Oleh:
BPTP JATIM
Perjalanan program KRPL lebih kurang satu semester telah dilalui tampaknya masih
belum merasa mulus. Masih banyak hal yang harus dibenahi terutama dalam
implementasinya. Sangat variatif sekali kondisi perkembangan antar lokasi yang ada. Paling
tidak ada dua hal yang menyebabkan yakni pemahaman tentang program dan kondisi
agroekologi setempat. Namun demikian secara umum program ini terlaksana sesuai dengan
targetnya yaitu pemanfaatan lahan disekitar rumah dan pekarangan oleh ibu-ibu rumah
tangga. Perkembangan di setiap lokasi dapat diketahui dengan melihat serba serbi KRPL.
Mengacu pada serba serbi KRPL, setiap lokasi dapat diketahui kendala dan peluang
keberhasilannya. Kendala paling umum yang dapat diketahui adalah sumber daya alam
(SDA). SDA yang dimaksud adalah ketersediaan air terutama pada musim kemarau seperti
sekarang ini. Akibat dari kondisi ini, tanaman yang di tanam di polybag pertumbuhannya
menjadi tidak optimal. Untuk sementara kendala dari SDM masih belum muncul, yang
muncul justru semangatnya para pelaku RPL melakukan aktivitas. Munculnya para local
campion (orang/warga yang mempunyai atensi besar terhadap program misalnya Kepala
Desa, ketua kelompok tani, ketua wanita tani (KWT), dan ketua PKK) di wilayah KRPL
merupakan sinyal positif yang harus sambut dan diperdayakan dengan baik.
Keterpaduan antar stake holders yang merupakan unsur penunjang dalam program
KRPL koordinasinya perlu terus ditingkatkan. Karena membangun suatu kawasan tidak bisa
dilaksanakan secara sektoral akan tetapi harus dilaksanakan secara “kroyokan” yang sesuai
dengan tupoksi masing-masing. Nuansa ini perlu di bangun mulai dari proses perencanaan,
pelaksanaan/implementasi, dan evaluasi. Selain dari pada itu yang tidak kalah pentingnya
adalah untuk memudahkan mengukur kinerja yang ”akuntabel”.
PENGANTAR...................................................................................................
1. LATAR BELAKANG .............................................................................. 1
a. Apa itu KRPL ................................................................................ 1
b. Kenapa Harus KRPL ...................................................................... 1
c. Paradigma Implementasinya .......................................................... 2
2. SERBA-SERBI KRPL DAN POTENSI PENGEMBANGANNYA ............. 2
a. Serba-serbi KRPL.......................................................................... 2
b. Potensi Pengembangan KRPL di Jawa Timur .................................. 29
3. KENDALA DAN PELUANG KEBERHASILAN KRPL .............................. 33
a. Sumber Daya Alam ...................................................................... 33
b. Sumber Daya Manusia ................................................................. 34
c. Kelembagaan .............................................................................. 36
d. Akses Teknologi .......................................................................... 36
e. Stake Holders ............................................................................. 37
4. TAKTIK DAN STRATEGI KEBERHASILAN KRPL ................................ 38
a. Taktik ......................................................................................... 38
a.1. Pendampingan Intensif .......................................................... 38
a.2. Dukungan Sarana dan Prasarana ............................................ 39
a.3. Memilih Pelaku RPL ................................................................ 39
b. Strategi ...................................................................................... 39
b.1. Sosialisasi .............................................................................. 39
b.2. PRA/RRA/KKP ........................................................................ 40
b.3. Pemilihan Local Campion ........................................................ 40
b.4. Ketersediaan KBD .................................................................. 41
b.5. Pendampingan Secara Periodik ............................................... 41
- b.6. Dukungan Stake Holders dan Pembiayaan .............................. 43
5. PENUTUP ............................................................................................ 43
1. LATAR BELAKANG
Model kawasan rumah pangan lestari (MKRPL) adalah konsep penumbuhan dan
pemanfaatan pekarangan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga secara
diversifikasi yang berbasis sumber daya lokal, ramah lingkungan, dan berkelanjutan
dalam satu kawasan. Tujuan dari MKRPL adalah untuk pemenuhan kebutuhan pangan
dan gizi keluarga, mengurangi biaya pengeluaran rumah tangga, penambahan
pendapatan keluarga, dan meningkatkan kesejahteraan. MKRPL sebenarnya bukan hal
baru dalam masyarakat, karena praktek-praktek menanam dalam skala terbatas (dalam
pot) dan banyak jenis tanaman (keragaman tanaman) sudah lama dijalankan oleh
masyarakat pedesaan maupun perkotaan. Hanya saja pola dan sistem pengerjaannya
masih dilaksanakan secara individu rumah tangga dan belum mempertimbangkan aspek
pemenuhan pangan dan gizi serta keberlanjutannya.
b. Kenapa Harus KRPL
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia sehingga secara normatif sumber
utama pasokan pangan harus dapat diproduksi sendiri hingga tingkat rumah tangga.
Selaras dengan hal tersebut, maka dalam pewujudan PERPRES No. 22 Tahun 2009
tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis
Sumberdaya Lokal antara lain dapat melalui aplikasi konsep KRPL di segenap wilayah
perkotaan dan pedesaan di seluruh wilayah tanah air.
Pembangunan ketahanan pangan termasuk prioritas nasional dalam RPJM 2010 –
2014 yang difokuskan pada peningkatan ketersediaan pangan, pemantapan distribusi
pangan, percepatan penganekaragaman pangan sesuai dengan karakteristik daerah.
Implementasi program pembangunan ketahanan pangan tersebut dilaksanakan dengan
memperhatikan subsistem ketahanan pangan, antara lain, mengupayakan peningkatan
produksi dan ketersediaan pangan dan peningkatan kualitas konsumsi masyarakat.
Konsep ketahanan pangan selalu identik dengan ukuran kemandirian pangan, yakni
terpenuhinya kebutuhan pangan (nasional/kawasan) secara mandiri dengan memberdayakan
modal manusia, sosial dan ekonomi (termasuk lahan pekarangan dan pertanian serta
sekitarnya) yang dimiliki, dan berdampak kepada peningkatan kehidupan sosial dan ekonomi
masyarakat/petani. Kemandirian pangan hanya dapat terwujud jika pembangunannya/
penumbuhannya dilaksanakan atas dasar prakarsa (partisipatif aktif) masyarakatnya
sendiri sebagai bentuk kesadaran untuk membangun ketahanan pangan yang andal.
1
c. Paradigma Implementasinya
2
Bahkan di Kecamatan Bangorejo, kegiatan ini diajukan pada kegiatan lomba
pengelolaan Toga oleh PKK di tingkat propinsi. Wong, namanya lomba, kalau tidak juara,
ya pasti sedikit kecewa. Namun atas berkat kegigihan ibu-ibu penggerak PKK Desa yang
dimotori Ibu Sumiati Iksan dkk., maka kegiatan KRPL untuk memanfaatkan pekarangan
dan sekali gus meningkatkan gizi keluarga terus digulirkan
Ibu-ibu PKK dan Kelompok Wanita Tani “Srikandi” Desa Kebontunggul Mojokerto
mengatakan kepada Kepala Badan Litbang Pertanian Dr. Haryono, Sabtu (4/8/2012)
bahwa tanaman sayuran yang ditanam melalui sistem KRPL memberikan hasil yang baik
serta tumbuh subur. Tidak hanya untuk konsumsi sehari-hari, sayuran tersebut juga
dipasarkan melalui pedagang kulakan yang setiap pagi membelinya dari para petani.
KRPL Kebontunggul Mojokerto merupakan binaan dari Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian (BPTP) Jawa Timur dengan produk unggulan tanaman sayuran segar seperti
Cabe, Tomat, Terong dan aneka sayuran lainnya: kangkung darat, sawi, seledri, brokoli,
bawang pre, kangkung darat yang tumbuh subur di media polibag maupun di halaman
pekarangan. Selain tanaman sayuran terdapat aneka tanaman obat yang dimanfaatkan
sebagai bahan baku jamu.
3
Pengelolaan tanaman juga sudah menerapkan sistem rotasi bergilir, sehingga
pasokan sayuran dapat dipenuhi setiap harinya. Di lokasi tersebut terdapat Kebun Bibit
Desa (KBD) sebagai pemasok aneka bibit sayuran mempunyai peran yang sangat
penting untuk keberlanjutan kegiatan KRPL di desa Kebotunggul dan melayani pesanan di
daerah lain dalam kabupaten Mojokerto bahkan sudah banyak pemesan bibit dari
kabupaten lain seperti dari Sidoarjo, Gresik dan Surabaya.
Pada kesempatan kunjungan tersebut, Kepala Badan melihat langsung kegiatan
Kebun Bibit Desa (KBD) dan wawancara dengan pengelola KBD kemudian langsung ke
Balai Desa Kebontunggul untuk bertatap muka dengan ibu-ibu PKK dan Kelompok
WantaTani “Srikandi” sekaligus memberi pengarahan.
Arahan Kepala Badan mengatakan secara konseptual pengembangan M-KRPL tidak
sekedar pemanfaatan lahan pekarangan tetapi ada empat prinsip dasar yang harus
diperhatikan. Keempat prinsip tersebut yakni ketahanan dan kemandirian pangan
keluarga, peningkatan diversifikasi pangan, konservasi sumberdaya pangan lokal, dan
peningkatan kesejahteraan petani.
Agar pengembangan pangan pada suatu kawasan tersebut berlanjut dan “lestari”,
maka Kebun Bibit Desa (KBD) merupakan sarana yang perlu dibangun. Sementara
konsep “kawasan” dibangun agar produk pangan yang dihasilkan tidak saja untuk
pemenuhan kebutuhan pangan rumah tangga, tetapi diharapkan mampu memberikan
nilai ekonomi yang besar dalam peningkatan kesejahteraan petani.
Hingga akhir bulan Juli 2012 M-KRPL di Desa Kebontunggul telah berkembang di 3
kawasan dusun dimana yang awalnya berkisar antara 30 kepala keluarga (KK) telah
berkembang melalui partisipasi masyarakat menjadi rata-rata 183 KK
Ada satu hal yang menarik terjadi di KRPL Desa Sumberdadi yaitu terjalin kemitraan
dengan Swalayan Golden di Tulungagung untuk pemasaran hasil tanaman sayuran.
Proses terjadinya kemitraan juga sangat unik yaitu model pertemanan. Setiap minggu
para Ibu-ibu pelaku RPL dapat menyetor hasil panen sayurnya sebanyak dua kali yang di
koordinir oleh ketua kelompoknya. Sayur yang di jual di swalayan oleh pihak swalayan
diberi label sayur organik, karena memang proses budidayanya tanpa menggunakan
bahan kimia.
5
4. Sayuran MKRPL Membuat Masyarakat Trenggalek Mulai Menggeliat
Pemanfaatan lahan yang terbatas dengan menanam tanaman di depan pagar rumah/
pinggir jalan
Pada musim kemarau menanan tanaman sayuran langsung di tanah dengan sedikit
pengairan merupakan pilihan yang tepat dibandingkan dengan menanam tanaman
sayuran di polybag. Karena salah satu kelemahan menanam tanaman di polybag adalah
boros air.
6
5. Semangat Kebersamaan Membangun KRPL Situbondo
Dalam kegiatan budidaya pertanian di sawah peran bapak-bapak lebih dominan
dalam pelaksanaannya, ibu-ibu rumah tangga umumnya hanya membantu seperti pada
saat tanam, penyiangan dan panen sedangkan untuk kegiatan KRPL ibu-ibu banyak lebih
berperan karena lokasinya dekat, jumlah populasi tanaman yang tidak terlalu banyak
dan KRPL juga
mengandung estitika/ sebagai hiasan dipekarangannya.
Untuk mendukung keberhasilan KPRL ini, Ibu-ibu PKK yang dilatih mulai dari
pembuatan pupuk organic untuk media tanam, pembuatan persemaian sayuran dan
pelatihan membuat media persemaian yang akan ditanam di KBD dalam pembuatan
pupuk organic pada awalnya mereka jijik karena pupuk kandang yang digunakan, tetapi
setelah mengetahui manfaat dan cara pembuatannya yang sangat mudah mereka sangat
semangat membuatnya.
Terlebih lagi dalam pembuatan media untuk persemaian yang berupa lontong-
lontong plastic ibu-ibu tua muda dengan semangat membuat media persemaian tersebut.
Yang menarik dalam KRPL adalah kebersamaan ibu-ibu PKK dalam mengelola persiapan
kebun benih (KBD), mereka dengan sukarela mengatur jadwal kerja secara bergiliran
setiap sore membuat pupuk organic dan lontongan media persemaian sampai
diperkirakan cukup untuk didistribusikan keseluruh anggota PKK yang terlibat. Mereka
mengerjakan dengan suka cita dan bergembira mengerjakaknnya.
Ibu-ibu pelaksana KRPL sedang melakukan kegiatan membuat pupuk kompos dan
memelihara tanaman di polibag. Tampak sekali mereka sangat antusias untuk
melaksanakan kegiatan tersebut. Semangat seperti tersebut di atas perlu dipertahankan
agar penumbuhan KRPL untuk tujuan memenuhi kebutuhan gizi rumah tangga dapat
terpenuhi dan berkelanjutan.
7
6. Tahapan Penumbuhan KRPL Kota Surabaya
Pemanfaatkan lahan pekarangan, selain dapat meningkatkan gizi keluarga,
diharapkan juga dapat meningkatkan penghasilan rumah tangga. Dan pada akhirnya,
pemanfaatan pekarangan tersebut juga dirancang untuk meningkatkan konsumsi aneka
ragam sumber pangan local dengan prinsip gizi seimbang yang diharapkan berdampak
menurunkan konsumsi beras.
Kementrian Pertanian telah mengembangan suatu konsep pemanfaatan
pekarangan dengan sebutan Kawasan Rumah Pangan Lestari atau KRPL. Kawasan ini
dapat terbentuk atau dimulai dari unit yang paling kecil, yaitu rumah tangga, Rukun
Tetangga atau RT, Rukun Wilayah atau RW dan akhirnya meningkat di tingkatan
Kelurahan atau desa. Salah satu lokasi Kawasan Rumah Pangan Lestari di Jawa Timur
yang dikawal oleh BPTP Jawa Timur adalah berada di Kota Surabaya, yaitu di Kelurahan
Nginden Jangkungan, Kec. Sukolilo.
Kelurahan Nginden Jangkungan kecamatan Sukolilo merupakan kelurahan yang
berada di perkotaan, tepatnya di wilayah bagian timur daripada pusat kota. Letak
kelurahan ini sangat strategis, yaitu mempunyai 2 kampus swasta terkenal, yaitu
Kampus UNTAG dan kampus UNITOMO Surabaya. Dengan kondisi yang demikian, tentu
menjadikan kelurahan mudah dijangkau dari berbagai arah. Di kelurahan ini juga terdapat
Perumahan mewah dan juga Rumah Sakit International.
Sebagai salah satu lokasi yang telah ditetapkan sebagai percontohan Kawasan
Rumah Pangan Lestari, dan melihat kondisi kelurahan yang ada, maka diperlukan strategi
tersendiri untuk melakukan dan membuat pecontohan di kelurahan Nginden Jangkungan.
Sulitnya mencari warga yang bersedia mengikuti kegiatan KRPL, perlu dilakukan beberapa
strategi dalam penerapannya antara lain: Sosialisasi KRPL, Percontohan KRPL, Pembuatan
Kebun Bibit Desa (Kelurahan), dan Pelatihan Budidaya Tanaman.
8
7. MKRPL Integrasi Dengan Belimbing di Lahan Pekarangan
Seiring dengan adanya kegiatan M-KRPL maka saat ini telah dilakukan
pemanfaatan pekarangan secara intensif dengan penanaman sayuran di lahan
menggunakan bedengan-2 serta tanaman lainnya (toga dan empon-2 di bawah tanaman
belimbing, pakan ternak sebagai pagar tanaman dan tanaman dalam pot/polibag).
Jumlah rumah tangga yang melaksanakan M-KRPL pada tahap awal 33 yang kebanyakan
adalah anggota KWT (Kelompok Wanita Tani) yang menyebar hampir diseluruh dusun
Para‟an. Sekarang sudah mulai diikuti oleh hampir 100 rumah tangga yang menyebar
diseluruh desa.
Sarana kebun bibit desa (KBD) untuk mendukung ketersediaan benih/bibit dibangun
diatas tanah 630 m² milik desa. Pembibitan sayuran dilakukan di Screen House
sedangkan pembenihan dilahan. KBD juga dilengkapi dengan screen house, rumah
kompos, gubuk pertemuan sedangkan bak penampung air sumbangan dari Dinas
Pengairan Kab Blitar. Peran aktif desa terlihat dari sumbangan tenaga maupun APBD
berupa pemasangan instalasi listrik, air, pengecatan dan pemagaran. Gapoktan desa pun
berpartisipasi melakukan penghijauan lingkungan dengan menanam pohon pepaya
9
sepanjang jalan desa dan jalan menuju dusun-2. Demikian pula KKP turut menata rumah
tangga dengan meberi polibag dan rak-2 kayu.
Dukungan lain dari pemerintah Kab. Blitar diwujudkan dalam bentuk kunjungan
dari Bapak Wakil Bupati Blitar dan Sekretaris Tim Penggerak PKK Kab. Blitar beserta
rombongan yang memberikan bantuan berupa pengaspalan jalan dan dana.
Selain M- KRPL yang ada di desa Plosorejo juga terdapat School Garden yang
diterapkan di 3 sekolah di wilayah tsb, yaitu SDN Plosorejo 1, SDN Plosorejo 3 dan TK. Al-
Hidayah. Diharapkan dengan adanya kegiatan ini proses pembelajaran pentingnya
konsumsi sayuran sabagai makanan bergizi dan cara bertanaman yang diperkenalkan
pada siswa didik sejak dini dapat melekat sampai dewasa nanti.
Dibidang kesehatan, posyandu di Desa Plosorejo pada tahun 2011 adalah juara
pertama tingkat kabupaten Blitar dan provinsi Jawa Timur, sehingga dengan adanya
program M-KRPL dapat dijadikan sebagai wadah penyuluhan bagi ibu-2 yang memiliki
balita untuk memberikan gizi terbaik dan aman bagi putra-putrinya.
10
8. Bekerja Bersama Untuk Kesejahteraan Warga Melalui MKRPL
Masyarakat Desa Puhjarak di Kecamatan Plemahan Kabupaten Kediri sebagian
besar (hampir 75%) penduduk desa ini bermata-pencaharian sebagai petani, buruh tani
maupun pekerja harian lainnya. Akan tetapi juga terdapat 20% rumahtangga yang tidak
memiliki lahan pertanian sama sekali, yang artinya hanya rumah dengan pekarangan
sangat sempit. Sedangkan sebagian sisanya adalah warga yang memiliki lahan yang
relatif tidak luas.
Beberapa kelembagaan potensial yang telah sejak lama ada dan mendukung
peningkatan kesejahteraan rumahtangga diantaranya adalah PKK oleh kelompok ibu-ibu,
Posyandu di tingkat dusun beserta Poslansia, serta Kelompok P2WKSS (Peningkatan
Peranan Wanita menuju Keluarga Sehat dan Sejahtera). Untuk menujang kegiatan
pertanian, di desa ini telah terdapat Gabungan Kelompok Tani yang terdiri dari 8 Kel.
Tani dan 1 Kel. Wanita Tani, Koperasi Wanita dengan kegiatan simpan pinjam, KUD dan
Kelompok Gerakan Pengentasan Kemiskinan.
Sejak awal tahun 2012, BPTP Jawa Timur bersama Dinas Pertanian Kediri, BKP3
Kediri, Badan Ketahanan Pangan Propinsi dan Pemerintah Kabupaten Kediri, menjadikan
wilayah ini sebagai show window dari pengembangan Program MKRPL untuk wilayah
Kabupaten Kediri. Dari hasil musyawarah desa yang dipimpin langsung oleh Bapak
kepala Desa, pada bulan Mei 2012 dicanangkan beberapa program MKRPL desa ini yang
diperkuat hasil identifikasi selama ini di lapangan, diantaranya: budidaya dan pembibitan
mlinjo, perikanan darat, usaha peternakan, Kebun Bibit Desa (KBD), budidaya cacing, dan
usaha pembuatan pakan ikan.
Sejauh ini hasil yang nampak adalah tiga dusun di Desa Puhjarak secara aktif
telah menerapkan prinsip model MKRPL dengan total rumahtangga di ketiga dusun
berjumlah 90 KK. Selain itu lebih dari 25 KK telah mempunyai kolam ikan. Untuk
mendukung pengembangan kegiatan MKRPL diwilayah ini, masyarakat difasilitasi
beberapa saprodi dan pelatihan teknis yang berhubungan dengan pemanfaatan
pekarangan serta intensifikasi lahan.
11
TIGA JAM BERSAMA IBU WAMENTAN DI KRPL PUHJARAK, KEDIRI
Pada Jum‟at sore tanggal 28 September 2012, lokasi KRPL Desa Puhjarak
Kabupaten Kediri mendapat kehormatan di kunjungi Ibu Wakil Menteri Pertanian (Ibu
Umy Madajati) beserta rombongan ibu-ibu pejabat Eselon I dan II Badan Pusat Statistik
(BPS). Dalam menyambut muhibah ini Ibu Wakil Bupati Kediri (Ibu Rosyida Masykuri)
yang juga merupakan Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Kediri berkenan
mendampingi Ibu Wamentan dan menjelaskan program KRPL Kediri yang dilaksanakan
atas dukungan Pemda Kediri dan BPTP Jawa Timur. Dalam acara ini turut hadir pula
stakeholder KRPL Kediri yaitu pengurus dan pelaku KRPL Desa Puhjarak dan para pejabat
daerah antara lain Kepala BKP3 (Badan Penyuluhan), Perwakilan dari Dinas-Dinas bidang
Pertanian, Perkebunan, Perikanan dan Kehutanan, juga Camat dan pejabat lainnya.
Lokasi yang pertama kali dikunjungi adalah KBD Sayuran yang terletak 1 km
sebelah utara Balai Desa Puhjarak. Kebun Bibit Desa ini merupakan pemasok utama
sayur-sayuran yang ditanam oleh masyarakat, baik di pekarangan pribadi maupun
dilokasi umum seperti berem jalan dan lahan terlantar disekitar desa. Ibu Kepala Desa
Puhjarak menjelaskan kepada rombongan tentang proses pembibitan yang dilakukan
secara swadaya oleh masyarakat. Bibit sayuran yang disediakan di tempat ini antara lain
bayam, kangkung, sawi, kubis, brokoli, bawang merah, cabe, terung, okra dll.
Pengelolaan KBD Sayuran dikomandani oleh seksi perbenihan sayuran yaitu Bapak Subur
yang juga ketua Kelompok Tani Subur Makmur. Dilokasi KBD Sayuran ini, juga
dipamerkan pengelolaan terpadu antara peternakan, perikanan dan pertanian. Seperti
adanya kolam lele yang berdampingan dengan pemeliharaan itik pedaging dan petelur.
Hasil dari teur itik telah diproses menjadi telur asin dan telur asap, selain juga telah
dilakukan usaha perbibitan dari penetasan telur hasil ternak ini.
Selanjutnya rombongan menuju Balai Desa untuk melihat aktifitas yang dilakukan
oleh masyarakat dalam pemanfaatan pekarangan untuk menambah penghasilan keluarga.
12
Di Balai Desa ini rombongan dipamerkan berbagai produk olahan hasil rumah tangga dari
produksi pekarangan mereka antara lain emping mlinjo, aneka kripik buah dan sayur,
aneka produk olahan dari lele, getuk pisang, rengginang, susu jagung, beras kencur dll.
Juga dilakukan demo praktek pembuatan berbagai produk olahan tersebut oleh ibu-ibu
Desa Puhjarak di depan rombongan yang hadir. Hampir sebagian besar tamu rombongan
berebut memborong hasil produk olahan yang disediakan sebagai bahan pameran.
KBD Perikanan dan pembesaran lele juga dilihat oleh rombongan. KBD perikanan
yang terletak tepat di belakang kantor balai desa sangat menarik perhatian tamu.
Berbagai pertanyaan dan diskusi mengenai perbenihan dan pembesaran lele menjadi
topik yang menarik dalam diskusi. Rombongan juga sangat antusias mendengarkan
penjelasan dari Pak Karno, selaku Petugas Penyuluh Lapang dan Pak Rindra Penanggung
Jawab KBD Perikanan mengenai pembuatan pakan lele, penyediaan pakan alami dari
cacing tanah dan cacaing sutra, penggunaan probiotik dan pupuk kandang yang ternyata
dapat mengurangi pengeluaran untuk pakan lele untuk perbibitan dan penggemukan
secara signifikan. Beberapa pekarangan penduduk di sekitar kantor balai desa juga
sempat dikunjungi rombongan, dan para tamu terlihat puas melihat berbagai usaha
dipekarangan seperti budidaya lele, tanaman sayuran dan buah di desa ini yang tetap
menghasilkan meskipun dimusim kemarau dan kering.
Kegiatan kunjungan diakhiri dengan acara ramah-tamah di Pendopo balai desa.
Dalam pernyataannya Ibu Wamentan menyampaikan terkesan selama kunjungan 3 jam
ini dan memberikan penghargaan atas kegiatan KRPL Puhjarak, serta mengharapkan
kegiatan KRPL ini terus dikembangkan dan disinergikan dengan program-program
pemerintah yang lain. Juga diucapkan terimakasih kepada Tim BPTP Jatim yang telah
bekerja mendampingi program Kementrian Pertanian dilokasi ini.
13
9. Kegiatan KRP Kabupaten Magetan
Lokasi KRPL Kabupaten Magetan terletak di desa Baron, kecamatan Magetan.
Rumah tangga yang terlibat saat dimulainya kegiatan sejumlah 45 Rumah tangga, yang
merupakan warga dari 2 dukuh, yaitu dukuh Jothang dan Krajan. Ketinggian lokasi 317
m dpl. dengan agroekosistem LKDR-IK. Dari hasil survai diketahui bahwa jumlah
pekarangan milik warga yang terlibat kegiatan ini yang masuk strata I ada 42%, strata II
38% dan strata III 20%.
Di teras rumah Kepala Desa sudah banyak diisi dengan pot-pot sayuran seperti
kubis, terong dsb., sebagai contoh agar ditiru warga. Tanaman sayuran yang
dikembangkan adalah cabe, tomat, terong, kubis, sawi, sedang buahnya pepaya dan
sirsat. Empon-empon yang ditanam jahe merah dan kunyit putih. mBote merupakan
tanaman umbi yang populer di desa Baron. KBD sudah dibangun lengkap dengan pompa
airnya, yang mengambil air untuk mengairi tanaman dari air sungai kecil di belakang
bangunan KBD. Dengan mengambil air sungai tersebut, kolam terpal di halaman KBD
sudah diairi, sebagai cadangan air untuk KBD dan dimanfaatkan juga untuk memelihara
ikan lele.
Pada halaman berikut disajikan foto KBD saat dalam proses pembangunan. Ukuran
KBD 9 m x 5 m, dengan atap plastik UV dan bagian dindingnya ditutup dengan paranet
hitam. Kolam permanen milik desa sudah dibangun dan diisi dengan air untuk
memelihara ikan nila. Direncanakan kawasan ini akan dimanfaatkan juga untuk penjualan
bibit sayuran dan tanaman lainnya dari KBD karena letaknya di pinggir jalan besar.
Ternak yang dipilih warga adalah kelinci, yang saat ini pemasarannya sangat bagus
karena sudah banyak pedagang yang siap menampung, yang akan dipasarkan untuk
sate kelinci di Sarangan. Saat ini sedang dipesan anakan kelinci untuk warga yang sudah
menyiapkan kandang. Kegiatan yang sudah dilakukan antara lain pertemuan sosialisasi
program dan PRA, base line survai, pelatihan pembibitan sayuran, pelatihan budidaya
sayuran dan buah serta pertemuan lain untuk membahas berbagai persoalan dalam
pelaksanaan kegiatan.
14
10. Kiprah Ibu-Ibu PKK Desa Girimoyo-Malang Dalam Mengelola KRPL
Membawa Berkah Bagi Keluarga dan Manfaat Bagi Tamu
Desa Girimoyo, kecamatan Karangploso, Malang merupakan kawasan peri urban
dengan kondisi kampung yang terlihat bersih dan jumlah KK 1945. Hasil musyawarah di
tingkat kecamatan dan desa maka RPL di desa Girimoyo dilaksanakan di semua KK yang
ada di desa. Desa dengan luas 353 ha yang terdiri dari 3 dusun yatu dusun Ngambon,
Genengan dan Karangploso terdiri dari 6 RW dan 27 RT telah memiliki beberapa potensi
yaitu dekat dengan akses pasar induk Karangploso, memiliki Koperasi Wanita, terdapat
berbagai industri kerajinan, pujasera, toko swalayan, warung dan rumah makan serta
fasilitas pendukung lainnya, Dan yang menarik respon Camat serta Kepala Desa dan
masyarakat sangat tinggi dalam menyambut serta melaksanakan program KRPL sehingga
saat ini lebih dari 800 KK pelaksana RPL.
Semangat untuk memanfaatkan sejengkal pekarangan di rumah dengan aneka
tanaman pendukung gizi keluarga seperti kubis, kubis bunga, brokoli, bayam, kangkung,
sawi, tomat, cabai, terong, sledri, bawang daun slada keriting, buncis, kacang panjang,
kacang tanah dan toga serta aneka buah ditambah adanya kolam ikan membawa banyak
berkah bagi keluarga dan manfaat bagi tamu yang berkunjung. Berkah keluarga berupa
peningkatan gizi dan pengurangan belanja sehari-hari sekitar Rp 2.000- Rp 3.000,-.
15
Kunjungan tamu pertama yaitu Ibu Ketua Tim Penggerak PKK dan jajarannya pada
tanggal 9 April 2012 disaat KRPL Girimoyo masih tahap inisiasi. Meskipun masih tahap
inisiasi dan program ini baru berjalan sebulan namun nampaknya Bu Yayuk Rendra
Kresna sebagai Ketua Tim Penggerak PKK Kab Malang sudah berkeinginan mengunjungi
kawasan tersebut dan berkenan jalan-jalan sehari di desa Girimoyo khusus meninjau
KRPL.
Kunjungan tamu berikutnya yang sangat membanggakan bagi ibu-ibu PKK desa
Girimoyo serta aparat desa dan aparat kecamatan Karangploso adalah dari BAKOHUMAS
(Badan Koordinasi Kehumasan Pemerintah) yang beranggotakan para pejabat
Kehumasan Kementerian dan Non Kementerian se Indonesia dan diikuti oleh 30
Kementerian dan Non Kementerian dengan jumlah peserta sekitar 100 orang.
Agenda khusus pada pertemuan ini yaitu paparan mengenai 1) Kemandirian Pangan
melalui Pengembangan Kawasan Rumah Pangan Lestari dan 2) Diversifikasi dan
Ketahanan Pangan Masyarakat serta Peninjauan Lapangan ke Kawasan Rumah Pangan
Lestari (KRPL) di desa Girimoyo-Karangploso, Kabupaten Malang Dengan kunjungan
lapangan ke KRPL Girimoyo diharapkan peserta dapat melihat langsung dari kinerja
Kementerian Pertanian khususnya dalam mengimplementasikan pengembangan KRPL di
lebih dari 70% Kabupaten/Kota masing-masing propinsi.
Para tamu antusias saat jalan-jalan ke kampung-kampung di Girimoyo dan melihat
segarnya sayuran dan buah-buahan dalam polybag ataupun pot yang ditata di
pekarangan sempit di depan atau disamping rumah warga. Letak desa Girimoyo yang
berdekatan dengan kantor BPTP Jawa Timur menyebabkan sering ada kunjungan tamu
untuk meninjau atau studi banding ke lokasi KRPL tersebut termasuk kunjungan kepala
desa dan ibu-ibu PKK desa yang melaksanakan KRPL dari kabupaten Mojokerto,
Lumajang serta beberapa kepala desa dari Kabupaten Malang dan juga darI seluruh
kepala kebun Balai Penelitian Pemanis dan Tanaman Serat. Nampaknya studi banding
atau kunjungan tamu bermanfaat bagi tamu tersebut untuk menyemangati membangun
KRPL di desa masing-masing atau di Kebun Percobaan serta menambah semangat ibu-ibu
PKK Girimoyo untuk meningkatkan kiprahnya dan semakin memperbaiki keragaan RPL
nya.
11. Pemberdayaan SDM Warga Untuk Budidaya Sayuran Media Tanam Polibag
Di Lokasi M-KRPL Pacitan
Dusun Ganang Desa Gunungsari Kecamatan Arjosari Kabupaten Pacitan
merupakan salah satu lokasi wilayah yang terpilih untuk ditumbuhkan sebagai M-KRPL di
Provinsi Jawa Timur tahun 2012 ini. Diantara beberapa kegiatan yang harus dilakukan
16
dalam menumbuh kembangkan suatu KRPL adalah selain menumbuhkan partisipasi aktif
warga di lokasi, dan juga perlu dilakukan upaya peningkatan SDM warga untuk aplikasi
inovasi teknologi pertanian unggul mendukung usahatani di pekarangan (rumah pangan
lestari = RPL) yang sehat dan bergizi, terutama kepada wanita tani (anggota PKK/ Dasa
Wisma, Kelompok Wanita Tani).
Salah satu macam SDM bagi ibu – ibu rumah tangga, baik sebagai anggota Dasa
Wisma maupun Kelompok Wanita Tani yang harus ditingkatkan atau diperdayakan adalah
berupa penguasaan pengetahuan dan keterampilan dalam membuat media tanam untuk
bercocok tanam horti sayuran dalam media polybag. Mengawali kegiatan menumbuh
kembangkan KRPL di Dusun Ganang telah dilakukan pelatihan terhadap ibu–ibu rumah
tangga anggoata Dasa Wisma tentang pembuatan media tanam dan perawatan tanaman
sayuran dalam sistem tanam media polibag.
Pelaksanaan pelatihan telah dilakukan dengan metode pertemuan di kelas dan
praktek langsung di lapangan, yang diselenggarakan dengan dasar partisipasi aktif para
peserta. Hasil dari pelatihan ini telah dirasakan pengaruhnya terhadap perkembangan
jumlah rumah tangga pengaplikasi RPL (RTang-RPL) di Dusun Ganang, dalam hal ini
minimal melakukan budidaya tanam sayuran dengan sistem media polybag/ vertikutur,
yakni dalam 3 bulan operasional implementasi M-KRPL secara mandiri telah terdapat 68
RTang-RPL per Juli 2012. Adapun dari sisi jenis tanaman sayuran, atas dasar jumlah
tanaman, 3 jenis tanaman sayuran yang dominan dibudidaya dalam sistem media
polybag oleh warga Dusun Ganang adalah bayam potong, cabai kecil, dan cabai besar.
Untuk menjamin keberlanjutan eksistensi RTang-RPL ini, maka pada tanggal 7
Agustus 2012 telah dibentuk Kelompok Wani Tani (KWT) KRPL Dusun Ganang yang
tugas dan fungsi utamanya adalah mefasilitasi anggotanya (ibu-ibu rumah tangga)
17
12. KRPL Ponorogo Bangkitkan Budaya Gotong Royong Yang Kian Memudar
Desa Sukorejo, kec Sukorejo, kab Ponorogo merupakan salah satu lokasi kegiatan
KRPL (Kawasan Rumah Pangan Lestari) yang telah dicanangkan oleh Pemerintah
Indonesia. Kelompok tani wanita Melati yang beranggotakan sekitar 50 ibu-ibu
menyambut antusias program tersebut. Di bawah komando bapak Sudjono sebagai PPL
pendamping dan Ibu Ninik Pujiwati (mantan Kades Sukorejo) sebagai ketua, ibu-ibu telah
berkomitmen ingin menyulap pekarangan dan lingkungan mereka menjadi produktif.
Curahan waktu luang sekitar 1 – 2 jam per hari dimanfaatkan untuk mewujudkan impian
tersebut dengan cara gotong royong.
Inilah salah satu nilai positif adanya kegiatan KRPL. Pada saat budaya gotong-
royong di masyarakat modern ini mulai terkikis menjadi budaya individualisme dan
materialisme, diharapkan KRPL menjadi sosok pendatang yang dapat membangkitkan
kesadaran akan nilai-nilai gotong royong yang merupakan budaya asli Indonesia.
Seandainya masih ada dan ditemukan biasanya sudah dikombinasikan dengan sistem
pengupahan dan durasi waktu gotong royongnya (Jawa: „sayan‟ atau „soyo‟) lebih singkat
atau istilahnya pantes-pantese …..
Sejalan program KRPL yang memiliki tujuan untuk mencukupi kebubutuhan
pangan keluarga sehari-hari, kegiatan gotong royong di lingkungan antar rumah tangga
adalah sangat ideal dan pas. Jika hal ini bisa berjalan secara bersamaan terwujudlah
budaya Lestari Rumah Pangannya Lestari Gotong Royongnya.
18
13. Peran Ibu Rumah Tangga Dalam Membangun Rumah Pangan Lestasi (RPL)
Di Pasuruan
150 116
Perkembangan RPL
100 76
58
50 12
0
Februari April Juni Agustus
19
Dalam pengembangan RPL di dusun Sudimoro, peran ibu rumah tangga sangat
penting, karena: (a) mempunyai waktu luang cukup banyak, (b) mengetahui secara pasti
kebutuhan pangan rumah tangga, dan (c) ibu rumah tangga juga bertanggung jawab
atas kecukupan pangan rumah tangga. Peran ini mendorong ibu-ibu rumah tangga untuk
mensukseskan RPL, meliputi menyiapkan sarana produksi, tanam, memelihara sampai
memasarkan hasilnya apabila terjadi kelebihan hasil panen. RPL di desa Pucang sari
menurunkan pengeluaran kebutuhan pangan rumah tangga rata-rata 27,6% (16,3-
53,6%).
Maksud dan tujuan dari sosialisasi program dan PRA merupakan langkah awal
untuk menentukan kebutuhan rumah tangga agar lestari. Melihat kondisi agroekologi
setempat, maka jenis komoditas yang dipilih oleh rumah tangga pada umumnya tanaman
hortikultura sayuran. Respon positif terhadap KRPL tidak hanya ditunjukkan oleh warga
akan tetapi juga stake holders setempat mulai tingkat Kabupaten sampai Desa. Bentuk
respon positif dari BKP Kabupaten terhadap program KRPL yaitu adanya fasilitas
pembuatan kebun bibit desa (KBD) yang ditempatkan di halaman Kepala Desa. Dari
kebun bibit desa inilah yang nantinya kedepan akan sangat mendukung keberlanjutan
program KRPL. Bagaimana taktik dan strategi agar KRPL ibarat “gadis cantik
dipedesaan” yang banyak dicari oleh “para pemuda” di kampungnya. Tunggulah kabar
serba serbi pada episode beikutnya.............
20
15. Sekilas Tahapan MKRPL di Madiun
21
16. Pemilihan Komoditas KRPL Gresik
22
17. Aktivitas Ibu-ibu PKK pelaku KRPL di Probolinggo
23
18. Pembelajaran KRPL Terhadap PAUD di Lumajang
Penggantian biaya ini untuk menumbuhkan rasa memiliki usaha kelompok dan
perguliran modal. Perubahan perilaku ini terjadi dengan pendampingan yang intensif dari
semua pihak tidak terlepas juga peran aparat desa. Motivasi aparat dan perangkat Desa
Sumberwuluh perlu ditingkatkan dengan melakukan studi banding ke wilayah lain yaitu di
Desa Girimoyo, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang.
Studi banding tersebut tampak membuahkan hasil akan tumbuhnya minat dan
kesadaran aparat dalam memanfaatkan pekarangan dengan mensukseskan program
kawasan rumah pangan lestari. Kesadaran tersebut meliputi mulai memperhatikan
keberhasilan lingkungan, perhatian dan semangat aparat untuk menanam sayuran
bersama-sama warganya yaitu dengan menanam terong, cabai dan tomat disepanjang
jalan utama dengan memanfaatkan limbah kantung beras raskin masyarakat. Saat ini
warga mulai merasakan manfaatnya untuk memanen sayuran dari hasil pekarangannya.
Masyarakat semakin mengenal aneka macam sayuran seperti : bloomkol, handewi (slada)
dan bayam merah. Enak juga ya memanen sayuran......
24
19. Tahapan Penumbuhan KRPL Jember
25
20. M-KRPL dan Pengembangannya Di Kota Batu
Di kota Batu yaitu desa Bulukerto tepatnya di dusun Cangar merupakan salah satu
dusun sebagai lokasi untuk kawasan rumah pangan lestari. Desa Bulukerto mempunyai
luas wilayah 548,3 Ha termasuk daerah dataran tinggi yang terdiri dari empat dusun dan
terdiri dari 1642 KK. Dusun Cangar sendiri hampir 80% masyarakatnya merupakan petani
dan buruh tani.
KRPL di dusun Cangar desa Bulukerto kota Batu pada awalnya melibatkan
sebanyak 40 KK dan sampai bulan awal Agustus 2012 telah berkembang menjadi 63 KK
dari tujuh rumah tangga (RT).
Pada awalnya untuk memulai penerapan KRPL terdapat banyak hal yang dilakukan
yaitu memberi pemahaman dengan cara sosialisasi yang melibatkan ibu-ibu PKK, tokoh
masyarakat, perangkat desa, koordinasi dengan dinas terkait. Mendapatkan data-data
sekunder tentang monografi desa. Sesuai dengan tujuannya untuk membangun kawasan
rumah pangan lestari diperlukan KBD (Kebun Bibit Desa). Di dusun Cangar telah
dibangun KBD ukuran 4m x 8 m, 2 kolam terpal untuk ikan lele, percontohan tanam
sayuran pada bedengan (kangkung, bayam), tanaman buah durian, jeruk keprok Batu 55
dan gazebo yang kesemuanya dibangun di atas lahan seluas 1600 m2. Percontohan
tersebut merupakan kerja sama antara BPTP, KKP Propinsi Jatim dan Pemda.
Saat sosialisasi tentang KRPL bersama ibu-ibu PKK dan menumbuhkan KBD
26
21. Kawasan Rumah Pangan Lestari Kabupaten Jombang
Untuk ternak-ternak yang telah diterima masyarakat (ayam, itik dan entok) sudah
bayak yang menghasilkan. Oleh karena itu, kebanyakan rumah tangga menginginkan
bantuan bergulir berupa ternak ayam karena dirasa paling prospektif untuk
dikembangkan. Sampai saat ini masyarakat yang mendapatkan bantuan ayam ada 25 KK
(10 ekor/KK) dari 80 KK yang terlibat dalam kegiatan KRPL. Kebanyakan dari mereka
ternyata telah ahli dalam memelihara ayam, dari penetasan sampai pencegahan penyakit.
Ketrampilan memelihara ternak ayam yang dimiliki oleh pelaku RPL merupakan modal
utama keberhasilan usaha ternak.
27
22. Cara Hidup Sehat Melalui M-KRPL di Ngawi
Seperti kita ketahui bersama bahwa berbagai macam penyakit yang dialami
masyarakaat saat ini antara lain disebabkan oleh pola hidup yang tidak sehat, kekurangan
gizi dan faktor lainnya. Oleh sebab itu penerapan Model KRPL sangat cocok dalam upaya
menyediakan bahan makanan yang bebas dari pengaruh bahan kimia non alami, seperti
pupuk dan pestisida sintetis, yakni melalui model pertanian organik, dan
penganekaragaman bahan pangan sumber karbohidrat dan protein.
Beberapa program MKRPL yang diterapkan di Desa Karangrejo, Kecamatan
Kendal, Kabupaten Ngawi, yang didasarkan atas hasil identifikasi di lapangan, diantaranya
budidaya dan pembibitan sayuran.
28
b. Potensi Pengembangan KRPL di Jawa Timur
Pelaksanaan KRPL di berbagai Kabupaten/Kota di Jawa Timur yang baru dimulai
sekitar 6 bulan sangatlah singkat untuk diambil kesimpulan apakah program ini berjalan
dengan baik atau tidak setelah diimplementasikan di lapangan. Sebagai indikator untuk
mengetahui paling tidak ada dua hal yang perlu diketahui yaitu kondisi agroekologi
(lingkungan) setempat, pemilihan jenis tanaman/ternak yang diusahakan, dan sumber
daya manusia.
Kondisi agroekologi d Jawa Timur yang sangat luas dan beragam merupakan
potensi dalam penumbuhan semua kegiatan pertanian baik dalam skala luas maupun
kecil. Berdasarkan analisis Location Quotient (LQ) diperkirakan pada tahun 2020 Propinsi
Jawa Timur akan menjadi pusat agribisnis, karena mempunyai keunggulan di sektor
pertanian. Kabupaten/Kota di Jawa Timur yang mempunyai nilai LQ > 1 di bidang
pertanian yaitu Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Blitar, Kediri, Lumajang, Jember,
Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo, Probolinggo, Pasuruan, Mojokerto, Jombang,
Nganjuk, Madiun, Magetan, Ngawi, Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Bangkalan, Sampang,
Pamekasan, Sumenep, dan Kota Batu.
Sektor ekonomi dikatakan kuat apabila sektor tersebut tidak hanya melayani pasar
di daerahnya sendiri, tetapi juga mampu melayani pasar di daerah lain. Pembangunan
pertanian tidak dapat terlaksana hanya oleh para petani sendiri, akan tetapi perlu campur
tangan pembuat kebijakan. Karena sektor pertanian dapat menyerap tenaga kerja dan
sumber devisa pemerintah dengan perdagangan internasional.
Pemilihan jenis tanaman/komoditas yang akan diusahakan harus mengacu pada
kemudahan hidup dan tumbuh pada kondisi agroekologi setempat. Tanpa memperhatikan
ke dua hal tersebut peluang keberhasilan hidupnya sangat kecil. Suatu misal,
tanaman/ternak yang perlu banyak air sebaiknya di usahakan pada kondisi rumah tangga
yang lingkungannya sumber airnya mudah dan terjadi sebaliknya pada tanaman/ternak
yang tidak perlu banyak air.
Pelaku KRPL dalam hal ini ibu-ibu rumah tangga merupakan salah satu faktor
penentu kesuksesan dan keberlanjutan program KRPL. Karena mengusahakan tanaman
dalam skala kecil dan terbatas perlu ketelatenan yang tinggi dan mempunyai rasa suka
untuk mengerjakannya. Pada tahap awal biasanya semangatnya tinggi, kemudian sejalan
dengan waktu semakin hari semakin menurun semangatnya. Untuk mempertahankan
motivasi yang tinggi diperlukan kiat-kiat tertentu misalnya pendampingan secara berkala
setelah berjalan.
29
Setelah mempertimbangkan beberapa hal tersebut di atas langkah selanjutnya
adalah melihat kondisi yang sesungguhnya dengan melihat perkembangan terakhir serta
dukungan pemerintah setempat dari masing-masing lokasi KRPL (Tabel 1).
Tabel 1. Perkembangan KRPL Per 15 Agustus 2012 di Jawa Timur
Tahun Jumlah KK-RPL/ Dukungan Pemda
Kabupaten Desa/ awal RTang-RPL Jumlah
No
/ Kota Kelurahan perkemb Awal Agustus kawasan Rp Natura
angan
1 Kab. Pacitan - Gunung 2012 58 68 36 - APBD Tk I :
sari 165 jt*
- Kayen 2011 22 60 - APBD Tk. II :
50 jt
2 Kab Sukorejo 2012 40 55 3 - APBD Tk I :
Ponorogo 165 jt*
30
Lanjutan Tabel 1........
31
Berdasarkan data tersebut di atas perkembangan KRPL di Jawa Timur menunjukkan
persentase kenaikan yang sangat spektakuler setelah program tersebut di luncurkan.
Dalam waktu yang relatif singkat yaitu sekitar 6 bulan perkembangan dan penumbuhan
RPL-RPL naik 205,5% dalam skala tingkat Provinsi dan kalau pada tingkat
Kabupaten/kota rata-rata kenaikannya 8,56%. Perkembangan tersebut secara sederhana
menunjukkan sinyal positif bahwa program KRPL dapat diterima oleh masyarakat.
Paling tidak ada lima faktor yang menyebabkan program KRLP tumbuh dengan baik
di Jawa Timur antara lain: program ini muncul secara “top down”, mendapat dukungan
secara terstruktur dari stakeholders terkait baik sarana dan pembiayaan, merupakan
“cara baru” pemenuhan gizi keluarga dengan mengoptimalkan pemanfaatan lahan yang
sempit disekitar rumah/pekarangan, adanya pengawalan dari petugas secara intensif,
pelaku sasaran adalah para ibu rumah tangga di pedesaan/perkotaan.
Model implementasi KRPL seperti yang terjadi sekarang ini sangat rentan dengan
permasalahan keberlanjutan apabila tidak didukung dan disiapkan secara seksama pada
saat program tersebut diberhentikan sarana pelaksanaannya. Oleh karena itu pada tahap
awal ini sesegera mungkin manfaatnya dirasakan oleh pelaku RPL. Nilai manfaat akan
selalu menjadi pemicu motivasi seseorang untuk melakukan tindakan, maka dari itu
pendampingan yang intensif oleh petugas yang kretaif dan inovatif menjadi kunci sukses
keberlanjutan suatu program.
Terintegrasinya stakeholders terkait dalam pelaksanaan program KRPL juga dapat
memicu munculnya para local campion, hal ini dapat dilihat secara otomatis pada saat
awal suatu program di luncurkan atau disosialisasikan. Motif munculnya local campion
antara lain tingkat partisipatif, rasa ingin tahu terhadap sesuatu yang baru, semangat
untuk menerapkan informasi teknologi, dan untuk mendapatkan nilai manfaat secara
materi maupun non materi. Apabila local campion sudah muncul, merupakan suatu
pertanda bahwa suatu program dapat dimulai pelaksanaannya.
Local campion merupakan motor penggerak suatu program oleh karena itu
biasanya lebih dari satu orang. Contoh yang paling sering dijumpai di lapangan adalah
Kepala Desa atau perangkat Desa setempat, para ketua kelompok tani/ketua gapoktan,
ketua wanita tani, ketua PKK, dan tokoh masyarakat yang ada situ. Keberadaan mereka
sangat-sangat diharapkan karena mempunyai andil yang besar dalam kelancaran suatu
program. Oleh karena itu hendaknya para petugas lapangan selalu berinteraksi secara
intensif dengan mereka agar program berjalan lancar, sukses, dan berkelanjutan.
32
3. KENDALA DAN PELUANG KEBERHASILAN KRPL
Melihat dukungan pemerintah Provinsi Jawa Timur yang sangat tinggi dari aspek
pembiayaan terhadap program KRPL yang tersebar di berbagai Kabupaten/Kota belum
dapat menjamin keberhasilan pelaksanaannya. Hal ini terlihat dari munculnya berbagai
kendala/masalah yang ada pada setiap lokasi penumbuhan KRPL. Apabila dikelompokkan
paling tidak ada lima kendala yakni sumber daya alam, sumber daya manusia,
kelembagaan, akses teknologi, dan stake holders. Secara rinci dari masing-masing
kendala tersebut adalah sebagai berikut:
33
lokasi KRPL tertentu adalah serangan tikus. Apabila gangguan hama tikus ini tinggi pada
tahap pesemaian sudah dapat dipastikan bahwa bibit tanaman akan rusak dan tidak
dapat digunakan sebagai bahan tanaman yang baik. Perlu di ingat, tikus adalah hama
yang paling pintar dan cerdik dibandingkan jenis hama lain. Oleh karena itu untuk
mengendalikan atau mengurangi serangan tikus harus dilakukan beberapa cara
pengendalian. Misalnya memberi pagar dan penutup dari bahan yang kuat misalnya
plastik. Langkah berikutnya adalah menutup lubang-lubang persembunyian dengan
pengasapan. Dan masih banyak teknologi pengendalian yang lain.
Polusi udara akibat dari bau kotoran ternak tampaknya juga menjadi kendala yang
berhasil di identifikasi di lokasi penumbuhan KRPL. Munculnya masalah ini diduga oleh
beberapa penyebab antara lain lokasi pemeliharaan yang sempit, kandang tidak
bersih/kotor, tidak disediakan teknologi permentasi kotoran ternak. Untuk mengantisipasi
agar permasalahan tersebut tidak berlarut larut maka perlu dilakukan beberapa upaya
misalnya memilih jenis ternak yang selektif, mengganti jenis pemeliharaan lain misalnya
tanaman, dan penyertaan teknologi yang ramah lingkungan.
Semua permasalah SDA tersebut tidak dapat dibiarkan secara berlarut-larut. Segera
dicari solusinya, karena apabila dibiarkan akan mengganggu proses kelancaran
implementasi pelaksanaan KRPL. Selain dari itu juga selalu melakukan komunikasi secara
terstruktur antar pelaku RPL-RPL yang ada di kawasan tersebut. Hal ini menjadi penting
karena kegiatan berlangsung di lokasi perumahan dipedesaan/perkotaan dengan lahan
yang relatif terbatas.
34
tanaman/ternak, motivasi menurun/jenuh, dan pengetahuan terbatas terhadap teknologi
pertanian tertentu. Untuk mengetahui lebih jauh dan detil dari masing-masing kendala
akan di uraikan sebagai beikut.
Keterbatasan waktu yang dimiliki oleh para pelaku RPL tampaknya mempunyai
potensi menghambat yang besar dalam menumbuh kembangkan RPL-RPL yang ada di
tingkat pedesaan/perkotaan. Kendala ini sulit untuk di atasi karena waktu yang dimiliki
pelaku RPL tercurah seluruhnya untuk keperluan di luar yang berhubungan dengan
berlangsungnya kehidupan. Misalnya mempunyai pekerjaan tetap di perusahaan atau
jadi pegawai. Alasan yang paling mendasar adalah mencoba hal baru (RPL) yang di luar
kebiasaan bukan perkerjaan mudah, karena nilai kepastian yang di dasarkan pada
pengalaman tidak ada yang bisa menjamin. Dari pada menemui kegagalan lebih baik
menekuni pekerjaan yang sudah lama memberikan hasil. Potret pelaku RPL yang
demikian ini masih ada peluang untuk dicari jalan komprominya, misalnya pemilihan jenis
tanaman yang tidak perlu pemeliharaan intensif.
Kekurangan tenaga kerja untuk memelihara tanaman/ternak untuk para pelaku RPL
merupakan kendala yang dapat dijumpai. Kondisi ini hampir sama dengan kendala
sebelumnya, akan tetapi masih ada perbedaan yaitu pada minat untuk mau
melaksanakan. Langkah untuk menyikapi pelaku RPL yang demikian antara lain:
memberikan pemahaman secara baik mengenai pentingnya RPL, diberikan kesempatan
untuk learning by proses, secepat mungkin menunjukkan nilai manfaatnya, dan
pendampingan secara intensif. Apabila upaya-upaya tersebut telah dilakukan,
selanjutnya dilakukan evaluasi mengenai keberlanjutan pelaksanaannya. Tanpa
melakukan tahapan yang demikian akan sulit untuk menentukan sikap selanjutnya. Oleh
karena itu sebelum menentukan lokasi dan para pelaku RPL harus diketahui syarat-syarat
yang ideal untuk menumbuh kembangkan KRPL.
Motivasi para pelaku KRPL yang menurun merupakan salah satu kendala yang
sering di jumpai pada hampir semua lokasi penumbuhan RPL. Indikator yang paling
mudah diketahui adalah kurang semangatnya dalam melakukan aktivitas yang terkait
dengan RPL. Gejala ini muncul karena ada beberapa faktor yang memicu misalnya tidak
sesuainya harapan dan hasil. Pada tahap awal menghendaki jenis tanaman tertentu akan
tetapi yang diperoleh tanamannya berbeda. Belum diperoleh manfaat yang optimal baik
dari aspek kecukupan kebutuhan rumah tangga dan materi ekonomi. Kemampuan yang
terbatas untuk penguasaan teknologi maupun non teknologi. Kreativitas yang rendah
para pelaku dan pendamping. Untuk mengatasi hal-hal tersebut di atas perlu di bangun
35
komunikasi yang intesif dan jelas antara para pelaku, local campion, petugas
pendamping, dan stake holders terkait lainnya.
Pengetahuan terbatas para pelaku RPL merupakan hal yang sangat wajar, karena
program ini merupakan hal baru untuk para ibu-ibu rumah tangga. Pada tahap awal ibu-
ibu tidak berpikir tentang cara bertanam yang baik untuk berbagai jenis tanaman pada
saat ini harus memikirkan hal tersebut. Perubahan perilaku dari tidak mengetahui
teknologi cara tanam ke harus mengetahui teknologi cara tanam inilah yang dimaksud
dengan pengatehuan yang terbatas. Tanpa pengetahuan yang cukup mumpuni dari SDM
setempat akan dapat menghambat kelancaran program KRLP. Oleh karena itu perlu
dilakukan beberapa tahapan sosialisasi di tingkat lapangan. Bentuk-bentuk sosialisasi
dapat dikemas berupa pertemuan di dalam rungan atau praktek langsung.
c. Kelembagaan
d. Akses Teknologi
36
teknologi juga harus mudah untuk diakses, diperoleh, didapatkan, dan dilaksanakan.
Berdasarkan hasil identifikasi yang telah dilakukan di masing-masing lokasi penumbuhan
KRPL kendala akses teknologi dapat di temukan adalah pelaku RPL belum menguasai
tentang pemeliharaan itik. Akibat dari belum dikuasainya teknologi tersebut adalah
mortalitas yang sangat tinggi. Belajar dari pengalaman yang ada, maka perlu dilakukan
koordinasi yang intensif antara stake holders, petugas pendamping, dan pelaku RPL
terkait dengan kebutuhan teknologi yang langsung diimplementasikan di lapangan.
e. Stake Holders
37
kesatuan langkah, peluang keberhasilan pengembangan KRPL sangat tinggi. Kondisi
demikian akan terjadi sinergisme antar berbagai pihak, oleh karena itu terus menerus
melakukan koordinasi secara berkelanjutan.
Berdasarkan fakta di lapangan untuk memulai koordinasi antar stake holders ini
bukan pekerjaan mudah, karena posisi dari masing-masing dari stake holders secara
legal formal belum di kukuhkan secara baik/strukturnya belum jelas. Mengingat
pentingnya suatu program itu dilaksanakan, maka harus dilengkapi dengan panduan
juklak/juknisnya. Tanpa dilengkapi dengan perangkat tersebut, sulit rasanya untuk
mensukseskan suatu program, karena dukungan dari stake holders nya kurang kuat.
a. Taktik
Paling tidak ada beberapa taktik (implementasi jangka pendek) agar KRPL berhasil
antara lain pendampingan oleh petugas bagi pelaku RPL secara intensif, dukungan sarana
dan prasarana yang memadai, dan memilih pelaku RPL yang mempunyai semangat tinggi
dan waktu cukup. Ketiga komponen tersebut harus berjalan beriring karena pada tahap
awal biasanya para pelaku sangat tergantung dari komando dalam pelaksanaannya.
Untuk itu perlu disinergiskan agar perjalanannya menjadi lancar.
Target para pelaku RPL umumnya adalah ibu-ibu rumah tangga di pedesaan/
perkotaan yang fokus kegiatan sampingannya bukan bercocok tanam dan beternak.
Sehingga kondisi tersebut yang harus dipahami secara baik apabila program ingin
berjalan secara lancar dan sukses. Hal ini penting untuk di pahami karena terkait dengan
merubah perilaku atau kebiasaan seseorang. Oleh karena itu pendampingan/pengawalan
yang intesif oleh petugas menjadi kunci utama yang harus dikedepankan. Tanpa
melakukan pendampingan intensif akan sulit untuk mengarahkan para pelaku RPL,
karena aktivitas memanfaatkan lahan disekitar rumah dan pekarangan dengan bercocok
tanam merupakan hal baru yang harus dikerjakan. Keterpaduan hubungan antara
petugas dengan para pelaku RPL harus terjalin dengan baik dan harmonis. Petugas yang
kreatif dan inovatif serta koordinatif dalam menjalankan pendampingan yang akan
tampak secara nyata hasilnya.
38
a.2. Dukungan Sarana dan Prasarana
Ketersediaan sarana dan prasarana yang tepat dan sesuai dengan kondisi di
lapangan yang akan mempermudah pelaksanaan program. Misalnya sarana yang cocok
untuk di tumbuh kembangkan di lokasi itu adalah ternak, maka harus di pilih jenis ternak
memang benar-benar sesuai. Setelah sarana sesuai harus ditunjang prasarana yang
memadai misalnya bentuk kandang atau cara mengandangkannya. Apabila sarana dan
prasarana yang disediakan sudah cocok peluang keberhasilannya sangat tinggi. Hal
sama juga bisa terjadi untuk tanaman. Tanpa memperhatikan keseuaian sarana dan
prasarana yang tersedia, akan mempersulit tahapan pelaksanaannya.
Memilih para pelaku RPL merupakan hal sangat krusial, karena kesalahan
melakukan pemilihan akan dapat menghambat kelancaran suatu program. Pada tahap
awal paling tidak ada tiga kriteria utama untuk memilih para pelaku RPL yakni ibu-ibu
rumah tangga yang benar-benar memang membutuhkan kegiatan, waktunya
“longgar”/cukup dan senang, mempunyai semangat untuk berubah. Apabila tiga kriteria
tersebut dapat dipenuhi ada jaminan pelaksanaan program akan berjalan dengan lancar.
b. Strategi
b.1. Sosialisasi
Tahap awal yang sangat penting untuk mensukseskan suatu program adalah
sosialisasi. Pelaksanaan sosialisasi harus dilakukan secara terstruktur dan berjenjang
sesuai dengan tugas pokok dan fungsi dari masing-masing pelaku. Pada tahapan ini akan
terjadi proses pemahaman suatu konsep/program yang akan di implementasikan.
Apabila tahapan ini sudah dilakukan dengan baik dan benar, paling tidak para pelaku
sudah mempunyai bekal keilmuan tentang program yang akan dilaksanakan.
Sosialisasi secara terstruktur dan berjenjang (provinsi, kabupaten, kecamatan, desa,
dan pelaku) biasanya tidak cukup dilakukan hanya sekali, karena hal ini terkait dengan
pemahaman informasi yang bersifat baru. Proses pelaksanaannya bisa berubah/berbeda,
sangat tergantung dari kondisi tempat atau lokasi. Mengingat pentingnya tahapan ini,
maka para pelaku yang terlibat mulai dari pelaku penujang (para pemangku
39
kepentingan), pelaku inti (petugas lapang dan local campion), dan pelaku sasaran
(target) harus mengikuti secara baik pada setiap sosialisasi.
b.2. PRA/RRA/KKP
40
penting dan sentral dalam mengimplementasikan suatu program. Apabila komponen ini
sudah tersedia dengan baik maka kelancaran, kesuksesan, dan keberlanjutan program
KRPL akan terwujud.
Program KRPL yang memanfaatkan lahan sekitar rumah dan pekarangan umumnya
tanaman yang dipilih oleh para pelaku RPL adalah tanaman hortikultura yang berupa
sayuran. Komoditas sayuran sistem perbenihannya belum sebaik seperti komoditas
tanaman pangan terutama padi. Ketersediaan benih/bibit berkualitas secara kontinyu
dan berkelanjutan merupakan salah satu faktor kunci yang harus disediakan dalam
menumbuh kembangkan suatu program. Berdasarkan fakta di lapangan sangat tampak
sekali bahwa ketersediaan benih tanaman sayuran belum mapan, oleh karena itu
merupakan suatu keharusan untuk membuat kebun bibit desa (KBD) dalam menunjang
kesuksesan KRPL.
Untuk mewujudkan tumbuhnya KBD di lokasi KRPL tidak bisa diserahkan
sepenuhnya ke para pelaku RPL atau para local campion, akan tetapi perlu dipikirkan
secara komprehensif antar stake holders. Di beberapa lokasi KRPL telah tumbuh KBD.
Namun demikian sistem perencanaan dan pelaksanaannya masih belum optimal. Untuk
mewujudkan terbentuknya KBD yang baik harus dipenuhi beberapa komponen
pendukungnya antara lain: lokasi/tempat harus ada dan strategis, harus ada rumah bibit,
ketersediaan air yang cukup, ada pengelolanya, pengetahuan tentang perbenihan,
kelembagaan yang kuat, dan dukungan pembiayaan pada tahap awal.
Pengelola KBD selain mempunyai pengetahuan yang cukup tentang perbenihan
harus mempunyai jiwa bisnis atau enterprenurship yang tinggi, karena harus
memperhitungkan jumlah kebutuhan bibit, jenis bibit yang harus disediakan, dan faktor
yang lain (mungkin pasar). Tanpa mempertimbangkan hal-hal tersebut keberlanjutannya
akan sulit, karena akan terjadi ketidakseimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan
(suplay and demand). Apabila kondisi ini dapat diantispasi dengan baik dan benar oleh
pengelola KBD, maka peluang keberlanjutan KRPL akan semakin besar. Dan pada
gilirannya pemenuhan akan sayur dan gizi dalam rumah tangga akan tercukupi, alih-alih
pendapatan rumah tangga akan meningkat dan sejahtera.
41
tangga tampaknya juga tidak jauh berbeda. Berdasarkan pengamatan sekilas di beberapa
lokasi KRPL ada dua kondisi yang terjadi terhadap pelaku KRPL. Pertama, pelaku RPL
tidak merasa asing dengan aktivitas tanam menanam sayuran di polybag. Kondisi ini
dapat dihat langsung pada keragaan tanaman yang di tanam yaitu tumbuh dengan subur.
Kedua, pelaku RPL merasa tidak percaya diri dalam melakukan aktivitas tanam menanam
walaupun sudah dibekali ilmu dan teknologinya. Hal ini dapat dilihat pada saat melakukan
aktivitas pemeliharaan misalnya menyiram. Pelaku RPL yang sudah biasa melakukan
penyiraman tanaman dengan santai dan bisa menikmati aktivitas tersebut. Terjadi
sebaliknya dengan pelaku yang tidak/jarang melakukan.
Belajar dari dua kondisi tersebut di atas maka para pelaku RPL tidak bisa
ditinggalkan begitu saja ketika terlihat pelaksanaannya sudah mulai berjalan. Usul yang
dikemukakan dari para pelaku RPL adalah tetap dilakukan pendampingan oleh petugas
walaupun tidak seintensif seperti pada tahap awal kegiatan dimulai. Oleh karena itu perlu
dirumuskan beberapa kegiatan yang sifatnya rutin antara pelaku dan petugas. Sehingga
setiap ada pertemuan atau supervisi misalnya, selalu ada hal baru yang harus dibahas.
Disamping untuk mengikat adanya hubungan yang harmonis antara petugas dan pelaku
RPL.
Berdasarkan fakta yang sering kita ketahui dilapangan, pada saat suatu program
diluncurkan dimasyarakat dan pada saat itu pula banyak pelaku yang telibat mulai dari
tingkat pengambil keputusan sampai tingkat pelaksana, kondisi yang terjadi di lapangan
di jamin pasti sangat memuaskan. Akan tetapi terjadi sebaliknya, pada saat suatu
program berakhir pula aktivitas kegiatan yang telah dirintis. Kondisi seperti ini menjadi
bahan koreksi untuk kita semua. Kenapa terjadi demikian. Paling tidak ada enam faktor
yang mempengaruhi yakni program sifat nya top down, unsur bantuannya sangat tinggi,
tingkat partisipasi masyarakat rendah, masyarakat belum merasa butuh, belum bisa
merasakan manfaat dari program yang dilaksanakan, dan tidak adanya pendampingan
dari petugas lapangan yang kontinyu.
Sebagai langkah antisipasi agar suatu program dapat berkelanjutan adalah para
pelaku kegiatan merasa membutuhkan aktivitas yang dilaksanakan, dapat merasakan
nilai manfaat dari aktivitas yang dilakukan, dan pendampingan/supervisi secara periodik.
Apabila ketiga hal tersebut dapat terlaksana dengan baik di tingkat lapangan tanpa
disuruh pun pelaku akan melaksanakan aktivitasnya dengan sungguh-sungguh. Karena
nilai manfaat yang akan diperoleh sudah jelas dapat dirasakan. Dan apabila terjadi
permasalahan dengan aktivitas yang dilakukan ada kepastian untuk bertanya mencari
42
solusinya kepada petugas. Inilah pentingnya pendampingan secara periodik dan
berkelanjutan.
5. PENUTUP
43
kemarau ini, terlihat harus melakukan penyiraman tanaman dengan frekunsi 1-2 hari
sekali.
Keterpaduan antar stake holders dalam mengawal pelaksanaan KRPL masih perlu
ditingkatkan lagi yang didasarkan pada tupoksinya masing-masing agar program KRPL
lancar dan sukses. Petugas lapangan pendamping KRLP yang merupakan motor
penggerak harus kreatif, inovatif, dan komunikatif. Para local campion yang juga
merupakan motor penggerak paling depan dalam memperlancar program KRPL masih
perlu didukung eksistensinya. Menumbuhkan motivasi untuk mau menanam, memelihara,
dan mengkonsumsi hasil kepada para pelaku RPL harus didengungkan secara terus
menerus.
Keberlanjutan program KRPL sangat tergantung dari: motivasi dari para pelaku RPL,
nilai manfaat yang diperoleh, rasionalisasi volume dan jenis komoditas, ketersediaan
sarana perbenihan yang memadai, pendampingan secara periodik, dukungan
pembiayaan, dan kemudahan akses pasar.
44