2018
Hasibuan, Maslinda
Universitas Sumatera Utara
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/11227
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
HUBUNGAN MOTIVASI DAN KEPATUHAN BEROBAT
PENDERITA DENGAN KESEMBUHAN PENGOBATAN
PENDERITA TB PARU DI PUSKESMAS SADABUAN
KOTA PADANGSIDIMPUAN
TAHUN 2017
SKRIPSI
Oleh
MASLINDA HASIBUAN
NIM: 131000055
SKRIPSI
Oleh
MASLINDA HASIBUAN
NIM : 131000055
beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri, dan saya tidak
dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan
ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila
saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.
Maslinda Hasibuan
i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ii
iii
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi
masalah kesehatan penting bagi masyarakat di dunia hingga saat ini termasuk
Indonesia. Jenis penelitian ini adalah kwantitatif dengan menggunakan metode
penelitian survey yang bersifat analitik dengan desain cross sectional yaitu
untuk mengetahui motivasi dan kepatuhan penderita TB paru. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh pasien TB Paru yang sudah sembuh di Puskesmas
Sadabuan pada bulan Agustus sampai bulan Februari 2018 yaitu berjumlah 80
orang. Hasil uji statistik bivariat menunjukkan bahwa variabel yang mempunyai
hubungan terhadap tingkat kesembuhan pengobatan TB paru yaitu rasa tanggung
jawab (p=0,040), dukungan keluarga/PMO (p=0,044), dorongan petugas
kesehatan (p=0,024), dan kepatuhan (p=0,024). Bagi Puskesmas lebih
meningkatkan pemantauan terhadap penderita yang tidak patuh dalam
pengobatan, seperti tidak memeriksakan dahaknya, mengambil obat pada waktu
yang telah ditentukan dan sebagainya. Petugas TB perlu memberikan informasi
kepada setiap penderita bagaimana cara agar bisa mengeluarkan dahak sehingga
tidak ada alasan bagi penderita untuk tidak memeriksakan dahaknya. Kesulitan
dalam memperoleh dahak untuk pemeriksaan diagnostik perlu segera diatasi.
iv
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
ini, yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kesehatan
skripsi ini. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai
pihak, baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu pada kesempatan ini
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera
Utara.
2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si., selaku Dekan Fakultas Kesehatan
3. Dr. Lita Sri Andayani, S.K.M, M.Kes., selaku Ketua Departemen Pendidikan
Sumatera Utara dan juga sebagai penguji II yang telah memberi masukan dan
vi
5. Dr. Eddy Syahrial, M.S., selaku Dosen Penguji I yang memberikan masukan
pendidikan.
penelitian serta para staff yang telah membantu penulis selama melakukan
penelitian.
10. Kepada Kedua orang tua tersayang ayahanda H.Sallim Hasibuan dan Ibunda
Hj.Birma Harahap, serta kakak Saleha Hsb, Parlindungan Hsb, Naimah Hsb,
Nurasiah Hsb, Siti Aliah Hsb, Roito Hsb, Ahmad Syukur Hsb, dan adik
skripsi ini.
vii
13. Teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih telah
skripsi ini.
maka saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk
Maslinda Hasibuan
viii
Halaman
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusah Masalah 7
Tujuan penelitian 8
Tujuan Umum 8
Tujuan Khusus 8
Manfaat Penelitian 8
TINJAUAN PUSTAKA 10
Motivasi 10
Definisi Motivasi 10
Teori Motivasi 11
Jenis-Jenis Motivasi 13
Tujuan Motivasi 15
Fungsi Motivasi 16
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Motivasi 17
Manfaat Motivasi 20
Kepatuhan Berobat 21
Tuberkulosis 26
Cara Penularan 27
Resiko Penularan 27
Tanda dan Gejala 28
Gejala Tuberkulosis 29
Pencegahan 30
ix
METODE PENELITIAN 45
Jenis Penelitian 45
Lokasi dan Waktu Penelitian 45
Lokasi Penelitian 45
Waktu Penelitian 45
Populasi dan Sampel 45
Populasi 45
Sampel 45
Variabel dan Definisi Operasional 46
Variabel Independen 46
Variabel Dependen 48
Metode Pengumpulan Data 48
Data Primer 48
Data Sekunder 48
Metode Pengukuran 48
Variabel Independen 48
Variabel Dependen 50
Metode Analisa Data 51
Analisis Univariat 51
Analisis Bivariat 51
HASIL PENELITIAN 52
Gambaran Umum Lokasi Penelitin 52
Letak Geografis 52
Hasil Univariat 52
Karakteristik Responden 52
Variabel Independen Terhadap Penderita Kesembuhan
Pengobatan TB Paru di Puskesmas Sadabuan Kota
Padangsidimpuan Tahun 2017 53
PEMBAHASAN 70
Distribusi Univariat 70
Karakteristik Pasien Terhadap Kesembuhan Pengobatan TB Paru 70
Rasa Tanggung Jawab Pasien Terhadap Kesembuhan
Pengobatan TB Paru 72
Dukungan Keluarga Terhadap Kesembuhan Pengobatan TB Paru 73
Dorongan Petugas Kesehatan Terhadap Kesembuhan Pengobatan
TB Paru 73
Kepatuhan Pasien Untuk Berobat Terhadap Kesembuhan
Pengobatan TB Paru 74
Keberhasilan Berobat Terhadap Kesembuhan Pengobatan TB Paru 74
Distribusi Bivariat 75
Hubungan Karakteristik Pasien Terhadap Kesembuhan
Pengobatan TB Paru 75
Hubungan Rasa Tanggung Jawab Terhadap Kesembuhan
Pengobatan TB Paru 78
Hubungan Dukungan Keluarga Terhadap Kesembuhan
Pengobatan TB Paru 79
Hubungan Dorongan Petugas Kesehatan Terhadap
xi
DAFTAR PUSTAKA 88
DAFTAR LAMPIRAN
xii
No Judul Halaman
xiii
xiv
No Judul Halaman
1 Kerangka Teori.................................................................................. 43
xv
xvi
TB Tuberkulosis
WHO World Health Organization
MDR Multidrug Resistance
DOTS Directly Observed Treatment
GERDUNAS Gerakan Terpadu Nasional
PMO Pengawasan Menelan Obat
CDR Case Detection Rate
CR Cure Rate
OAT Obat Anti Tuberkulosis
BTA Basil Tahan Asam
ARTI Annual Risk of Tuberculosis Infection
UPK Upaya Pelayanan Kesehatan
SPS Sewaktu Pagi Sewaktu
LSM Lembaga Swadaya Masyarakat
PPM Publie Private Mix
PPTI Perhimpunan Pemberatasan Tuberkulosis Indonesia
xvii
tanggal 07 Juni 1994 dan beragama Islam dengan suku Mandailing. Penulis
Hutaraja Tinggi pada tahun 2001 sampai tahun 2007, Madrasah Tsanawiyah Al-
khoir Mananti pada tahun 2007 sampai tahun 2010, Madrasah Aliyah Swasta
Muallimin Univa Medan pada tahun 2010 sampai tahun 2013 dan pendidikan S1
Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan Masyarakat pada tahun 2013
Maslinda Hasibuan
xviii
Latar Belakang
tuberkulosis yang tinggi dapat berdampak luas terhadap kualitas hidup dan
merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan
penting bagi masyarakat di dunia hingga saat ini. Tuberkulosis adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan biasa terdapat pada
paru-paru tetapi dapat mengenai organ tubuh lainnya. Sekitar 75% penderita TB
adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (Depkes RI, 2008).
Kerugian yang diakibatkan oleh penyakit tuberkulosis paru bukan hanya dari
aspek kesehatan semata tetapi juga dari aspek sosial ekonomi. Diperkirakan
sekitar 20-30% yang pada akhirnya akan berdampak terhadap ekonomi secara
1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2
buruk lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat (Depkes
RI, 2014).
kasus baru Tuberkulosis (TBC) terdapat 10,4 juta kasus TBC di dunia, meningkat
dari tahun sebelumnya hanya 9,6 juta kasus. Jumlah kasus terdiri dari 56% laki-
laki, 34% wanita dan 10% anak-anak. Indonesia berada pada peringkat kedua
negara dengan beban TB tertinggi di dunia setelah India. Adapun jumlah temuan
TBC terbesar adalah di India sebanyak 2,8 kasus, Indonesia sebanyak 1,02 juta
yang ditemukan pada tahun 2014 yang sebesar 324.539 kasus. Tuberkulosis
diperkirakan masih menyerang 9,6 juta orang dan menyebabkan 1,2 juta kematian
pada tahun 2014. Menurut jenis kelamin, jumlah kasus pada laki-laki lebih tinggi
dari pada perempuan yaitu 1,5 kali dibandingkan pada perempuan. Pada masing-
masing provinsi di seluruh Indonesia kasus lebih banyak terjadi pada laki-laki
tahun 2015 paling banyak ditemukan pada kelompok umur 25-34 tahun yaitu
sebesar 18,65% diikuti kelompok umur 45-54 tahun sebesar 17,33% dan pada
kelompok umur 35-44 tahun sebesar 17,18% (WHO, Global Tuberculosis Report,
2015).
secara signifikan. Pada saat yang sama, kekebalan ganda kuman TB Paru terhadap
besar akibat kasus yang tidak berhasil disembuhkan. Keadaan tersebut pada
dengan obat anti TB yang diawasi langsung oleh pengawas menelan obat (PMO),
Detection Rate (CDR) atau penemuan kasus TB sebesar 70%, dan Cure Rate (CR)
penemuan kasus TB Paru yang ditemukan pada Tahun 2007 sebesar 160.617
orang (69,12%) meningkat menjadi 161.115 orang (69,82%) pada Tahun 2008.
ditemukan pada tahun 2007 meningkat menjadi 82,8 % pada Tahun 2008. Akan
tetapi angka tersebut masih di bawah target yang ditetapkan oleh WHO (Depkes
RI, 2014).
penemuan kasus baru TB Paru BTA (+) di Provinsi Sumatera Utara adalah
sebesar 22.026 jiwa dan hasil cakupan penemuan kasus baru TB Paru BTA (+)
yaitu 11.818 kasus atau 76,35%. Angka ini mengalami kenaikan bila
dibandingkan dengan cakupan penemuan kasus baru tahun 2013 sebesar 72,29%
namun lebih rendah bila dibandingkan dengan tahun 2012 sebesar 82,57% dan
Kota Ambon yakni Pengawas Menelan Obat (PMO), kepatuhan berobat penderita
TB paru dan efek samping obat. Penelitian Pratiwi (2004), di Kabupaten Kudus
Barat.
Menurut Smeltzer dan Bare dalam Sujana (2015), yang menjadi alasan
utama gagalnya pengobatan adalah pasien tidak mau minum obatnya secara
teratur dalam waktu yang diharuskan. Pasien biasanya bosan harus minum banyak
obat setiap hari selama beberapa bulan, karena itu pada pasien cenderung
beberapa faktor. Menurut Mantra dalam Sujana (2015), perilaku dipengaruhi oleh
dan prasarana yang diperlukan dan terdapat dorongan yang dilandasi kebutuhan
bahwa ada hubungan antara status gizi, pendapatan, dan keteraturan berobat
tertentu.
penggerak dalam diri individu sebagai upaya untuk mencari jalan keluar. Orang
dengan motivasi tinggi akan cepat pulih dari penyakitnya. Banyak yang
dapat dibagi menjadi tiga faktor yaitu : 1) Faktor dari dalam individu, 2) Faktor
dari luar individu, dan 3) Faktor religiusitas. Faktor dari dalam individu dapat
berasal dari keinginan seseorang untuk sembuh karena adanya dorongan untuk
Pada tahun 2015 jumlah kasus penyakit TB Paru dari seluruh Puskesmas
bila dibandingkan dengan tahun 2014 sebanyak 278 kasus. (Profil Dinas
kasus TB yang tidak terdata yang disebabkan tidak adanya penanganan atau
pengobatan.
Hutaimbaru, Pintu Langit, Labuhan Rasoki dan Poken Jior. Puskesmas Sadabuan
paru klinis dan 100 BTA (+) dan angka kesembuhan sebesar 81,00% dengan
angka kesembuhan ini belum mencapai target minimal yang telah ditetapkan
WHO tersebut. Pada Bulan Juni sampai dengan Desember Tahun 2017 jumlah
motivasi berobat penderita TB Paru baik motivasi yang berasal dari individu itu
sendiri maupun dari luar dirinya. Salah satu penyebabnya adalah karena penderita
merasa bosan dan lelah dalam menjalani pengobatan karena masa pengobatan
yang cukup panjang dan sesudah minum obat 2 minggu pasien merasa lebih baik
(Amiruddin, 2008).
Perumusan masalah
Tujuan Penelitian
Padangsidimpuan.
Padangsidimpuan.
Padangsidimpuan.
Padangsidimpuan.
Padangsidimpuan.
Padangsidimpuan.
Manfaat Penelitian
berkelanjutan.
Motivasi
bahwa motivasi berasal dari Bahasa Latin, yaitu movere yang berarti bergerak
atau to move yang berarti kekuatan yang terdapat dalam diri individu yang
diartikan sebagai dorongan dalam bertindak untuk mencapai tujuan tertentu. Hasil
dorongan dan gerakan ini diwujudkan dalam bentuk perilaku. Adapun perilaku itu
pasien. Hal itu sesuai dengan yang dikatakan Siswanto (1999), bahwa motivasi
kesembuhan sebagai salah satu objek studi psikologi kesehatan akan menentukan
semangat juang para pasien untuk sembuh atau setidaknya mampu bertahan dalam
daya penggerak dalam diri individu sebagai upaya untuk mencari jalan keluar
sembuh dari penyakitnya. Secara umum dibagi menjadi tiga faktor yaitu ; faktor
dari dalam individu, faktor dari luar individu dan faktor religiusitas. Faktor dari
dalam individu dapat berasal dari keinginan seseorang untuk melepaskan dirinya
dari rasa sakit yang dideritanya. Faktor dari luar individu adalah lingkungan
10
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
11
sekitar individu dapat berupa dukungan keluarga dan dorongan petugas (Siswanto,
1999).
yang mendorong perilaku ke arah tujuan. Motivasi itu mempunyai 3 aspek, yaitu :
(1) keadaan terdorong dalam diri organisme (a driving state), yaitu kesiapan
mental seperti berpikir dan ingatan; (2) perilaku yang timbul terarah karena
Teori Motivasi
pada kekuatan harapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti oleh suatu hasil
tertentu dan pada daya tarik dari hasil itu bagi orang yang bersangkutan. Kuatnya
betapa kuatnya keyakinan yang terdapat dalam dirinya bahwa ia akan dapat
Teori ini mengandung tiga variabel, yaitu daya tarik, hubungan antara
prestasi dengan imbalan serta hubungan antara usaha dan prestasi. Daya tarik
adalah sampai sejauh mana seseorang merasa pentingnya hasil atau imbalan yang
tertentu tergantung pada tujuan khusus orang yang bersangkutan dan pada
persepsi orang tersebut tentang nilai suatu prestasi sebagai wahana untuk
mempengaruhi tindakan di masa datang dalam suatu siklus proses belajar. Dalam
pandangan teori ini jika seseorang individu berperilaku tertentu dan diikuti oleh
negatif, maka perilaku ini cenderung tidak akan diulang di masa datang
(Notoatmodjo, 2003).
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa inti teori ini terletak pada
akan cenderung untuk tidak mengulangi tindakan tersebut terlepas dari dalam diri
luar dirinya seperti sikap pimpinan, pengaruh rekan kerja dan sejenisnya (Siagian,
1995).
dirinya seperti dukungan keluarga, pengawasan PMO dan dorongan petugas dapat
berobat. Bentuk penguatan tersebut dapat berupa perhatian maupun teguran dari
keluarga dan PMO bila penderita jenuh dalam menjalani proses pengobatan, serta
dalam diri seseorang. Motivasi ini terkadang muncul tanpa pengaruh apa pun dari
luar. Biasanya orang yang termotivasi secara intrinsik lebih mudah terdorong
untuk mengambil tindakan. Bahkan, mereka bisa memotivasi dirinya sendiri tanpa
perlu dimotivasi orang lain. Semua ini terjadi karena ada prinsip tertentu yang
intrinsik yaitu :
a. Kebutuhan (need)
b. Harapan (Expectancy)
tujuan.
c. Minat
Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keinginan pada suatu hal
intrinsik, yaitu motivasi yang muncul karena pengaruh lingkungan luar. Motivasi
ini menggunakan pemicu untuk membuat seseorang termotivasi. Pemicu ini bisa
berupa uang, bonus, insentif, penghargaan, hadiah, gaji besar, jabatan, pujiandan
seseorang. Seseorang bisa berubah pikiran dari yang tidak mau menjadi mau
ekstrinsik adalah :
a. Dorongan keluarga
merupakan bentuk dukungan nyata dari kepedulian dan tanggung jawab para
anggota keluarga.
b. Lingkungan
Selain keluarga, lingkungan juga mempunyai peran yang besar dalam memotivasi
c. Imbalan
sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil dan mencapai tujuan. Setiap tindakan
motivasi seseorang mempunyai tujuan yang akan dicapai. Makin jelas tujuan yang
diharapkan atau akan dicapai, maka semakin jelas pula bagaimana tindakan
memotivasi itu dilakukan. Tindakan memotivasi akan lebih dapat berhasil apabila
tujuannya jelas dan didasari oleh yang dimotivasi. Oleh karena itu, setiap orang
yang akan memberikan motivasi pada seseorang harus mengenal dan memahami
direncanakansebelumnya.
2) Motivasi sedang:21-40
“subjective” atau faktor intrinsik dan yang kedua adalah faktor “objective” atau
faktor ekstrinsik.
dengan pekerjaanya yang sering disebut pula sebagai “job content factor”. Faktor
mana semuanya itu dapat terpenuhi secara positif bagi petugas, maka sejauh itu
memengaruhi motivasi seseorang ada yang bersifat internal dan eksternal. Faktor
Setiap orang ingin diikut sertakan dan ngin diakui sebagai orang yang
berpotensi, dan pengakuan ini akan menimbulkan rasa percaya diri dan siap
Pekerjaan itu sendiri merupakan faktor motivasi bagi pegawai untuk berforma
sesuatu, tugas itu cukup menarik, tugas yang memberikan tantangan bagi
6) Kemajuan (Advancement)
potensi diri akan menjadi motivasi yang kuat bagi pegawai untuk bekerja lebih
1). Gaji
Tidak ada satu organisasipun yang dapat memberikan kekuatan baru kepada
kompensasi yang realitis dan gaji bila digunakan dengan benar akan
memotivasi pegawai.
Dengan kondisi kerja yang nyaman, aman dan tenang serta didukung oleh
peralatan yang memadai, karyawan akan merasa betah dan produktif dalam
bekerja sehari-hari.
suasana atau hubungan kerja yang harmonis antara sesama pegawai maupun
evaluasi dan informasi secara tepat kepada pekerja juga merupakan pengaruh
6). Status
Merupakan posisi atau peringkat yang ditentukan secara sosial yang diberikan
kepada kelompok atau anggota kelompok dari orang lain Status pekerja
istimewa yang diberikan serta peralatan dan lokasi kerja yang dapat
menunjukkan statusnya.
gairah kerja, sehingga produktivitas kerja meningkat. Sementara itu manfaat yang
yang ditetapkan dan dalam skala waktu yang sudah ditentukan, serta orang senang
melakukan pekerjaannya.
akan membuat orang senang melakukannya. Orang pun akan merasa dihargai atau
diakui, hal ini terjadi karena pekerjaannya itu betul-betul berharga bagi orang
yang termotivasi, sehingga orang tersebut akan bekerja keras. Hal ini dimaklumi
karena dorongan yang begitu tinggi menghasilkan sesuai target yang mereka
tetapkan.
Kinerjanya akan dipantau oleh individu yang bersangkutan dan tidak akan
Kepatuhan Berobat
Menurut Sacket dalam Ester (2014), kepatuhan pasien adalah sejauh mana
bahwa 20% jumlah opname di rumah sakit merupakan akibat dari ketidaktaatan
suatu tindakan atau upaya untuk secara teratur menjalani pengobatan. Penderita
yang patuh berobat adalah yang menyelesaikan pengobatannya secara teratur dan
penderita yang tidak patuh berobat dan minum obat bila frekuensi minum obat
Tak seorang pun mematuhi instruksi jika ia salah paham tentang instruksi
oleh pasien.
hal lain.
2. Kualitas Interaksi
bagian yang penting dalam menentukan derajat kepatuhan. Hal ini perlu
ditingkatkan untuk memberikan umpan balik pada pasien setelah memperole saat
ini, apa penyebabnya dan apa yang dapat mereka lakukan dengan kondisi seperti
ini.
3. Tingkat ekonomi
untuk memenuhi segala kebutuhan hidup, akan tetapi ada kalanya penderita TB
Paru sudah pensiun dan tidak bekerja namun biasanya ada sumber keuangan lain
yang bisa digunakan untuk membiayai semua program pengobatan dan perawatan
(Suparyanto, 2010).
4. Perilaku sehat.
oleh karena itu perlu dikembangkan suatu strategi yang bukan hanya untuk
dan penghargaan terhadap diri sendiri terhadap perilaku yang baru tersebut
(Suparyanto, 2010).
pengobatan yang dapat mereka terima juga dapat memberikan dukungan dan
bentuk, yaitu;
Dukungan Penilaian
kejadian depresi dengan baik dan strategi koping yang dapat digunakan
Dukungan Instrumental
Material Support), suatu kondisi dimana benda atau jasa akan membantu
Dukungan Informasi
nasehat pengarahan, saran atau umpan balik tentang apa yang dilakukan
menyarankan tentang dokter, terapi yang baik bagi dirinya dan tindakan
Dukungan Emosional
semangat.
kepribadian secara benar dibedakan antara orang yang patuh dengan orang yang
gagal. Orang-orang yang tidak patuh adalah orang-orang yang lebih mengalami
ego yang lebih lemah dan yang kehidupan sosialnya lebih memusatkan perhatian
pada dirinya sendiri. Blumenthal et al dalam Ester (2000), mengatakan bahwa ciri-
TB (OAT) yang diminum secara teratur sampai selesai dengan pengawasan yang
ketat. Masa pemberian obat memang cukup lama yaitu 6-8 bulan secara terus-
menerus, sehingga dapat mencegah penularan kepada orang lain. Oleh sebab itu,
para penderita TB jika ingin sembuh harus minum obat secara teratur. Tanpa
adanya keteraturan minum obat, penyakit sulit disembuhkan. Jika tidak teratur
minum obat penyakitnya sukar diobati, kuman TB dalam tubuh akan berkembang
semakin banyak dan menyerang organ tubuh lain yang akan membutuhkan waktu
a. Tingkat pendidikan
Pada sarana dan prasarana memadai, penderita TB paru lebih banyak yang
teratur minum obat dan yang tidak teratur terbukti lebih sedikit.
Tuberkulosis
Sebagian besar kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ
tubuh lainnya termasuk meninges, ginjal, tulang, dan limfe (Smeltzer dan
jaringan yang terinfeksi dan oleh hipersensifitas yang diperantarai sel (cell
pada pewarnaan sehingga disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TB
Paru cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup
beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini
dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun (Depkes RI, 2014).
positif yang belum diobati. Kuman TB menyebar dalam bentuk percikan dahak
(droplet nuclei), pada waktu penderita batuk atau bersin. Sekali batuk dapat
menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Percikan dahak dapat bertahan selama
beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. Daya penularan seorang
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut (Depkes
RI, 2014).
TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1 %, berarti diantara 1000 penduduk terdapat
sepuluh orang terinfeksi setiap tahun. ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3 %.
2014).
muncul adalah :
mencapai 40° - 41℃ yang hilang timbul sehingga pasien merasa tidak pernah
terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh
daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi mycobacterium tuberculosis
yang masuk.
Batuk . Gejala ini banyak ditemukan. Terjadi karena adanya iritasi pada
radang. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja
batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah
dari batuk kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi
batuk purulen (menghasilkan sputum) timbul dalam jangka waktu lama (lebih dari
3 minggu). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah pada tuberkulosis
karena terdapat pecahnya pembuluh darah. Kebanyakan batuk darah ini terjadi
Sesak nafas. Pada penyakit ringan belum ditemukan atau dirasakan. Sesak
akan terjadi pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi
Nyeri dada. Gejala ini jarang ditemukan, nyeri dada timbul bila infiltrasi
sering ditemukan seperti anoreksia tidak nafsu makan, badan makin kurus (berat
badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam. Gejala malaise
makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.
Pada atelektasis terdapat gejala berupa : sianosis, sesak nafas, dan kolaps. Bagian
dada klien tidak bergerak pada saat bernafas dan jantung terdorong ke sisi yang
sakit. Pada rontgen dada tampak bayangan hitam pada sisi yang sakit dan
batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala
tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas,
nafsu makan menurun, berat badan menurun, rasa kurang enak badan (malaise),
berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.
Setiap orang dengan gejala tersebut dianggap sebagai seorang tersangka (suspek)
RI, 2014).
penularannya adalah :
a. Kebersihan ruangan dalam rumah terjaga terutama kamar tidur dan setiap
alami dan ventilasi untuk pertukaran udara serta usahakan agar sinar
matahari dapat masuk ke setiap ruangan dalam rumah melalui jendela atau
genting kaca, karena kuman TBC mati dengan sinar matahari yang
d. Minum obat secara teratur sampai selesai, gunakan Pengawas Minum Obat
lain.
penutup mulut atau masker, dan bila akan membuang dahak maka harus
vaksinasi BCG.
umumnya.
dengan cara dirawat di rumah sakit hanya dilakukan bagi penderita dengan
dan orang lain yang terindikasi, dengan vaksin BCG dan tindak lanjut bagi
oleh dokter dan diminum dengan tekun dan teratur, selama 6 bulan sampai
dilakukan dengan penyediaan nutrisi yang baik, sanitasi yang adekuat, perumahan
yang tidak terlalu padat dan udara yang segar merupakan tindakan yang efektif
a. Bagi masyarakat
b. Bagi penderita
pengobatan pencegahan.
secara aktif baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat untuk meningkatkan
cakupan penemuan tersangka penderita TB. Selain itu, semua kontak penderita
dokter biasanya berpegang pada tiga patokan utama. Pertama, hasil wawancaranya
tentang keluhan pasien dan hasil pemeriksaan yang dilakukan pada pasien yang
paru yang akan diperiksanya. Selain ketiga patokan tersebut kadang dokter juga
Paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura
(selaput paru) dan kelenjar pada hilus. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB
Pagi-Sewaktu (SPS) hasilnya BTA positif. Satu spesimen dahak SPS hasilnya
negatif dan foto toraks menunjukkan gambaran TB. Tidak ada perbaikan setelah
1. Baru adalah penderita yang belum pernah diobati dengan Obat Anti
Tuberkulosis (OAT) atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu
bulan (4 minggu).
berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
positif atau kembali menjadi positif pada bulan ke lima atau lebih selama
pengobatan.
melanjutkan pengobatannya.
OAT diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam jumlah
cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Pengobatan TB Paru
diberikan dalam dua tahap, yaitu tahap awal (intensif) dan lanjutan.
Tahap Awal (Intensif). Pada tahap awal (Intensif) penderita mendapat obat
setiap hari dan perlu diawasi langsung untuk mencegah terjadinya resistensi
biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
Sebagian besar penderita TB Paru BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)
dalam 2 bulan.
Tahap Lanjutan. Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih
sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk
kekambuhan.
Apabila paduan obat yang digunakan tidak adekuat (jenis, dosis dan
RI, 2002).
Hasil Pengobatan
1. Sembuh
2. Pengobatan Lengkap
3. Meninggal
apapun.
4. Pindah
6. Gagal
lainnya.
ISTC.
kesembuhan TB Paru yang dapat dicapai oleh program hanya 40-60% saja.
Dengan strategi DOTS diharapkan angka kesembuhan dapat dicapai minimal 85%
kasus secara baik dan akurat. Kemudian, setiap pasien harus diobservasi dalam
memakan obatnya, setiap obat yang ditelan pasien harus di depan seorang
pengawas. Pasien juga harus menerima pengobatan yang tertata dalam sistem
pengelolaan, distribusi dan penyediaan obat secara baik. Kemudian setiap pasien
harus mendapat obat yang baik, artinya pengobatan jangka pendek standard yang
telah terbukti ampuh secara klinik. Akhirnya, harus ada dukungan dari pemerintah
penderita agar secara langsung dapat mengawasi keteraturan menelan obat dan
melakukan pelacakan bila penderita tidak datang mengambil obat sesuai dengan
yang ditetapkan.
dana.
adalah :
kesehatan maupun penderita, selain itu harus disegani dan dihormati oleh
penderita.
penderita.
desa,perawat, sanitarian, juru imunisasi, dan lain-lain. Bila tidak ada petugas
kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru,
selesai pengobatan.
3. Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah
ditentukan.
Landasan Teori
Menurut teori Feurustein dalam Niven (2002), ada lima faktor yang
Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap
Pendidikan
Akomodasi
Meningkatkan Interaksi
Profesional Kesehatan dan
Pasien
Gambar 1. Skema Modifikasi Teori Freustein dalam Niven (2002) dan Teori
Friedman (1998)
Kerangka Konsep
Kerangka konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Karakteristik Individu
Jenis kelamin
Umur
Pendidikan
Pekerjaan
Motivasi Intrinsik
Rasa Tanggung
Jawab
Kesembuhan
Motivasi Ekstrinsik
pengobatan
Dukungan keluarga
Dorongan petugas
Kepatuhan Berobat
Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan menggunakan metode
penelitian survey yang bersifat analitik dengan desain cross sectional yaitu
ini belum mencapai target yang ditetapkan WHO yaitu minimal 85% dan
merupakan angka kesembuhan yang paling rendah dari sembilan puskesmas yang
selesai.
yang sudah sudah menjalani pengobatan 6-8 bulan di Puskesmas Sadabuan pada
sampel sama dengan jumlah populasi (Sugiono, 2007). Alasan mengambil total
sampling karena menurut Sugiono (2007) jumlah populasi yang kurang dari 100
maka seluruh populasi di jadikan sampel penelitian . Sampel yang di ambil dari
penelitian ini adalah 80 orang dari 16 desa/kelurahan yaitu Batang Ayumi Julu (4
44
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
45
Sadabuan (10 orang), Wek I (6 orang), Batang Ayumi Jae (4 orang), Tano Bato (3
orang), Tobat (4 orang), Wek II (5 orang), Wek III (8 orang) dan Wek IV (8
orang).
1. Karakteristik individu
a. Jenis kelamin
b. Umur
Umur adalah lama waktu perjalanan hidup responden yang dihitung sejak
c. Pendidikan
d. Pekerjaan
Motivasi intrinsik adalah motivasi yang timbul dari dalam individu sendiri
tanpa ada paksaan dorongan lain, tetapi atas dasar kemauan sendiri untuk
3. Motivasi ekstrinsik
a. Dukungan keluarga
b. Dorongan petugas
Paru yang meliputi memberi dorongan kepada penderita agar mau berobat
4. Kepatuhan berobat
dan perilaku yang disarankan oleh dokternya atau orang lain. Kepatuhan
8 bulan (WHO).
1. Kesembuhan pengobatan
hasil tes sputum dinyatakan BTA negatif dan rontgen dada menunjukkan
bulan.
sebelumnya.
Metode Pengukuran
1. Motivasi
2. Baik, apabila nilai yang diperoleh ≥75% dari seluruh skor yang
diperoleh.
3. Kurang, apabila nilai yang diperoleh <40% dari seluruh skor yang
diperoleh.
4. Kepatuhan pasien
dengan cara teratur dan lengkap tanpa terputus selama minimal 6 bulan
1. Baik, apabila nilai yang diperoleh ≥75% dari seluruh skor yang
diperoleh.
2. Kurang, apabila nilai yang diperoleh <40% dari seluruh skor yang
diperoleh.
1. Kesembuhan Pengobatan
1. Baik, apabila nilai yang diperoleh ≥75% dari seluruh skor yang
diperoleh.
yangdiperoleh.
dideskripsikan.
Sidimpuan dengan menggunakan uji Chi Square dengan tingkat kemaknaan (α) =
2. Ho diterima jika p > α (0,05) maka tidak terdapat hubungan antara variable
terdiri dari 16 desa/kelurahan yaitu Batang Ayumi Julu, Bincar, Kantin, Kayu
Batang Ayumi Jae, Tano Bato, Tobat, Wek II, Wek III dan Wek IV. Mayoritas
Hasil Univariat
51
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
52
Tabel 1
Distribusi Karakteristik Responden Pasien TB Paru di Puskesmas Sadabuan Kota
Padangsidimpuan Tahun 2017
Karakteristik Responden Jumlah (f) Persen (%)
Jenis Kelamin
Laki-laki 48 60,0
Perempuan 32 40,0
Total 80 100,0
Umur
Tua (>50) 10 12,5
Muda (12-50 tahun) 70 87,5
Total 80 100,0
Pendidikan
Rendah (Tidak sekolah,tamat SD, tamat 76 95,0
SMP, tamat SMA)
Tinggi (D3, Sarjana) 4 5,0
Total 80 100,0
Pekerjaan
Tidak bekerja 22 27,5
Bekerja 58 72,5
Total 80 100,0
Berdasarkan tabel 1 diatas diketahui dari 80 responden pasien TB Paru
berdasarkan jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki yaitu 48 orang (60,0%) dan
adalah Muda (12-50 tahun) yaitu 70 orang (87,5%) dan selebihnya berusia tua.
dan selebihnya berpendidikan tinggi, responden yang tidak bekerja yaitu sebanyak
Tabel 2
Distribusi Rasa Tanggung Jawab Responden di Puskesmas Sadabuan Kota
Padangsidimpuan Tahun 2017
Ya Tidak Total
Pertanyaan
n % n % n %
orang (57,5%) yang selalu berperilaku hidup bersih dan sehat. Ada 42 orang
Tabel 3
Distribusi Kategori Rasa Tanggung Jawab Responden di Puskesmas Sadabuan
Kota Padangsidimpuan Tahun 2017
Rasa Tanggung Jawab Jumlah (f) Persen (%)
Baik 26 32,5
Kurang 54 67,5
Total 80 100,0
Berdasarkan tabel 3 Distribusi kategori rasa tanggung jawab dari 80
orang responden diperoleh rasa tanggung jawab yang baik yaitu sebanyak 26
orang (32,5%) dan rasa tanggung jawab dengan kategori kurang yaitu sebanyak
54 orang (67,5%).
frekuensi uraian jawaban rasa tanggung jawab responden pasien TB Paru dengan
Tabel 4
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Dukungan Keluarga /PMO Responden di
Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2017
Jawaban
Dukungan Keluarga/PMO n %
Mengawasi minum obat secara teratur
a. Keluarga 54 67,5
b. Petugas kesehatan 26 33,5
c. Tetangga
Makanan apa yang sering dikonsumsi
a. Makanan yang protein (telur, ikan air tawar dan susu) 56 70,0
b. Madu 24 30,0
c. Buah(papaya,jeruk,alpukat dan tomat)
d. Sayur (wortel,bayam,kol, brokoli)
Mengingatkan periksa ulang dahak pada waktu yang ditentukan
a. Petugas 58 72,5
b. Keluarga 22 27,5
c. Tetangga
Menggantikan minum mengambil obat ke Puskesmas
a. Keluarga 54 67,5
b. Tetangga 26 32,5
c. Petugas kesehatan
Keluarga/PMO pernah mengingatkan minum obat
a. Ya 52 65,0
b. Tidak 28 35,0
minum obat dengan jawaban yang benar yaitu 52 orang (65,0%). Mengawasi
minum obat secara teratur dengan jawaban benar yaitu 54 orang (67,5%).
Mengingatkan periksa ulang dahak pada waktu yang ditentukan dengan jawaban
Tabel 5
Distribusi Kategori Dukungan Keluarga/PMO Responden di Puskesmas
Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2017
Dukungan Keluarga Jumlah (f) Persen (%)
Baik 32 40,0
Kurang 48 60,0
Total 80 100,0
Berdasarkan tabel 5 Distribusi kategori Dukungan keluarga/PMO dari 80
orang responden diperoleh dukungan keluarga dengan kategori yang baik yaitu
sebanyak 32 orang (40,0%) dan dukungan keluarga dengan kategori kurang yaitu
frekuensi uraian jawaban rasa tanggung jawab responden pasien TB Paru dengan
Tabel 6
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Dorongan Petugas Kesehatan di
Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2017
Ya Tidak Total
Pertanyaan
n % n % n %
Petugas pernah memberikan 60 75,0 2 25,0 80 100,0
penyuluhan tentang TB baik di 0
puskesmas
Petugas pernah menanyakan 54 67,5 2 32,5 80 100,0
keadaan/kemajuan yang saudara 6
rasakan selama pengobatan ini
Petugas pernah mengingatkan akibat 54 67,5 2 32,5 80 100,0
bila tidak minum obat secara teratur 6
Petugas pernah menganjurkan saudara 60 75,0 2 25,0 80 100,0
supaya minum obat secara teratur 0
Petugas pernah menjelaskan tentang 62 77,5 1 22,5 80 100,0
jadwal minum obat 8
Petugas pernah menganjurkan 58 72,5 2 27,5 80 100,0
memakai masker 2
Petugas pernah menganjurkan 56 70,0 2 30,0 80 100,0
pemeriksaan Lab sesuai jadwal 4
Tabel 7
Distribusi Kategori Dorongan Petugas Kesehatan di Puskesmas Sadabuan Kota
Padangsidimpuan Tahun 2017
Dorongan Petugas kesehatan Jumlah (f) Persen (%)
Baik 24 30,0
Kurang 56 70,0
Total 80 100,0
baik yaitu sebanyak 24 orang (30,0%) dan dorongan petugas kesehatan dengan
Tabel 8
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kepatuhan Pasien Untuk Berobat
di Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2017
Jawaban
Kepatuhan Pasien Untuk Berobat
n %
Minum obat pada pengobatan tahap awal
a. Setiap hari 16 20,0
b. 3 kali sehari 64 80,0
c. 3 kali seminggu
Minum obat sesuai dengan dosis yang ditentukan
a. Ya 16 20,0
b. Tidak 64 80,0
(Bersambung)
Tabel 8
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kepatuhan Pasien Untuk
Berobat di Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2017
Jawaban
Kepatuhan Pasien Untuk Berobat
n %
Berobat ke puskesmas sesuai kesepakatan petugas
kesehatan
a. Ya 14 17,5
b. Tidak 66 82,5
Periksa dahak selama pengobatan
a. Sekali 14 17,5
b. 2 kali 66 82,5
c. 3 kali
Pengobatan tahap lanjut (4 bulan )
a. 3 kali seminggu 16 20,0
b. Setiap hari 64 80,0
c. Tidak teratur
Padangsidimpuan Tahun 2017 bahwa minum obat pada pengobatan tahap awal
dengan jawaban yang benar yaitu 16 orang (20,0%). Minum obat sesuai dengan
dosis yang ditentukan yaitu 16 orang (20,0%). Periksa dahak selama pengobatan
Tabel 9
Distribusi Kategori Kepatuhan Pasien Untuk Berobat di Puskesmas Sadabuan
Kota Padangsidimpuan Tahun 2017
Kepatuhan Pasien Untuk Berobat Jumlah (f) Persen (%)
Patuh 16 20,0
Tidak patuh 64 80,0
Total 80 100,0
Berdasarkan tabel 9 distribusi kategori kepatuhan pasien untuk berobat
dengan kategori yang patuh yaitu sebanyak 16 orang (20,0%) dan kategori
kepatuhan pasien untuk berobat dengan kategori tidak patuh yaitu sebanyak 64
orang (80,0%).
frekuensi uraian jawaban rasa tanggung jawab responden pasien TB Paru dengan
Tabel 10
Distribusi Frekuensi Kesembuhan pengobatan di Puskesmas Sadabuan Kota
Padangsidimpuan Tahun 2017
Jawaban
Keberhasilan Berobat
n %
Lama minum obat TB Paru
a. 6-8 bulan 12 15,0
b. 5 bulan 68 85,0
c. 2 bulan
Yang mendampingi anda selama berobat
a. Keluarga 14 17,5
b. Petugas Kesehatan 66 82,5
c. Teman
Pencegahan yang anda lakukan selama sakit
a. Menggunakan masker 12 15,0
b. Memisahkan alat makan 68 85,0
c. Menjauh dari keluarga
Gejala yang timbul setelah selesai pengobatan
a. Demam,batuk,sesak nafas dan nyeri dada 14 17,5
b. Susah tidur 66 82,5
c. Tidak ada
Hasil akhir dari pemeriksaan dahak 14 17,5
a. BTA (-) 66 82,5
b. BTA (+)
c. Masih ada kuman
Berdasarkan tabel 10 diatas diketahui bahwa distribusi frekuensi
Tahun 2017 bahwa Pencegahan yang anda lakukan selama sakit dengan yang
benar yaitu 12 orang (15,0%). Hasil akhir dari pemeriksaan dahak yaitu sebanyak
14 orang (17,5%).
Tabel 11
Distribusi Kategori Kesembuhan pengobatan di Puskesmas Sadabuan Kota
Padangsidimpuan Tahun 2017
Kesembuhan Pengobatan Jumlah (f) Persen (%)
Sembuh 28 35,0
Tidak sembuh 52 65,0
Total 80 100,0
Berdasarkan tabel 11 distribusi kategori keberhasilan berobat dari 80 orang
sebanyak 28 orang (35,0%) dan kategori tidak berhasil yaitu sebanyak 52 orang
(65,0%).
Hasil uji bivariat responden pada penelitian ini mencakup pengaruh jenis
1. Jenis kelamin
berikut :
Tabel 12
Hubungan Jenis Kelamin dengan Kesembuhan Pengobatan TB Paru di
Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2017
Kesembuhan Pengobatan
Sembuh Tidak Total P
Jenis Kelamin
Sembuh
n % n % n %
Laki-laki 16 33,3 32 66,7 48 100,0
Perempuan 12 37,5 20 62,5 32 100,0 0,702
pengobatan TB Paru dan 32 orang (66,7%) yang tidak sembuh, sedangkan dari 32
berarti p> 0,05 keputusan uji Ho diterima sehingga dapat disimpulkan tidak ada
2. Umur
Tabel 13
Hubungan umur dengan Kesembuhan Pengobatan TB Paru di Puskesmas
Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2017
Kesembuhan Pengobatan
Sembuh Tidak Total
Umur P
Sembuh
n % n % n %
Tua (>50) 4 40,0 6 60,0 10 100,0
0,734
Muda (12-50 tahun) 24 34,3 46 65,7 70 100,0
Paru dan 6 orang (60,0%) yang tidak sembuh, sedangkan 70 orang yang berusia
berarti p> 0,05 keputusan uji Ho diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa
tidak ada hubungan yang bermakna antara umur responden dengan kesembuhan
3. Pendidikan
Tabel 14
Hubungan Pendidikan dengan Kesembuhan Pengobatan TB Paru di Puskesmas
Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2017
Kesembuhan Pengobatan
Sembuh Tidak Total
Pendidikan P
Sembuh
n % n % n %
Rendah (Tidak Sekolah,
Tamat SD, Tamat SMP, 24 31,6 52 68,4 76 100,0
Tamat SMA) 0,013
Tinggi (D3, Sarjana) 4 100,0 0 ,0 4 100,0
berarti p< 0,05 keputusan uji Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa ada
Tahun 2017.
4. Pekerjaan
Tabel 15
Hubungan Pekerjaan dengan Kesembuhan Pengobatan TB Paru di Puskesmas
Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2017
Kesembuhan Pengobatan
Sembuh Tidak Total
Pekerjaan P
Sembuh
n % n % n %
Tidak bekerja 7 31,8 15 68,2 22 100,0
0,713
Bekerja 21 36,2 37 63,8 58 100,0
TB Paru dan 15 orang (68,2%) yang tidak sembuh, sedangkan dari 58 orang
berarti p> 0,05 keputusan uji Ho diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa
Tahun 2017.
Tabel 16
Hubungan Rasa Tanggung Jawab dengan Kesembuhan Pengobatan TB Paru di
Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan 2017Tahun
Kesembuhan Pengobatan
Tidak Total
Rasa Tanggung Jawab Sembuh P
Sembuh
n % n % n %
Baik 5 19,2 21 80,8 26 100,0
0,040
Kurang 23 42,6 31 57,4 54 100,0
Berdasarkan tabel 16 diatas diketahui dari 26 orang responden dengan
rasa tanggung jawab baik, hanya 5 orang (19,2%) yang sembuh dengan
sedangkan dari 54 orang responden dengan rasa tanggung jawab kurang yang
sembuh sebanyak 23 orang (42,6%) dan 31 orang (57,4%) yang tidak sembuh.
berarti p< 0,05 keputusan uji Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan ada
2017.
Tabel 17
Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kesembuhan Pengobatan TB Paru di
Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2017
Kesembuhan Pengobatan
Tidak Total
Dukungan Keluarga Sembuh P
Sembuh
n % n % n %
Baik 7 21,9 25 78,1 32 100,0
0,044
Kurang 21 43,8 27 56,3 48 100,0
Berdasarkan tabel 17 diatas diketahui dari 32 orang responden dengan
berarti p< 0,05 keputusan uji Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan ada
2017.
Tabel 18
Hubungan Dorongan Petugas Kesehatan dengan Kesembuhan Pengobatan TB
Paru di Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2017
Kesembuhan Pengobatan
Dorongan Petugas Sembuh Tidak Total
P
Kesehatan Sembuh
n % n % n %
Baik 4 16,7 20 83,3 24 100,0
0,024
Kurang 24 42,9 32 57,1 56 100,0
dorongan petugas kesehatan baik, terdapat 4 orang (16,7%) yang sembuh dengan
berarti p < 0,05 keputusan uji Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa ada
2017.
Tabel 19
Hubungan Kepatuhan Pasien Untuk Berobat dengan Kesembuhan Pengobatan
TB Paru di Puskesmas Sadabuan Kota Padangsidimpuan Tahun 2017
Kesembuhan Pengobatan
Kepatuhan Pasien Sembuh Tidak Total
P
Untuk Berobat Sembuh
n % n % n %
Patuh 9 56,3 7 43,8 16 100,0
0,024
Tidak Patuh 19 29,7 45 70,3 64 100,0
kepatuhan pasien untuk berobat yang patuh, terdapat 9 orang (56,3%) yang
tidak sembuh, sedangkan dari 64 orang responden dengan kepatuhan pasien untuk
berobat yang tidak patuh, terdapat 19 orang (29,7%) yang sembuh dengan
berarti p < 0,05 keputusan uji Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa ada
2017.
Distribusi Univariat
a. Jenis kelamin
berarti p> 0,05 keputusan uji Ho diterima sehingga dapat disimpulkan tidak ada
TB Paru. Menurut asumsi peneliti hal ini disebabkan perempuan lebih sering
mungkin berhubungan dengan aib dan rasa malu lebih dirasakan pada perempuan
69
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
70
b. Umur
responden berusia Tua, hanya 4 orang (40,0%) yang sembuh dengan kesembuhan
pengobatan TB Paru dan 6 orang (60,0%) yang tidak sembuh, sedangkan 70 orang
yang berusia muda, hanya 24 orang (34,3%) yang sembuh dengan kesembuhan
berarti p> 0,05 keputusan uji Ho diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa
tidak ada hubungan yang bermakna antara umur responden dengan kesembuhan
c. Pendidikan
berarti p< 0,05 keputusan uji Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa ada
Tahun 2017. Ada hubungan yang bermakna antara pendidikan penderita TB Paru
d. Pekerjaan
responden yang tidak bekerja, sebanyak 7 orang yang sembuh dengan kesembuhan
pengobatan TB Paru dan 15 orang yang tidak sembuh, sedangkan dari 58 orang
berarti p> 0,05 keputusan uji Ho diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa
Tahun 2017.
paru. Berdasarkan hasil uji statistik distribusi frekuensi rasa tanggung jawab
yaitu wajib meminum obat selama 6 bulan sebanyak 76 orang (95,0%). Perlu
Terdapat 46 orang (57,5%) yang selalu berperilaku hidup bersih dan sehat. Ada 42
rasa tanggung jawab yang baik yaitu sebanyak 26 orang (32,5%) dan rasa
yang benar yaitu 52 orang (65,0%). Mengawasi minum obat secara teratur dengan
jawaban benar yaitu 54 orang (67,5%). Mengingatkan periksa ulang dahak pada
diperoleh dukungan keluarga dengan kategori yang baik yaitu sebanyak 32 orang
(40,0%) dan dukungan keluarga dengan kategori kurang yaitu sebanyak 48 orang
(60,0%).
akibat bila tidak minum obat secara teratur sebanyak 54 orang (67,5%).
diperoleh dorongan petugas kesehatan dengan kategori yang baik yaitu sebanyak
24 orang (30,0%) dan dorongan petugas kesehatan dengan kategori kurang yaitu
Padangsidimpuan Tahun 2017 bahwa minum obat pada pengobatan tahap awal
dengan jawaban yang benar yaitu 16 orang (20,0%). Minum obat sesuai dengan
dosis yang ditentukan yaitu 16 orang (20,0%). Periksa dahak selama pengobatan
yang patuh yaitu sebanyak 16 orang (20,0%) dan kategori kepatuhan pasien untuk
bahwa Pencegahan yang anda lakukan selama sakit dengan yang benar yaitu 12
orang (15,0%). Hasil akhir dari pemeriksaan dahak yaitu sebanyak 14 orang
(17,5%).
28 orang (35,0%) dan kategori tidak berhasil yaitu sebanyak 52 orang (65,0%).
Distribusi Bivariat
adalah:
a. Jenis kelamin
pengobatan TB Paru dan 32 orang yang tidak sembuh, sedangkan dari 32 orang
responden perempuan yang sembuh sebanyak 12 orang dan 20 orang yang tidak
sembuh. Pada hail statistik uji Chi-square menunjukkan p = 0,702 hal ini berarti
p> 0,05 keputusan uji Ho diterima sehingga dapat disimpulkan tidak ada
TB Paru. Menurut asumsi peneliti hal ini disebabkan perempuan lebih sering
mungkin berhubungan dengan aib dan rasa malu lebih dirasakan pada perempuan
dikucilkan dari keluarga dan lingkungan akibat penyakitnya. Penelitian ini sejalan
tidak ada hubungan yang signifikan dengan kejadian TB Paru (p=0,360) dan juga
kebiasaan sering tidak menutup mulut pada saat batuk, yang dapat membuat
penularan TB Paru pada orang-orang yang sehat serta peningkatan kasus TB Paru
dipengaruhi oleh daya tahan tubuh, status gizi dan kebersihan diri individu.
b. Umur
pengobatan TB Paru dan 6 orang (60,0%) yang tidak sembuh, sedangkan 70 orang
yang berusia muda, hanya 24 orang (34,3%) yang sembuh dengan kesembuhan
pengobatan TB Paru dan 46 orang (65,7%) yang tidak sembuh. Pada hasil analisis
statistic dengan uji statistik Chi-square menunjukkan p = 0,734 hal ini berarti p>
0,05 keputusan uji Ho diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada
penelitian Elisa dkk (2014) tidak ada hubungan antara umur dengan kesembuhan
TB Paru. Pada pasien berumur 12-50 tahun lebih besar menderita TB Paru,
dibandingkan dengan umur <50 tahun. Kelompok umur menurut Tjandra Yoga
TB Paru sebesar 75% adalah penduduk usia produktif yaitu antara 15-49 tahun.
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Rikha (2011) tidak ada hubungan
antara umur dengan kejadian TB Paru (p=0,436) hal ini disebabkan karena
ketahanan tubuh mulai menurun setelah umur 45 tahun sehingga rentan terkena
penyakit. Menurut asumsi peneliti hal ini disebabkan karena responden dalam
c. Pendidikan
yang sembuh. Pada hasil analisis statistik dengan uji Chi-square menunjukkan p
= 0,013 hal ini berarti p< 0,05 keputusan uji Ho ditolak sehingga dapat
asumsi pendidikan menunjukkan kualitas sumber daya manusia yang akan sangat
dengan penelitian Rikha (2011) tidak ada hubungan antara pendidikan dengan
d. Pekerjaan
pengobatan TB Paru dan 15 orang yang tidak sembuh, sedangkan dari 58 orang
TB Paru dan 37 orang yang tidak sembuh. Pada hasil analisis statistik dengan uji
Chi-square menunjukkan p = 0,713 hal ini berarti p> 0,05 keputusan uji Ho
diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
teratur dalam minum obat dan periksa ulang dahak kepuskesmas. Penelitian ini
berhubungan dengan kejadian penyakit TB pada usia kerja. Hal ini kemungkinan
disebabkan karena ada faktor lain yang berhubungan dengan kejadian TB seperti
paru. Berdasarkan hasil penelitian ini dikaitkan bahwa dari 23 orang responden
dengan rasa tanggung jawab baik, hanya 4 orang yang sembuh dengan
dari 54 orang responden dengan rasa tanggung jawab kurang yang sembuh
sebanyak 23 orang dan 31 orang yang tidak sembuh. Berdasarkan uji statistik Chi-
square didapatkan nilai p = 0,040 hal ini berarti p< 0,05 keputusan uji Ho ditolak
sehingga dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara rasa tanggung
Dari hasil penelitian ini ada hubungan yang bermakna antara rasa
penelitian Indah (2011) bahwa variabel motivasi berupa rasa tanggung jawab
34,1% sudah baik, karena mereka memiliki keinginan yang kuat untuk sembuh
dan yang menderita penyakit ini adalah mereka sendiri sehingga bila tidak berobat
secara teratur, mereka sendiri yang merasakan sakitnya. Selain itu penderita TB
Paru juga sadar bahwa rasa tanggung jawab seorang penderita wajib sembuh agar
tidak menularkan kepada orang lain, karna kalau tidak sembuh sangat berbahaya
untuk dirinya dan orang lain dan bisa menyebabkan kematian. Penyakitnya
menular ini sangat berbahaya sehingga dia harus menjalani pengobatan hingga
tuntas. Penderita TB paru ini juga banyak diderita oleh usia produktif dan sudah
produktifitasnya untuk bekerja, bahkan ada responden yang tidak bekerja lagi
paru. Berdasarkan hasil penelitian ini dikaitkan bahwa dari 32 orang responden
orang dan 27 orang yang tidak sembuh. Berdasarkan uji statistik Chi-square
didapatkan nilai p = 0,044 hal ini berarti p< 0,05 keputusan uji Ho ditolak
(p=0,005). Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Hendrawati (2008),
paru dan hubungan keluarga dengan penderita. Hasil penelitian ini juga sesuai
dengan penelitian Rizkiyani (2006) yang menyatakan bahwa peran PMO sangat
penting untuk proses kesembuhan seorang penderita TB BTA positif karena hanya
TB BTA positif yang dapat menularkan penyakit tuberkulsis kepada orang lain.
menyatakan bahwa ada hubungan antara dukungan dan motivasi keluarga dengan
penelitian ini didukung oleh teori menurut Sobur (2009), yang menyatakan bahwa
seseorang atau diri sendiri untuk berbuat sesuatu dalam rangka mencapai suatu
kepuasan atau tujuan. Selain itu juga menurut Taufik (2002) secara umum dapat
keluarga responden sendiri. karena dukungan keluarga ini merupakan peran yang
penderita agar mau berobat secara teratur dan mengingatkan penderita untuk
periksa ulang dahak pada waktu yang ditentukan. Dengan kinerja PMO yang baik,
orang responden dengan dorongan petugas kesehatan baik, terdapat 4 orang yang
berarti p < 0,05 keputusan uji Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa ada
petugas kesehatan ini merupakan peran yang sangat penting untuk kesembuhan
responden karena dorongan petugas ini merupakan sumber informasi yang sangat
informasi lebih banyak hanya dari dorongan petugas kesehatan karena responden
merasa malas untuk membaca bahkan untuk melihat video dipuskesmas, karena
suspek yang dilakukan dengan melihat gejala-gejala atau keluhan yang mengarah
kepada tanda dan gejala penyakit TB paru pasien yang datang berobat ke
responden dengan kepatuhan pasien untuk berobat yang patuh, terdapat 9 orang
yang sembuh terhadap kesembuhan pengobatan TB Paru dan 7 orang yang tidak
berobat yang tidak patuh, terdapat 19 orang yang sembuh terhadap kesembuhan
pengobatan TB Paru dan 45 orang yang tidak sembuh. Berdasarkan uji statistik
Chi-square didapatkan nilai p = 0,024 hal ini berarti p < 0,05 keputusan uji Ho
ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Indah (2011) bahwa variabel kepatuhan
penelitian yang sudah dilakukan oleh Amiruddin (2006) yang mengatakan bahwa
pengobatan. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Rizkiyani (2006)
responden (45,5%) berada dalam kategori patuh dan responden dalam kategori
tidak patuh ada 24 responden yaitu sebesar 54,5%. Ada banyak hal atau alasan
ditimbulkan oleh OAT pada saat minum obat, merasa bosan karena terlalu lama
minum obat, lupa minum obat karena bekerja dan tidak ada yang menggantikan
keluhan yang dirasakan sudah hilang serta adanya komplikasi penyakit yang
Sadabuan, ada sebagian responden yang tidak patuh dalam menjalani pengobatan
TB paru ini, seperti tidak mengikuti jadwal pemeriksaan dahak yang telah
disepakati dengan petugas. Sebagian besar responden dalam penelitian ini telah
akhir pengobatan, diantaranya; responden sudah merasa sembuh dan tidak dapat
tidak hanya berpengaruh terhadap penderita dan keluarganya tetapi juga pada
Kesimpulan
berikut :
(Tidak tamat SD, Tamat SD, Tamat SMP) sebanyak 76 orang serta yang
jawab yang baik yaitu 26 orang dan kategori kurang yaitu 54 orang.
4. Dorongan petugas kesehatan kategori yang baik yaitu 24 orang dan kategori
5. Kepatuhan pasien untuk berobat kategori yang patuh yaitu 16 orang dan
6. Tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin, umur, pendidikan
85
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
86
p value =0,040.
value =0,044.
10. Terdapat hubungan yang bermakna antara kepatuhan pasien untuk berobat
Saran
penanggulangan TB paru.
2. Bagi puskesmas
mengambil obat pada waktu yang telah ditentukan dan sebagainya. Petugas
agar bisa mengeluarkan dahak sehingga tidak ada alasan bagi penderita
Aditama, T. (2002). Paru kita masalah kita, warta TB. Jakarta: UI Press.
Ainur. (2014, 15 Juli). Kejadian putus berobat penderita tuberkulosis paru dengan
pendekatan. Diakses 3 Desember 2017, dari
http://www.litbang.depkes.go.id
Alsagaff, H., Amin, M., & Saleh, T. (1989). Pengantar ilmu penyakit paru.
Surabaya : Airlangga University Press.
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. (2010). Laporan TB paru bid. P2PL
Tahun 2010. Medan: Anonim.
88
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
89
Elisa, S. (2014). Hubungan antara umur jenis kelamin dan kepadatan hunian
dengan kejadian TB paru pada pasien rawat jalan di rumah sakit umum
daerah noongan Palembang (Skripsi). Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Sam Ratulangi, Manado.
Sujana. (2014, September 15). Motivasi penderita tuberculosis paru dalam minum
obat. Diakses 1 Januari 2017, dari http://abhique.blogspot.com
TAHUN 2017
==========================================================
I. Identitas Responden
1. Nama :
2. Umur :
2). Perempuan
3). Leafleat
7. Mulai Berobat :
Ya Tidak
minum OAT?
lain ?
saudara?
1. Selama menjalani pengobatan siapa yang mengawasi Bapak /Ibu minum obat
agar minum obat secara teratur ?
a) Keluarga
b) Petugas kesehatan
c) Tetangga
2. Selama menjalani pengobatan Makanan apa yang sering Bapak /Ibu konsumsi ?
(Jawaban dapat lebih dari 1)
a) Makanan yang tinggi protein (telur, ikan air tawar dan susu)
b) Madu
c) Buah (papaya, jeruk, alpukat dan tomat)
d) Sayur (wortel, bayam , kol, brokoli)
3. Siapa yang selalu mengingatkan Bapak/Ibu untuk periksa ulang dahak pada
waktu yang ditentukan ?
a) Petugas
b) Keluarga
c) Tetangga
4. Siapa yang menggantikan Bapak /Ibu untuk mengambil obat ke Puskesmas
kalau Bapak /Ibu berhalangan?
a) Keluarga
b) Tetangga
c) Petugas kesehatan
5. Selama menjalani pengobatan, apakah keluarga /PMO pernah mengingatkan
untuk berobat
a) Ya
b) Tidak
Ya Tidak
teratur?
memakai masker?
makan-makanan bergizi?
1. Berapa kali Bapak / Ibu minum obat pada pengobatan tahap awal ?
a) Setiap hari
b) 3 kali sehari
c) 3 kali seminggu
a) Ya
b) Tidak
petugas kesehatan?
a) Ya
b) Tidak
a) Sekali
b) 2 kali
c) 3 kali
5. Pada pengobatan tahap lanjut (4 bulan), berapa kali Bapak / Ibu minum obat ?
a) 3 kali seminggu
b) Setiap hari
c) Tidak teratur
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid muda (12-50 70 87.5 87.5 87.5
tahun)
tua (>50 tahun) 10 12.5 12.5 100.0
Total 80 100.0 100.0
jenis kelamin
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid laki-laki 48 60.0 60.0 60.0
perempuan 32 40.0 40.0 100.0
Total 80 100.0 100.0
pendidikan
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid rendah (tidak 76 95.0 95.0 95.0
sekolah, tamat
sd, tamat smp,
tamat sma)
tinggi (D3, 4 5.0 5.0 100.0
Sarjana)
Total 80 100.0 100.0
pekerjaan
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid tidak bekerja 22 27.5 27.5 27.5
bekerja 58 72.5 72.5 100.0
Total 80 100.0 100.0
Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 4 5.0 5.0 5.0
1 76 95.0 95.0 100.0
Total 80 100.0 100.0
Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 4 5.0 5.0 5.0
1 76 95.0 95.0 100.0
Total 80 100.0 100.0
Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 38 47.5 47.5 47.5
1 42 52.5 52.5 100.0
Total 80 100.0 100.0
Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 38 47.5 47.5 47.5
1 42 52.5 52.5 100.0
Total 80 100.0 100.0
Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 40 50.0 50.0 50.0
1 40 50.0 50.0 100.0
Total 80 100.0 100.0
Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 34 42.5 42.5 42.5
1 46 57.5 57.5 100.0
Total 80 100.0 100.0
Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 34 42.5 42.5 42.5
1 46 57.5 57.5 100.0
Total 80 100.0 100.0
Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 38 47.5 47.5 47.5
1 42 52.5 52.5 100.0
Total 80 100.0 100.0
Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid baik 26 32.5 32.5 32.5
kurang 54 67.5 67.5 100.0
Total 80 100.0 100.0
dukungan keluarga 1
Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 26 32.5 32.5 32.5
1 54 67.5 67.5 100.0
Total 80 100.0 100.0
Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 24 30.0 30.0 30.0
1 56 70.0 70.0 100.0
Total 80 100.0 100.0
dukungan keluarga 3
Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 22 27.5 27.5 27.5
1 58 72.5 72.5 100.0
Total 80 100.0 100.0
dukungan keluarga 4
Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 26 32.5 32.5 32.5
1 54 67.5 67.5 100.0
Total 80 100.0 100.0
dukungan keluarga 5
Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 28 35.0 35.0 35.0
1 52 65.0 65.0 100.0
Total 80 100.0 100.0
Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid baik 32 40.0 40.0 40.0
kurang 48 60.0 60.0 100.0
Total 80 100.0 100.0
Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 20 25.0 25.0 25.0
1 60 75.0 75.0 100.0
Total 80 100.0 100.0
Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 26 32.5 32.5 32.5
1 54 67.5 67.5 100.0
Total 80 100.0 100.0
Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 26 32.5 32.5 32.5
1 54 67.5 67.5 100.0
Total 80 100.0 100.0
Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 20 25.0 25.0 25.0
1 60 75.0 75.0 100.0
Total 80 100.0 100.0
Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 18 22.5 22.5 22.5
1 62 77.5 77.5 100.0
Total 80 100.0 100.0
Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 22 27.5 27.5 27.5
1 58 72.5 72.5 100.0
Total 80 100.0 100.0
Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 24 30.0 30.0 30.0
1 56 70.0 70.0 100.0
Total 80 100.0 100.0
Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 24 30.0 30.0 30.0
1 56 70.0 70.0 100.0
Total 80 100.0 100.0
Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 26 32.5 32.5 32.5
1 54 67.5 67.5 100.0
Total 80 100.0 100.0
Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid baik 24 30.0 30.0 30.0
kurang 56 70.0 70.0 100.0
Total 80 100.0 100.0
kepatuhan 1
Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 1 1.3 1.3 1.3
0 15 18.8 18.8 20.0
1 64 80.0 80.0 100.0
Total 80 100.0 100.0
kepatuhan 2
Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 16 20.0 20.0 20.0
1 64 80.0 80.0 100.0
Total 80 100.0 100.0
kepatuhan 3
Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 14 17.5 17.5 17.5
1 66 82.5 82.5 100.0
Total 80 100.0 100.0
kepatuhan 4
Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 14 17.5 17.5 17.5
1 66 82.5 82.5 100.0
Total 80 100.0 100.0
Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 16 20.0 20.0 20.0
1 64 80.0 80.0 100.0
Total 80 100.0 100.0
kategori kepatuhan
Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid patuh 15 18.8 18.8 18.8
tidak 65 81.3 81.3 100.0
patuh
Total 80 100.0 100.0
Kesembuhan Pengobatan
Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 12 15.0 15.0 15.0
1 68 85.0 85.0 100.0
Total 80 100.0 100.0
Kesembuhan Pengobatan
Valid
Percent
Frequency Percent Cumulative Percent
Valid 0 14 17.5 17.5 17.5
1 66 82.5 82.5 100.0
Total 80 100.0 100.0
Kesembuhan Pengobatan
Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 12 15.0 15.0 15.0
1 68 85.0 85.0 100.0
Total 80 100.0 100.0
Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 14 17.5 17.5 17.5
1 66 82.5 82.5 100.0
Total 80 100.0 100.0
Kesembuhan Pengobatan
Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid 0 14 17.5 17.5 17.5
1 66 82.5 82.5 100.0
Total 80 100.0 100.0
Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid berhasil 28 35.0 35.0 35.0
tidak 52 65.0 65.0 100.0
berhasil
Total 80 100.0 100.0
d
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. Point
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided) Probability
a
Pearson Chi-Square .126 1 .723 1.000 .489
b
Continuity Correction .000 1 1.000
d
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. Point
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided) Probability
a
Pearson Chi-Square 7.820 1 .005 .013 .013
b
Continuity Correction 5.101 1 .024
Likelihood Ratio 8.796 1 .003 .013 .013
Fisher's Exact Test .013 .013
c
Linear-by-Linear 7.722 1 .005 .013 .013 .013
Association
N of Valid Cases 80
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.40.
b. Computed only for a 2x2 table
c. The standardized statistic is -2.779.
d. For 2x2 crosstabulation, exact results are provided instead of Monte Carlo results.
d
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. Point
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided) Probability
a
Pearson Chi-Square .135 1 .713 .797 .463
b
Continuity Correction .011 1 .916
Likelihood Ratio .136 1 .712 .797 .463
Fisher's Exact Test .797 .463
c
Linear-by-Linear .133 1 .715 .797 .463 .196
Association
N of Valid Cases 80
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.70.
b. Computed only for a 2x2 table
c. The standardized statistic is -.365.
d. For 2x2 crosstabulation, exact results are provided instead of Monte Carlo results.
d
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. Point
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided) Probability
a
Pearson Chi-Square 4.210 1 .040 .048 .033
b
Continuity Correction 3.246 1 .072
Likelihood Ratio 4.464 1 .035 .048 .033
Fisher's Exact Test .048 .033
c
Linear-by-Linear Association 4.158 1 .041 .048 .033 .025
N of Valid Cases 80
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.10.
b. Computed only for a 2x2 table
c. The standardized statistic is -2.039.
d. For 2x2 crosstabulation, exact results are provided instead of Monte Carlo results.
d
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. Point
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided) Probability
a
Pearson Chi-Square 4.038 1 .044 .057 .037
b
Continuity Correction 3.134 1 .077
Likelihood Ratio 4.181 1 .041 .057 .037
Fisher's Exact Test .057 .037
d
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. Point
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided) Probability
a
Pearson Chi-Square 5.065 1 .024 .039 .020
b
Continuity Correction 3.980 1 .046
Likelihood Ratio 5.479 1 .019 .025 .020
Fisher's Exact Test .039 .020
c
Linear-by-Linear 5.002 1 .025 .039 .020 .016
Association
N of Valid Cases 80
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.40.
b. Computed only for a 2x2 table
c. The standardized statistic is -2.237.
d
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. Point
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided) Probability
a
Pearson Chi-Square 5.072 1 .024 .035 .027
b
Continuity Correction 3.810 1 .051
Likelihood Ratio 4.854 1 .028 .035 .027
Fisher's Exact Test .035 .027
c
Linear-by-Linear 5.008 1 .025 .035 .027 .021
Association
N of Valid Cases 80
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.25.
b. Computed only for a 2x2 table
c. The standardized statistic is 2.238.
d. For 2x2 crosstabulation, exact results are provided instead of Monte Carlo results.