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera

Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si., selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Lita Sri Andayani, S.K.M, M.Kes., selaku Ketua Departemen Pendidikan

Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara dan juga sebagai penguji II yang telah memberi masukan dan

saran dalam penulisan skripsi ini .

vi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4. Dra. Syarifah, M.S., selaku Dosen Pembimbing dan juga Ketua Penguji yang

telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan saran, bimbingan, dan

arahan selama penulisan skripsi ini.

5. Dr. Eddy Syahrial, M.S., selaku Dosen Penguji I yang memberikan masukan

dan saran dalam penulisan skripsi ini.

6. dr. Rusmalawaty, M.Kes., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah

membimbing penulis selama mengikuti pendidikan di Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

7. Warsito, selaku staf Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku

yang telah meluangkan waktu di tengah kesibukannya untuk membantu

penulis dalam memberi informasi apapun yang penulis butuhkan.

8. Seluruh dosen dan staf pegawai Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara yang telah memberikan bekal ilmu selama mengikuti

pendidikan.

9. Kepala Puskesmas Sadabuan yang telah memberikan izin untuk melakukan

penelitian serta para staff yang telah membantu penulis selama melakukan

penelitian.

10. Kepada Kedua orang tua tersayang ayahanda H.Sallim Hasibuan dan Ibunda

Hj.Birma Harahap, serta kakak Saleha Hsb, Parlindungan Hsb, Naimah Hsb,

Nurasiah Hsb, Siti Aliah Hsb, Roito Hsb, Ahmad Syukur Hsb, dan adik

tercinta Halimatussakdiah Hsb yang senantiasa memberikan dukungan doa,

moral, kasih sayang, dan material sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini.

vii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11. Sahabat-sahabatku sekaligus keluarga keduaku Kurnia Syahfitri Nst,

Nurfiana S.Pd, Anida Mulyana Nst, terimakasih untuk waktu dan

motivasinya dalam pengerjaan skripsi ini sampai selesai.

12. Rekan-rekan seperjuangan di Peminatan Pendidikan Kesehatan dan Ilmu

Perilaku terkhusus Jois Fransiska Ginting, Masdalima Batu Bara, Ayu

Andina, Seri Rahmadhani, Selvia Febri terimakasih untuk waktu, tenaga,

fikiran dan motivasinya dalam pengerjaan skripsi ini sampai selesai.

13. Teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih telah

memberikan inspirasi, motivasi, dan dukungan dalam tahap penyusunan

skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna

maka saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk

perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Medan, Oktober 2018

Maslinda Hasibuan

viii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .................................. i


HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... ii
ABSTRAK .................................................................................................. iv
ABSTRACT .................................................................................................. v
KATA PENGANTAR .................................................................................. vi
DAFTAR ISI ................................................................................................ ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................. xvi
DAFTAR ISTILAH...................................................................................... xvii
RIWAYAT HIDUP xviii

PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusah Masalah 7
Tujuan penelitian 8
Tujuan Umum 8
Tujuan Khusus 8
Manfaat Penelitian 8

TINJAUAN PUSTAKA 10
Motivasi 10
Definisi Motivasi 10
Teori Motivasi 11
Jenis-Jenis Motivasi 13
Tujuan Motivasi 15
Fungsi Motivasi 16
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Motivasi 17
Manfaat Motivasi 20
Kepatuhan Berobat 21
Tuberkulosis 26
Cara Penularan 27
Resiko Penularan 27
Tanda dan Gejala 28
Gejala Tuberkulosis 29
Pencegahan 30

ix

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Penemuan Penderita Tuberkulosis 34
Diagnosis Tuberkulosis Paru 34
Klasifikasi Penyakit 35
TipePenderita Tuberkulosis Paru 35
Pengobatan Tuberkulosis Paru 36
Penanggulangan TB 38
Rencana Global Penanggulangan TB 38
Strategi DOTS 39
Pengawasan Menelan Obat (PMO) 41
Landasan Teori 42
Kerangka Konsep 44

METODE PENELITIAN 45
Jenis Penelitian 45
Lokasi dan Waktu Penelitian 45
Lokasi Penelitian 45
Waktu Penelitian 45
Populasi dan Sampel 45
Populasi 45
Sampel 45
Variabel dan Definisi Operasional 46
Variabel Independen 46
Variabel Dependen 48
Metode Pengumpulan Data 48
Data Primer 48
Data Sekunder 48
Metode Pengukuran 48
Variabel Independen 48
Variabel Dependen 50
Metode Analisa Data 51
Analisis Univariat 51
Analisis Bivariat 51

HASIL PENELITIAN 52
Gambaran Umum Lokasi Penelitin 52
Letak Geografis 52
Hasil Univariat 52
Karakteristik Responden 52
Variabel Independen Terhadap Penderita Kesembuhan
Pengobatan TB Paru di Puskesmas Sadabuan Kota
Padangsidimpuan Tahun 2017 53

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Rasa Tanggung Jawab 53
Dukungan Keluarga /PMO 55
Dorongan Petugas Keshatan 56
Kepatuhan Pasien Unntuk Berobat 58
Keberhasilan Berobat 60
Hasil Uji Bivariat 61
Hubungan Karakteristik Individu Pasien Terhadap
Kesembuhan Pengobatan TB Paru di Puskesmas
Sadabuan Kota padangsidimpuan Tahun 2017 61
Hubungan Rasa Tanggung Jawab Terhadap Kesembuhan
Pengobatan TB Paru di Puskesmas Sadabuan Kota
Padangsidimpuan Tahun 2017 65
Hubungan Dukungan Keluarga Terhadap Kesembuhan
Pengobatan TB Paru di Puskesmas Sadabuan Kota
Padangsidimpuan Tahun 2017 66
Hubungan Dorongan Petugas Kesehatan Terhadap
Kesembuhan Pengobatan TB Paru di Puskesmas
Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2017 67
Hubungan Kepatuhan Pasien Untuk BerobatTerhadap
KesembuhaPengobatan TB Paru di Puskesmas
Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun2017 68

PEMBAHASAN 70
Distribusi Univariat 70
Karakteristik Pasien Terhadap Kesembuhan Pengobatan TB Paru 70
Rasa Tanggung Jawab Pasien Terhadap Kesembuhan
Pengobatan TB Paru 72
Dukungan Keluarga Terhadap Kesembuhan Pengobatan TB Paru 73
Dorongan Petugas Kesehatan Terhadap Kesembuhan Pengobatan
TB Paru 73
Kepatuhan Pasien Untuk Berobat Terhadap Kesembuhan
Pengobatan TB Paru 74
Keberhasilan Berobat Terhadap Kesembuhan Pengobatan TB Paru 74
Distribusi Bivariat 75
Hubungan Karakteristik Pasien Terhadap Kesembuhan
Pengobatan TB Paru 75
Hubungan Rasa Tanggung Jawab Terhadap Kesembuhan
Pengobatan TB Paru 78
Hubungan Dukungan Keluarga Terhadap Kesembuhan
Pengobatan TB Paru 79
Hubungan Dorongan Petugas Kesehatan Terhadap

xi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kesembuhan Pengobatan TB Paru 80
Hubungan Kepatuhan Pasien Untuk Berobat
Kesembuhan Pengobatan TB Paru 81

KESIMPULAN DAN SARAN 84


Kesimpulan 84
Saran 85

DAFTAR PUSTAKA 88
DAFTAR LAMPIRAN

xii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1 Distribusi Karakteristik Responden Pasien TB Paru di Puskesmas


Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2017.................................. 53

2 Distribusi Rasa Tanggung Jawab Responden di Puskesmas


Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2017 54

3 Distribusi Kategori Rasa Tanggung Jawab Responden di


Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2017................. 55

4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Dukungan Keluarga /PMO


Responden di Puskesmas Sadabuan Kota
Padangsidimpuan Tahun 2017 ........................................................... 55

5 Distribusi Kategori Dukungan Keluarga/PMO Responden


di Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2017 56

6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Dorongan Petugas


Kesehatan di Puskesmas Sadabuan Kota
Padangsidimpuan Tahun 2017........................................................... 57

7 Distribusi Kategori Dorongan Petugas Kesehatan di Puskesmas


Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2017................................... 58

8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kepatuhan Pasien


UntukBerobat di Puskesmas Sadabuan Kota
Padangsidimpuan Tahun 2017........................................................... 59

9 Distribusi Kategori Kepatuhan Pasien Untuk Berobat di Puskesmas


Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2017................................... 59

10 Distribusi Frekuensi Keberhasilan Berobat di Puskesmas


Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2017 60

11 Distribusi Kategori Keberhasilan Berobat di Puskesmas Sadabuan Kota


Padangsidimpuan Tahun 2017........................................................... 61

12 Hubungan Jenis Kelamin dengan Kesembuhan Pengobatan


TB Paru di Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2017 62

13 Hubungan umur dengan Kesembuhan Pengobatan TB Paru di

xiii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2017................. 63

14 Hubungan Pendidikan dengan Kesembuhan Pengobatan TB Paru di


Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2017................ 64

15 Hubungan Pekerjaan dengan Kesembuhan Pengobatan TB Paru di


Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2017................. 65

16 Hubungan Rasa Tanggung Jawab dengan Kesembuhan Pengobatan


TB Paru di Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2017 66

17 Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kesembuhan Pengobatan


TB Paru di Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2017 67

18 Hubungan Dorongan Petugas Kesehatan dengan Kesembuhan


Pengobatan TB Paru di Puskesmas Sadabuan
Kota Padangsidimpuan Tahun 2017 .................................................. 68

19 Hubungan Kepatuhan Pasien Untuk Berobat Kesembuhan Pengobatan


TB Paru di Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2017 69

xiv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

1 Kerangka Teori.................................................................................. 43

2 Kerangka Konsep Penelitian.............................................................. 44

xv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian................................ .................... ......... .... 94


2 Master Data.................... ........................................................ 102
3 Output SPSS........................................................................... 114
4 Surat Izin Penelitian......................................... ....................... 133
5 Surat Rekomendasi Izin Penelitian dari Dinas
Kesehatan Daerah Kota Padangsidimpuan 134

6 Surat Izin Penelitian dari Puskesmas Pijorkoling


Kota Padangsidimpuan 135

xvi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR ISTILAH

TB Tuberkulosis
WHO World Health Organization
MDR Multidrug Resistance
DOTS Directly Observed Treatment
GERDUNAS Gerakan Terpadu Nasional
PMO Pengawasan Menelan Obat
CDR Case Detection Rate
CR Cure Rate
OAT Obat Anti Tuberkulosis
BTA Basil Tahan Asam
ARTI Annual Risk of Tuberculosis Infection
UPK Upaya Pelayanan Kesehatan
SPS Sewaktu Pagi Sewaktu
LSM Lembaga Swadaya Masyarakat
PPM Publie Private Mix
PPTI Perhimpunan Pemberatasan Tuberkulosis Indonesia

xvii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Maslinda Hasibuan, dilahirkan di Hutaraja Tinggi pada

tanggal 07 Juni 1994 dan beragama Islam dengan suku Mandailing. Penulis

merupakan anak kedelapan dari sembilan bersaudara dari pasangan H.Sallim

Hasibuan dan Hj.Birma Harahap. Penulis bertempat tinggal di Desa Hutaraja

Tinggi Kecamatan Hutaraja Tinggi Kabupaten Padang Lawas.

Pendidikan formal penulis dimulai di Sekolah Dasar (SD) Negeri 101730

Hutaraja Tinggi pada tahun 2001 sampai tahun 2007, Madrasah Tsanawiyah Al-

khoir Mananti pada tahun 2007 sampai tahun 2010, Madrasah Aliyah Swasta

Muallimin Univa Medan pada tahun 2010 sampai tahun 2013 dan pendidikan S1

di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara peminatan

Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan Masyarakat pada tahun 2013

sampai tahun 2018.

Medan, Oktober 2018

Maslinda Hasibuan

xviii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pendahuluan

Latar Belakang

Penyakit tuberkulosis menjadi salah satu perhatian global karena kasus

tuberkulosis yang tinggi dapat berdampak luas terhadap kualitas hidup dan

ekonomi bahkan mengancam keselamatan jiwa manusia. Tuberkulosis (TB)

merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan

penting bagi masyarakat di dunia hingga saat ini. Tuberkulosis adalah penyakit

infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan biasa terdapat pada

paru-paru tetapi dapat mengenai organ tubuh lainnya. Sekitar 75% penderita TB

adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (Depkes RI, 2008).

Kerugian yang diakibatkan oleh penyakit tuberkulosis paru bukan hanya dari

aspek kesehatan semata tetapi juga dari aspek sosial ekonomi. Diperkirakan

seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4

bulan yang berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya

sekitar 20-30% yang pada akhirnya akan berdampak terhadap ekonomi secara

nasional. Jika ia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan pendapatannya

sekitar 15 Tahun. Dengan demikian tuberkulosis paru merupakan ancaman

terhadap cita-cita pembangunan dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat secara

menyeluruh. Karenanya perang terhadap penyakit tuberkulosis paru berarti pula

perang terhadap kemiskinan, ketidak produktifan dan kelemahan akibat

tuberkulosis. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak

1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2

buruk lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat (Depkes

RI, 2014).

Berdasarkan World Health Organization (WHO) pada tahun 2015 jumlah

kasus baru Tuberkulosis (TBC) terdapat 10,4 juta kasus TBC di dunia, meningkat

dari tahun sebelumnya hanya 9,6 juta kasus. Jumlah kasus terdiri dari 56% laki-

laki, 34% wanita dan 10% anak-anak. Indonesia berada pada peringkat kedua

negara dengan beban TB tertinggi di dunia setelah India. Adapun jumlah temuan

TBC terbesar adalah di India sebanyak 2,8 kasus, Indonesia sebanyak 1,02 juta

kasus dan Tiongkok sebanyak 918 ribu kasus.(WHO,2015).

Pada tahun 2015 ditemukan jumlah kasus tuberkulosis di Indonesia

sebanyak 330.910 kasus, meningkat bila dibandingkan semua kasus tuberkulosis

yang ditemukan pada tahun 2014 yang sebesar 324.539 kasus. Tuberkulosis

diperkirakan masih menyerang 9,6 juta orang dan menyebabkan 1,2 juta kematian

pada tahun 2014. Menurut jenis kelamin, jumlah kasus pada laki-laki lebih tinggi

dari pada perempuan yaitu 1,5 kali dibandingkan pada perempuan. Pada masing-

masing provinsi di seluruh Indonesia kasus lebih banyak terjadi pada laki-laki

dibandingkan perempuan. Menurut kelompok umur, kasus tuberkulosis pada

tahun 2015 paling banyak ditemukan pada kelompok umur 25-34 tahun yaitu

sebesar 18,65% diikuti kelompok umur 45-54 tahun sebesar 17,33% dan pada

kelompok umur 35-44 tahun sebesar 17,18% (WHO, Global Tuberculosis Report,

2015).

Dengan munculnya pandemi HIV/AIDS di dunia menambah permasalahan

TB Paru. Koinfeksi dengan HIV akan meningkatkan risiko kejadian TB Paru

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3

secara signifikan. Pada saat yang sama, kekebalan ganda kuman TB Paru terhadap

obat anti TB (multidrug resistance = MDR) membuat masalah menjadi lebih

besar akibat kasus yang tidak berhasil disembuhkan. Keadaan tersebut pada

akhirnya akan menyebabkan terjadinya epidemi TB Paru yang sulit ditangani

(Depkes RI, 2014).

Sejak Tahun 1995, program Pemberantasan Tuberkulosis Paru, telah

dilaksanakan dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment, Shortcourse

Chemotherapy) yang direkomendasikan oleh WHO. Kemudian berkembang

seiring dengan pembentukan Gerakan Terpadu Nasional (GERDUNAS) TB, maka

pemberantasan penyakit tuberkulosis Paru berubah menjadi program

penanggulangan tuberkulosis. Strategi DOTS mengandung lima komponen, yaitu

: 1) komitmen politis para pengambil keputusan untuk menjalankan program TB

nasional, 2) diagnosis TB dengan pemeriksaan BTA mikroskopik, 3) pengobatan

dengan obat anti TB yang diawasi langsung oleh pengawas menelan obat (PMO),

4) ketersediaan obat, 5) pencatatan dan pelaporan hasil kinerja program TB

(Depkes RI, 2014).

Kunci sukses penanggulangan TB adalah menemukan penderita dan

mengobati penderita sampai sembuh. WHO menetapkan target global Case

Detection Rate (CDR) atau penemuan kasus TB sebesar 70%, dan Cure Rate (CR)

atau angka kesembuhan/keberhasilan pengobatan sebesar 85%. Hasil yang dicapai

Indonesia dalam menanggulangi TB hingga saat ini telah meningkat. Angka

penemuan kasus TB Paru yang ditemukan pada Tahun 2007 sebesar 160.617

orang (69,12%) meningkat menjadi 161.115 orang (69,82%) pada Tahun 2008.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4

Keberhasilan pengobatan TB dari 81,5 % pada kelompok penderita yang

ditemukan pada tahun 2007 meningkat menjadi 82,8 % pada Tahun 2008. Akan

tetapi angka tersebut masih di bawah target yang ditetapkan oleh WHO (Depkes

RI, 2014).

Berdasarkan jumlah penduduk tahun 2014 diperhitungkan sasaran

penemuan kasus baru TB Paru BTA (+) di Provinsi Sumatera Utara adalah

sebesar 22.026 jiwa dan hasil cakupan penemuan kasus baru TB Paru BTA (+)

yaitu 11.818 kasus atau 76,35%. Angka ini mengalami kenaikan bila

dibandingkan dengan cakupan penemuan kasus baru tahun 2013 sebesar 72,29%

namun lebih rendah bila dibandingkan dengan tahun 2012 sebesar 82,57% dan

tahun 2011 sebesar 76,57% (Profil Kesehatan,2014).

Penelitian Amiruddin (2006), menunjukkan bahwa terdapat 3 variabel

yang mepengaruhi terjadinya kesembuhan dalam pengobatan penderita TB paru di

Kota Ambon yakni Pengawas Menelan Obat (PMO), kepatuhan berobat penderita

TB paru dan efek samping obat. Penelitian Pratiwi (2004), di Kabupaten Kudus

menunjukkan adanya hubungan bermakna antara perilaku dan lingkungan sosial

ekonomi dengan kesembuhan pengobatan TB Paru. Hasil penelitian lainnya,

Rizkiyani (2008), menunjukkan bahwa faktor keteraturan berobat memiliki

pengaruh yang kuat dalam menentukan kesembuhan penderita TB paru di Jakarta

Barat.

Menurut Smeltzer dan Bare dalam Sujana (2015), yang menjadi alasan

utama gagalnya pengobatan adalah pasien tidak mau minum obatnya secara

teratur dalam waktu yang diharuskan. Pasien biasanya bosan harus minum banyak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5

obat setiap hari selama beberapa bulan, karena itu pada pasien cenderung

menghentikan pengobatan secara sepihak.

Perilaku penderita untuk menjalani pengobatan secara teratur dipengaruhi

beberapa faktor. Menurut Mantra dalam Sujana (2015), perilaku dipengaruhi oleh

faktor pengetahuan, motivasi, kepercayaan dan sikap positif, tersedianya sarana

dan prasarana yang diperlukan dan terdapat dorongan yang dilandasi kebutuhan

yang dirasakan. Menurut Murtantiningsih dan Wahyono (2010) menunjukkan

bahwa ada hubungan antara status gizi, pendapatan, dan keteraturan berobat

dengan kesembuhan penderita TB Paru dan tidak ada hubungan antara

penyuluhan oleh petugas kesehatan, jenis kelamin, pendidikan dan dukungan

PMO dengan kesembuhan penderita TB paru.

Menurut Stoner dan Freedman dalam Sujana (2015), untuk terwujudnya

sebuah perilaku menjadi suatu tindakan maka diperlukan sebuah motivasi.

Motivasi adalah karakteristik psikologi manusia yang memberi kontribusi pada

tingkat komitmen seseorang, hal ini termasuk faktor yang menyebabkan,

menyalurkan, dan mempertahankan tingkah laku manusia dalam arah tekad

tertentu.

Menurut Harita dalam Nasution (2013), untuk mencapai keberhasilan

pengobatan dibutuhkan motivasi kesembuhan dari penderita yang menjadi daya

penggerak dalam diri individu sebagai upaya untuk mencari jalan keluar. Orang

dengan motivasi tinggi akan cepat pulih dari penyakitnya. Banyak yang

mempengaruhi motivasi seseorang untuk sembuh dari penyakitnya. Secara umum

dapat dibagi menjadi tiga faktor yaitu : 1) Faktor dari dalam individu, 2) Faktor

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6

dari luar individu, dan 3) Faktor religiusitas. Faktor dari dalam individu dapat

berasal dari keinginan seseorang untuk sembuh karena adanya dorongan untuk

melepaskan diri dari rasa sakit yang dideritanya (Siswanto, 1999).

Pada tahun 2015 jumlah kasus penyakit TB Paru dari seluruh Puskesmas

yang terdata di Dinas Kesehatan Kota Padangsidimpuan adalah 89 kasus menurun

bila dibandingkan dengan tahun 2014 sebanyak 278 kasus. (Profil Dinas

Kesehatan Daerah Kota Padangsidimpuan, 2015). Diperkirakan masih banyak

kasus TB yang tidak terdata yang disebabkan tidak adanya penanganan atau

pengobatan.

Kota Padangsidimpuan terdiri dari 6 kecamatan dengan 9 Puskesmas yaitu

Puskesmas Padangmatinggi, Sadabuan, Sidakkal, Batunadua, Pijorkoling,

Hutaimbaru, Pintu Langit, Labuhan Rasoki dan Poken Jior. Puskesmas Sadabuan

terletak di Kecamatan Padangsidimpuan Utara. Berdasarkan Profil Dinas

kesehatan Kota Padangsidimpuan Pada Tahun 2013 Puskesmas Sadabuan

merupakan puskesmas dengan angka kesembuhan paling rendah dari 9

puskesmas yang ada di Kota Padangsidimpuan, yaitu terdapat 955 penderita TB

paru klinis dan 100 BTA (+) dan angka kesembuhan sebesar 81,00% dengan

angka keberhasilan pengobatan 83,00%. Dari data di atas menunjukkan bahwa

angka kesembuhan penderita TB paru di Puskesmas Sadabuan yaitu 81,00% dan

jika dibandingkan dengan angka kesembuhan nasional 85%, maka persentase

angka kesembuhan ini belum mencapai target minimal yang telah ditetapkan

WHO tersebut. Pada Bulan Juni sampai dengan Desember Tahun 2017 jumlah

penderita TB Paru BTA (+) yaitu sebanyak 80 orang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7

Berdasarkan survei pendahuluan peneliti, dari pernyataan beberapa

penderita TB paru di Puskesmas Sadabuan dapat diketahui bahwa kurangnya

motivasi berobat penderita TB Paru baik motivasi yang berasal dari individu itu

sendiri maupun dari luar dirinya. Salah satu penyebabnya adalah karena penderita

merasa bosan dan lelah dalam menjalani pengobatan karena masa pengobatan

yang cukup panjang dan sesudah minum obat 2 minggu pasien merasa lebih baik

sehingga malas untuk berobat.

Masih rendahnya cakupan angka kesembuhan berdampak negatif pada

kesehatan masyarakat dan keberhasilan pencapaian program, karena masih

memberi peluang terjadinya penularan penyakit TB Paru kepada anggota keluarga

dan masyarakat sekitarnya. Selain itu memungkinkan terjadinya resistensi kuman

TB Paru terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT), sehingga menambah penyebar

luasan penyakit TB Paru, meningkatkan kesakitan dan kematian akibat TB Paru

(Amiruddin, 2008).

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang hubungan motivasi dan kepatuhan berobat penderita dengan

kesembuhan pengobatan penderita TB Paru di Puskesmas Sadabuan Kota

Padangsidimpuan Tahun 2017.

Perumusan masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan motivasi dan

kepatuhan berobat penderita dengan kesembuhan pengobatan TB Paru di

Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2017.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


8

Tujuan Penelitian

Tujuan umum. Untuk mengetahui hubungan motivasi dan kepatuhan

berobat penderita dengan kesembuhan pengobatan TB Paru di Puskesmas

Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2017.

Tujuan khusus. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mendeskripsikan karakteristik penderita TB paru yang

mendapatkan pengobatan di wilayah Puskesmas Sadabuan Kota

Padangsidimpuan.

2. Untuk mendeskripsikan rasa tanggung jawab penderita dengan

kesembuhan pengobatan TB Paru di Puskesmas Sadabuan Kota

Padangsidimpuan.

3. Untuk mendeskripsikan dukungan keluarga penderita dengan kesembuhan

pengobatan TB Paru di Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan.

4. Untuk mendeskripsikan dorongan petugas penderita dengan kesembuhan

pengobatan TB Paru di Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan.

5. Untuk mendeskripsikan kepatuhan berobat penderita dengan kesembuhan

pengobatan TB Paru di Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan.

6. Untuk mengetahui hubungan karasteristik penderita dengan kesembuhan

pengobatan TB Paru di Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan.

7. Untuk mengetahui hubungan rasa tanggung jawab penderita dengan

kesembuhan pengobatan TB Paru di Puskesmas Sadabuan Kota

Padangsidimpuan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


9

8. Untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga penderita dengan

kesembuhan pengobatan TB Paru di Puskesmas Sadabuan Kota

Padangsidimpuan.

9. Untuk mengetahui hubungan dorongan petugas penderita dengan

kesembuhan pengobatan TB Paru di Puskesmas Sadabuan Kota

Padangsidimpuan.

10. Untuk mengetahui hubungan kepatuhan berobat penderita dengan

kesembuhan pengobatan TB Paru di Puskesmas Sadabuan Kota

Padangsidimpuan.

Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi dan bahan masukan kepada pihak Dinas Kesehatan

Kota Padangsidimpuan dalam penanggulangan penyakit TB Paru.

2. Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan

dalam melaksanakan program penanggulangan TB Paru dan meningkatkan

kualitas pelayanan kesehatan kepada penderita TB paru.

3. Sebagai bahan informasi dan pengembangan bagi penelitian sejenis dan

berkelanjutan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tinjauan Pustaka

Motivasi

Definisi Motivasi. Menurut Branca dalam Walgito (2014), menyatakan

bahwa motivasi berasal dari Bahasa Latin, yaitu movere yang berarti bergerak

atau to move yang berarti kekuatan yang terdapat dalam diri individu yang

mendorong untuk berbuat sesuatu. Menurut Notoatmodjo (2014) motivasi

diartikan sebagai dorongan dalam bertindak untuk mencapai tujuan tertentu. Hasil

dorongan dan gerakan ini diwujudkan dalam bentuk perilaku. Adapun perilaku itu

sendiri terbentuk melalui proses tertentu, dan berlangsung dalam interaksi

manusia dengan lingkungannya.

Motivasi mempunyai hubungan yang cukup besar dalam penyembuhan

pasien. Hal itu sesuai dengan yang dikatakan Siswanto (1999), bahwa motivasi

kesembuhan sebagai salah satu objek studi psikologi kesehatan akan menentukan

semangat juang para pasien untuk sembuh atau setidaknya mampu bertahan dalam

menghadapi penyakit yang dideritanya. Motivasi kesembuhan disini akan menjadi

daya penggerak dalam diri individu sebagai upaya untuk mencari jalan keluar

dalam proses pengobatan dan penyembuhan.

Banyak faktor yang berhubungan dengan motivasi seseorang untuk

sembuh dari penyakitnya. Secara umum dibagi menjadi tiga faktor yaitu ; faktor

dari dalam individu, faktor dari luar individu dan faktor religiusitas. Faktor dari

dalam individu dapat berasal dari keinginan seseorang untuk melepaskan dirinya

dari rasa sakit yang dideritanya. Faktor dari luar individu adalah lingkungan

10
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
11

sekitar individu dapat berupa dukungan keluarga dan dorongan petugas (Siswanto,

1999).

Menurut Walgito (2003), motivasi merupakan keadaan dalam diri individu

yang mendorong perilaku ke arah tujuan. Motivasi itu mempunyai 3 aspek, yaitu :

(1) keadaan terdorong dalam diri organisme (a driving state), yaitu kesiapan

bergerak karena kebutuhan misalnya kebutuhan jasmani atau karena keadaan

mental seperti berpikir dan ingatan; (2) perilaku yang timbul terarah karena

keadaan ini; (3) tujuan yang dituju oleh perilaku tersebut.

Teori Motivasi

Teori Harapan. Teori Harapan adalah sebuah teori proses yang

menyatakan bahwa kuatnya seseorang bertindak dengan cara tertentu tergantung

pada kekuatan harapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti oleh suatu hasil

tertentu dan pada daya tarik dari hasil itu bagi orang yang bersangkutan. Kuatnya

motivasi seseorang berprestasi (usahanya) tergantung pada pandangannya tentang

betapa kuatnya keyakinan yang terdapat dalam dirinya bahwa ia akan dapat

mencapai apa yang diusahakan untuk dicapai (Siagian, 1995).

Teori ini mengandung tiga variabel, yaitu daya tarik, hubungan antara

prestasi dengan imbalan serta hubungan antara usaha dan prestasi. Daya tarik

adalah sampai sejauh mana seseorang merasa pentingnya hasil atau imbalan yang

diperoleh dalam penyelesaian tugasnya. Teori harapan mengatakan bahwa apakah

seseorang mempunyai keinginan untuk menghasilkan sesuatu karya pada waktu

tertentu tergantung pada tujuan khusus orang yang bersangkutan dan pada

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12

persepsi orang tersebut tentang nilai suatu prestasi sebagai wahana untuk

mencapai tujuan tersebut (Siagian, 1995).

Teori Penguatan. Teori penguatan menggunakan pendekatan

keperilakuan, dalam arti bahwa penguatan menentukan perilaku seseorang. Para

penganut teori penguatan melihat perilaku seseorang sebagai akibat

lingkungannya. Yang dimaksud dengan faktor-faktor penguatan adalah setiap

konsekuensi yang apabila timbul mengikuti suatu respon, memperbesar

kemungkinan bahwa tindakan itu akan diulangi (Siagian, 1995).

Teori ini menjelaskan bagaimana konsekuensi perilaku di masa yang lalu

mempengaruhi tindakan di masa datang dalam suatu siklus proses belajar. Dalam

pandangan teori ini jika seseorang individu berperilaku tertentu dan diikuti oleh

konsekuensi yang menyenangkan maka perilaku tersebut cenderung akan

diulangi, dan sebaliknya jika suatu perilaku tertentu menghasilkan konsekuensi

negatif, maka perilaku ini cenderung tidak akan diulang di masa datang

(Notoatmodjo, 2003).

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa inti teori ini terletak pada

pandangan bahwa jika tindakan seorang manajer kepada bawahan mendorong

perilaku positif tertentu, bawahan yang bersangkutan akan cenderung mengulangi

tindakan serupa. Sebaliknya, jika seorang manajer menegur bawahannya karena

melakukan sesuatu hal yang seharusnya tidak dilakukannya, bawahan tersebut

akan cenderung untuk tidak mengulangi tindakan tersebut terlepas dari dalam diri

orang yang bersangkutan. Singkatnya, motivasi seseorang bawahan untuk

melakukan atau tidak melakukan sesuatu sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor di

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13

luar dirinya seperti sikap pimpinan, pengaruh rekan kerja dan sejenisnya (Siagian,

1995).

Dalam hal kepatuhan berobat pada penderita TB Paru, faktor-faktor di luar

dirinya seperti dukungan keluarga, pengawasan PMO dan dorongan petugas dapat

menjadi faktor-faktor penguat yang mendorong penderita TB Paru untuk persisten

dalam menjalani pengobatannya sehingga tidak menyebabkan penderita putus

berobat. Bentuk penguatan tersebut dapat berupa perhatian maupun teguran dari

keluarga dan PMO bila penderita jenuh dalam menjalani proses pengobatan, serta

sikap petugas yang senantiasa mendengar segala keluhan penderita, meresponsnya

dan memberikan solusi dengan baik.

Jenis-Jenis Motivasi. Menurut Suhardi (2013) motivasi terbagi menjadi 2

(dua) jenis yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.

Motivasi intrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang datangnya dari

dalam diri seseorang. Motivasi ini terkadang muncul tanpa pengaruh apa pun dari

luar. Biasanya orang yang termotivasi secara intrinsik lebih mudah terdorong

untuk mengambil tindakan. Bahkan, mereka bisa memotivasi dirinya sendiri tanpa

perlu dimotivasi orang lain. Semua ini terjadi karena ada prinsip tertentu yang

mempengaruhi mereka (Suhardi,2013).

Menurut Taufik (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi

intrinsik yaitu :

a. Kebutuhan (need)

Seseorang melakukan aktivitas (kegiatan) karena adanya faktor-faktor

kebutuhan baik biologis maupun psikologis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14

b. Harapan (Expectancy)

Seseorang dimotivasi oleh karena keberhasilan dan adanya harapan

keberhasilan bersifat pemuasan diri seseorang, keberhasilan dan harga

diri meningkat dan menggerakkan seseorang ke arah pencapaian

tujuan.

c. Minat

Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keinginan pada suatu hal

tanpa ada yang menyuruh.

Motivasi ekstrinsik. Motivasi ekstrinsik adalah kebalikannya motivasi

intrinsik, yaitu motivasi yang muncul karena pengaruh lingkungan luar. Motivasi

ini menggunakan pemicu untuk membuat seseorang termotivasi. Pemicu ini bisa

berupa uang, bonus, insentif, penghargaan, hadiah, gaji besar, jabatan, pujiandan

sebagainya. Motivasi ekstrinsik memiliki kekuatan untuk mengubah kemauan

seseorang. Seseorang bisa berubah pikiran dari yang tidak mau menjadi mau

berbuat sesuatu karena motivasi ini (Suhardi,2013).

Menurut Taufik (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi

ekstrinsik adalah :

a. Dorongan keluarga

Dorongan keluarga khususnya suami merupakan salah satu faktor

pendorong (reinforcing factors) yang dapat mempengaruhi perilaku istri dalam

berperilaku. Dukungan suami dalam upaya pencegahan kanker serviks,

merupakan bentuk dukungan nyata dari kepedulian dan tanggung jawab para

anggota keluarga.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


15

b. Lingkungan

Lingkungan adalah tempat dimana seseorang tinggal. Lingkungan dapat

mempengaruhi seseorang sehingga dapat termotivasi untuk melakukan sesuatu.

Selain keluarga, lingkungan juga mempunyai peran yang besar dalam memotivasi

seseorang dalam merubah tingkah lakunya. Dalam sebuah lingkungan yang

hangat dan terbuka, akan menimbulkan rasa kesetiakawanan yang tinggi.

c. Imbalan

Seseorang dapat termotivasi karena adanya suatu imbalan sehingga orang

tersebut ingin melakukan sesuatu.

Tujuan Motivasi. Secara umum tujuan motivasi adalah untuk

menggerakkan seseorang agar timbul keinginan dan kemauan untuk melakukan

sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil dan mencapai tujuan. Setiap tindakan

motivasi seseorang mempunyai tujuan yang akan dicapai. Makin jelas tujuan yang

diharapkan atau akan dicapai, maka semakin jelas pula bagaimana tindakan

memotivasi itu dilakukan. Tindakan memotivasi akan lebih dapat berhasil apabila

tujuannya jelas dan didasari oleh yang dimotivasi. Oleh karena itu, setiap orang

yang akan memberikan motivasi pada seseorang harus mengenal dan memahami

benar-benar latar belakang kehidupan, kebutuhan serta kepribadian orang yang

akan dimotivasi (Taufik, 2007).

Fungsi Motivasi. Menurut Notoatmodjo (2007), motivasi mempunyai

tiga fungsi yaitu :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


16

1. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor

yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan

motorpenggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.

2. Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai.

Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang

harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuan yang sudah

direncanakansebelumnya.

3. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang

harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan

perbuatan -perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. Pilihan

perbuatan yang sudah ditentukan atau dikerjakan akan memberikan

kepercayaan diri yang tinggi karena sudah melakukan proses penyeleksian.

Motiva si melakukan pap smear di bagi menjadi tiga tingkatan yang

nantinya tersaji dalam dataordinal:

1) Motivasi tinggi : 41-60

2) Motivasi sedang:21-40

3) Motivasi rendah: 0-20

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Motivasi. Faktor motivasi

dibedakan menjadi dua, yang pertama dinamakan situasi motivasi yang

“subjective” atau faktor intrinsik dan yang kedua adalah faktor “objective” atau

faktor ekstrinsik.

Faktor-faktor intrinsik. Faktor-faktor yang timbul dari individu petugas

dengan pekerjaanya yang sering disebut pula sebagai “job content factor”. Faktor

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


17

tersebut diantaranya meliputi keberhasilan dalam melaksanakan tugas,

memperoleh pengakuan atas prestasinya, memperoleh tanggung jawab yang lebih

besar dan memperoleh kemajuan kedudukan melalui promosi jabatan. Sejauh

mana semuanya itu dapat terpenuhi secara positif bagi petugas, maka sejauh itu

pula dorongan/daya motivasinya untuk bekerja bagi tercapainya tujuan organisasi

Herzberg (dalam Hasibuan, 2005), menyatakan bahwa faktor-faktor yang

memengaruhi motivasi seseorang ada yang bersifat internal dan eksternal. Faktor

yang bersifat internal (motivator factor), antara lain:

1) Tanggung jawab (Responsibility).

Setiap orang ingin diikut sertakan dan ngin diakui sebagai orang yang

berpotensi, dan pengakuan ini akan menimbulkan rasa percaya diri dan siap

memikul tanggung jawab yang lebih besar.

2) Prestasi yang diraih (Achievement)

Setiap orang menginginkan keberhasilan dalam setiap kegiatan. Pencapaian

prestasi dalam melakukan suatu pekerjaan akan menggerakkan yang

bersangkutan untuk melakukan tugas-tugas berikutnya.

3) Pengakuan orang lain (Recognition)

Pengakuan terhadap prestasi merupakan alat motivasi yang cukup ampuh,

bahkan bisa melebihi kepuasan yang bersumber dari kompensasi.

4) Pekerjaan itu sendiri (The work it self)

Pekerjaan itu sendiri merupakan faktor motivasi bagi pegawai untuk berforma

tinggi. Pekerjaan atau tugas yang memberikan perasaan telah mencapai

sesuatu, tugas itu cukup menarik, tugas yang memberikan tantangan bagi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


18

pegawai, merupakan faktor motivasi, karena keberadaannya sangat

menentukan bagi motivasi untuk berforma tinggi.

5) Kemungkinan Pengembangan (The possibility of growth)

Karyawan hendaknya diberi kesempatan untuk meningkatkan kemampuannya

misalnya melalui pelatihan-pelatihan, kursus dan juga melanjutkan jenjang

pendidikannya. Hal ini memberikan kesempatan kepada karyawan untuk

tumbuh dan berkembang sesuai dengan rencana karirnya yang akan

mendorongnya lebih giat dalam bekerja.

6) Kemajuan (Advancement)

Peluang untuk maju merupakan pengembangan potensi diri seorang pagawai

dalam melakukan pekerjaan, karena setiap pegawai menginginkan adanya

promosi kejenjang yang lebih tinggi, mendapatkan peluang untuk

meningkatkan pengalaman dalam bekerja. Peluang bagi pengembangan

potensi diri akan menjadi motivasi yang kuat bagi pegawai untuk bekerja lebih

baik. Sedangkan yang berhubungan dengan faktor ketidakpuasan dalam

bekerja menurut Herzberg dalam Luthans (2003), dihubungkan oleh faktor

ekstrinsik antara lain :

1). Gaji

Tidak ada satu organisasipun yang dapat memberikan kekuatan baru kepada

tenaga kerjanya atau meningkatkan produktivitas, jika tidak memiliki sistem

kompensasi yang realitis dan gaji bila digunakan dengan benar akan

memotivasi pegawai.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


19

2). Keamanan dan keselamatan kerja.

Kebutuhan akan keamanan dapat diperoleh melalui kelangsungan kerja.

3). Kondisi kerja

Dengan kondisi kerja yang nyaman, aman dan tenang serta didukung oleh

peralatan yang memadai, karyawan akan merasa betah dan produktif dalam

bekerja sehari-hari.

4). Hubungan kerja

Untuk dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik, haruslah didukung oleh

suasana atau hubungan kerja yang harmonis antara sesama pegawai maupun

atasan dan bawahan.

5). Prosedur perusahaan.

Keadilan dan kebijakasanaan dalam mengahadapi pekerja, serta pemberian

evaluasi dan informasi secara tepat kepada pekerja juga merupakan pengaruh

terhadap motivasi pekerja.

6). Status

Merupakan posisi atau peringkat yang ditentukan secara sosial yang diberikan

kepada kelompok atau anggota kelompok dari orang lain Status pekerja

memengaruhi motivasinya dalam bekerja. Status pekerja yang diperoleh dari

pekerjaannya antara lain ditunjukkan oleh klasifikasi jabatan, hak-hak

istimewa yang diberikan serta peralatan dan lokasi kerja yang dapat

menunjukkan statusnya.

Manfaat Motivasi. Manfaat motivasi yang utama adalah menciptakan

gairah kerja, sehingga produktivitas kerja meningkat. Sementara itu manfaat yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20

diperoleh karena bekerja dengan orang-orang yang termotivasi adalah pekerjaan

dapat diselesaikan dengan tepat. Artinya pekerjaan diselesaikan sesuai standar

yang ditetapkan dan dalam skala waktu yang sudah ditentukan, serta orang senang

melakukan pekerjaannya.

Sesuatu yang dikerjakan dengan adanya motivasi yang mendorongnya

akan membuat orang senang melakukannya. Orang pun akan merasa dihargai atau

diakui, hal ini terjadi karena pekerjaannya itu betul-betul berharga bagi orang

yang termotivasi, sehingga orang tersebut akan bekerja keras. Hal ini dimaklumi

karena dorongan yang begitu tinggi menghasilkan sesuai target yang mereka

tetapkan.

Kinerjanya akan dipantau oleh individu yang bersangkutan dan tidak akan

membutuhkan terlalu banyak pengawasan serta semangat juangnya akan tinggi

(Arep dan Tanjung, 2003).

Kepatuhan Berobat

Menurut Sacket dalam Ester (2014), kepatuhan pasien adalah sejauh mana

perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional

kesehatan. Menurut Sarafino dalam Bart (1994), ketidaktaatan meningkatkan

resiko berkembangnya masalah kesehatan atau memperpanjang atau

memperburuk kesakitan yang sedang diderita. Perkiraan yang ada menyatakan

bahwa 20% jumlah opname di rumah sakit merupakan akibat dari ketidaktaatan

pasien terhadap aturan pengobatan. Kepatuhan atau ketaatan merupakan tingkat

pasien melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh

dokternya atau boleh yang lain.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


21

Kepatuhan berobat adalah tingkah perilaku penderita dalam mengambil

suatu tindakan atau upaya untuk secara teratur menjalani pengobatan. Penderita

yang patuh berobat adalah yang menyelesaikan pengobatannya secara teratur dan

lengkap tanpa terputus selama 6 bulan sampai dengan 8 bulan, sedangkan

penderita yang tidak patuh berobat dan minum obat bila frekuensi minum obat

tidak dilaksanakan sesuai rencana yang ditetapkan (Depkes RI, 2014).

Faktor-faktor yang memengaruhi ketidak patuhan dapat digolongkan

menjadi enam bagian yaitu :

1. Pemahaman Tentang Instruksi

Tak seorang pun mematuhi instruksi jika ia salah paham tentang instruksi

yang diberikan padanya. Ley dan Spelman dalam Ester (2000)

menemukan bahwa lebih dari 60% yang diwawancarai setelah bertemu

dengan dokter salah mengerti tentang instruksi yang diberikan pada

mereka. Kadang-kadang hal ini disebabkan oleh kegagalan profesional

kesehatan dalam memberikan informasi yang lengkap, penggunaan

istilah-istilah medis dan banyak memberikan instruksi yang harus diingat

oleh pasien.

Pendekatan praktis untuk meningkatkan kepatuhan pasien

ditemukan oleh DiNicola dan DiMatteo dalam Ester (2000), yaitu:

a. Buat instruksi tertulis yang jelas dan mudah diinterpretasikan.

b. Berikan informasi tentang pengobatan sebelum menjelaskan hal-

hal lain.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


22

c. Jika seseorang diberikan suatu daftar tertulis tentang hal-hal

yang harus diingat, maka akan ada efek keunggulan, yaitu

mereka berusaha mengingat hal-hal yang pertama kali ditulis.

d. Instruksi-instruksi harus ditulis dengan bahasa u h informasi

tentang diagnosis. Pasien membutuhkan penjelasan tentang

kondisinya mum (non medis) dan hal-hal yang perlu ditekankan.

2. Kualitas Interaksi

Kualitas interaksi antara profesional kesehatan dan pasien merupakan

bagian yang penting dalam menentukan derajat kepatuhan. Hal ini perlu

ditingkatkan untuk memberikan umpan balik pada pasien setelah memperole saat

ini, apa penyebabnya dan apa yang dapat mereka lakukan dengan kondisi seperti

ini.

3. Tingkat ekonomi

Menurut Park 2002, tingkat ekonomi merupakan kemampuan finansial

untuk memenuhi segala kebutuhan hidup, akan tetapi ada kalanya penderita TB

Paru sudah pensiun dan tidak bekerja namun biasanya ada sumber keuangan lain

yang bisa digunakan untuk membiayai semua program pengobatan dan perawatan

sehingga belum tentu tingkat ekonomi menengah ke bawah akan mengalami

ketidakpatuhan dan sebaliknya tingkat ekonomi baik tidak terjadi ketidakpatuhan

(Suparyanto, 2010).

4. Perilaku sehat.

Menurut Dimatteo 1984, Perilaku sehat dapat dipengaruhi oleh kebiasaan,

oleh karena itu perlu dikembangkan suatu strategi yang bukan hanya untuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


23

mengubah perilaku tetapi juga dapat mempertahankan perubahan tersebut. Sikap

pengontrolan diri membutuhkan pemantauan terhadap diri sendiri, evaluasi diri

dan penghargaan terhadap diri sendiri terhadap perilaku yang baru tersebut

(Suparyanto, 2010).

5. Isolasi Sosial dan Keluarga

Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam

menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu, menentukan program

pengobatan yang dapat mereka terima juga dapat memberikan dukungan dan

membuat keputusan mengenai perawatan anggota keluarga yang sakit.

Dukungan keluarga menurut Friedman dalam Saragih (2010), dibagi dalam 4

bentuk, yaitu;

 Dukungan Penilaian

Dukungan ini meliputi pertolongan pada individu untuk memahami

kejadian depresi dengan baik dan strategi koping yang dapat digunakan

dalam menghadapi stressor. Individu mempunyai seseorang yang dapat

diajak bicara tentang masalah mereka, terjadi melalui ekspresi

pengharapan positif kepada individu lain, penyemangat, persetujuan

terhadap ide-ide atau perasaan seseorang dengan orang lain, misalnya

orang yang kurang mampu.

 Dukungan Instrumental

Dukungan ini meliputi dukungan jasmaniah meliputi pelayanan, bantuan

finansial, dan material berupa bantuan nyata (Instrumental Support

Material Support), suatu kondisi dimana benda atau jasa akan membantu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


24

memecahkan masalah termasuk didalamnya bantuan langsung seperti

seseorang memberi atau meminjamkan uang, membantu pekerjaan sehari-

hari, menyampaikan pesan, menyediakan transportasi, menjaga dan

merawat saat sakit.

 Dukungan Informasi

Jenis dukungan ini meliputi komunikasi dan tanggung jawab bersama

termasuk didalamnya memberikan solusi dari masalah, memberikan

nasehat pengarahan, saran atau umpan balik tentang apa yang dilakukan

oleh seseorang. Keluarga dapat menyediakan informasi dengan

menyarankan tentang dokter, terapi yang baik bagi dirinya dan tindakan

spesifik bagi individu dalam melawan stressor.

 Dukungan Emosional

Selama depresi berlangsung, individu sering menderita secara emosional,

sedih dan kehilangan harga diri. Jika depresi mengurangi perasaan

seseorang akan hal yang dimiliki dan dicintai. Dukungan emosional

memberikan individu perasaan nyaman, merasa dicintai saat mengalami

stress, bantu dalam bentuk semangat, empati, rasa percaya perhatian

sehingga individu yang menerimanya merasa berharga. Pada dukungan

emosional ini keluarga menyediakan tempat istirahat dan memberikan

semangat.

6. Keyakinan, Sikap, Kepribadian

Ahli psikologis telah menyelidiki tentang hubungan antara pengukuran-

pengukuran kepribadian dan kepatuhan. Mereka menemukan bahwa data

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


25

kepribadian secara benar dibedakan antara orang yang patuh dengan orang yang

gagal. Orang-orang yang tidak patuh adalah orang-orang yang lebih mengalami

depresi, ansietas, sangat memerhatikan kesehatannya, memiliki kekuatan

ego yang lebih lemah dan yang kehidupan sosialnya lebih memusatkan perhatian

pada dirinya sendiri. Blumenthal et al dalam Ester (2000), mengatakan bahwa ciri-

ciri kepribadian yang disebutkan di atas itu yang menyebabkan seseorang

cenderung tidak patuh (drop out) dari program pengobatan.

Dalam proses penyembuhan, penderita TB Paru dapat diberikan obat anti-

TB (OAT) yang diminum secara teratur sampai selesai dengan pengawasan yang

ketat. Masa pemberian obat memang cukup lama yaitu 6-8 bulan secara terus-

menerus, sehingga dapat mencegah penularan kepada orang lain. Oleh sebab itu,

para penderita TB jika ingin sembuh harus minum obat secara teratur. Tanpa

adanya keteraturan minum obat, penyakit sulit disembuhkan. Jika tidak teratur

minum obat penyakitnya sukar diobati, kuman TB dalam tubuh akan berkembang

semakin banyak dan menyerang organ tubuh lain yang akan membutuhkan waktu

lebih lama untuk dapat sembuh (Ainur, 2014).

Beberapa faktor yang mempengaruhi keteraturan berobat antara lain:

a. Tingkat pendidikan

Semakin tinggi tingkat pendidikan responden, maka semakin baik

penerimaan informasi tentang pengobatan penyakitnya sehingga akan

semakin teratur proses pengobatan dan penyembuhan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


26

b. Mutu pelayanan kesehatan

Pelayanan kesehatan yang memuaskan pasien tersebut akan menimbulkan

keinginan pasien untuk datang kembali.

c. Sarana dan Prasarana Pelayanan

Pada sarana dan prasarana memadai, penderita TB paru lebih banyak yang

teratur minum obat dan yang tidak teratur terbukti lebih sedikit.

d. Efek samping obat

e. Regimen pengobatan (Mukhsin et al, 2006)

Tuberkulosis

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh

kuman yang disebut TBC ( Mycobacterium tuberculosis) (kemenkes RI,2015).

Tuberkulosis adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang perenkim paru.

Sebagian besar kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ

tubuh lainnya termasuk meninges, ginjal, tulang, dan limfe (Smeltzer dan

Bare,2014). Tuberkulosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh

Mycobakterium tuberculosis dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada

jaringan yang terinfeksi dan oleh hipersensifitas yang diperantarai sel (cell

mediated hypersensitivity) (Wahid dan suprapto,2014).

Kuman tuberkulosis mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam

pada pewarnaan sehingga disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TB

Paru cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup

beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini

dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun (Depkes RI, 2014).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


27

Cara Penularan. Sumber penularan adalah penderita TB Paru BTA

positif yang belum diobati. Kuman TB menyebar dalam bentuk percikan dahak

(droplet nuclei), pada waktu penderita batuk atau bersin. Sekali batuk dapat

menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Percikan dahak dapat bertahan selama

beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. Daya penularan seorang

penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya.

Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular

penderita tersebut. Kemungkinan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh

konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut (Depkes

RI, 2014).

Resiko Penularan. Risiko penularan setiap tahun (Annual Risk of

Tuberculosis Infection = ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi

TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1 %, berarti diantara 1000 penduduk terdapat

sepuluh orang terinfeksi setiap tahun. ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3 %.

Kemungkinan seseorang menjadi penderita TB adalah daya tahan tubuh yang

rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi/gizi buruk (Depkes RI,

2014).

Tanda dan Gejala. Somantri (2009) menjelaskan keluhan yang dirasakan

pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam keluhan dan keluhan yang sering

muncul adalah :

Demam. Biasanya subfebris menyerupai demam influenza tetapi kadang

mencapai 40° - 41℃ yang hilang timbul sehingga pasien merasa tidak pernah

terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


28

daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi mycobacterium tuberculosis

yang masuk.

Batuk . Gejala ini banyak ditemukan. Terjadi karena adanya iritasi pada

bronkus, sebagai reaksi tubuh untuk membuang atau mengeluarkan produksi

radang. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja

batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah

berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai

dari batuk kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi

batuk purulen (menghasilkan sputum) timbul dalam jangka waktu lama (lebih dari

3 minggu). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah pada tuberkulosis

karena terdapat pecahnya pembuluh darah. Kebanyakan batuk darah ini terjadi

pada kavitas dan terjadi pada ulkus dinding bronkus.

Sesak nafas. Pada penyakit ringan belum ditemukan atau dirasakan. Sesak

akan terjadi pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi

setengah bagian paru-paru.

Nyeri dada. Gejala ini jarang ditemukan, nyeri dada timbul bila infiltrasi

radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan

kedua pleura sewaktu klien menarik atau melepaskan nafasnya.

Malaise. Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala ini

sering ditemukan seperti anoreksia tidak nafsu makan, badan makin kurus (berat

badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam. Gejala malaise

makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


29

Pada atelektasis terdapat gejala berupa : sianosis, sesak nafas, dan kolaps. Bagian

dada klien tidak bergerak pada saat bernafas dan jantung terdorong ke sisi yang

sakit. Pada rontgen dada tampak bayangan hitam pada sisi yang sakit dan

diafragma menonjol ke atas.

Gejala-Gejala Tuberkulosis. Gejala utama penderita TB paru adalah

batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala

tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas,

nafsu makan menurun, berat badan menurun, rasa kurang enak badan (malaise),

berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.

Setiap orang dengan gejala tersebut dianggap sebagai seorang tersangka (suspek)

penderita TB dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis (Depkes

RI, 2014).

Pencegahan. Pencegahan dapat dilakukan baik perorangan maupun

kelompok. Tujuan mendeteksi dini seseorang dengan infeksi TB adalah untuk

mengidentifikasi siapa saja yang akan memperoleh keuntungan dari terapi

pencegahan untuk menghentikan perkembangan TB yang aktif secara klinis.

Menurut Departemen Kesehatan RI hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah

penularannya adalah :

a. Kebersihan ruangan dalam rumah terjaga terutama kamar tidur dan setiap

ruangan dalam rumah dilengkapi jendela yang cukup untuk pencahayaan

alami dan ventilasi untuk pertukaran udara serta usahakan agar sinar

matahari dapat masuk ke setiap ruangan dalam rumah melalui jendela atau

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


30

genting kaca, karena kuman TBC mati dengan sinar matahari yang

mengandung sinar ultraviolet.

b. Menjemur kasur dan bantal secara teratur.

c. Pengidap TBC diminta menutupi hidung dan mulutnya apabila mereka

batuk atau bersin.

d. Minum obat secara teratur sampai selesai, gunakan Pengawas Minum Obat

(PMO) untuk menjaga keteraturan minum obat.

e. Jangan meludah di sembarang tempat karena ludah yang mengandung

mycobacterium tuberculosis akan terbawa udara dan dapat terhirup orang

lain.

f. Apabila sedang dalam perjalanan maka penderita dianjurkan memakai

penutup mulut atau masker, dan bila akan membuang dahak maka harus

closet kemudian disiram atau dipembuangan mengalir.

g. Gunakan tepat penampungan dahak seperti kaleng atau sejenisnya yang

ditambahkan air sabun atau karbol/Lysol.

h. Cuci dan bersihkan barang-barang yang digunakan oleh penderita. Seperti

alat makan dan minum atau perlengkapan tidur.

Naga (2012) berpendapat bahwa tindakan yang dapat dilakukan untuk

mencegah TBC, yaitu :

a. Bagi penderita, pencegahan penularan dapat dilakukan dengan menutup

mulut saat batuk, dan membuang dahak tidak di sembarang tempat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


31

b. Bagi masyarakat, pencegahan penularan dapat dilakukan dengan

meningkatkan ketahanan terhadap bayi, yaitu dengan memberikan

vaksinasi BCG.

c. Bagi petugas kesehatan, pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan

penyuluhan tentang penyakit TBC, yang meliputi gejala, bahaya, dan

akibat yang ditimbulkannya terhadap kehidupan masyarakat pada

umumnya.

d. Petugas kesehatan juga harus segera melakukan pengisolasian dan

pemeriksaan terhadap orang-orang yang terinfeksi, atau dengan

memberikan pengobatan khusus kepada penderita TBC. Pengobatan

dengan cara dirawat di rumah sakit hanya dilakukan bagi penderita dengan

kategori berat dan memerlukan pengembangan program pengobatannya,

sehingga tidak dikehendaki pengobatan jalan.

e. Pencegahan penularan juga dapat dicegah dengan melaksanakan

desinfeksi, seperti cuci tangan, kebersihan rumah yang ketat, perhatian

khusus terhadap muntahan atau ludah anggota keluarga yang terjangkit

penyakit TBC (piring, tempat tidur, pakaian) dan menyediakan ventilasi

dan sinar matahari yang cukup.

f. Melakukan imunisasi bagi orang-orang yang melakukan kontak langsung

dengan penderita, seperti keluarga, perawat, dokter, petugas kesehatan,

dan orang lain yang terindikasi, dengan vaksin BCG dan tindak lanjut bagi

yang positif tertular.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


32

g. Melakukan pemeriksaan terhadap orang-orang yang kontak dengan

penderita TBC. Perlu dilakukan Tes Tuberkulin bagi seluruh anggota

keluarga. Apabila cara ini menunjukkan hasil negatif, perlu diulang

pemeriksaan tiap bulan selama 3 bulan, dan perlu pemeriksaan intensif.

h. Dilakukan pengobatan khusus. Penderita dengan TBC aktif perlu

pengobatan yang tepat, yaitu obat-obat kombinasi yang telah ditetapkan

oleh dokter dan diminum dengan tekun dan teratur, selama 6 bulan sampai

12 bulan. Perlu diwaspadai adanya kebal terhadap obat-obat, dengan

pemeriksaan lebih lanjut oleh dokter.

Francis (2011) menyatakan pencegahan penyakit tuberkulosis dapat

dilakukan dengan penyediaan nutrisi yang baik, sanitasi yang adekuat, perumahan

yang tidak terlalu padat dan udara yang segar merupakan tindakan yang efektif

dalam pencegahan TBC.

Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI) 2010

menjelaskan tentang pencegahan penularan penyakit TBC, yaitu :

a. Bagi masyarakat

1. Makan makanan yang bergizi seimbang sehingga daya tahan tubuh

meningkat untuk membunuh kuman TBC

2. Tidur dan istirahat yang cukup

3. Tidak merokok, minum alkohol dan menggunakan narkoba

4. Lingkungan yang bersih baik tempat tinggal dan sekitarnya

5. Membuka jendela agar masuk sinar matahari di semua ruangan rumah

karena kuman TBC akan mati bila terkena sinar matahari

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


33

6. Imunisasi BCG bagi balita, yang tujuannya untuk mencegah agar

kondisi balita tidak lebih parah bila terinfeksi TBC

7. Menyarankan apabila ada yang dicurigai TBC agar segera memeriksa

diri dan berobat sesuai aturan sampai sembuh

b. Bagi penderita

1. Tidak meludah di sembarangan tempat

2. Menutup mulut saat batuk atau bersin

3. Berperilaku hidup bersih dan sehat

4. Berobat sesuai atauran sampai sembuh

5. Memeriksa balita yang tinggal serumah agar segera diberikan

pengobatan pencegahan.

Penemuan Penderita Tuberkulosis Paru. Menurut Depkes RI (2014),

penemuan penderita merupakan langkah pertama dalam kegiatan program

penanggulangan TB Paru yang terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis,

penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita. Penemuan penderita TB paru

dilakukan secara pasif dengan promosi aktif. Penjaringan tersangka penderita

dilakukan di Unit Pelayanan Kesehatan (UPK); didukung dengan penyuluhan

secara aktif baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat untuk meningkatkan

cakupan penemuan tersangka penderita TB. Selain itu, semua kontak penderita

TB Paru BTA positif dengan gejala sama, harus diperiksa dahaknya.

Diagnosis Tuberkulosis Paru. Untuk mengetahui adanya tuberkulosis,

dokter biasanya berpegang pada tiga patokan utama. Pertama, hasil wawancaranya

tentang keluhan pasien dan hasil pemeriksaan yang dilakukan pada pasien yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


34

disebut dengan anamnesis. Kedua, hasil pemeriksaan laboratorium untuk

menemukan adanya BTA pada spesimen penderita dengan cara pemeriksaan 3

spesimen dahak dalam waktu 2 hari berturut-turut yaitu sewaktu-pagi-sewaktu

(SPS). Ketiga, pemeriksaaan rontgen dada yang akan memperlihatkan gambaran

paru yang akan diperiksanya. Selain ketiga patokan tersebut kadang dokter juga

mengumpulkan data tambahan dari hasil pemeriksaan darah atau pemeriksaan

tambahan lain (Aditama, 1994).

Klasifikasi Penyakit. Adapun Klasifikasi Penyakit TB Paru adalah :

Tuberkulosis (TB ) Paru. Menurut Depkes RI (2014), Tuberkulosis (TB )

Paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura

(selaput paru) dan kelenjar pada hilus. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB

paru dibagi dalam :

TB Paru BTA (+). Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak Sewaktu-

Pagi-Sewaktu (SPS) hasilnya BTA positif. Satu spesimen dahak SPS hasilnya

BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran TB.

TB Paru BTA (-). Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA

negatif dan foto toraks menunjukkan gambaran TB. Tidak ada perbaikan setelah

pemberian antibiotika dan non OAT (Obat Anti Tuberkulosis).

Tipe Penderita Tuberkulosis Paru. Menurut Depkes RI (2014), tipe

penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, ada beberapa

tipe penderita yaitu :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


35

1. Baru adalah penderita yang belum pernah diobati dengan Obat Anti

Tuberkulosis (OAT) atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu

bulan (4 minggu).

2. Kambuh (Relaps) adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah

mendapatkan pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh,

kemudian didiagnosis kembali dengan BTA positif.

3. Pengobatan setelah putus berobat (Default) adalah penderita yang telah

berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.

4. Gagal (Failure) adalah penderita yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap

positif atau kembali menjadi positif pada bulan ke lima atau lebih selama

pengobatan.

5. Pindahan (Transfer In) adalah penderita yang dipindahkan dari Unit

Pelayanan Kesehatan (UPK) yang memiliki register TB lain untuk

melanjutkan pengobatannya.

6. Lain-lain adalah kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam

kelompok ini termasuk Kasus Kronis, yaitu penderita dengan hasil

pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.

Pengobatan Tuberkulosis Paru

Prinsip Pengobatan Tuberkulosis Paru. Menurut Depkes RI (2014),

OAT diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam jumlah

cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Pengobatan TB Paru

diberikan dalam dua tahap, yaitu tahap awal (intensif) dan lanjutan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


36

Tahap Awal (Intensif). Pada tahap awal (Intensif) penderita mendapat obat

setiap hari dan perlu diawasi langsung untuk mencegah terjadinya resistensi

(kekebalan). Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,

biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.

Sebagian besar penderita TB Paru BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)

dalam 2 bulan.

Tahap Lanjutan. Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih

sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk

membunuh kuman persisten (dormant) sehingga mencegah terjadinya

kekambuhan.

Apabila paduan obat yang digunakan tidak adekuat (jenis, dosis dan

jangka waktu pengobatan), kuman TB Paru akan berkembang menjadi kuman

kebal obat (resisten). Untuk menjamin kepatuhan penderita menelan obat,

pengobatan perlu dilakukan dengan pengawasan langsung (DOTS = Directly

Observed Treatment Shortcourse) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (Depkes

RI, 2002).

Hasil Pengobatan

1. Sembuh

Penderita telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan

pemeriksaan ulang dahak sebelum akhir pengobatan dan pada akhir

pengobatan hasilnya negatif.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


37

2. Pengobatan Lengkap

Adalah pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap

tetapi tidak memenuhi persyaratan sembuh atau gagal.

3. Meninggal

Adalah penderita yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab

apapun.

4. Pindah

Adalah pasien yang pindah berobat ke unit dengan register TB 03 yang

lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui.

5. Default/ Drop Out

Penderita yang tidak berobat selama 2 bulan berturut-turut atau lebih

sebelum masa pengobatannya selesai.

6. Gagal

Penderita yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali

menjadi positif sebelum akhir pengobatan atau pada akhir pengobatan

(Depkes RI, 2008).

Penanggulangan TB. Rencana Global Penanggulangan TB menurut

Depkes RI (2014), Rencana Global 2014-2016 mencakup enam elemen utama

dalam strategi baru Stop TB –WHO yang terdiri dari :

1. Memperluas dan meningkatkan ekspansi DOTS yang berkualitas,

meningkatkan penemuan kasus dan kesembuhan melalui pendekatan yang

terfokus pada penderita agar pelayanan DOTS yang berkualitas dapat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


38

menjangkau seluruh penderita, khususnya kelompok masyarakat yang

miskin dan rentan.

2. Menghadapi tantangan TB/HIV , MDR-TB dan tantangan lainnya, dengan

cara meningkatkan kolaborasi TB/HIV, DOTS-Plus dan pendekatan

lainnya.

3. Berkontribusi dalam memperkuat sistem kesehatan melalui kerjasama

dengan berbagai program dan pelayanan kesehatan lainnya, misalnya

dalam memobilisasi sumber daya manusia dan finansial untuk

implementasi dan mengevaluasi hasilnya serta pertukaran informasi dalam

keberhasilan pencapaian dalam program penanggulangan TB.

4. Melibatkan seluruh penyedia pelayanan kesehatan, pemerintah, lembaga

swadaya masyarakat (LSM) dan swasta, dengan cara memperluas

pendekatan berbasis public-private mix (PPM) dengan menggunakan

ISTC.

5. Melibatkan penderita TB dan masyarakat untuk memberikan kontribusi

dalam penyediaan pelayanan yang efektif. Hal ini meliputi perluasan

pelayanan TB di masyarakat, menciptakan kebutuhan masyarakat akan

pelayanan TB, advokasi yang spesifik; komunikasi dan mobilisasi sosial;

serta mendukung pengembangan piagam pasien TB dalam masyarakat.

6. Memberdayakan dan meningkatkan penelitian operasional.

Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse). Strategi

DOTS adalah strategi penanggulangan TB Paru nasional yang telah

direkomendasikan oleh WHO, yang dimulai pelaksanaannya di Indonesia pada

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


39

Tahun1995/1996. Sebelum pelaksanaan strategi DOTS (1969-1994) angka

kesembuhan TB Paru yang dapat dicapai oleh program hanya 40-60% saja.

Dengan strategi DOTS diharapkan angka kesembuhan dapat dicapai minimal 85%

dari penderita TB Paru BTA positif yang ditemukan (Aditama, 2009).

Pengertian DOTS dimulai dengan keharusan pengelola program TB untuk

memfokuskan perhatian dalam usaha menemukan penderita. Dalam arti deteksi

kasus dengan pemeriksaan mikroskopik, yaitu dengan keharusan mendeteksi

kasus secara baik dan akurat. Kemudian, setiap pasien harus diobservasi dalam

memakan obatnya, setiap obat yang ditelan pasien harus di depan seorang

pengawas. Pasien juga harus menerima pengobatan yang tertata dalam sistem

pengelolaan, distribusi dan penyediaan obat secara baik. Kemudian setiap pasien

harus mendapat obat yang baik, artinya pengobatan jangka pendek standard yang

telah terbukti ampuh secara klinik. Akhirnya, harus ada dukungan dari pemerintah

yang membuat program penanggulangan TB mendapat prioritas yang tinggi dalam

pelayanan kesehatan (Aditama, 2009).

Prinsip DOTS adalah mendekatkan pelayanan pengobatan terhadap

penderita agar secara langsung dapat mengawasi keteraturan menelan obat dan

melakukan pelacakan bila penderita tidak datang mengambil obat sesuai dengan

yang ditetapkan.

Strategi DOTS mempunyai lima komponen :

1. Komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan

dana.

2. Diagnosa TB dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


40

3. Pengobatan dengan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) jangka pendek

dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO).

4. Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu terjamin.

5. Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan

dan evaluasi program penanggulangan TB.

Pengawas Menelan Obat (PMO)

Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka

pendek dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan

diperlukan seorang PMO. Menurut Depkes RI (2008), persyaratan seorang PMO

adalah :

a. Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas

kesehatan maupun penderita, selain itu harus disegani dan dihormati oleh

penderita.

b. Seseorang yang tinggal dekat dengan penderita.

c. Bersedia membantu penderita dengan sukarela.

d. Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan

penderita.

Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya bidan di

desa,perawat, sanitarian, juru imunisasi, dan lain-lain. Bila tidak ada petugas

kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru,

anggota Perhimpunan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI), atau tokoh

masyarakat lainnya atau anggota keluarga.

Tugas seorang PMO antara lain :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


41

1. Mengawasi penderita TB Paru agar menelan obat secara teratur sampai

selesai pengobatan.

2. Memberi dorongan kepada penderita agar mau berobat teratur.

3. Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah

ditentukan.

4. Memberi penyuluhan pada anggota keluarga penderita TB Paru yang

mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB Paru untuk segera

memeriksakan diri ke Unit Pelayanan Kesehatan.

Landasan Teori

Menurut teori Feurustein dalam Niven (2002), ada lima faktor yang

mempengaruhi kepatuhan pasien,yaitu pendidikan, akomodasi, modifikasi, faktor

lingkungan dan sosial (dukungan keluarga), perubahan model terapi dan

meningkatnya interaksi professional kesehatan dengan penderita.

Salah satu faktor yang mempengaruhi kepatuhan penderita TB Paru

adalah dukungan sosial/keluarga. Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan

penerimaan keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit atau menderita.

Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap

memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Dukungan keluarga bisa

berupa dukungan internal maupun eksternal.

Dampak positif dari dukungn keluarga adalah meningkatkan penyesuaian

diri seseorang terhadap kejadian-kejadian dalam kehidupan (1998) menjelaskan

bahwa keluarga memiliki empat jenis dukungan emosional, dukungan

pengharapan/penilaian, dukungan instrumental dan dukungan informasional.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


42

Adapun skema Freustein dalam Niven (2002), Friedman (1998)

dipaparkan dan dirangkum dalam suatu landasan teori sebagai berikut :

Pendidikan

Akomodasi

Modifikasi Faktor Lingkungan


dan Dukungan Sosial
Keluarga dalam bentuk :
Kepatuhan
 Emosional
 Pengharapan /Penilaian
 Instrumental
 Informasional

Perubahan Terapi Model

Meningkatkan Interaksi
Profesional Kesehatan dan
Pasien

Gambar 1. Skema Modifikasi Teori Freustein dalam Niven (2002) dan Teori

Friedman (1998)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


43

Kerangka Konsep

Kerangka konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Karakteristik Individu

 Jenis kelamin
 Umur
 Pendidikan
 Pekerjaan

Motivasi Intrinsik
 Rasa Tanggung
Jawab
Kesembuhan
Motivasi Ekstrinsik
pengobatan
 Dukungan keluarga
 Dorongan petugas

Kepatuhan Berobat

Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Metode Penelitian

Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan menggunakan metode

penelitian survey yang bersifat analitik dengan desain cross sectional yaitu

untuk mengetahui motivasi dan kepatuhan penderita TB paru.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Sadabuan Kota

Padangsidimpuan dengan pertimbangan bahwa angka kesembuhan di puskesmas

ini belum mencapai target yang ditetapkan WHO yaitu minimal 85% dan

merupakan angka kesembuhan yang paling rendah dari sembilan puskesmas yang

terdapat di Kota Padangsidimpuan

Waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan pada Maret 2018 sampai

selesai.

Populasi dan Sampel

Populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien TB Paru

yang sudah sudah menjalani pengobatan 6-8 bulan di Puskesmas Sadabuan pada

bulan Agustus sampai bulan Februari 2018 yaitu berjumlah 80 orang.

Sampel. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah total

sampling. Total sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana jumlah

sampel sama dengan jumlah populasi (Sugiono, 2007). Alasan mengambil total

sampling karena menurut Sugiono (2007) jumlah populasi yang kurang dari 100

maka seluruh populasi di jadikan sampel penelitian . Sampel yang di ambil dari

penelitian ini adalah 80 orang dari 16 desa/kelurahan yaitu Batang Ayumi Julu (4

44
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
45

0rang), Bincar (7 orang), Kantin ( 3 orang), Kayu Ombun (2 orang), Timbangan(5

orang) , Bonan Dolok (4 orang), Losung Batu (3 orang), Panyanggar (4 orang),

Sadabuan (10 orang), Wek I (6 orang), Batang Ayumi Jae (4 orang), Tano Bato (3

orang), Tobat (4 orang), Wek II (5 orang), Wek III (8 orang) dan Wek IV (8

orang).

Variabel dan Definisi Operasional

Variabel independen. Adapun variabel independen adalah :

1. Karakteristik individu

a. Jenis kelamin

Jenis kelamin adalah jenis kelamin responden yang dikategorikan dua

yaitu laki-laki dan perempuan.

b. Umur

Umur adalah lama waktu perjalanan hidup responden yang dihitung sejak

responden dilahirkan sampai ulang tahun terakhir yang dinyatakan dalam

satuan tahun sesuai dengan pengakuan responden.

c. Pendidikan

Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang diselesaikan

sesuai dengan pengakuan responden.

d. Pekerjaan

Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan responden untuk memenuhi

kebutuhan sehari-hari dan untuk mendapatkan nafkah.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


46

2. Motivasi Intrinsik ( rasa tanggung jawab )

Motivasi intrinsik adalah motivasi yang timbul dari dalam individu sendiri

tanpa ada paksaan dorongan lain, tetapi atas dasar kemauan sendiri untuk

membantu pemulihan penyakit TB paru.

3. Motivasi ekstrinsik

a. Dukungan keluarga

Dukungan keluarga merupakan penilaian responden tentang partisipasi dan

dorongan keluarga dalam membantu pemulihan penyakit TB paru

meliputi mengawasi penderita TB Paru agar menelan obat secara teratur

sampai selesai pengobatan, mengantarkan pasien untuk berobat,

mengingatkan pasien untuk memakai masker.

b. Dorongan petugas

Dorongan petugas adalah penilaian responden tentang partisipasi dan

dorongan petugas kesehatan dalam membantu pemulihan penyakit TB

Paru yang meliputi memberi dorongan kepada penderita agar mau berobat

teratur, mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada waktu

yang telah ditentukan, memberi penyuluhan pada anggota keluarga

penderita TB Paru yang mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB Paru

untuk segera memeriksakan diri ke Unit Pelayanan Kesehatan.

4. Kepatuhan berobat

Kepatuan berobat adalah tingkat pasien melaksanakan cara pengobatan

dan perilaku yang disarankan oleh dokternya atau orang lain. Kepatuhan

pasien dalam pengobatan merupakan salah satu faktor penentuan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


47

keberhasilan berobat disamping faktor-faktor lain, yaitu ketepatan

diagnosis, ketepatan minum obat, ketepatan aturan dosis dan cara

pemberian faktor sugesti/kepercayaan penderita terhadap obat yang di

berikan dan patuh dinyatakan jika pasien sudah melakukan pengobatan 6-

8 bulan (WHO).

Variabel dependen. Adapun variabel dependen adalah :

1. Kesembuhan pengobatan

Kesembuhan pengobatan adalah responden dinyatakan sembuh total jika

hasil tes sputum dinyatakan BTA negatif dan rontgen dada menunjukkan

hasil gambaran TB negative setelah menjalani pengobatan selama 6-8

bulan.

Metode Pengumpulan Data

Data primer. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan

responden, dengan berpedoman pada kuesioner penelitian yang telah dipersiapkan

sebelumnya.

Data sekunder. Data sekunder diperoleh dengan mengumpulkan data dari

laporan pelaksanaan program penanggulangan TB Paru di Puskesmas Sadabuan

dan Profil Dinas Kesehatan Kota Padangsidimpuan.

Metode Pengukuran

Variabel independen. Adapun variabel independen adalah :

1. Motivasi

Motivasi adalah suatu dorongan kehendak yang menyebabkan seseorang

melakukan suatu perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu. Motivasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


48

berhubungan dengan suatu tindakan. Tindakan adalah respon seseorang

terhadap stimulus yang diberikan seseorang terhadap dirinya

(Notoatmodjo,2014). Yang diukur dengan 23 pertanyaan dari nomor

dengan skor tertinggi adalah 23.

 Pertanyataan dengan jawaban BENAR, skornya 1

 Pernyataan dengan jawaban SALAH, skornya 0

Menurut Arikunto (2006), adalah nilai yang dikumpulkan kemudian

dikategorikan menjadi 3, yaitu:

2. Baik, apabila nilai yang diperoleh ≥75% dari seluruh skor yang

diperoleh.

3. Kurang, apabila nilai yang diperoleh <40% dari seluruh skor yang

diperoleh.

4. Kepatuhan pasien

Kepatuhan pasien adalah tingkat pasien melaksanakan pengobatan

dengan cara teratur dan lengkap tanpa terputus selama minimal 6 bulan

sampai dengan 8 bulan (Depkes RI,2014). Diukur melalui 5 pertanyaan

dari nomor 1 – 5 dengan skor tertinggi adalah 5.

 Pertanyataan dengan jawaban BENAR, skornya 1

 Pernyataan dengan jawaban SALAH, skornya 0

Menurut Arikunto (2006), adalah nilai yang dikumpulkan kemudian

dikategorikan menjadi 3, yaitu:

1. Baik, apabila nilai yang diperoleh ≥75% dari seluruh skor yang

diperoleh.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


49

2. Kurang, apabila nilai yang diperoleh <40% dari seluruh skor yang

diperoleh.

Variabel dependen. Adapun variabel dependen adalah :

1. Kesembuhan Pengobatan

Keberhasilan Berobat adalah suatu keadaan dimana keberhasilan

mengalami peningkatan dari BTA positif menjadi BTA negative, yang

diukur dengan 5 pernyataan dari nomor 1-5 dengan skor tertinggi 5

 Nilai 1 diberi untuk jawaban benar

 Nilai 0 diberi untuk jawaban yang salah

Menurut Arikunto (2006), adalah nilai yang dikumpulkan kemudian

dikategorikan menjadi 3, yaitu:

1. Baik, apabila nilai yang diperoleh ≥75% dari seluruh skor yang

diperoleh.

2. Kurang, apabila nilai yang diperoleh <40% dari seluruh skor

yangdiperoleh.

Metode Analisis Data

Analisis univariat. Untuk menjelaskan variabel independen yaitu

motivasi dan kepatuhan berobat penderita terhadap kesembuhan pengobatan

penderita TB Paru yang dibuat dalam tabel distribusi frekuensi dan

dideskripsikan.

Analisis bivariat. Model analisis digunakan untuk melihat ada tidaknya

hubungan variable independen dan variable dependen dengan kesembuhan

penderita TB Paru dalam kegiatan di Puskesmas Sadabuan Kota Padang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


50

Sidimpuan dengan menggunakan uji Chi Square dengan tingkat kemaknaan (α) =

0,05 dengan kriteria:

1. Ho ditolak jika p < α (0,05) maka terdapat hubungan antara variable

independen dengan varibel dependen.

2. Ho diterima jika p > α (0,05) maka tidak terdapat hubungan antara variable

independen dengan variabel dependen.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Hasil Penelitian

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Letak geografis. Puskesmas Sadabuan berada di Kelurahan Sadabuan

wilayah Kecamatan Padangsidimpuan Utara Kota Padangsidimpuan dengan luas

wilayahnya 76,59 Ha dan merupakan puskesmas induk yang membawahi 10

puskesmas pembantu lainnya yang ada di kecamatan tersebut. Kecamatan

Padangsidimpuan Utara memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:

a. Sebelah Utara : Hutaimbaru, Sabungan Jae (Padangsidimpuan Barat)

b. Sebelah Selatan : Kelurahan Ujung Padang (Padangsidimpuan Selatan)

c. Sebelah Barat : Wek VI Padangsidimpuan Selatan

d. Sebalah Timur: Wek V Padangsidimpuan Selatan

Jumlah kelurahan yang terdapat di Kecamatan Padangsidimpuan Utara

terdiri dari 16 desa/kelurahan yaitu Batang Ayumi Julu, Bincar, Kantin, Kayu

Ombun, Timbangan, Bonan Dolok, Losung Batu, Panyanggar, Sadabuan, Wek I,

Batang Ayumi Jae, Tano Bato, Tobat, Wek II, Wek III dan Wek IV. Mayoritas

penduduk di Kecamatan Padangsidimpuan Utara adalah beraga Islam.

Hasil Univariat

Karakteristik responden. Karakteristik responden pada penelitian ini

mencakup jenis kelamin, umur, Pendidikan dan Pekerjaan.

51
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
52

Tabel 1
Distribusi Karakteristik Responden Pasien TB Paru di Puskesmas Sadabuan Kota
Padangsidimpuan Tahun 2017
Karakteristik Responden Jumlah (f) Persen (%)
Jenis Kelamin
Laki-laki 48 60,0
Perempuan 32 40,0
Total 80 100,0
Umur
Tua (>50) 10 12,5
Muda (12-50 tahun) 70 87,5
Total 80 100,0
Pendidikan
Rendah (Tidak sekolah,tamat SD, tamat 76 95,0
SMP, tamat SMA)
Tinggi (D3, Sarjana) 4 5,0
Total 80 100,0
Pekerjaan
Tidak bekerja 22 27,5
Bekerja 58 72,5
Total 80 100,0
Berdasarkan tabel 1 diatas diketahui dari 80 responden pasien TB Paru

berdasarkan jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki yaitu 48 orang (60,0%) dan

selebihnya perempuan, sebagian besar responden pada kelompok umur terbanyak

adalah Muda (12-50 tahun) yaitu 70 orang (87,5%) dan selebihnya berusia tua.

Responden sebagian besar berpendidikan rendah yaitu sebanyak 76 orang (95,0%)

dan selebihnya berpendidikan tinggi, responden yang tidak bekerja yaitu sebanyak

22 orang (27,5%) dan yang bekerja sebanyak 58 orang (72,5%).

Variabel Independen Penderita dengan Kesembuhan Pengobatan TB Paru

di Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2017

Rasa tanggung jawab. Dari hasil penelitian diperoleh distribusi frekuensi

uraian jawaban rasa tanggung jawab responden pasien TB Paru dengan

kesembuhan pengobatan penyakit TB Paru di Puskesmas Sadabuan Kota

padangsidimpuan tahun 2017 sebagai berikut :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


53

Tabel 2
Distribusi Rasa Tanggung Jawab Responden di Puskesmas Sadabuan Kota
Padangsidimpuan Tahun 2017
Ya Tidak Total
Pertanyaan
n % n % n %

Wajib meminum obat selama 6 bulan 76 95,0 4 5,0 80 100,0


Wajib periksa dahak atau photo rontgen sesuai 76 95,0 4 5,0 80 100,0
indikasi
Tetap melaksanakan terapi pengobatan TB 42 52,5 38 47,5 80 100,0
Paru sesuai dengan ketentuan meskipun
terdapat efek samping yang ditimb ulkan
selama minum OAT
Berkewajiban untuk sembuh agar tidak 42 52,5 38 47,5 80 100,0
menularkan penyakit saudara terhadap anggota
keluarga yang lain
Perlu memberikan informasi atau pengalaman 40 50,0 40 50,0 80 100,0
anda kepada keluarga supaya tidak menderita
TB seperti saudara
Selalu menggunakan masker jika sedang dalam 46 57,5 34 42,5 80 100,0
perjalanan
Selalu berperilaku hidup bersih dan sehat 46 57,5 34 42,5 80 100,0
Mempunyai tempat pembuangan dahak yang 42 52,5 38 47,5 80 100,0
khusus
Berdasarkan tabel 2 di atas diketahui rasa tanggung jawab responden di

Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2017. Rasa tanggung jawab

responden diidentifikasi dari 8 pertanyaan dengan jawaban Ya yaitu wajib

meminum obat selama 6 bulan sebanyak 76 orang (95,0%). Perlu memberikan

informasi atau pengalaman anda kepada keluarga supaya tidak menderita TB

seperti saudara dengan jawaban Ya sebanyak 40 orang (50,0%). Terdapat 46

orang (57,5%) yang selalu berperilaku hidup bersih dan sehat. Ada 42 orang

(52,5%) yang mempunyai tempat pembuangan dahak yang khusus.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


54

Tabel 3
Distribusi Kategori Rasa Tanggung Jawab Responden di Puskesmas Sadabuan
Kota Padangsidimpuan Tahun 2017
Rasa Tanggung Jawab Jumlah (f) Persen (%)
Baik 26 32,5
Kurang 54 67,5
Total 80 100,0
Berdasarkan tabel 3 Distribusi kategori rasa tanggung jawab dari 80

orang responden diperoleh rasa tanggung jawab yang baik yaitu sebanyak 26

orang (32,5%) dan rasa tanggung jawab dengan kategori kurang yaitu sebanyak

54 orang (67,5%).

Dukungan keluarga /PMO. Dari hasil penelitian diperoleh distribusi

frekuensi uraian jawaban rasa tanggung jawab responden pasien TB Paru dengan

kesembuhan pengobatan penyakit TB Paru di Puskesmas Sadabuan Kota

padangsidimpuan tahun 2017 sebagai berikut :

Tabel 4
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Dukungan Keluarga /PMO Responden di
Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2017
Jawaban
Dukungan Keluarga/PMO n %
Mengawasi minum obat secara teratur
a. Keluarga 54 67,5
b. Petugas kesehatan 26 33,5
c. Tetangga
Makanan apa yang sering dikonsumsi
a. Makanan yang protein (telur, ikan air tawar dan susu) 56 70,0
b. Madu 24 30,0
c. Buah(papaya,jeruk,alpukat dan tomat)
d. Sayur (wortel,bayam,kol, brokoli)
Mengingatkan periksa ulang dahak pada waktu yang ditentukan
a. Petugas 58 72,5
b. Keluarga 22 27,5
c. Tetangga
Menggantikan minum mengambil obat ke Puskesmas
a. Keluarga 54 67,5
b. Tetangga 26 32,5
c. Petugas kesehatan
Keluarga/PMO pernah mengingatkan minum obat
a. Ya 52 65,0
b. Tidak 28 35,0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


55

Berdasarkan tabel 4 diatas diketahui bahwa distribusi frekuensi

berdasarkan dukungan keluarga/PMO responden di Puskesmas Sadabuan Kota

Padangsidimpuan Tahun 2017 bahwa Keluarga/PMO pernah mengingatkan

minum obat dengan jawaban yang benar yaitu 52 orang (65,0%). Mengawasi

minum obat secara teratur dengan jawaban benar yaitu 54 orang (67,5%).

Mengingatkan periksa ulang dahak pada waktu yang ditentukan dengan jawaban

benar yaitu 58 orang (72,5%).

Tabel 5
Distribusi Kategori Dukungan Keluarga/PMO Responden di Puskesmas
Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2017
Dukungan Keluarga Jumlah (f) Persen (%)
Baik 32 40,0
Kurang 48 60,0
Total 80 100,0
Berdasarkan tabel 5 Distribusi kategori Dukungan keluarga/PMO dari 80

orang responden diperoleh dukungan keluarga dengan kategori yang baik yaitu

sebanyak 32 orang (40,0%) dan dukungan keluarga dengan kategori kurang yaitu

sebanyak 48 orang (60,0%).

Dorongan petugas kesehatan. Dari hasil penelitian diperoleh distribusi

frekuensi uraian jawaban rasa tanggung jawab responden pasien TB Paru dengan

kesembuhan pengobatan penyakit TB Paru di Puskesmas Sadabuan Kota

padangsidimpuan tahun 2017 sebagai berikut :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


56

Tabel 6
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Dorongan Petugas Kesehatan di
Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2017
Ya Tidak Total
Pertanyaan
n % n % n %
Petugas pernah memberikan 60 75,0 2 25,0 80 100,0
penyuluhan tentang TB baik di 0
puskesmas
Petugas pernah menanyakan 54 67,5 2 32,5 80 100,0
keadaan/kemajuan yang saudara 6
rasakan selama pengobatan ini
Petugas pernah mengingatkan akibat 54 67,5 2 32,5 80 100,0
bila tidak minum obat secara teratur 6
Petugas pernah menganjurkan saudara 60 75,0 2 25,0 80 100,0
supaya minum obat secara teratur 0
Petugas pernah menjelaskan tentang 62 77,5 1 22,5 80 100,0
jadwal minum obat 8
Petugas pernah menganjurkan 58 72,5 2 27,5 80 100,0
memakai masker 2
Petugas pernah menganjurkan 56 70,0 2 30,0 80 100,0
pemeriksaan Lab sesuai jadwal 4

Petugas pernah menganjurkan makan- 56 70,0 2 30,0 80 100,0


makanan bergizi 4

Petugas pernah menganjurkan 58 72,5 2 27,5 80 100,0


menjaga kesehatan lingkungan 2

Petugas pernah memberikan 54 67,5 2 32,5 80 100,0


penyuluhan TB Paru di lapangan 6

Berdasarkan tabel 6 di atas diketahui dorongan petugas kesehatan di

Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2017. Dorongan petugas

responden diidentifikasi dari 10 pertanyaan dengan jawaban Ya yaitu Petugas

pernah menjelaskan tentang jadwal minum obat sebanyak 62 orang(77,5%).

Petugas pernah memberikan penyuluhan tentang TB baik di puskesmas sebanyak

60 orang (75,0%). Petugas pernah menganjurkan memakai masker sebanyak 58

orang (72,5%). Petugas pernah menganjurkan pemeriksaan Lab sesuai jadwal

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


57

sebanyak 56 orang (70,0%). Petugas pernah mengingatkan akibat bila tidak

minum obat secara teratur sebanyak 54 orang (67,5%).

Tabel 7
Distribusi Kategori Dorongan Petugas Kesehatan di Puskesmas Sadabuan Kota
Padangsidimpuan Tahun 2017
Dorongan Petugas kesehatan Jumlah (f) Persen (%)
Baik 24 30,0
Kurang 56 70,0
Total 80 100,0

Berdasarkan tabel 7 distribusi kategori dorongan petugas kesehatan dari

80 orang responden diperoleh dorongan petugas kesehatan dengan kategori yang

baik yaitu sebanyak 24 orang (30,0%) dan dorongan petugas kesehatan dengan

kategori kurang yaitu sebanyak 56 orang (70,0%).

Kepatuhan pasien untuk berobat. Dari hasil penelitian diperoleh

distribusi frekuensi uraian jawaban rasa tanggung jawab responden pasien TB

Paru dengan kesembuhan pengobatan penyakit TB Paru di Puskesmas Sadabuan

Kota padangsidimpuan tahun 2017 sebagai berikut :

Tabel 8
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kepatuhan Pasien Untuk Berobat
di Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2017
Jawaban
Kepatuhan Pasien Untuk Berobat
n %
Minum obat pada pengobatan tahap awal
a. Setiap hari 16 20,0
b. 3 kali sehari 64 80,0
c. 3 kali seminggu
Minum obat sesuai dengan dosis yang ditentukan
a. Ya 16 20,0
b. Tidak 64 80,0

(Bersambung)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


58

Tabel 8
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kepatuhan Pasien Untuk
Berobat di Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2017
Jawaban
Kepatuhan Pasien Untuk Berobat
n %
Berobat ke puskesmas sesuai kesepakatan petugas
kesehatan
a. Ya 14 17,5
b. Tidak 66 82,5
Periksa dahak selama pengobatan
a. Sekali 14 17,5
b. 2 kali 66 82,5
c. 3 kali
Pengobatan tahap lanjut (4 bulan )
a. 3 kali seminggu 16 20,0
b. Setiap hari 64 80,0
c. Tidak teratur

Berdasarkan tabel 8 diatas diketahui bahwa distribusi frekuensi

berdasarkan kepatuhan pasien untuk berobat di Puskesmas Sadabuan Kota

Padangsidimpuan Tahun 2017 bahwa minum obat pada pengobatan tahap awal

dengan jawaban yang benar yaitu 16 orang (20,0%). Minum obat sesuai dengan

dosis yang ditentukan yaitu 16 orang (20,0%). Periksa dahak selama pengobatan

yaitu 14 orang (17,5%).

Tabel 9
Distribusi Kategori Kepatuhan Pasien Untuk Berobat di Puskesmas Sadabuan
Kota Padangsidimpuan Tahun 2017
Kepatuhan Pasien Untuk Berobat Jumlah (f) Persen (%)
Patuh 16 20,0
Tidak patuh 64 80,0
Total 80 100,0
Berdasarkan tabel 9 distribusi kategori kepatuhan pasien untuk berobat

dari 80 orang responden diperoleh kategori kepatuhan pasien untuk berobat

dengan kategori yang patuh yaitu sebanyak 16 orang (20,0%) dan kategori

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


59

kepatuhan pasien untuk berobat dengan kategori tidak patuh yaitu sebanyak 64

orang (80,0%).

Variabel Dependen Penderita dengan Kesembuhan Pengobatan TB Paru di

Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2017

Kesembuhan pengobatan. Dari hasil penelitian diperoleh distribusi

frekuensi uraian jawaban rasa tanggung jawab responden pasien TB Paru dengan

kesembuhan pengobatan penyakit TB Paru di Puskesmas Sadabuan Kota

padangsidimpuan tahun 2017 sebagai berikut :

Tabel 10
Distribusi Frekuensi Kesembuhan pengobatan di Puskesmas Sadabuan Kota
Padangsidimpuan Tahun 2017
Jawaban
Keberhasilan Berobat
n %
Lama minum obat TB Paru
a. 6-8 bulan 12 15,0
b. 5 bulan 68 85,0
c. 2 bulan
Yang mendampingi anda selama berobat
a. Keluarga 14 17,5
b. Petugas Kesehatan 66 82,5
c. Teman
Pencegahan yang anda lakukan selama sakit
a. Menggunakan masker 12 15,0
b. Memisahkan alat makan 68 85,0
c. Menjauh dari keluarga
Gejala yang timbul setelah selesai pengobatan
a. Demam,batuk,sesak nafas dan nyeri dada 14 17,5
b. Susah tidur 66 82,5
c. Tidak ada
Hasil akhir dari pemeriksaan dahak 14 17,5
a. BTA (-) 66 82,5
b. BTA (+)
c. Masih ada kuman
Berdasarkan tabel 10 diatas diketahui bahwa distribusi frekuensi

berdasarkan keberhasilan berobat di Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan

Tahun 2017 bahwa Pencegahan yang anda lakukan selama sakit dengan yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


60

benar yaitu 12 orang (15,0%). Hasil akhir dari pemeriksaan dahak yaitu sebanyak

14 orang (17,5%).

Tabel 11
Distribusi Kategori Kesembuhan pengobatan di Puskesmas Sadabuan Kota
Padangsidimpuan Tahun 2017
Kesembuhan Pengobatan Jumlah (f) Persen (%)
Sembuh 28 35,0
Tidak sembuh 52 65,0
Total 80 100,0
Berdasarkan tabel 11 distribusi kategori keberhasilan berobat dari 80 orang

responden diperoleh kategori keberhasilan berobat dengan kategori berhasil yaitu

sebanyak 28 orang (35,0%) dan kategori tidak berhasil yaitu sebanyak 52 orang

(65,0%).

Hasil Uji Bivariat

Hasil uji bivariat responden pada penelitian ini mencakup pengaruh jenis

kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan, rasa tanggung jawab, dukungan keluarga,

dorongan petugas kesehatan, kepatuhan pasien untuk berobata dan keberhasilan

berobat dengan kesembuhan pengobatan TB Paru di Puskesmas Sadabuan Kota

Padangsidimpuan tahun 2017.

Hubungan karakteristik individu pasien dengan kesembuhan


pengobatan TB paru di puskesmas Sadabuan kota Padangsidimpuan tahun
2017. Distribusi hubungan karakteristik individu pasien dengan kesembuhan
pengobatan TB Paru di Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan dapat dilihat
pada tabel berikut :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


61

1. Jenis kelamin

Distribusi hubungan jenis kelamin dengan kesembuhan pengobatan TB

Paru di Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan dapat dilihat pada tabel

berikut :

Tabel 12
Hubungan Jenis Kelamin dengan Kesembuhan Pengobatan TB Paru di
Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2017
Kesembuhan Pengobatan
Sembuh Tidak Total P
Jenis Kelamin
Sembuh
n % n % n %
Laki-laki 16 33,3 32 66,7 48 100,0
Perempuan 12 37,5 20 62,5 32 100,0 0,702

Berdasarkan tabel 12 diatas diketahui dari 48 orang responden berjenis

kelamin laki-laki, sebanyak 16 orang (33,3%) yang sembuh dengan kesembuhan

pengobatan TB Paru dan 32 orang (66,7%) yang tidak sembuh, sedangkan dari 32

orang responden perempuan yang sembuh sebanyak 12 orang(37,5%) dan 20

orang (62,5%) yang tidak sembuh.

Berdasarkan uji statistik Chi-square didapatkan nilai p = 0,702 hal ini

berarti p> 0,05 keputusan uji Ho diterima sehingga dapat disimpulkan tidak ada

hubungan yang bermakna antara jenis kelamin responden dengan kesembuhan

pengobatan di Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2017.

2. Umur

Distribusi hubungan umur dengan kesembuhan pengobatan TB Paru di

Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan dapat dilihat pada tabel berikut:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


62

Tabel 13
Hubungan umur dengan Kesembuhan Pengobatan TB Paru di Puskesmas
Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2017
Kesembuhan Pengobatan
Sembuh Tidak Total
Umur P
Sembuh
n % n % n %
Tua (>50) 4 40,0 6 60,0 10 100,0
0,734
Muda (12-50 tahun) 24 34,3 46 65,7 70 100,0

Berdasarkan tabel 13 diatas diketahui dari 10 orang responden berusia

Tua, hanya 4 orang (40,0%) yang sembuh dengan kesembuhan pengobatan TB

Paru dan 6 orang (60,0%) yang tidak sembuh, sedangkan 70 orang yang berusia

muda, hanya 24 orang (34,3%) yang sembuh dengan kesembuhan pengobatan TB

Paru dan 46 orang (65,7%) yang tidak sembuh.

Berdasarkan uji statistik Chi-square didapatkan nilai p = 0,734 hal ini

berarti p> 0,05 keputusan uji Ho diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa

tidak ada hubungan yang bermakna antara umur responden dengan kesembuhan

pengobatan di Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2017.

3. Pendidikan

Distribusi hubungan pendidikan dengan kesembuhan pengobatan TB Paru

di Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan dapat dilihat pada tabel berikut :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


63

Tabel 14
Hubungan Pendidikan dengan Kesembuhan Pengobatan TB Paru di Puskesmas
Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2017
Kesembuhan Pengobatan
Sembuh Tidak Total
Pendidikan P
Sembuh
n % n % n %
Rendah (Tidak Sekolah,
Tamat SD, Tamat SMP, 24 31,6 52 68,4 76 100,0
Tamat SMA) 0,013
Tinggi (D3, Sarjana) 4 100,0 0 ,0 4 100,0

Berdasarkan tabel 14 diatas diketahui dari 76 orang responden yang

berpendidikan rendah, sebanyak 24 orang (31,6%) yang sembuh dengan

kesembuhan pengobatan TB Paru dan 52 orang (68,4%) yang tidak sembuh,

sedangkan dari 4 orang (100,0%) responden yang berpendidikan tinggi, 4 orang

(100,0%) yang sembuh.

Berdasarkan uji statistik Chi-square didapatkan nilai p = 0,013 hal ini

berarti p< 0,05 keputusan uji Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa ada

hubungan yang bermakna antara pendidikan penderita TB Paru dengan

kesembuhan pengobatan TB Paru di Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan

Tahun 2017.

4. Pekerjaan

Distribusi hubungan pekerjaan dengan kesembuhan pengobatan TB Paru

di Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan dapat dilihat pada tabel berikut :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


64

Tabel 15
Hubungan Pekerjaan dengan Kesembuhan Pengobatan TB Paru di Puskesmas
Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2017
Kesembuhan Pengobatan
Sembuh Tidak Total
Pekerjaan P
Sembuh
n % n % n %
Tidak bekerja 7 31,8 15 68,2 22 100,0
0,713
Bekerja 21 36,2 37 63,8 58 100,0

Berdasarkan tabel 15 diatas diketahui dari 22 orang responden yang tidak

bekerja, sebanyak 7 orang (31,8%) yang sembuh dengan kesembuhan pengobatan

TB Paru dan 15 orang (68,2%) yang tidak sembuh, sedangkan dari 58 orang

responden yang bekerja, 21 orang (36,2%) yang sembuh dengan kesembuhan

pengobatan TB Paru dan 37 orang (63,8%) yang tidak sembuh.

Berdasarkan uji statistik Chi-square didapatkan nilai p = 0,713 hal ini

berarti p> 0,05 keputusan uji Ho diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa

tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan responden terhadap

kesembuhan pengobatan TB Paru di Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan

Tahun 2017.

Hubungan rasa tanggung jawab dengan kesembuhan pengobatan TB

paru di puskesmas Sadabuan kota Padangsidimpuan tahun 2017. Distribusi

hubungan rasa tanggung jawab dengan kesembuhan pengobatan TB Paru di

Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan dapat dilihat pada tabel berikut :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


65

Tabel 16
Hubungan Rasa Tanggung Jawab dengan Kesembuhan Pengobatan TB Paru di
Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan 2017Tahun
Kesembuhan Pengobatan
Tidak Total
Rasa Tanggung Jawab Sembuh P
Sembuh
n % n % n %
Baik 5 19,2 21 80,8 26 100,0
0,040
Kurang 23 42,6 31 57,4 54 100,0
Berdasarkan tabel 16 diatas diketahui dari 26 orang responden dengan

rasa tanggung jawab baik, hanya 5 orang (19,2%) yang sembuh dengan

kesembuhan pengobatan TB Paru dan 21 orang (80,8%) yang tidak sembuh,

sedangkan dari 54 orang responden dengan rasa tanggung jawab kurang yang

sembuh sebanyak 23 orang (42,6%) dan 31 orang (57,4%) yang tidak sembuh.

Berdasarkan uji statistik Chi-square didapatkan nilai p = 0,040 hal ini

berarti p< 0,05 keputusan uji Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan ada

hubungan yang bermakna antara rasa tanggung jawab responden dengan

kesembuhan pengobatan di Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun

2017.

Hubungan dukungan keluarga dengan kesembuhan pengobatan TB

paru di puskesmas Sadabuan kota Padangsidimpuan tahun 2017. Distribusi

hubungan dukungan keluarga dengan kesembuhan pengobatan TBParu di

Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan dapat dilihat pada tabel berikut:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


66

Tabel 17
Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kesembuhan Pengobatan TB Paru di
Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2017
Kesembuhan Pengobatan
Tidak Total
Dukungan Keluarga Sembuh P
Sembuh
n % n % n %
Baik 7 21,9 25 78,1 32 100,0
0,044
Kurang 21 43,8 27 56,3 48 100,0
Berdasarkan tabel 17 diatas diketahui dari 32 orang responden dengan

dukungan keluarga baik, hanya 7 orang (21,9%) yang sembuh dengan

kesembuhan pengobatan TB Paru dan 25 orang (78,1%) yang tidak sembuh,

sedangkan dari 48 orang responden dukungan keluarga kurang yang sembuh

sebanyak 21 orang(43,8%) dan 27 orang (56,3%) yang tidak sembuh.

Berdasarkan uji statistik Chi-square didapatkan nilai p = 0,044 hal ini

berarti p< 0,05 keputusan uji Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan ada

hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga responden dengan

kesembuhan pengobatan di Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun

2017.

Hubungan dorongan petugas kesehatan dengan kesembuhan

pengobatan TB paru di puskesmas Sadabuan kota Padangsidimpuan tahun

2017. Distribusi hubungan dorongan petugas kesehatan dengan kesembuhan

pengobatan TB Paru di Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan dapat dilihat

pada tabel berikut :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


67

Tabel 18
Hubungan Dorongan Petugas Kesehatan dengan Kesembuhan Pengobatan TB
Paru di Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2017
Kesembuhan Pengobatan
Dorongan Petugas Sembuh Tidak Total
P
Kesehatan Sembuh
n % n % n %
Baik 4 16,7 20 83,3 24 100,0
0,024
Kurang 24 42,9 32 57,1 56 100,0

Berdasarkan tabel 18 diatas diketahui dari 24 orang responden dengan

dorongan petugas kesehatan baik, terdapat 4 orang (16,7%) yang sembuh dengan

kesembuhan pengobatan TB Paru dan 20 orang (83,3%) yang tidak sembuh,

sedangkan dari 56 orang responden dengan dorongan petugas kesehatan kurang

terdapat 24 orang (42,9%) yang sembuh dengan kesembuhan pengobatan TB

Paru dan 32 orang (57,1%) yang tidak sembuh.

Berdasarkan uji statistik Chi-square didapatkan nilai p = 0,024 hal ini

berarti p < 0,05 keputusan uji Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa ada

hubungan yang bermakna antara dorongan petugas kesehatan dengan

kesembuhan pengobatan di Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun

2017.

Hubungan kepatuhan pasien untuk berobat dengan kesembuhan

pengobatan TB paru di puskesmas Sadabuan kota Padangsidimpuan tahun

2017. Distribusi hubungan kepatuhan pasien untuk berobat dengan kesembuhan

pengobatan TBParu di Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan dapat dilihat

pada tabel berikut :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


68

Tabel 19
Hubungan Kepatuhan Pasien Untuk Berobat dengan Kesembuhan Pengobatan
TB Paru di Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2017
Kesembuhan Pengobatan
Kepatuhan Pasien Sembuh Tidak Total
P
Untuk Berobat Sembuh
n % n % n %
Patuh 9 56,3 7 43,8 16 100,0
0,024
Tidak Patuh 19 29,7 45 70,3 64 100,0

Berdasarkan tabel 19 diatas diketahui dari 16 orang responden dengan

kepatuhan pasien untuk berobat yang patuh, terdapat 9 orang (56,3%) yang

sembuh dengan kesembuhan pengobatan TB Paru dan 7 orang (43,8%) yang

tidak sembuh, sedangkan dari 64 orang responden dengan kepatuhan pasien untuk

berobat yang tidak patuh, terdapat 19 orang (29,7%) yang sembuh dengan

kesembuhan pengobatan TB Paru dan 45 orang (70,3%) yang tidak sembuh.

Berdasarkan uji statistik Chi-square didapatkan nilai p = 0,024 hal ini

berarti p < 0,05 keputusan uji Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa ada

hubungan yang bermakna antara kepatuhan pasien untuk berobat dengan

kesembuhan pengobatan di Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun

2017.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pembahasan

Distribusi Univariat

Karakteristik pasien dengan kesembuhan pengobatan TB paru.

Adapun karakteristik pasien dengan kesembuhan pengobatan adalah :

a. Jenis kelamin

Hasil uji statistik distribusi frekuensi diketahui bahwa dari 48 orang

responden berjenis kelamin laki-laki, sebanyak 16 orang yang sembuh dengan

kesembuhan pengobatan TB Paru dan 32 orang yang tidak sembuh, sedangkan

dari 32 orang responden perempuan yang sembuh sebanyak 12 orang dan 20

orang yang tidak sembuh.

Berdasarkan uji statistik Chi-square didapatkan nilai p = 0,702 hal ini

berarti p> 0,05 keputusan uji Ho diterima sehingga dapat disimpulkan tidak ada

hubungan yang bermakna antara jenis kelamin responden dengan kesembuhan

pengobatan di Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2017.

Tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kesembuhan pengobatan

TB Paru. Menurut asumsi peneliti hal ini disebabkan perempuan lebih sering

terlambat datang kepelayanan kesehatan dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini

mungkin berhubungan dengan aib dan rasa malu lebih dirasakan pada perempuan

dibandingkan laki-laki. Perempuan juga lebih sering mengalami kehawatiran akan

dikucilkan dari keluarga dan lingkungan akibat penyakitnya.

69
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
70

b. Umur

Hasil uji statistik distribusi frekuensi diketahui bahwa dari 10 orang

responden berusia Tua, hanya 4 orang (40,0%) yang sembuh dengan kesembuhan

pengobatan TB Paru dan 6 orang (60,0%) yang tidak sembuh, sedangkan 70 orang

yang berusia muda, hanya 24 orang (34,3%) yang sembuh dengan kesembuhan

pengobatan TB Paru dan 46 orang (65,7%) yang tidak sembuh.

Berdasarkan uji statistik Chi-square didapatkan nilai p = 0,734 hal ini

berarti p> 0,05 keputusan uji Ho diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa

tidak ada hubungan yang bermakna antara umur responden dengan kesembuhan

pengobatan di Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2017.

Tidak ada hubungan yang bermakna antara umur responden dengan

kesembuhan pengobatan Tuberkulosis Paru. Menurut asumsi peneliti hal ini

disebabkan karena responden dalam mencari informasi tentang sesuatu khususnya

masalah kesehatan kurang lebih sama antara berbagai tingkat umur.

c. Pendidikan

Hasil uji statistik distribusi frekuensi diketahui bahwa dari 76 orang

responden yang berpendidikan rendah, sebanyak 24 orang (31,6%) yang sembuh

dengan kesembuhan pengobatan TB Paru dan 52 orang (68,4%) yang tidak

sembuh, sedangkan dari 4 orang responden yang berpendidikan tinggi, 4 orang

(100,0%) yang sembuh.

Berdasarkan uji statistik Chi-square didapatkan nilai p = 0,013 hal ini

berarti p< 0,05 keputusan uji Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa ada

hubungan yang bermakna antara pendidikan penderita TB Paru dengan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


71

kesembuhan pengobatan TB Paru di Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan

Tahun 2017. Ada hubungan yang bermakna antara pendidikan penderita TB Paru

dengan kesembuhan pengobatan TB Paru. Menurut asumsi pendidikan

menunjukkan kualitas sumber daya manusia yang akan sangat berpengaruh

terhadap produktivitas manusia itu sendiri.

d. Pekerjaan

Hasil uji statistik distribusi frekuensi diketahui bahwa dari 22 orang

responden yang tidak bekerja, sebanyak 7 orang yang sembuh dengan kesembuhan

pengobatan TB Paru dan 15 orang yang tidak sembuh, sedangkan dari 58 orang

responden yang bekerja, 21 orang yang sembuh dengan kesembuhan pengobatan

TB Paru dan 37 orang yang tidak sembuh.

Berdasarkan uji statistik Chi-square didapatkan nilai p = 0,713 hal ini

berarti p> 0,05 keputusan uji Ho diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa

tidak ada hubungan yang bermakna antara pekerjaan responden dengan

kesembuhan pengobatan TB Paru di Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan

Tahun 2017.

Tidak ada hubungan yang bermakna antara pekerjaan responden dengan

kesembuhan pengobatan TB Paru. Menurut asumsi peneliti hal itu disebabkan

karena responden terlalu sibuk dengan pekerjaannya sehingga responden tidak

teratur dalam minum obat dan periksa ulang dahak kepuskesmas.

Rasa tanggung jawab pasien dengan kesembuhan pengobatan TB

paru. Berdasarkan hasil uji statistik distribusi frekuensi rasa tanggung jawab

responden di Puskesmas sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2017. Rasa

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


72

tanggung jawab responden diidentifikasi dari 8 pertanyaan dengan jawaban Ya

yaitu wajib meminum obat selama 6 bulan sebanyak 76 orang (95,0%). Perlu

memberikan informasi atau pengalaman anda kepada keluarga supaya tidak

menderita TB seperti saudara dengan jawaban Ya sebanyak 40 orang (50,0%).

Terdapat 46 orang (57,5%) yang selalu berperilaku hidup bersih dan sehat. Ada 42

orang (52,5%) yang mempunyai tempat pembuangan dahak yang khusus.

Distribusi kategori rasa tanggung jawab dari 80 orang responden diperoleh

rasa tanggung jawab yang baik yaitu sebanyak 26 orang (32,5%) dan rasa

tanggung jawab dengan kategori kurang yaitu sebanyak 54 orang (67,5%).

Dukungan keluarga dengan kesembuhan pengobatan TB paru .

Berdasarkan hasil uji statistik distribusi frekuensi berdasarkan dukungan

keluarga/PMO responden di Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun

2017 bahwa Keluarga/PMO pernah mengingatkan minum obat dengan jawaban

yang benar yaitu 52 orang (65,0%). Mengawasi minum obat secara teratur dengan

jawaban benar yaitu 54 orang (67,5%). Mengingatkan periksa ulang dahak pada

waktu yang ditentukan dengan jawaban benar yaitu 58 orang (72,5%).

Distribusi kategori Dukungan keluarga/PMO dari 80 orang responden

diperoleh dukungan keluarga dengan kategori yang baik yaitu sebanyak 32 orang

(40,0%) dan dukungan keluarga dengan kategori kurang yaitu sebanyak 48 orang

(60,0%).

Dorongan petugas kesehatan dengan kesembuhan pengobatan TB

paru. Berdasarkan hasil uji statistik distribusi frekuensi dorongan petugas

kesehatan di Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2017. Dorongan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


73

petugas responden diidentifikasi dari 10 pertanyaan dengan jawaban Ya yaitu

Petugas pernah menjelaskan tentang jadwal minum obat sebanyak 62

orang(77,5%). Petugas pernah memberikan penyuluhan tentang TB baik di

puskesmas sebanyak 60 orang (75,0%). Petugas pernah menganjurkan memakai

masker sebanyak 58 orang (72,5%). Petugas pernah menganjurkan pemeriksaan

Lab sesuai jadwal sebanyak 56 orang (70,0%). Petugas pernah mengingatkan

akibat bila tidak minum obat secara teratur sebanyak 54 orang (67,5%).

Distribusi kategori dorongan petugas kesehatan dari 80 orang responden

diperoleh dorongan petugas kesehatan dengan kategori yang baik yaitu sebanyak

24 orang (30,0%) dan dorongan petugas kesehatan dengan kategori kurang yaitu

sebanyak 56 orang (70,0%).

Kepatuhan pasien untuk berobat dengan kesembuhan pengobatan

TB paru. Berdasarkan uji statistik diketahui bahwa distribusi frekuensi

berdasarkan kepatuhan pasien untuk berobat di Puskesmas Sadabuan Kota

Padangsidimpuan Tahun 2017 bahwa minum obat pada pengobatan tahap awal

dengan jawaban yang benar yaitu 16 orang (20,0%). Minum obat sesuai dengan

dosis yang ditentukan yaitu 16 orang (20,0%). Periksa dahak selama pengobatan

yaitu 14 orang (17,5%).

Distribusi kategori kepatuhan pasien untuk berobat dari 80 orang

responden diperoleh kategori kepatuhan pasien untuk berobat dengan kategori

yang patuh yaitu sebanyak 16 orang (20,0%) dan kategori kepatuhan pasien untuk

berobat dengan kategori tidak patuh yaitu sebanyak 64 orang (80,0%).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


74

Kesembuhan pengobatan dengan kesembuhan pengobatan TB paru.

Berdasarkan uji statistik diketahui bahwa distribusi frekuensi berdasarkan

keberhasilan berobat di Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2017

bahwa Pencegahan yang anda lakukan selama sakit dengan yang benar yaitu 12

orang (15,0%). Hasil akhir dari pemeriksaan dahak yaitu sebanyak 14 orang

(17,5%).

Distribusi kategori keberhasilan berobat dari 80 orang responden

diperoleh kategori keberhasilan berobat dengan kategori berhasil yaitu sebanyak

28 orang (35,0%) dan kategori tidak berhasil yaitu sebanyak 52 orang (65,0%).

Distribusi Bivariat

Hubungan karakteristik pasien dengan kesembuhan pengobatan TB

paru. Adapun hubungan karakteristik pasien dengan kesembuhan pengobatan

adalah:

a. Jenis kelamin

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 48 orang responden

berjenis kelamin laki-laki, sebanyak 16 orang yang sembuh dengan kesembuhan

pengobatan TB Paru dan 32 orang yang tidak sembuh, sedangkan dari 32 orang

responden perempuan yang sembuh sebanyak 12 orang dan 20 orang yang tidak

sembuh. Pada hail statistik uji Chi-square menunjukkan p = 0,702 hal ini berarti

p> 0,05 keputusan uji Ho diterima sehingga dapat disimpulkan tidak ada

hubungan yang bermakna antara jenis kelamin responden dengan kesembuhan

pengobatan di Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2017.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


75

Tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kesembuhan pengobatan

TB Paru. Menurut asumsi peneliti hal ini disebabkan perempuan lebih sering

terlambat datang kepelayanan kesehatan dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini

mungkin berhubungan dengan aib dan rasa malu lebih dirasakan pada perempuan

dibandingkan laki-laki. Perempuan juga lebih sering mengalami kehawatiran akan

dikucilkan dari keluarga dan lingkungan akibat penyakitnya. Penelitian ini sejalan

dengan penelitian Versitaria dan Kusnoputranto (2011) variabel jenis kelamin

tidak ada hubungan yang signifikan dengan kejadian TB Paru (p=0,360) dan juga

penelitian Nurhana dkk (2007), menunjukkan bahwa tidak ada hubungan

bermakna antara jenis kelamin dengan kesembuhan TB Paru. Penelitian ini

menunjukkan bahwa laki-laki lebih berpeluang menderita TB Paru dibandingkan

perempuan. Hasil pengamatan Manalu (2010) penderita TB Paru mempunyai

kebiasaan sering tidak menutup mulut pada saat batuk, yang dapat membuat

penularan TB Paru pada orang-orang yang sehat serta peningkatan kasus TB Paru

dipengaruhi oleh daya tahan tubuh, status gizi dan kebersihan diri individu.

b. Umur

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 10 orang responden

berusia Tua, hanya 4 orang (40,0%) yang sembuh tdengan kesembuhan

pengobatan TB Paru dan 6 orang (60,0%) yang tidak sembuh, sedangkan 70 orang

yang berusia muda, hanya 24 orang (34,3%) yang sembuh dengan kesembuhan

pengobatan TB Paru dan 46 orang (65,7%) yang tidak sembuh. Pada hasil analisis

statistic dengan uji statistik Chi-square menunjukkan p = 0,734 hal ini berarti p>

0,05 keputusan uji Ho diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


76

hubungan yang bermakna antara umur responden terhadap kesembuhan

pengobatan di Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2017.

Tidak ada hubungan yang bermakna antara umur responden dengan

kesembuhan pengobatan Tuberkulosis Paru. Penelitian ini sejalan dengan

penelitian Elisa dkk (2014) tidak ada hubungan antara umur dengan kesembuhan

TB Paru. Pada pasien berumur 12-50 tahun lebih besar menderita TB Paru,

dibandingkan dengan umur <50 tahun. Kelompok umur menurut Tjandra Yoga

dalam Manalu 2010 mengungkapkan bahwa di Indonesia sebagian besar penderita

TB Paru sebesar 75% adalah penduduk usia produktif yaitu antara 15-49 tahun.

Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Rikha (2011) tidak ada hubungan

antara umur dengan kejadian TB Paru (p=0,436) hal ini disebabkan karena

ketahanan tubuh mulai menurun setelah umur 45 tahun sehingga rentan terkena

penyakit. Menurut asumsi peneliti hal ini disebabkan karena responden dalam

mencari informasi tentang sesuatu khususnya masalah kesehatan kurang lebih

sama antara berbagai tingkat umur.

c. Pendidikan

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 76 orang responden

yang berpendidikan rendah, sebanyak 24 orang (31,6%) yang sembuh dengan

kesembuhan pengobatan TB Paru dan 52 orang (68,4%) yang tidak sembuh,

sedangkan dari 4 orang responden yang berpendidikan tinggi, 4 orang (100,0%)

yang sembuh. Pada hasil analisis statistik dengan uji Chi-square menunjukkan p

= 0,013 hal ini berarti p< 0,05 keputusan uji Ho ditolak sehingga dapat

disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pendidikan penderita

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


77

TB Paru dengan kesembuhan pengobatan TB Paru di Puskesmas Sadabuan Kota

Padangsidimpuan Tahun 2017..Tidak ada hubungan yang bermakna antara

pendidikan penderita TB Paru dengan kesembuhan pengobatan TB Paru. Menurut

asumsi pendidikan menunjukkan kualitas sumber daya manusia yang akan sangat

berpengaruh terhadap produktivitas manusia itu sendiri. Penelitian ini sejalan

dengan penelitian Rikha (2011) tidak ada hubungan antara pendidikan dengan

kesembuhan pengobatan TB Paru (p=0,297). Hasil penelitian ini sesuai dengan

pendapat Notoatmodjo (1993) dalam Bagoes (2006) yang menyatakan bahwa

pendidikan pada individu atau kelompok bertujuan untuk mencari peningkatan

kemampuan yang diharapkan. Seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan

dalam satu bidang akan mempunyai pengetahuan dan keterampilan pula.

d. Pekerjaan

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 22 orang responden

yang tidak bekerja, sebanyak 7 orang yang sembuh dengan kesembuhan

pengobatan TB Paru dan 15 orang yang tidak sembuh, sedangkan dari 58 orang

responden yang bekerja, 21 orang yang sembuh dengan kesembuhan pengobatan

TB Paru dan 37 orang yang tidak sembuh. Pada hasil analisis statistik dengan uji

Chi-square menunjukkan p = 0,713 hal ini berarti p> 0,05 keputusan uji Ho

diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna

antara pekerjaan responden dengan kesembuhan pengobatan TB Paru di

Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2017.

Tidak ada hubungan yang bermakna antara pekerjaan responden dengan

kesembuhan pengobatan TB Paru. Menurut asumsi peneliti hal itu disebabkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


78

karena responden terlalu sibuk dengan pekerjaannya sehingga responden tidak

teratur dalam minum obat dan periksa ulang dahak kepuskesmas. Penelitian ini

sejalan dengan penelitian Very (2012) variabel pekerjaan tidak memiliki

hubungan dengan kesembuhan pengobatan TB Paru (p=0,509), dengan demikian

dapat dinyatakan bahwa jenis pekerjaan bukan merupakan faktor yang

berhubungan dengan kejadian penyakit TB pada usia kerja. Hal ini kemungkinan

disebabkan karena ada faktor lain yang berhubungan dengan kejadian TB seperti

riwayat kontak TB dalam keluarga.

Hubungan rasa tanggung jawab dengan kesembuhan pengobatan TB

paru. Berdasarkan hasil penelitian ini dikaitkan bahwa dari 23 orang responden

dengan rasa tanggung jawab baik, hanya 4 orang yang sembuh dengan

kesembuhan pengobatan TB Paru dan 21 orang yang tidak sembuh, sedangkan

dari 54 orang responden dengan rasa tanggung jawab kurang yang sembuh

sebanyak 23 orang dan 31 orang yang tidak sembuh. Berdasarkan uji statistik Chi-

square didapatkan nilai p = 0,040 hal ini berarti p< 0,05 keputusan uji Ho ditolak

sehingga dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara rasa tanggung

jawab responden dengan kesembuhan pengobatan di Puskesmas Sadabuan Kota

Padangsidimpuan Tahun 2017.

Dari hasil penelitian ini ada hubungan yang bermakna antara rasa

tanggung jawab responden dengan kesembuhan pengobatan di Puskesmas

Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2017. Penelitian ini sejalan dengan

penelitian Indah (2011) bahwa variabel motivasi berupa rasa tanggung jawab

mempunyai pengaruh terhadap kesembuhan pengobatan TB paru (p = 0,000).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


79

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesadaran responden untuk sembuh sebesar

34,1% sudah baik, karena mereka memiliki keinginan yang kuat untuk sembuh

dan yang menderita penyakit ini adalah mereka sendiri sehingga bila tidak berobat

secara teratur, mereka sendiri yang merasakan sakitnya. Selain itu penderita TB

Paru juga sadar bahwa rasa tanggung jawab seorang penderita wajib sembuh agar

tidak menularkan kepada orang lain, karna kalau tidak sembuh sangat berbahaya

untuk dirinya dan orang lain dan bisa menyebabkan kematian. Penyakitnya

menular ini sangat berbahaya sehingga dia harus menjalani pengobatan hingga

tuntas. Penderita TB paru ini juga banyak diderita oleh usia produktif dan sudah

menikah, di mana mereka masih mempunyai tanggung jawab untuk menafkahi

keluarga. Responden mengakui bahwa penyakit TB paru ini sangat mengganggu

produktifitasnya untuk bekerja, bahkan ada responden yang tidak bekerja lagi

karena penyakit yang dideritanya.

Hubungan dukungan keluarga dengan kesembuhan pengobatan TB

paru. Berdasarkan hasil penelitian ini dikaitkan bahwa dari 32 orang responden

dengan dukungan keluarga baik, hanya 7 orang yang sembuh dengan

kesembuhan pengobatan TB Paru dan 25 orang yang tidak sembuh, sedangkan

dari 48 orang responden dukungan keluarga kurang yang sembuh sebanyak 21

orang dan 27 orang yang tidak sembuh. Berdasarkan uji statistik Chi-square

didapatkan nilai p = 0,044 hal ini berarti p< 0,05 keputusan uji Ho ditolak

sehingga dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara dukungan

keluarga responden dengan kesembuhan pengobatan di Puskesmas Sadabuan

Kota Padangsidimpuan Tahun 2017.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


80

Ada hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga responden dengan

kesembuhan pengobatan Tuberkulosis Paru dalam penelitian ini. Penelitian ini

sejalan dengan penelitian Indah (2011) bahwa variabel dukungan keluarga/PMO

mempunyai pengaruh terhadap tingkat kesembuhan pengobatan TB paru

(p=0,005). Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Hendrawati (2008),

yang menyatakan bahwa PMO memiliki hubungan dengan hasil pengobatan TB

paru dan hubungan keluarga dengan penderita. Hasil penelitian ini juga sesuai

dengan penelitian Rizkiyani (2006) yang menyatakan bahwa peran PMO sangat

penting untuk proses kesembuhan seorang penderita TB BTA positif karena hanya

TB BTA positif yang dapat menularkan penyakit tuberkulsis kepada orang lain.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Fitri Umayyah(2008), yang

menyatakan bahwa ada hubungan antara dukungan dan motivasi keluarga dengan

kesembuhan pengobatan pada penderita tuberkulosis paru di Klaten. Hasil

penelitian ini didukung oleh teori menurut Sobur (2009), yang menyatakan bahwa

motivasi itu dapat membangkitkan motif (daya gerak) atau menggerakkan

seseorang atau diri sendiri untuk berbuat sesuatu dalam rangka mencapai suatu

kepuasan atau tujuan. Selain itu juga menurut Taufik (2002) secara umum dapat

dikatakan bahwa tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan atau menggugah

seseorang agar timbul keinginan dan kemauannya untuk melakukan sesuatu

sehingga dapat memperoleh hasil dan atau mencapai tujuan tertentu.

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, sebagian besar PMO berasal dari

keluarga responden sendiri. karena dukungan keluarga ini merupakan peran yang

sangat penting untuk kesembuhan responden termasuk dari mengingatkan minum

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


81

obat, memeriksakan kesehatan, memberikan perhatian yang tulus terhadap

responden dan memotivasi responden agar tetap semangat dalam menjalani

pengobatan dengan rutin. Dukungan keluarga/PMO pada penderita TB Paru

sangat dibutuhkan karena tugas PMO adalah memberikan dorongan kepada

penderita agar mau berobat secara teratur dan mengingatkan penderita untuk

periksa ulang dahak pada waktu yang ditentukan. Dengan kinerja PMO yang baik,

pasien lebih termotivasi untuk menjalani pengobatan dengan teratur.

Hubungan dorongan petugas kesehatan dengan kesembuhan

pengobatan TB paru. Berdasarkan hasil penelitian ini dikaitkan bahwa dari 24

orang responden dengan dorongan petugas kesehatan baik, terdapat 4 orang yang

sembuh dengan kesembuhan pengobatan TB Paru dan 20 orang yang tidak

sembuh, sedangkan dari 56 orang responden dengan dorongan petugas kesehatan

kurang terdapat 24 orang yang sembuh dengan kesembuhan pengobatan TB Paru

dan 32 orang yang tidak sembuh.

Berdasarkan uji statistik Chi-square didapatkan nilai p = 0,024 hal ini

berarti p < 0,05 keputusan uji Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa ada

hubungan yang bermakna antara dorongan petugas kesehatan dengan kesembuhan

pengobatan di Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2017.

Ada hubungan yang bermakna antara dorongan petugas kesehatan dengan

kesembuhan pengobatan Tuberkulosis Paru dalam penelitian ini. Penelitian ini

sejalan dengan penelitian Indah (2011) bahwa variabel dorongan petugas

kesehatan mempunyai pengaruh terhadap tingkat kesembuhan pengobatan TB

paru, yaitu (p=0,033). Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa dorongan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


82

petugas kesehatan ini merupakan peran yang sangat penting untuk kesembuhan

responden karena dorongan petugas ini merupakan sumber informasi yang sangat

penting dengan kesembuhan pengobatan karena responden utnuk mendapatkan

informasi lebih banyak hanya dari dorongan petugas kesehatan karena responden

merasa malas untuk membaca bahkan untuk melihat video dipuskesmas, karena

kurang menarik menurut responden padahal kegiatan penanggulangan TB hanya

berlangsung di Puskesmas saja, tidak ada dilakukan pemantauan dan pengawasan

penderita TB paru berupa kunjungan rumah. Petugas menyatakan bahwa OAT

selalu tersedia di puskesmas. Penyuluhan yang dilakukan hanya secara perorangan

saja. Peningkatan komunikasi dan perhatian dari petugas kesehatan dapat

meningkatkan penderita untuk menyelesaikan pengobatannya.

Kegiatan penanggulangan TB paru dimulai dengan proses penjaringan

suspek yang dilakukan dengan melihat gejala-gejala atau keluhan yang mengarah

kepada tanda dan gejala penyakit TB paru pasien yang datang berobat ke

poliklinik. Kemudian dilakukan pemeriksaan dahak dan setelah ditegakkan

diagnosa, pasien menjalani pengobatan selama 6 bulan lamanya.

Hubungan kepatuhan pasien untuk berobat kesembuhan pengobatan

TB paru. Berdasarkan hasil penelitian ini dikaitkan bahwa dari 16 orang

responden dengan kepatuhan pasien untuk berobat yang patuh, terdapat 9 orang

yang sembuh terhadap kesembuhan pengobatan TB Paru dan 7 orang yang tidak

sembuh, sedangkan dari 64 orang responden dengan kepatuhan pasien untuk

berobat yang tidak patuh, terdapat 19 orang yang sembuh terhadap kesembuhan

pengobatan TB Paru dan 45 orang yang tidak sembuh. Berdasarkan uji statistik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


83

Chi-square didapatkan nilai p = 0,024 hal ini berarti p < 0,05 keputusan uji Ho

ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara

kepatuhan pasien untuk berobat terhadap kesembuhan pengobatan di Puskesmas

Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2017.

Ada hubungan yang bermakna antara kepatuhan pasien untuk berobat

terhadap kesembuhan pengobatan Tuberkulosis Paru dalam penelitian ini.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Indah (2011) bahwa variabel kepatuhan

penderita mempunyai pengaruh terhadap tingkat kesembuhan pengobatan TB

paru, artinya akan terjadi peningkatan kesembuhan TB paru jika disertai

peningkatan kepatuhan yaitu (p=0,000). Hasil penelitian ini juga di dukung

penelitian yang sudah dilakukan oleh Amiruddin (2006) yang mengatakan bahwa

berhasilnya pengobatan dipengaruhi oleh kepatuhan penderita dalam menjalani

pengobatan. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Rizkiyani (2006)

yang menyatakan bahwa keteraturan berobat mempunyai pengaruh yang kuat

terhadap proses kesembuhan TB paru BTA positif di Jakarta Barat.

Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar

responden (45,5%) berada dalam kategori patuh dan responden dalam kategori

tidak patuh ada 24 responden yaitu sebesar 54,5%. Ada banyak hal atau alasan

yang menyebabkan responden tidak patuh dalam menjalani pengobatan,

diantaranya adalah responden tidak tahan terhadap efek samping yang

ditimbulkan oleh OAT pada saat minum obat, merasa bosan karena terlalu lama

minum obat, lupa minum obat karena bekerja dan tidak ada yang menggantikan

responden untuk mengambil obat ke puskesmas, merasa penyakitnya tambah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


84

parah dan responden langsung menghentikan pengobatan dan beralih mencari

alternatif pengobatan lainnya di luar puskesmas, merasa sembuh dan keluhan-

keluhan yang dirasakan sudah hilang serta adanya komplikasi penyakit yang

diderita oleh responden seperti penyakit diabetes mellitus.

Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas kesehatan Puskesmas

Sadabuan, ada sebagian responden yang tidak patuh dalam menjalani pengobatan

TB paru ini, seperti tidak mengikuti jadwal pemeriksaan dahak yang telah

disepakati dengan petugas. Sebagian besar responden dalam penelitian ini telah

melakukan pengobatan lengkap, yaitu telah menjalani pengobatan selama 6 bulan,

akan tetapi respoden tidak memeriksakan dahaknya pada akhir pengobatan.

Adapun yang menjadi penyebab respoden tidak memeriksakan dahaknya pada

akhir pengobatan, diantaranya; responden sudah merasa sembuh dan tidak dapat

mengeluarkan dahak untuk pemeriksaan dahak terakhir. Ketidakpatuhan juga

tidak hanya berpengaruh terhadap penderita dan keluarganya tetapi juga pada

masyarakat akibat peningkatan resistensi obat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang “Hubungan Motivasi dan Kepatuhan

Berobat Penderita dengan Kesembuhan Pengobatan TB Paru di Puskesmas

Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2018” maka dapat disimpulkan sebagai

berikut :

1. Gambaran umum karakteristik penderita TB Paru adalah berjenis kelamin

laki-laki 48 orang, paling banyak berumur Muda (12-50 tahun), dengan

gambaran pendidikan responden yang paling banyak berendidikan rendah

(Tidak tamat SD, Tamat SD, Tamat SMP) sebanyak 76 orang serta yang

bekerja sebanyak 58 orang.

2. Rasa tanggung jawab dari 80 orang responden diperoleh rasa tanggung

jawab yang baik yaitu 26 orang dan kategori kurang yaitu 54 orang.

3. Dukungan keluarga/PMO dengan kategori yang baik yaitu 32 orang dan

kategori kurang yaitu 48 orang.

4. Dorongan petugas kesehatan kategori yang baik yaitu 24 orang dan kategori

kurang yaitu 56 orang.

5. Kepatuhan pasien untuk berobat kategori yang patuh yaitu 16 orang dan

kategori tidak patuh yaitu sebanyak 64 orang.

6. Tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin, umur, pendidikan

dan pekerjaan penderita TB Paru dengan kesembuhan pengobatan TB Paru.

7. Terdapat hubungan yang bermakna antara rasa tanggung jawab dengan

85
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
86

p value =0,040.

8. Terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga dengan p

value =0,044.

9. Terdapat hubungan yang bermakna antara dorongan petugas kesehatan

dengan p value = 0,024.

10. Terdapat hubungan yang bermakna antara kepatuhan pasien untuk berobat

dengan p value = 0,024.

Saran

1. Bagi Dinas kesehatan

Dinas Kesehatan diharapkan untuk melakukan monitoring dan evaluasi

secara langsung ke Puskesmas, diseminas informasi dan promosi kesehatan

serta perencanaan untuk lebih mengoptimalkan pelaksanaan program

penanggulangan TB paru.

2. Bagi puskesmas

Bagi Puskesmas lebih meningkatkan pemantauan terhadap penderita yang

tidak patuh dalam pengobatan, seperti tidak memeriksakan dahaknya,

mengambil obat pada waktu yang telah ditentukan dan sebagainya. Petugas

TB perlu memberikan informasi kepada setiap penderita bagaimana cara

agar bisa mengeluarkan dahak sehingga tidak ada alasan bagi penderita

untuk tidak memeriksakan dahaknya. Kesulitan dalam memperoleh dahak

untuk pemeriksaan diagnostik perlu segera diatasi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


87

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui faktor-faktor lain

yang memilki hubungan dengan kesembuhan pengobatan TB paru.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUSTAKA

Aditama, T. (1994). Tuberkulosis paru: masalah dan penanggulangan. Jakarta:


UI Press.

Aditama, T. (2002). Paru kita masalah kita, warta TB. Jakarta: UI Press.

Ainur. (2014, 15 Juli). Kejadian putus berobat penderita tuberkulosis paru dengan
pendekatan. Diakses 3 Desember 2017, dari
http://www.litbang.depkes.go.id

Amiruddin, Ridwan. (2006). Faktor risiko kegagalan konversi pada penderita


tuberkulosis paru BTA positif baru di kota Ambon provinsi Maluku
Tahun 2006 (Skripsi). Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas
Hasanuddin, Makasar.

Arikunto. (2006). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta : Rineka


Cipta.

Alsagaff, H., Amin, M., & Saleh, T. (1989). Pengantar ilmu penyakit paru.
Surabaya : Airlangga University Press.

Depkes RI. (2007). Kerangka kerja strategi pengendalian TB Indonesia : 2006-


2010. Jakarta: Anonim.

Depkes RI. (2008). Pedoman nasional penangggulangan tuberkulosis. Jakarta:


Anonim.

Depkes RI. (2008). Pedoman nasional penangggulangan tuberkulosis. Jakarta:


Anonim.

Depkes RI. (2008). Penanggulangan tuberculosis nasional: buku saku


petugas pada unit pelayanan kesehatan. Jakarta: Anonim.

Depkes RI. (2009). Profil pengendalian penyakitdan penyehatan lingkungan


tahun 2008. Jakarta: Anonim .

Depkes RI. (2010). Lembar fakta tuberkulosis. Jakarta: Anonim.

Depkes RI. (2014). Profil kesehatan indonesia 2014. Jakarta: Anonim.

Depkes RI. (2014). Penanggulangan TB paru 2014. Jakarta: Anonim.

Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. (2010). Laporan TB paru bid. P2PL
Tahun 2010. Medan: Anonim.

88
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
89

Dinas Kesehatan Kota Padangsidimpuan. (2013). Profil kesehatan kota


Padangsidimpuan Tahun 2013.Padangsidimpuan: Anonim.

Dinas Kesehatan Kota Padangsidimpuan. (2015). Profil Kesehatan Kota


Padangsidimpuan Tahun 2015. Padangsidimpuan: Anonim.

Ester, & Monica. (2000). Psikologi kesehatan. Jakarta: Buku Kedokteran.

Elisa, S. (2014). Hubungan antara umur jenis kelamin dan kepadatan hunian
dengan kejadian TB paru pada pasien rawat jalan di rumah sakit umum
daerah noongan Palembang (Skripsi). Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Sam Ratulangi, Manado.

Hastono, S.P, (2001). Modul analisa data. Fakultas Kesehatan Masyarakat,


Universitas Indonesia. Jakarta.

Hendrawati, P.I, (2008). Hubungan antara partisipasi pengawas menelan obat


(PMO) keluarga dengan sikap penderita tuberculosis paru di wilayah
kerja puskesmas banyuanyar Surakarta (Skripsi). Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

IDI. (2008). Standart internasional untuk pelayanan tuberkulosis (ISTC).


Jakarta: Anonim.

Indah. (2011). Pengaruh kepatuhan dan motivasi penderita TB paru terhadap


tingkat kesembuhan dalam pengobatan di puskesmas sadabuan kota
Padangsidimpuan Tahun 2011 (Skripsi). Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Sumatera Utara, Medan.

Kurniasih, Tri. (2009). Analisis factor resiko kejadian tuberculosis parupada


angkatan kerja di Indonesia Tahun 2007 (Tesis). Fakultas Ekonomi.
Universitas Indonesia, Jakarta.

Manalu, H. (2010). Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian TB paru


(Skripsi). Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Negri Semarang,
Semarang.

Maulana, H. (2007). Promosi kesehatan. Jakarta : Buku Kedokteran.

Mukhsin, Y. (2006). Faktor-faktor yang mempengaruhi keteraturan minum


obat pada penderita TBC paru yang mengalami konversi di kota Jambi.
(Thesis). Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Gadjah
Mada,Yogyakarta.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


90

Nurhana. (2007). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian tuberkulosis


paru pada masyarakat di provinsi Sulawesi Selatan 2007 (Skripsi).
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin, Makasar.

Nasution, F. (2003). Pengaruh dukungan social keluarga terhadap tingkat


kesembuhan pasien pasca stroke pada masa rehabilitasi di beberapa
rumah sakit kota Medan Tahun 2003 (Skripsi), Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Notoadmodjo, S. (2005). Metode penelitian kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Notoadmodjo, S. (2003). Pendidikan dan prilaku kesehatan. Jakarta : Rineka


Cipta.

Notoatmodjo, S. 2010. Promosi kesehatan teori dan aplikasi. Jakarta : Rineka


Cipta.

Pratiwi, Y. (2004). Beberapa faktor yang berhubungan dengan kesembuhan


pengobatan TB paru di kabupaten Kudus Tahun 2004 (Skripsi). Fakultas
Kesehatan Masyarakat, Universitas Negri Semarang, Semarang.

Puskesmas Sadabuan. (2014). Profil puskesmas Sadabuan Tahun 2014.


Padangsidimpuan: Anonim.

Riduan. (2014). Skala pengukuran variabel-variabel penelitian. Bandung: Alfa


Beta.

Rikha, N.P. (2011). Hubungan antara karakteristik individu praktik hygiene


dan sanitasi lingkungan dengan kejadian tuberculosis di kecamatan
Semarang Utara Tahun 2011 (Skripsi). Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Diponegoro, Semarang.

Rizkiyani, I. (2008). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kesembuhan


penderita tuberkulsis paru BTA positif di puskesmas wilayah kecamatan
palmerah Jakarta Barat Tahun 2006 (Skripsi). Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Indonesia, Jakarta.

Siagian, S. (1995). Teori motivasi dan aplikasinya. Jakrta: PT.Rineka Cipta.

Singarimbun, M. (1995). Metode penelitian survei. Lembaga penelitian,


pendidikan dan penerangan ekonomi dan sosial (LP3ES). Yogyakarta :
Rineka Cipta.

Siswanto. (1999). Study motivasi kesembuhan pasien penderita kanker dikaitkan


dengan dukungan social dan tingkat religiusitas. Jurnal Epidemiologi
Indonesia, 3 (1), 2-12. http://uilis.unsyiah.ac.id/serial/index.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


91

Sugiyono. (2006). Metode penelitian administrasi. Bandung: Alfabeta.

Sujana. (2014, September 15). Motivasi penderita tuberculosis paru dalam minum
obat. Diakses 1 Januari 2017, dari http://abhique.blogspot.com

Surya, A. (2015). Gambaran perilaku keluarga penderita TB paru terhadap


pencegahan TB paru di wilayah puskesmas Padangmatinggi Kota
Padangsidimpuan Tahun 2015 (Skripsi). Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Univeritas Sumatera Utara, Medan.

Versitaria , U. (2011).Hubungan antara jenis kelamin dan kepadatan hunian


dengan kejadian TB paru pada pasien rawat jalan di Rumah Sakit Umum
Daerah Noongan (Skripsi). Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas
Indonesia. Palembang.

Very, R. (2012). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadiantuberculosis


pada usia kerja di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Nguter
Kabupaten Sukoharjo (Skripsi). Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas
Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

WHO. (2012). Global tuberculosis report. Switzerland: Anonim.

WHO. (2015). Global tuberculosis report.Switzerland: Anonim

WHO. (2016). Global tuberculosis report. Switzerland: Anonim

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 1. Kuesioner Penelitian

PENGARUH KEPATUHAN DAN MOTIVASI PENDERITA TB PARU

DENGAN TINGKAT KESEMBUHAN DALAM PENGOBATAN

DI PUSKESMAS SADABUAN KOTA PADANGSIDIMPUAN

TAHUN 2017

==========================================================

I. Identitas Responden

1. Nama :

2. Umur :

3. Jenis Kelamin : 1). Laki-laki

2). Perempuan

4. Pendidikan : 1). Tidak Sekolah/ Tidak Tamat SD

2). Tamat SD/ Sederajat

3). Tamat SLTP/ Sederajat

4). Tamat SLTA/ Sederajat

5). Tamat Akademi/ Perguruan Tinggi

5. Pekerjaan : 1). Bekerja

2). Tidak bekerja

6.Sumber informasi : 1). Petugas Kesehatan

2). Media Sosial

3). Leafleat

7. Mulai Berobat :

8. PMO :1). Keluarga 2).Petugas Kesehatan 3). Tetangga

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


II. Rasa Tanggung Jawab (Diri Sendiri)

No Pertanyaan Jawaban Jawaban

Ya Tidak

1. Apakah menurut saudara wajib meminum

obat selama 6 bulan ?

2. Apakah menurut saudara wajib periksa

dahak atau photo rontgen sesuai indikasi ?

3. Apakah saudara merasa harus tetap

melaksanakan terapi pengobatan TB Paru

sesuai dengan ketentuan meskipun terdapat

efek samping yang ditimbulkan selama

minum OAT?

4. Apakah saudara merasa berkewajiban untuk

sembuh agar tidak menularkan penyakit

saudara terhadap anggota keluarga yang

lain ?

5. Apakah saudara merasa perlu memberikan

informasi atau pengalaman anda kepada

keluarga supaya tidak menderita TB seperti

saudara?

6. Apakah saudara selalu menggunakan

masker jika sedang dalam perjalanan?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7. Apakah saudara selalu berprilaku hidup

bersih dan sehat?

8. Apakah saudara mempunyai tempat

pembuangan dahak yang khusus?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


III. Dukungan Keluarga/PMO

1. Selama menjalani pengobatan siapa yang mengawasi Bapak /Ibu minum obat
agar minum obat secara teratur ?
a) Keluarga
b) Petugas kesehatan
c) Tetangga
2. Selama menjalani pengobatan Makanan apa yang sering Bapak /Ibu konsumsi ?
(Jawaban dapat lebih dari 1)
a) Makanan yang tinggi protein (telur, ikan air tawar dan susu)
b) Madu
c) Buah (papaya, jeruk, alpukat dan tomat)
d) Sayur (wortel, bayam , kol, brokoli)
3. Siapa yang selalu mengingatkan Bapak/Ibu untuk periksa ulang dahak pada
waktu yang ditentukan ?
a) Petugas
b) Keluarga
c) Tetangga
4. Siapa yang menggantikan Bapak /Ibu untuk mengambil obat ke Puskesmas
kalau Bapak /Ibu berhalangan?
a) Keluarga
b) Tetangga
c) Petugas kesehatan
5. Selama menjalani pengobatan, apakah keluarga /PMO pernah mengingatkan
untuk berobat
a) Ya
b) Tidak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


IV. Dorongan Petugas Kesehatan

No Pertanyaan Jawaban Jawaban

Ya Tidak

1. Apakah petugas pernah memberikan

penyuluhan Tentang TB di Puskesmas?

2. Apakah petugas pernah menanyakan

keadaan/kemajuan yang saudara rasakan

selama pengobatan ini?

3. Apakah petugas pernah mengingatkan

akibat bila tidak minum obat secara

teratur?

4. Apakah petugas pernah menganjurkan

saudara supaya minum obat secara teratur

5. Apakah petugas pernah menjelaskan

tentang jadwal minum obat?

6. Apakah petugas pernah menganjurkan

memakai masker?

7. Apakah petugas pernah menganjurkan

pemeriksaan Lab sesuai jadwal?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


8. Apakah petugas pernah menganjurkan

makan-makanan bergizi?

9. Apakah petugas pernah menganjurkan

menjaga kesehatan lingkungan (PHBS )?

10. Apakah petugas pernah memberikan

penyuluhan TB Paru di lapangan ?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


V. Kepatuhan Pasien Untuk Berobat

1. Berapa kali Bapak / Ibu minum obat pada pengobatan tahap awal ?

a) Setiap hari

b) 3 kali sehari

c) 3 kali seminggu

2. Apakah Bapak /Ibu minum obat sesuai dosis yang ditentukan

a) Ya

b) Tidak

3. Apakah Bapak /Ibu selalu teratur berobat ke Puskesmas sesuai kesepakatan

petugas kesehatan?

a) Ya

b) Tidak

4. Berapa kali Bapak / Ibu periksa dahak selama pengobatan ?

a) Sekali

b) 2 kali

c) 3 kali

5. Pada pengobatan tahap lanjut (4 bulan), berapa kali Bapak / Ibu minum obat ?

a) 3 kali seminggu

b) Setiap hari

c) Tidak teratur

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


VI. Kesembuhan Pengobatan

1. Berapa lama bapak /ibu menjalani pengobatan TB paru sampai sembuh ?


a) >6 bulan
b) 6-8 bulan
c) 7-12 bulan
2. Siapa saja yang mendampingi bapak /ibu selama berobat?
a) Keluarga
b) Petugas Kesehatan
c) Teman
d) PMO
3. Setelah bapak /ibu sembuh bersediakah bapak/ibu untuk memberikan dorongan
kepada penderita TB Paru agar berobat secara teratur hingga selesai
pengobatan?
a) Bersediah
b) Tidak bersedia
4. Gejala apa yang masih timbul setelah selesai pengobatan TB paru?
a) Demam, batuk, sesak nafas dan nyeri dada
b) Susah tidur
c) Tidak ada
5. Setelah selesai pengobatan apakah hasil akhir dari pemeriksaan dahak
bapak/ibu ?
a) BTA (-)
b) BTA (+)
c) masih ada kuman di paru

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 2. Master Data

MASTER DATA PENELITIAN


No. Nama Umur k.umur jk didik kerja info berobat Pmo Rasa tanggung jawab Total Kategori
1 tioli hr 70 1 0 0 0 2 06/07/2017 2 1 1 0 1 1 0 1 1 6 1
2 dedi sis 34 0 0 0 1 2 06/08/2017 2 1 1 1 0 0 0 0 0 3 2
3 edi wahyu 45 0 0 0 1 2 06/12/2017 2 0 1 0 1 1 1 1 1 6 1
4 hotmatua 45 0 0 0 1 2 16/7/2017 2 1 1 1 0 0 0 0 0 3 2
5 syawal 47 0 0 0 1 2 17/6/2017 2 1 0 0 0 1 1 0 1 4 2
6 siti nur 41 0 1 0 1 2 19/6/2017 2 1 1 0 1 0 0 1 0 4 2
7 agustin 48 0 1 0 1 2 20/6/2017 2 1 1 1 1 1 1 1 0 7 1
8 lasniati 57 1 1 0 0 2 21/6/2017 2 1 0 0 0 0 1 1 0 3 2
9 yenni 24 0 1 0 0 2 21/6/2017 2 1 1 0 1 1 1 0 1 6 1
10 desi 31 0 1 0 1 2 21/6/2017 2 0 1 1 1 0 1 1 1 6 1
11 candra z 27 0 0 0 1 2 22/6/2017 2 1 1 1 0 0 0 0 0 3 2
12 sutan b 34 0 0 0 1 2 22/6/2017 2 1 1 1 1 1 1 1 0 7 1
13 andi hrp 45 0 0 0 1 2 22/6/2017 2 1 1 0 0 1 1 1 1 6 1
14 abdul h 48 0 0 0 1 2 07/01/2017 2 1 1 0 0 0 0 1 0 3 2
15 mhd tora 34 0 0 0 1 2 07/04/2017 2 1 1 1 1 1 1 1 0 7 1
16 maholut 34 0 0 0 1 2 07/04/2017 2 1 1 1 1 1 1 1 0 7 1
17 roy hana 53 1 0 0 1 2 07/04/2017 2 1 1 0 0 0 0 0 1 3 2
18 rita sar 32 0 1 1 1 1 07/04/2017 2 1 1 0 1 0 0 1 0 4 2
19 m. awal 40 0 0 0 1 2 07/06/2017 2 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20 amri h 30 0 0 1 1 1 07/07/2017 2 1 1 0 0 0 1 0 1 4 2
21 cahaya 21 0 1 0 0 2 07/07/2017 2 1 1 1 1 1 1 1 0 7 1
22 arfan 21 0 0 0 0 2 07/07/2017 2 1 1 0 0 0 0 0 1 3 2
23 supriadi 24 0 0 0 0 2 07/08/2017 2 1 0 0 1 0 1 0 0 3 2
24 halomoan 42 0 0 0 1 2 13/7/2017 2 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1
25 joelani 30 0 0 0 0 2 18/7/2017 2 1 1 0 0 1 1 0 0 4 2
26 nur syam 28 0 1 0 0 2 19/7/2017 2 1 1 0 0 0 0 1 0 3 2
27 melwani 22 0 1 0 0 2 19/7/2017 2 1 1 1 1 0 0 1 1 6 1
28 safrina 38 0 1 0 1 2 19/7/2017 2 1 1 0 0 1 0 1 0 4 2
29 abdul 35 0 0 0 1 2 25/7/2017 2 1 1 0 1 0 1 0 1 5 2
30 arfan 43 0 0 0 1 2 25/7/2017 2 1 1 1 0 0 0 1 0 4 2
31 mukhlis 35 0 0 0 1 2 26/7/2017 2 1 0 0 0 1 1 0 1 4 2
32 romi 30 0 0 0 1 2 08/01/2017 2 1 1 1 0 0 1 0 0 4 2
33 dasril 53 1 0 0 1 2 08/02/2017 2 1 1 0 0 0 0 1 0 3 2
34 amin 50 1 0 1 1 1 08/02/2017 2 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1
35 rosmita 37 0 1 0 1 2 08/02/2017 2 1 1 1 0 0 0 0 0 3 2
36 ridoan 43 0 0 0 1 2 08/02/2017 2 1 1 0 0 0 1 1 0 4 2
37 asril 34 0 0 0 1 2 08/03/2017 2 1 1 1 1 0 1 0 0 5 2
38 nurliana 32 0 1 0 1 2 08/07/2017 2 1 1 1 1 1 1 0 1 7 1
39 sahril 25 0 0 0 1 2 26/9/2017 2 1 1 0 0 1 0 1 1 5 2
40 ferry 29 0 1 0 0 2 26/9/2017 2 1 1 1 1 0 1 0 0 5 2
41 iskandar 40 0 0 0 1 2 25/9/2017 2 1 1 0 0 1 0 1 1 5 2
42 fiyan 45 0 0 0 1 2 23/9/2017 2 1 1 1 1 0 1 0 0 5 2
43 afriyanti 47 0 0 0 1 2 23/9/2017 2 1 1 1 0 1 1 1 1 7 1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


44 armen 24 0 0 0 1 2 22/9/2017 2 1 1 0 1 0 0 1 1 5 2
45 jurmaini 27 0 1 0 1 2 19/9/2017 2 1 1 1 0 1 1 0 0 5 2
46 lenni 33 0 1 1 1 1 19/9/2017 2 0 1 0 1 1 0 1 1 5 2
47 fitri 38 0 1 0 1 2 19/9/2017 2 1 1 1 1 0 1 0 0 5 2
48 nur hayati 52 1 1 0 1 2 18/9/2017 2 1 1 0 0 1 0 1 1 5 2
49 marak 55 1 0 0 1 2 16/9/2017 2 1 1 1 1 0 1 0 0 5 2
50 ari syah 24 0 0 0 1 2 20/7/2017 2 1 1 0 0 1 0 1 1 5 2
51 nurdelia 45 0 1 0 0 2 06/06/2017 2 1 1 1 1 0 1 0 0 5 2
52 deli kurnia 30 0 0 0 1 2 10/02/2017 2 1 1 0 0 1 0 0 1 4 2
53 dahlia 40 0 1 0 0 2 10/02/2017 2 1 1 1 1 1 1 1 0 7 1
54 edward 18 0 0 0 0 2 10/03/2017 2 1 1 1 1 0 0 0 1 5 2
55 muat 12 0 0 0 1 2 10/03/2017 2 1 1 0 0 1 1 1 0 5 2
56 suwendin 32 0 0 0 1 2 10/04/2017 2 1 1 1 1 0 0 0 1 5 2
57 horjani 44 0 0 0 1 2 27/10/17 2 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1
58 marlan 29 0 1 0 1 2 11/02/2017 2 1 1 1 1 1 1 0 1 7 1
59 nora elpa 30 0 1 0 1 2 11/02/2017 2 1 1 1 1 0 1 1 0 6 1
60 mhd azha 60 1 0 0 0 2 11/07/2017 2 1 1 1 0 1 0 1 1 6 1
61 nur hami 24 0 1 0 1 2 21/11/17 2 1 1 0 1 0 1 0 1 5 2
62 sinar nst 43 0 1 0 0 2 21/11/17 2 1 1 0 0 1 0 1 0 4 2
63 herianto 16 0 0 0 1 2 22/11/17 2 1 1 0 1 1 1 1 1 7 1
64 husein 36 0 0 0 1 2 12/04/2017 2 1 1 1 0 0 1 0 1 5 2
65 marjan 33 0 1 0 0 2 12/06/2017 2 1 1 0 1 1 0 1 0 5 2
66 jumiati 37 0 1 0 0 2 12/08/2017 2 1 1 0 0 0 1 0 1 4 2
67 mawardi 52 1 0 0 1 2 12/11/2017 2 1 1 1 1 1 0 1 1 7 1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


68 anif jamal 26 0 0 0 0 2 12/11/2017 2 1 1 0 0 0 1 1 1 5 2
69 betti 45 0 1 0 1 2 13/12/2017 2 1 1 1 1 0 0 0 0 4 2
70 nilawati 28 0 0 0 1 2 14/12/2017 2 0 1 0 0 1 1 1 1 5 2
71 dofa putra 17 0 0 0 1 2 16/12/2017 2 1 1 1 1 0 0 0 1 5 2
72 nurhalim 24 0 1 0 0 2 18/12/2017 2 1 1 1 0 1 1 1 0 6 1
73 hanan 12 0 1 0 0 2 20/12/2017 2 1 1 1 1 0 1 0 1 5 2
74 edi sofyan 22 0 0 0 1 2 22/12/2017 2 1 1 1 0 1 0 1 0 5 2
75 hindu 23 0 1 0 0 2 27/12/2017 2 1 1 0 0 0 1 0 1 4 2
76 erwan 39 0 0 0 1 2 11/06/2017 2 1 1 1 1 0 0 1 0 5 2
77 yuni salma 57 1 1 0 1 2 21/11/2017 2 1 1 0 0 1 1 1 1 6 1
78 armen hsb 43 0 1 0 1 2 10/03/2017 2 1 1 1 1 1 0 0 0 5 2
79 sulaiman 37 0 1 0 0 2 11/01/2017 2 1 1 0 0 0 1 1 1 5 2
80 nur aziz 23 0 0 0 1 2 12/02/2017 2 1 1 1 1 1 0 1 1 7 1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Dukungan keluarga Total Kategori Dorongan petugas kesehatan Total Kategori
1 1 0 1 1 4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 1
1 0 1 0 0 2 2 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 7 2
1 1 1 1 1 5 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 6 2
0 1 0 1 1 3 2 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 9 1
0 1 1 1 1 4 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 5 2
0 0 1 1 1 3 2 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 7 2
1 1 1 1 0 4 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 6 2
1 1 0 0 1 3 2 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 5 2
1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 1
1 1 1 0 1 4 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 7 2
0 0 0 1 1 2 2 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 6 2
1 1 1 1 1 5 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 6 2
1 1 1 0 0 3 2 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 9 1
0 1 1 1 1 4 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 7 2
1 0 0 1 1 3 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 1
1 1 1 1 0 4 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 7 2
0 0 1 1 1 3 2 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 6 2
1 1 1 0 0 3 2 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 5 2
1 0 1 1 1 4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 1
0 0 0 1 1 2 2 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 9 1
1 1 1 1 1 5 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 0 6 2
0 0 1 1 1 3 2 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 6 2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1 1 1 1 1 5 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1
1 1 1 0 0 3 2 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 7 2
1 1 1 1 0 4 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 8 1
0 0 1 1 1 3 2 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 5 2
1 1 1 1 0 4 1 0 1 1 1 0 1 0 1 0 1 6 2
1 1 0 0 0 2 2 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 7 2
0 0 1 1 1 3 2 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 7 2
1 1 1 0 1 4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 1
1 1 1 0 0 3 2 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 6 2
0 0 1 1 1 3 2 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 7 2
1 1 0 1 0 3 2 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 5 2
1 1 0 0 0 2 2 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 9 1
0 0 1 1 1 3 2 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 7 2
1 1 1 1 0 4 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 6 2
1 1 1 1 1 5 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 5 2
0 0 1 1 1 3 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 1
1 1 1 1 0 4 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 7 2
0 1 0 1 1 3 2 0 0 1 1 1 0 1 1 1 0 6 2
1 0 0 0 1 2 2 1 1 1 0 0 1 0 0 0 1 5 2
0 1 1 0 1 3 2 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 7 2
1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 8 1
0 1 1 1 0 3 2 1 0 0 1 1 0 0 1 1 1 6 2
1 1 0 1 1 4 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 9 1
1 1 1 0 0 3 2 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 7 2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


0 0 1 1 1 3 2 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 7 2
1 1 0 0 1 3 2 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 6 2
1 0 1 0 0 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 1
1 1 1 1 1 5 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 7 2
0 1 0 1 1 3 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 1
1 1 1 1 0 4 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 6 2
0 0 1 0 1 2 2 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 7 2
1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 9 1
1 1 0 0 1 3 2 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 7 2
1 0 1 1 0 3 2 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 6 2
0 1 0 0 1 2 2 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 5 2
1 1 1 0 0 3 2 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 7 2
1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 1
1 0 1 1 1 4 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 7 2
1 1 1 1 1 5 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 6 2
1 1 1 0 0 3 2 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 9 1
0 1 0 1 1 3 2 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 7 2
1 1 1 1 1 5 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 6 2
0 1 1 1 1 4 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 8 1
1 0 1 1 0 3 2 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 5 1
1 1 0 0 0 2 2 1 0 1 1 1 0 1 0 1 0 6 2
0 0 1 1 1 3 2 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 7 2
1 1 1 0 0 3 2 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 7 2
1 1 0 0 0 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


0 0 1 1 1 3 2 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 7 2
1 1 1 0 0 3 2 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 6 2
1 1 0 1 1 4 1 1 1 0 0 1 0 0 1 1 0 5 2
1 1 1 0 0 3 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 1
1 1 1 1 1 5 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 7 2
0 0 0 1 1 2 2 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 6 2
1 1 1 1 1 5 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 5 2
0 0 1 1 1 3 2 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 7 2
1 1 1 0 1 4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 1
1 1 0 1 0 3 2 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 7 2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kepatuhan pasien untuk berobat Total Kategori Kesembuhan Pengobatan Total Kategori
1 1 1 1 0 4 2 1 1 1 1 0 4 2
1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 1 1 5 1
0 0 1 1 1 3 2 1 1 1 1 1 5 1
1 1 0 1 1 4 2 1 1 0 0 1 3 2
1 1 1 0 1 4 2 1 0 1 1 1 4 2
0 1 1 1 1 4 2 1 1 1 1 1 5 1
1 0 1 1 1 4 2 0 0 1 1 1 3 2
1 1 1 1 0 4 2 1 1 1 1 1 5 1
1 0 0 1 1 3 2 1 0 1 1 1 4 2
0 1 1 1 1 4 2 1 1 1 0 0 3 2
1 1 1 0 0 3 2 1 1 1 1 1 5 1
1 0 1 1 1 4 2 1 1 0 1 1 4 2
1 1 1 1 1 5 1 0 0 1 1 1 3 2
1 1 0 1 0 3 2 1 1 1 1 1 5 1
1 1 1 0 1 4 2 1 1 1 0 1 4 2
0 0 1 1 1 3 2 1 1 0 1 0 3 2
1 1 0 1 1 4 2 1 0 1 0 1 3 2
1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 1 1 5 1
1 1 1 1 0 4 2 1 1 1 0 1 4 2
0 1 1 0 1 3 2 1 1 1 1 1 5 1
1 1 1 0 1 4 2 0 1 1 1 1 4 2
1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 1 1 5 1
1 0 1 1 1 4 2 0 1 1 1 0 3 2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1 1 0 1 1 4 2 1 1 0 1 0 3 2
1 1 1 1 0 4 2 1 1 1 0 1 4 2
1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 1 1 5 1
0 1 1 1 1 4 2 1 0 1 1 1 4 2
1 1 1 0 1 4 2 0 1 1 1 0 3 2
1 0 1 1 1 4 2 1 1 1 1 1 5 1
1 1 0 1 1 4 2 1 1 0 1 1 4 2
0 1 1 1 1 4 2 1 1 1 0 1 4 2
1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 1 1 5 1
1 0 1 1 1 4 2 0 1 1 1 1 4 2
1 1 1 0 0 3 2 1 1 1 1 1 5 1
0 1 1 1 1 4 2 1 0 1 1 0 3 2
1 1 0 1 1 4 2 1 1 1 0 1 4 2
1 0 1 1 1 4 2 1 1 0 1 1 4 2
1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 1 1 5 1
1 1 1 1 0 4 2 1 1 1 1 0 4 2
1 1 1 0 1 4 2 1 1 1 0 1 4 2
1 1 0 1 1 4 2 1 1 0 1 1 4 2
1 0 1 1 1 4 2 1 1 1 1 1 5 1
1 1 1 1 1 5 1 1 0 1 1 1 4 2
0 1 1 1 1 4 2 1 1 1 1 1 5 1
1 1 1 1 0 4 2 0 1 1 1 1 4 2
1 1 0 1 3 2 1 1 1 1 1 5 1
1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 1 1 5 1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1 1 0 1 1 4 2 1 1 1 1 1 5 1
1 0 1 1 1 4 2 1 1 1 1 0 4 2
0 1 1 1 1 4 2 1 1 1 0 1 4 2
1 1 1 1 0 4 2 1 0 0 1 1 3 2
1 1 1 0 1 4 2 1 1 1 1 1 5 1
1 1 1 1 1 5 1 0 1 1 1 1 4 2
1 1 0 1 1 4 2 1 1 1 1 1 5 1
1 0 1 1 1 4 2 1 1 1 1 1 5 1
0 1 1 1 1 4 2 1 1 1 1 0 4 2
1 1 1 1 0 4 2 1 1 1 0 1 4 2
1 1 1 0 1 4 2 1 0 0 1 1 3 2
1 1 1 1 1 5 1 0 1 1 1 1 4 2
1 1 0 1 1 4 2 1 1 1 1 1 5 1
1 0 1 1 1 4 2 1 1 1 1 0 4 2
0 1 1 1 1 4 2 1 1 0 0 1 3 2
1 1 1 1 0 4 2 1 0 1 1 1 4 2
1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 1 1 5 1
1 1 1 0 1 4 2 0 1 1 1 1 4 2
1 1 0 1 1 4 2 1 1 1 1 0 4 2
1 0 1 1 1 4 2 1 1 0 0 1 3 2
0 1 1 1 1 4 2 1 0 1 1 1 4 2
1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 1 1 5 1
1 1 1 1 0 4 2 0 1 1 1 1 4 2
1 1 1 0 1 4 2 1 0 1 1 1 4 2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1 1 0 1 1 4 2 1 1 1 1 1 5 1
1 0 1 1 1 4 2 1 1 1 1 0 4 2
0 1 1 1 1 4 2 1 1 1 0 1 4 2
1 1 1 0 0 3 2 1 1 1 1 1 5 1
1 1 1 1 1 5 1 1 1 0 1 1 4 2
1 1 0 1 0 3 2 1 0 1 1 1 4 2
0 0 1 1 1 3 2 1 1 1 1 1 5 1
1 1 1 1 1 5 1 0 1 1 1 1 4 2
1 1 1 1 0 4 2 1 1 1 1 0 4 2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 3. Output SPSS

HASIL UJI UNIVARIAT


kategori umur

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid muda (12-50 70 87.5 87.5 87.5
tahun)
tua (>50 tahun) 10 12.5 12.5 100.0
Total 80 100.0 100.0

jenis kelamin

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid laki-laki 48 60.0 60.0 60.0
perempuan 32 40.0 40.0 100.0
Total 80 100.0 100.0

pendidikan

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid rendah (tidak 76 95.0 95.0 95.0
sekolah, tamat
sd, tamat smp,
tamat sma)
tinggi (D3, 4 5.0 5.0 100.0
Sarjana)
Total 80 100.0 100.0

pekerjaan

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid tidak bekerja 22 27.5 27.5 27.5
bekerja 58 72.5 72.5 100.0
Total 80 100.0 100.0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


rasa tanggung jawab 1

Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 4 5.0 5.0 5.0
1 76 95.0 95.0 100.0
Total 80 100.0 100.0

rasa tanggung jawab 2

Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 4 5.0 5.0 5.0
1 76 95.0 95.0 100.0
Total 80 100.0 100.0

rasa tanggung jawab 3

Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 38 47.5 47.5 47.5
1 42 52.5 52.5 100.0
Total 80 100.0 100.0

rasa tanggung jawab 4

Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 38 47.5 47.5 47.5
1 42 52.5 52.5 100.0
Total 80 100.0 100.0

rasa tanggung jawab 5

Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 40 50.0 50.0 50.0
1 40 50.0 50.0 100.0
Total 80 100.0 100.0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


rasa tanggung jawab 6

Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 34 42.5 42.5 42.5
1 46 57.5 57.5 100.0
Total 80 100.0 100.0

rasa tanggung jawab 7

Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 34 42.5 42.5 42.5
1 46 57.5 57.5 100.0
Total 80 100.0 100.0

rasa tanggung jawab 8

Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 38 47.5 47.5 47.5
1 42 52.5 52.5 100.0
Total 80 100.0 100.0

kategori rasa tanggung jawab

Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid baik 26 32.5 32.5 32.5
kurang 54 67.5 67.5 100.0
Total 80 100.0 100.0

dukungan keluarga 1

Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 26 32.5 32.5 32.5
1 54 67.5 67.5 100.0
Total 80 100.0 100.0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dukungan keluarga 2

Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 24 30.0 30.0 30.0
1 56 70.0 70.0 100.0
Total 80 100.0 100.0

dukungan keluarga 3

Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 22 27.5 27.5 27.5
1 58 72.5 72.5 100.0
Total 80 100.0 100.0

dukungan keluarga 4

Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 26 32.5 32.5 32.5
1 54 67.5 67.5 100.0
Total 80 100.0 100.0

dukungan keluarga 5

Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 28 35.0 35.0 35.0
1 52 65.0 65.0 100.0
Total 80 100.0 100.0

kategori dukungan keluarga

Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid baik 32 40.0 40.0 40.0
kurang 48 60.0 60.0 100.0
Total 80 100.0 100.0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dorongan petugas kesehatan 1

Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 20 25.0 25.0 25.0
1 60 75.0 75.0 100.0
Total 80 100.0 100.0

dorongan petugas kesehatan 2

Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 26 32.5 32.5 32.5
1 54 67.5 67.5 100.0
Total 80 100.0 100.0

dorongan petugas kesehatan 3

Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 26 32.5 32.5 32.5
1 54 67.5 67.5 100.0
Total 80 100.0 100.0

dorongan petugas kesehatan 4

Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 20 25.0 25.0 25.0
1 60 75.0 75.0 100.0
Total 80 100.0 100.0

dorongan petugas kesehatan 5

Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 18 22.5 22.5 22.5
1 62 77.5 77.5 100.0
Total 80 100.0 100.0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dorongan petugas kesehatan 6

Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 22 27.5 27.5 27.5
1 58 72.5 72.5 100.0
Total 80 100.0 100.0

dorongan petugas kesehatan 7

Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 24 30.0 30.0 30.0
1 56 70.0 70.0 100.0
Total 80 100.0 100.0

dorongan petugas kesehatan 8

Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 24 30.0 30.0 30.0
1 56 70.0 70.0 100.0
Total 80 100.0 100.0

dorongan petugas kesehatan 9


Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 22 27.5 27.5 27.5
1 58 72.5 72.5 100.0
Total 80 100.0 100.0

dorongan petugas kesehatan 10

Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 26 32.5 32.5 32.5
1 54 67.5 67.5 100.0
Total 80 100.0 100.0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kategori dorongan petugas kesehatan

Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid baik 24 30.0 30.0 30.0
kurang 56 70.0 70.0 100.0
Total 80 100.0 100.0

kepatuhan 1

Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 1 1.3 1.3 1.3
0 15 18.8 18.8 20.0
1 64 80.0 80.0 100.0
Total 80 100.0 100.0

kepatuhan 2

Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 16 20.0 20.0 20.0
1 64 80.0 80.0 100.0
Total 80 100.0 100.0

kepatuhan 3

Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 14 17.5 17.5 17.5
1 66 82.5 82.5 100.0
Total 80 100.0 100.0

kepatuhan 4

Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 14 17.5 17.5 17.5
1 66 82.5 82.5 100.0
Total 80 100.0 100.0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kepatuhan 5

Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 16 20.0 20.0 20.0
1 64 80.0 80.0 100.0
Total 80 100.0 100.0

kategori kepatuhan

Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid patuh 15 18.8 18.8 18.8
tidak 65 81.3 81.3 100.0
patuh
Total 80 100.0 100.0

Kesembuhan Pengobatan

Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 12 15.0 15.0 15.0
1 68 85.0 85.0 100.0
Total 80 100.0 100.0

Kesembuhan Pengobatan

Valid
Percent
Frequency Percent Cumulative Percent
Valid 0 14 17.5 17.5 17.5
1 66 82.5 82.5 100.0
Total 80 100.0 100.0

Kesembuhan Pengobatan

Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 12 15.0 15.0 15.0
1 68 85.0 85.0 100.0
Total 80 100.0 100.0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kesembuhan Pengobatan

Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 14 17.5 17.5 17.5
1 66 82.5 82.5 100.0
Total 80 100.0 100.0

Kesembuhan Pengobatan

Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 14 17.5 17.5 17.5
1 66 82.5 82.5 100.0
Total 80 100.0 100.0

kategori Kesembuhan Pengobatan

Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid berhasil 28 35.0 35.0 35.0
tidak 52 65.0 65.0 100.0
berhasil
Total 80 100.0 100.0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


HASIL UJI BIVARIAT
kategori umur * kategori kesembuhan pengobatan
Crosstabulation
kategori kesembuhan
pengobatan
sembuh tidak sembuh Total
kategori umur muda (12- Count 24 46 70
50 tahun) Expected Count 24.5 45.5 70.0
% within kategori 34.3% 65.7% 100.0%
umur
% within kategori 85.7% 88.5% 87.5%
kesembuhan
pengobatan
% of Total 30.0% 57.5% 87.5%
tua (>50 Count 4 6 10
tahun) Expected Count 3.5 6.5 10.0
% within kategori 40.0% 60.0% 100.0%
umur
% within kategori 14.3% 11.5% 12.5%
kesembuhan
pengobatan
% of Total 5.0% 7.5% 12.5%
Total Count 28 52 80
Expected Count 28.0 52.0 80.0
% within kategori 35.0% 65.0% 100.0%
umur
% within kategori 100.0% 100.0% 100.0%
kesembuhan
pengobatan
% of Total 35.0% 65.0% 100.0%

d
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. Point
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided) Probability
a
Pearson Chi-Square .126 1 .723 1.000 .489
b
Continuity Correction .000 1 1.000

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Likelihood Ratio .123 1 .725 1.000 .489
Fisher's Exact Test .734 .489
c
Linear-by-Linear .124 1 .725 1.000 .489 .253
Association
N of Valid Cases 80
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.50.
b. Computed only for a 2x2 table
c. The standardized statistic is -.352.
d. For 2x2 crosstabulation, exact results are provided instead of Monte Carlo results.

jenis kelamin * kategori kesembuhan pengobatan


Crosstab
kategori kesembuhan
pengobatan
sembuh tidak sembuh Total
jenis kelamin laki-laki Count 16 32 48
Expected Count 16.8 31.2 48.0
% within jenis kelamin 33.3% 66.7% 100.0%
% within kategori 57.1% 61.5% 60.0%
kesembuhan
pengobatan
% of Total 20.0% 40.0% 60.0%
perempu Count 12 20 32
an Expected Count 11.2 20.8 32.0
% within jenis kelamin 37.5% 62.5% 100.0%
% within kategori 42.9% 38.5% 40.0%
kesembuhan
pengobatan
% of Total 15.0% 25.0% 40.0%
Total Count 28 52 80
Expected Count 28.0 52.0 80.0
% within jenis kelamin 35.0% 65.0% 100.0%
% within kategori 100.0% 100.0% 100.0%
kesembuhan
pengobatan
% of Total 35.0% 65.0% 100.0%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Chi-Square Testsd
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. Point
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided) Probability
Pearson Chi-Square .147a 1 .702 .812 .441
b
Continuity Correction .021 1 .886
Likelihood Ratio .146 1 .702 .812 .441
Fisher's Exact Test .812 .441
c
Linear-by-Linear .145 1 .704 .812 .441 .175
Association
N of Valid Cases 80
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.20.
b. Computed only for a 2x2 table
c. The standardized statistic is -.380.
d. For 2x2 crosstabulation, exact results are provided instead of Monte Carlo results.

pendidikan * kategori kesembuhan pengobatan


Crosstab
kategori kesembuhan
pengobatan
sembuh tidak sembuh Total
pendidikan rendah (tidak Count 24 52 76
sekolah, tamat Expected Count 26.6 49.4 76.0
sd, tamat smp, % within pendidikan 31.6% 68.4% 100.0%
tamat sma)
% within kategori 85.7% 100.0% 95.0%
kesembuhan
pengobatan
% of Total 30.0% 65.0% 95.0%
tinggi (D3, Count 4 0 4
Sarjana) Expected Count 1.4 2.6 4.0
% within pendidikan 100.0% .0% 100.0%
% within kategori 14.3% .0% 5.0%
kesembuhan
pengobatan
% of Total 5.0% .0% 5.0%
Total Count 28 52 80
Expected Count 28.0 52.0 80.0
% within pendidikan 35.0% 65.0% 100.0%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


% within kategori ke 100.0% 100.0% 100.0%
kesembuhan
pengobatan
% of Total 35.0% 65.0% 100.0%

d
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. Point
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided) Probability
a
Pearson Chi-Square 7.820 1 .005 .013 .013
b
Continuity Correction 5.101 1 .024
Likelihood Ratio 8.796 1 .003 .013 .013
Fisher's Exact Test .013 .013
c
Linear-by-Linear 7.722 1 .005 .013 .013 .013
Association
N of Valid Cases 80
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.40.
b. Computed only for a 2x2 table
c. The standardized statistic is -2.779.
d. For 2x2 crosstabulation, exact results are provided instead of Monte Carlo results.

pekerjaan * kategori kesembuhan pengobatan


Crosstab
kategori kesembuhan
pengobatan
sembuh tidak sembuh Total
pekerjaan tidak Count 7 15 22
bekerja Expected Count 7.7 14.3 22.0
% within pekerjaan 31.8% 68.2% 100.0%
% within kategori 25.0% 28.8% 27.5%
kesembuhan
pengobatan
% of Total 8.8% 18.8% 27.5%
bekerja Count 21 37 58
Expected Count 20.3 37.7 58.0
% within pekerjaan 36.2% 63.8% 100.0%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


% within kategori 75.0% 71.2% 72.5%
kesembuhan
pengobatan
% of Total 26.3% 46.3% 72.5%
Total Count 28 52 80
Expected Count 28.0 52.0 80.0
% within pekerjaan 35.0% 65.0% 100.0%
% within kategori 100.0% 100.0% 100.0%
kesembuhan
pengobatan
% of Total 35.0% 65.0% 100.0%

d
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. Point
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided) Probability
a
Pearson Chi-Square .135 1 .713 .797 .463
b
Continuity Correction .011 1 .916
Likelihood Ratio .136 1 .712 .797 .463
Fisher's Exact Test .797 .463
c
Linear-by-Linear .133 1 .715 .797 .463 .196
Association
N of Valid Cases 80
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.70.
b. Computed only for a 2x2 table
c. The standardized statistic is -.365.
d. For 2x2 crosstabulation, exact results are provided instead of Monte Carlo results.

kategori rasa tanggung jawab * kategori kesembuhan pengobatan


Crosstab
kategori kesembuhan
pengobatan
sembuh tidak sembuh Total
kategori rasa baik Count 5 21 26
tanggung jawab Expected Count 9.1 16.9 26.0
% within kategori rasa 19.2% 80.8% 100.0%
tanggung jawab

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


% within kategori 17.9% 40.4% 32.5%
kesembuhan
pengobatan
% of Total 6.3% 26.3% 32.5%
kurang Count 23 31 54
Expected Count 18.9 35.1 54.0
% within kategori rasa 42.6% 57.4% 100.0%
tanggung jawab
% within kategori 82.1% 59.6% 67.5%
kesembuhan
pengobatan
% of Total 28.8% 38.8% 67.5%
Total Count 28 52 80
Expected Count 28.0 52.0 80.0
% within kategori rasa 35.0% 65.0% 100.0%
tanggung jawab
% within kategori 100.0% 100.0% 100.0%
kesembuhan
pengobatan
% of Total 35.0% 65.0% 100.0%

d
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. Point
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided) Probability
a
Pearson Chi-Square 4.210 1 .040 .048 .033
b
Continuity Correction 3.246 1 .072
Likelihood Ratio 4.464 1 .035 .048 .033
Fisher's Exact Test .048 .033
c
Linear-by-Linear Association 4.158 1 .041 .048 .033 .025
N of Valid Cases 80
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.10.
b. Computed only for a 2x2 table
c. The standardized statistic is -2.039.
d. For 2x2 crosstabulation, exact results are provided instead of Monte Carlo results.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kategori dukungan keluarga * kategori kesembuhan pengobatan
Crosstab
kategori kesembuhan
pengobatan
sembuh tidak sembuh Total
kategori baik Count 7 25 32
dukungan Expected Count 11.2 20.8 32.0
keluarga % within kategori 21.9% 78.1% 100.0%
dukungan keluarga
% within kategori 25.0% 48.1% 40.0%
kesembuhan
pengobatan
% of Total 8.8% 31.3% 40.0%
kurang Count 21 27 48
Expected Count 16.8 31.2 48.0
% within kategori 43.8% 56.3% 100.0%
dukungan keluarga
% within kategori 75.0% 51.9% 60.0%
kesembuhan
pengobatan
% of Total 26.3% 33.8% 60.0%
Total Count 28 52 80
Expected Count 28.0 52.0 80.0
% within kategori 35.0% 65.0% 100.0%
dukungan keluarga
% within kategori 100.0% 100.0% 100.0%
kesembuhan
pengobatan
% of Total 35.0% 65.0% 100.0%

d
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. Point
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided) Probability
a
Pearson Chi-Square 4.038 1 .044 .057 .037
b
Continuity Correction 3.134 1 .077
Likelihood Ratio 4.181 1 .041 .057 .037
Fisher's Exact Test .057 .037

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Linear-by-Linear 3.988c 1 .046 .057 .037 .026
Association
N of Valid Cases 80
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.20.
b. Computed only for a 2x2 table
c. The standardized statistic is -1.997.
d. For 2x2 crosstabulation, exact results are provided instead of Monte Carlo results.

kategori dorongan petugas kesehatan * kategori kesembuhan pengobatan


Crosstab
kategori kesembuhan
pengobatan
sembuh tidak sembuh Total
kategori dorongan baik Count 4 20 24
petugas kesehatan Expected Count 8.4 15.6 24.0
% within kategori 16.7% 83.3% 100.0%
dorongan petugas
kesehatan
% within kategori 14.3% 38.5% 30.0%
kesembuhan
pengobatan
% of Total 5.0% 25.0% 30.0%
kurang Count 24 32 56
Expected Count 19.6 36.4 56.0
% within kategori 42.9% 57.1% 100.0%
dorongan petugas
kesehatan
% within kategori 85.7% 61.5% 70.0%
kesembuhan
pengobatan
% of Total 30.0% 40.0% 70.0%
Total Count 28 52 80
Expected Count 28.0 52.0 80.0
% within kategori 35.0% 65.0% 100.0%
dorongan petugas
kesehatan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


% within kategori 100.0% 100.0% 100.0%
kesembuhan
pengobatan
% of Total 35.0% 65.0% 100.0%

d
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. Point
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided) Probability
a
Pearson Chi-Square 5.065 1 .024 .039 .020
b
Continuity Correction 3.980 1 .046
Likelihood Ratio 5.479 1 .019 .025 .020
Fisher's Exact Test .039 .020
c
Linear-by-Linear 5.002 1 .025 .039 .020 .016
Association
N of Valid Cases 80
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.40.
b. Computed only for a 2x2 table
c. The standardized statistic is -2.237.

kategori kepatuhan * kategori kesembuhan pengobatan


Crosstab
kategori kesembuhan
pengobatan
sembuh tidak sembuh Total
kategori kepatuhan patuh Count 9 6 15
Expected Count 5.3 9.8 15.0
% within kategori 60.0% 40.0% 100.0%
kepatuhan
% within kategori 32.1% 11.5% 18.8%
kesembuhan
pengobatan
% of Total 11.3% 7.5% 18.8%
tidak patuh Count 19 46 65
Expected Count 22.8 42.3 65.0
% within kategori 29.2% 70.8% 100.0%
kepatuhan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


% within kategori 67.9% 88.5% 81.3%
kesembuhan
pengobatan
% of Total 23.8% 57.5% 81.3%
Total Count 28 52 80
Expected Count 28.0 52.0 80.0
% within kategori 35.0% 65.0% 100.0%
kepatuhan
% within kategori 100.0% 100.0% 100.0%
kesembuhan
pengobatan
% of Total 35.0% 65.0% 100.0%

d
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. Point
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided) Probability
a
Pearson Chi-Square 5.072 1 .024 .035 .027
b
Continuity Correction 3.810 1 .051
Likelihood Ratio 4.854 1 .028 .035 .027
Fisher's Exact Test .035 .027
c
Linear-by-Linear 5.008 1 .025 .035 .027 .021
Association
N of Valid Cases 80
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.25.
b. Computed only for a 2x2 table
c. The standardized statistic is 2.238.
d. For 2x2 crosstabulation, exact results are provided instead of Monte Carlo results.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai