SEJARAH GEOLOGI
Pembentukan daerah pemetaan diawali pada Kala Eosen. Pada kala ini
terendapkan satun batupasir kuarsa yang bersisipan dengan lapisan lignit di beberapa
daerah. Lapisan batupasir ini termasuk ke dalam Formasi Nanggulan. (Formasi
Nanggulan ini tersingkap di luar daerah pemetaan, melampar di bagian barat dan
selatan daerah pemetaan.). Pengendapan pada kala ini ditafsirkan berada di suatu
daratan yang sedang mengalami fase genang laut (transgresi), sehingga membuat
batupasir di kala ini secara umum bersifat karbonatan. Satuan batuan ini diendapkan
di lingkungan transisi hingga laut dangkal (neritik), hal tersebut di didasari dengan
kehadiran lignit, dan dijumpai adanya fosil Discocyclina dan Camerina Javana
Verbeek oleh Tan Sin Hok (1940). Pada Kala Eosen Akhir, ditafsirkan terjadi
pengangkatan sehingga daerah pemetaan berubah menjadi darat.
Sementara itu pada Oligosen Akhir terjadi penurunan muka laut yang
signifikan di seluruh dunia (Haq, 1987) (Gambar 5.1), akibat kejadian ini
diperkirakan sebagian willayah laut tersingkap ke daratan. Aktivitas vulkanisme yang
berlangsung dengan pada kala itu membuat terendapkannya Satuan breksi monomik
sisipan tuff kerakalan (bagian dari kompleks Volkanik Progo).
Gambar 5.1. Perubahan reltif muka air laut di seluruh dunia (haq, 1987).
“Kompleks Volanik Progo” ini sebagian terendam di dalam laut, bagian yang
teredapkan di dalam laut membentuk formasi Dukuh (berisi batupasir gampingan
selang seling batulempung dan batupasir kerakalan. Di daaerah pemetaan
terendapkan satuan batupasir sisipan batulempung kerakalan), diduga satuan ini
terendapkan di zona laut dangkal dan sebagian zona laut dalam. Kegiatan volkanisme
ini berlangsung hingga Miosen Awal (Soeria Atmadja dkk 1990). Bersamaan dengan
berakhirnya kegiatan vulkanisme di daerah pemetaan dan sekitarnya, diikuti dengan
adanya intrusi basalt yang menyisip hingga satuan breksi monomik sisipan tuff
kerakalan.
Hal ini meniimbulkan pembentukan busur magma di selatan pulau jawa dan
mengakibatkan pengaktivan kmbali sesar – sesar lama, terutama yang berarah
Tenggara – Barat Laut. Pergerakan sesar sesar terserbut membentuk antiklin
Sidoharjo. Di Daerah pemetaan terjadi penurunan muka laut secara berangsur,
sehingga menyebabkan terhentinya pertumbuhan terumbu, sedangkan daerah
sekitarnya masih digenangi laut membentuk endapan hingga Pliosen.
Gambar 5.2. Eosen. Pengendapan Formasi Nanggulan memiliki litologi lignit, dan napal
(singkapan berumur ini diluar daerah pemetaan).
Gambar 5.3. Gunung Gajah di daerah Pegunungan Kulon Progo muncul karena adanya
tektonisme di daerah pemetaan.
Gambar 5.4. Oligosen Akhir - Gunung Idjo mulai muncul di bagian selatan daerah
pemetaan, sementara Gunung Gajah mulai terdenudasi.
Gambar 5.5. Miosen Awal - Gunung Menoreh terbentuk.
Gambar 5.6 Miosen Tengah – Formasi. Jonggrangan terendapkan di sdaerah Kulon Progo.
Gambar 5.7 Miosen Tengah – Miosen Akhir. Formasi Sentolo Ternendapkan di daerah
Kulon Progo.
Pada akhir Pliosen, terjadi pengankatan secara regional di Pulau Jawa, yang
kemudian mengakibatkan terbentuknya sesar berupa sesar mendatar mengiri dengan
arah Selatan Barat Daya – Utara Timur Laut dan sesar turun Sidoharjo yang berarah
Barata Timur. Pola kedua sesar sesuai dengan arah datangnya gaya utama pada kala
itu, yang ditimbulkan oleh penunjaman di Selatan Pulau Jawa.