Anda di halaman 1dari 67

PROPOSAL

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT

KECEMASAN PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK TERHADAP

TERAPI HEMODIALISA DI RSUD BLAMBANGAN BANYUWANGI

TAHUN 2019

Latihan Proposal yang disusun untuk memenuhi tugas Metodologi Riset yang

diampul oleh pak hariaji.

Nama : NI LUH PUTU APRILIANI

Nim : 2016.02.066

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI

BANYUAWANGI

2019
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ginjal adalah organ yang mempunyai pembuluh darah yang sangat banyak

(sangat vaskuler), tugas dasarnya adalah “menyaring atau membersihkan” darah

dan membuang produk akhir metabolism tubuh (Smeltzer, 2002).

Apabila ginjal gagal menjalankan fungsinya maka penderita memerlukan

pengobatan dengan segera. Penyakit gagal ginjal adalah suatu penyakit dimana

fungsi organ ginjal mengalami penurunan hingga akhirnya tidak mampu bekerja

sama sekali dalam hal penyaringan dan pembuangan elektrolit tubuh, tidak

mampu menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh, seperti sodium,

kalium dalam darah atau tidak mampu dalam memproduksi urin (Widayanti,

2014). Penyakit gagal ginjal kronik merupakan gangguaan fungsi ginjal yang

progresif dan ireversibel yaitu dimana kemampuan tubuh gagal untuk

mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit yang

menyebabkan uremia. (Smeltzer and Bare, 2002).

Pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis membutuhkan

waktu 12-15 jam untuk dialisis setiap minggunya, atau paling sedikit 3 -4 jam

perkali terapi. Kegiatan ini akan berlangsung terus menerus sepanjang hidupnya.

Hemodialisis dapat meningkatkan ketahanan hidup pasien gagal ginjal kronik

stadium terminal. Hemodialisis merupakan proses penyaringan sampah

metabolisme dengan menggunakan membrane semi - permeabel yang bertujuan


untuk mengoreksi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, serta

mengeliminasi sisa produk meta – bolisme protein (Kallenbach, 2005).

Hemodialisis tidak dapat menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal dan

tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolik atau endokrin yang

dilaksanakan oleh ginjal, sehingga pasien akan tetap mengalami berbagai

komplikasi baik dari penyakitnya maupun juga terapinya (Mollaoglu, 2006; &

Parker, 2009).

Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2013 merilis

angka kejadian Gagal Ginjal Kronik meningkat sebesar 50% dari tahun

sebelumnya. Angka kejadian gagal ginjal di dunia secara global lebih dari 500 juta

orang dan harus menjalani hemodialisa sekitar 1,5 juta orang (Yuliana, 2015).

Sedangkan menurut profil di Indonesia angka kejadian gagal ginjal kronik sekitar

70.000 orang dan yang menjalani Hemodialisa yaitu mencapai 10.000 orang

(Tandi, Mongan, & Manoppo, 2014) dan menurut data RISKESDA tahun 2018

berdasarkan diagnosa dokter pada kelompok umur 15 tahun keatas penderita yang

mengalami gagal ginjal kronik pada tahun 2013 yaitu 2.0% dan mengalami

peningkatan pada tahun 2018 mencapai 3.8% sedangkan penderita yang

menjalani hemodialisa mencapai 19.3%.

Data (IRR) pada tahun 2014 menunjukkan bahwa pasien yang menjalani

hemodialisis di Provinsi Jawa Timur dengan jumlah pasien baru 3.621 orang dan

pasien aktif 2.787 orang. Berdasarkan data di instalasi hemodialisis yang terdapat

di RSUD Blambangan banyuwangi terdapat 135 penderita GGK yang menjalani

HD setiap bulannya.
Hemodialisa yaitu untuk menurunkan kadar ureum,kreatinin dan zat toksik

yang lainnya di dalam darah. Dalam penatalaksanaannya, selain memerlukan

terapi diet dan medikamentosa, pasien GGK juga memerlukan terapi pengganti

fungsi ginjal yang terdiri atas dialisis dan transplantasi ginjal. Diantara kedua jenis

terapi pengganti fungsi ginjal tersebut, dialisis merupakan terapi yang umum

digunakan karena terbatasnya jumlah donor ginjal hidup di Indonesia. Menurut

jenisnya, dialisis dibedakan menjadi dua, yaitu Hemodiaisa dan peritonedialisis.

Sampai saat ini, Hemodialisa masih menjadi alternatif utama terapi pengganti

fungsi ginjal bagi pasien GGK karena dari segi biaya lebih murah dan risiko

terjadinya perdarahan lebih rendah jika dibandingkan dengan dialisis peritoneal

(Markum, 2006:588).

Kecemasan (anxiety) berasal dari bahasa Latin yaitu angustus yang berarti

kaku, dan ango anci yang berarti mencekik. Menurut Freud, kecemasan adalah

fungsi ego untuk memperingatkan individu tentang kemungkinan datangnya suatu

bahaya sehingga dapat disiapkan reaksi adaptif yang sesuai. Gejala psikologis

kecemasan meliputi gelisah, konsentrasi terganggu, cepat marah, merasakan

adanya tanda-tanda bahaya, insomnia, libido menurun dan mudah tersinggung.

Gejala fisik pada kecemasan ialah jantung berdebar, berkeringat, rasa sesak napas,

gangguan tidur, mudah lelah, sering kencing, dan mulut kering. Menurut

American Psychiatric Association, tingkat kecemasan dapat dikelompokkan

menjadi 4 kategori sebagai berikut: tingkat kecemasan ringan, sedang, berat, dan

panik. Pasien PGK yang menjalani hemodialisis sering mengalami kecemasan

karena terjadi ancaman terhadap integritas dirinya dimana mereka sering berfikir

bahwa penyakitnya akan menimbulkan ketidakmampuan fisiologis bahkan


kematian.15 Survei yang dilakukan peneliti diperoleh keterangan bahwa pasien

PGK yang menjalani hemodiaisis mengatakan cemas terhadap mesin, selang-

selang yang dialiri darah, cemas untuk ditusuk jarum, demikian juga dengan

pembayaran yang mahal.

Dukungan keluarga adalah bentuk perilaku melayani yang dilakukan oleh

keluarga, baik dalam bentuk dukungan emosional (perhatian, kasih sayang,

empati), dukungan penghargaan (menghargai, umpan balik), dukungan informasi

(saran, nasehat, informasi) maupun dalam bentuk dukungan instrumental (bantuan

tenaga, dana, dan waktu (Bomar, 2004). Pada pasien GGK, keberadaan keluarga

di sisi pasien selama proses hemodialisa merupakan sumber pendukung utama.

Dukungan keluarga dapat menimbulkan efek penyangga untuk efek - efek negatif

dari stressor proses medikasi. Keluarga dianggap dapat memiliki pengaruh yang

penting dalam membantu menyelesaikan masalah - masalah yang berkaitan

dengan kesulitan hidup seperti menurunkan kecemasan (Friedman dalam Setiadi,

2008). Dukungan keluarga juga dapat mempertahankan status kesehatan pasien

karena secara emosional pasien merasa lega diperhatikan, tidak sendirian dan

mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya (Jayanthi, 2008).

Untuk mengurangi tingkat kecemasan pada pasien ggk yang menjalani

terapi Hemodialisa , Pendekatan keluarga sangat diperlukan yaitu dengan

dukungan emosi dan social dari keluarga. Melalui dukungan keluarga, pasien akan

merasa masih dihargai dan diperhatikan. Dukungan keluarga dapat diwujudkan

dengan memberikan perhatian, bersikap empati, memberikan dorongan,

memberikan saran, serta memberikan pengetahuan. Dukungan sosial dari keluarga


berpengaruh penting dalam pelaksanaan pengobatan berbagai jenis penyakit

kronis dan dukungan social dari keluarga sangat berpengaruh terhadap kesehatan

mental anggota keluarganya.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis sangat tertarik untuk melakukan

penelitian yang bertujuan untuk mengetahui “Hubungan Dukungan Keluarga

dengan Tingkat Kecemasan terhadap Terapi Hemodialisa pada Pasien Gagal

Ginjal Kronik di RSUD Blambangan Tahun 2019.”

1.2 Rumusan Masalah

“Adakah hubungan Dukungn Keluarga dengan Tingkat Kecemasan

terhadap Terapi Hemodialisa pada Pasien Gagal Ginjal Kronik di RSUD

Blambangan?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Diketahuinya Hubungan Dukungan Keluarga dengan

Tingkat Kecemasan terhadap Terapi Hemodialisa pada Pasien

Gagal Ginjal Kronik di RSUD Blambangan Tahun 2019.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Teridentifikasinya Dukungan Keluarga terhadap Terapi

Hemodialisa pada Padien Gagal Ginjal Kronik di RSUD

Blambangan Tahun 2019.

1.3.2.2 Teridentifikasinya Tingkat Kecemasan terhadap Terapi

Hemodialisa pada Pasien Gagal Ginjal Kronik di RSUD

Blambangan Tahun 2019.


1.3.2.3 Teranalisisnya Hubungan Dukungan Keluarga dengan

Tingkat Kecemasan pada Pasien Gagal Ginjal Kronik di

RSUD Blambangan Tahun 2019.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Dengan penelitian ini diharapkan dapat membantu mengetahui

Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kecemasan

terhadap Terapi Hemodialisa pada Pasien Gagal Ginjal Kronik di

RSUD Blambangan Tahun 2019.

1.4.2 Manfaat Praktis

1.4.2.1 Bagi Institusi

Hasil penelitian ini dapat menjadi tambahan koleksi

hasil penelitian dan dapat ditempatkan diperpustakaan

institusi sebagai panduan untuk mendapatkan informasi

yang lebih banyak.

1.4.2.2 Bagi Profesi Keperawatan

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan

informasi dan masukan bagi Profesi Keperawatan untuk

meningkatkan mutu pelayanan yang lebih optimal.

1.4.2.3 Bagi Tempat Penelitian

Setelah dilakukan penelitian ini diharapkan keluarga

mampu memahami, mengerti dan tahu terhadap perasaan

pasien dalam menurunkan tingkat kecemasan.


1.4.2.4 Bagi Responden

Diharapkan setelah dilakukan penelitian ini dapat

memberikan informasi bagi pasien dalam mengurangi

tingkat kecemasan.

1.4.2.5 Bagi Peneliti Lain

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan

informasi dan bisa dijadikan referensi bagi peneliti –

peneliti lain.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Gagal Ginjal Kronik

2.2.1 Definisi Gagal Ginjal Kronik

Penyakit Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan

perkembangan gagal ginjal yang bersifat progresif dan lambat, dan

biasanya berlangsung selama satu tahun. Gagal Ginjal Kronik

adalah kerusakan fungsi ginjal yang progresif yang berakir fatal

pada uremia (kelebihan urea dalam darah). (Nettina, 2002:185).

Gagal Ginjal Kronik merupakan penurunan fungsi ginjal yang

menahun irreversible serta cukup lanjut (silvia A Price, 1999:812).

Sedang menurut (Brunner dan Suddarth, 2002: 448) Gagal Ginjal

Kronik adalah gangguan fungsi renal yang progresif dan

irreversible dimana keseimbangan tubuh gagal mempertahankan

metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit menyebabkan

uremia.

Gagal Ginjal Kronik atau CRF terjadi setelah sejumlah

keadaan yang menghancurkan massa nefron ginjal. Pada keadaan

ini ginjal kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan

volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan diet makanan

dan minuman normal.


2.2.2 Etiologi gagal ginjal kronik

Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh

Indonesian Renal Registry (IRR) pada tahun 2007 – 2008

didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut

glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%)

dan ginjal polikistik (10%) (Roesli, 2008).

1. Glomerulonefritis

Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit

ginjal yang etiologinya tidak jelas, akan tetapi secara umum

memberikan gambaran histopatologi tertentu pada glomerulus

(Markum, 1998). Berdasarkan sumber terjadinya kelainan,

glomerulonefritis dibedakan primer dan sekunder.

Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari

ginjal sendiri sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila

kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes

melitus, lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma multipel, atau

amiloidosis (Prodjosudjadi, 2006). Gambaran klinik

glomerulonefritis mungkin tanpa keluhan dan ditemukan secara

kebetulan dari pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan atau

keadaan darurat medik yang harus memerlukan terapi pengganti

ginjal seperti dialisis (Sukandar, 2006).

2. Diabetes melitus

Menurut American Diabetes Association (2003) dalam

Soegondo (2005) diabetes melitus merupakan suatu kelompok


penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi

karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua - duanya.

Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena

penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan

berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes

melitus dapat timbul secara perlahan - lahan sehingga pasien tidak

menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi

lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun berat badan yang

menurun. Gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa

diperhatikan, sampai kemudian orang tersebut pergi ke dokter dan

diperiksa kadar glukosa darahnya (Waspadji, 1996).

3. Hipertensi

Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan

tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, atau bila pasien memakai

obat antihipertensi (Mansjoer, 2001). Berdasarkan penyebabnya,

hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial

atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya atau

idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut juga hipertensi renal

(Sidabutar, 1998).

4. Ginjal polikistik

Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi

cairan atau material yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista.

Pada keadaan ini dapat ditemukan kista - kista yang tersebar di

kedua ginjal, baik di korteks maupun di medula. Selain oleh karena


kelainan genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai keadaan

atau penyakit. Jadi ginjal polikistik merupakan kelainan genetik

yang paling sering didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu

dipakai adalah penyakit ginjal polikistik dewasa (adult polycystic

kidney disease), oleh karena sebagian besar baru bermanifestasi

pada usia di atas 30 tahun. Ternyata kelainan ini dapat ditemukan

pada fetus, bayi dan anak kecil, sehingga istilah dominan

autosomal lebih tepat dipakai daripada istilah penyakit ginjal

polikistik dewasa (Suhardjono, 1998).

2.2.3 Manifestasi klinis

Menurut (Sylvia A Price, 1995:813). Perjalanan umum

pada gagal ginjal kronis dapat di bagi mnjadi tiga stadium :

1. Stadium I

Penurunan cadangan ginjal, selama stadium ini kreatinin serum dan

kadar BUN normal. Penderita asimtomatik gangguaan fungsi ginjal

diketahui dengan tes pemekatan urine yang lama.

2. Stadium II

Insufisiensi ginjal, dimana lebih dari 75% jaringan telah rusak

(GFR besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini kadar BUN dan

kreatinin mulai meningkat. Azotemia ringan kecuali jika stress

(infeksi, payah jantung), nokturia dan poliuria karena gagal

pemekatan.
3. Stadium III

Uremia dimana 90% massa nefron telah hancur. GFR 10% dari

normal, krelin kreatinin < 5-10 ml/menit. BUN dan kreatinin

meningkat sangat menyolok. Urine BD = 1,010, oliguria < 50

ml/24 jam, terjadi perubahan biokimia yang komplek dan

gejalanya.

2.2.4 Patofisiologi

Penurunan fungsi ginjal yang progresif tetap berlangsung

terus meskipun penyakit primernya telah diatasi atau telah

terkontrol. Hal ini menunjukkan adanya mekanisme adaptasi

sekunder yang sangat berperan pada kerusakan yang sedang

berlangsung pada penyakit ginjal kronik. Bukti lain yang

menguatkan adanya mekanisme tersebut adalah adanya gambaran

histologik ginjal yang sama pada penyakit ginjal kronik yang

disebabkan oleh penyakit primer apapun. Perubahan dan adaptasi

nefron yang tersisa setelah kerusakan ginjal yang awal akan

menyebabkan pembentukan jaringan ikat dan kerusakan nefron

yang lebih lanjut. Demikian seterusnya keadaan ini berlanjut

menyerupai suatu siklus yang berakhir dengan gagal ginjal

terminal (Noer, 2006).

2.2.5 Diagnosis Gagal Ginjal Kronis

Pendekatan diagnosis gagal ginjal kronik (GGK) mempunyai

sasaran berikut:

1. Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG).


2. Mengejar etiologi GGK yang mungkin dapat dikoreksi.

3. Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible

factors).

4. Menentukan strategi terapi rasional.

5. Meramalkan prognosis.

Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan

bila dilakukan pemeriksaan yang terarah dan kronologis, mulai

dari anamnesis, pemeriksaan fisik diagnosis dan pemeriksaan

penunjang diagnosis rutin dan khusus (Sukandar, 2006).

2.2.6 Pencegahan Gagal Ginjal Kronis

Upaya pencegahan terhadap penyakit gagal ginjal kronik

sebaiknya sudah mulai dilakukan pada stadium dini. Berbagai

upaya pencegahan yang telah terbukti bermanfaat dalam mencegah

penyakit ginjal dan kardiovaskular, yaitu pengobatan hipertensi

(makin rendah tekanan darah makin kecil risiko penurunan fungsi

ginjal), pengendalian gula darah, lemak darah, anemia, penghentian

merokok, peningkatan aktivitas fisik dan pengendalian berat badan

(National Kidney Foundation, 2009)

2.2.7 Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronik

1. Terapi konservatif

Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah

memburuknya faal ginjal secara progresif, meringankan keluhan-

keluhan akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki


metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan

dan elektrolit (Sukandar, 2006)

a. Peranan diet Terapi diet rendah protein (DRP)

menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi toksin

azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan

terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.

b. Kebutuhan jumlah kalori Kebutuhan jumlah kalori

(sumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan tujuan

utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif

nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara status

gizi.

c. Kebutuhan cairan Bila ureum serum > 150 mg%

kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah diuresis

mencapai 2 L per hari.

d. Kebutuhan elektrolit dan mineral Kebutuhan jumlah

mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari

LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).

2. Terapi simtomatik

a. Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan

serum kalium (hiperkalemia). Untuk mencegah dan

mengobati asidosis metabolik dapat diberikan suplemen

alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera

diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat

≤ 20 mEq/L.
b. Anemia Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC)

merupakan salah satu pilihan terapi alternatif, murah, dan

efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati - hati

karena dapat menyebabkan kematian mendadak.

c. Keluhan gastrointestinal Anoreksi, cegukan, mual dan

muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai pada

GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan

utama chief complaint dari GGK. Keluhan gastrointestinal

yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai

anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi

dialisis adekuat dan obat - obatan simtomatik.

d. Kelainan kulit Tindakan yang diberikan harus tergantung

dengan jenis keluhan kulit.

e. Kelainan neuromuscular Beberapa terapi pilihan yang

dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler yang

adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal

paratiroidektomi.

f. Hipertensi Pemberian obat - obatan anti hipertensi.

g. Kelainan sistem kardiovaskular Tindakan yang diberikan

tergantung dari kelainan kardiovaskular yang diderita.

3. Terapi pengganti ginjal

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik

stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi


tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan

transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).

2.2 Konsep Hemodialisa

2.2.1 Definisi Hemodialisa

Hemodialisis merupakan suatu proses yang digunakan pada

pasien dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis

jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien

dengan penyakit ginjal stadium akhir atau end stage renal disease

(ESRD) yang memerlukan terapi jangka panjang atau permanen.

Tujuan hemodialisis adalah untuk mengeluarkan zat -zat nitrogen

yang toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air yang

berlebihan (Suharyanto dan Madjid, 2009).

2.2.2 Tujuan Terapi Hemodialisa

Terapi Hemodialisis mempunyai beberapa tujuan. Tujuan

tersebut diantaranya adalah menggantikan fungsi ginjal dalam

fungsi ekskresi (membuang sisa - sisa metabolisme dalam tubuh,

seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain),

menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang

seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat,

meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan

fungsi ginjal serta Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu

program pengobatan yang lain (Suharyanto dan Madjid, 2009).


2.2.3 Prinsip hemodialisa

Tindakan Hemodialisa memiliki tiga prinsip yaitu: difusi,

osmosis dan ultrafiltrasi (Brunner & Suddart, 2010). Sisa akhir dari

proses metabolisme didalam darah dikeluarkan dengan cara

berpindah dari darah yang konsentrasinya tinggi ke dialisat yang

mempunyai konsentrasi rendah (Smeltzel et al, 2008). Ureum,

kreatinin, asam urat dan fosfat dapat berdifusi dengan mudah dari

darah ke cairan dialisat karena unsur-unsur yang tidak terdapat

dalam dialisat. Natrium asetat atau bicarbonate yang lebih tinggi

konsentrasinya dalam dialisat akan berdifusi kedalam darah.

Kecepatan difusi solut tergantung kepada koefisien difusi, luas

permukaan membrane dialiser dan perbedaan konsentrasi serta

perbedaan tekanan hidrostatik diantara membrane dialysis (Prince

& Wilson, 2005)

Air yang berlebihan akan dikeluarkan dari dalam tubuh

melalui proses osmosis. Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan

menciptakan gradient tekanan; dengan kata lain air bergerak dari

daerah dengan tekanan yang lebih tinggi (tubuh klien) ketekanan

yang lebih rendah (dialisat). Gradient ini dapat ditingkatkan

melalui penambahan tekanan tekanan negative yang dikenal

dengan ultrafiltrasi pada mesin hemodialisa. Tekanan negative

sebagai kekuatan penghisap pada membrane dan memfasilitasi

pengeluaran air sehingga tercapainya keseimbangan. (Brunner &

Suddart, 2010).
2.2.4 Proses Hemodialisa

Dalam kegiatan hemodialisa terjadi 3 proses utama seperti berikut:

1. Proses Difusi yaitu berpindahnya bahan terlarut karena

perbedaan kadar di dalam darah dan didalam

dialisat.Semakin tinggi perbedaan kadar dalam darah maka

semakin banyak bahan yang dipindahkan kedalam dialisat.

2. Proses Ultrafiltrasi yaitu proses berpindahnya air dan bahan

terlarut karena perbedaan tekanan hidrostatis dalam darah

dan dialisat.

3. Proses Osmosis yaitu proses berpindahnya air karena tenaga

kimia,yaitu perbedaan osmolaritas darah dan dialisat.

(Lumenta, 1996)

2.2.5 Komplikasi Hemodialisa

Selama proses hemodialisis sering muncul komplikasi yang

berbeda - beda untuk setiap pasien. Menurut Brunner dan Suddart

(2010) salah satu komplikasi selama hemodialisis adalah

hipertensi.

1. Intradialytic Hypotension (IDH) : Intradialytic Hypotension

adalah tekanan darah rendah yang terjadi ketika proses

hemodialisis sedang berlangsung. IDH terjadi karena penyakit

diabetes millitus, kardiomiopati, left ventricular hypertrophy

(LVH), status gizi kurang baik, albumin rendah, kandungan Na

dialysate rendah, target penarikan cairan atau target ultrafiltrasi


yang terlalu tinggi, berat badan kering terlalu rendah dan usia

diatas 65 tahun.

2. Kram otot; Kram otot yang terjadi selama hemodialisis terjadi

karena target ultrafiltrasi yang tinggi dan kandungan Na dialysate

yang rendah.

3. Mual dan muntah Komplikasi mual dan muntah jarang berdiri

sendiri, sering menyertai hipotensi dan merupakan salah satu

presensi klinik.disequillibrium syndrom Bila tidak disertai

gambaran klinik lainnya harus dicurigai penyakit hepar atau

gastrointestinal.

4. Sakit kepala; Penyebab tidak jelas, tapi bisa berhubungan

dengan dialisat acetat dan disequillibrium syok syndrome (DDS).

5. Emboli udara; Emboli udara dalam proses hemodialisis adalah

masuknya udara kedalam pembuluh darah selama prose

hemodialisis.

6. Hipertensi Keadaan hipertensi selama proses hemodialisis bisa

diakibatkan karena kelebihan cairan, aktivasi sistem renin

angiotensin aldosteron, kelebihan natrium dan kalsium, karena

erythropoietin stimulating agents dan pengurangan obat anti

hipertensi.

2.3 Konsep Tingkat Kecemasan

2.3.1 Definisi Kecemasan

Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan

menyebar yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak


berdaya (Stuart, 2006:144). Menurut Kaplan, Sadock, dan Grebb

(Fitri Fauziah & Julianti Widuri, 2007:73) kecemasan adalah

respon terhadap situasi tertentu yang mengancam,dan merupakan

hal yang normal terjadi menyertai perkembangan, perubahan,

pengalaman baru atau yang belum pernah dilakukan, serta dalam

menemukan identitas diri dan arti hidup. Kecemasan adalah reaksi

yang dapat dialami siapapun. Namun cemas yang berlebihan,

apalagi yang sudah menjadi gangguan akan menghambat fungsi

seseorang dalam kehidupannya.

2.3.2 Gejala – gejala dari kecemasan

Kholil Lur Rochman, (2010:103) mengemukakan beberapa

gejala - gejala dari kecemasan antara lain :

1. Ada saja hal - hal yang sangat mencemaskan hati, hampir setiap

kejadian menimbulkan rasa takut dan cemas. Kecemasan

tersebut merupakan bentuk ketidakberanian terhadap hal - hal

yang tidak jelas.

2. Adanya emosi - emosi yang kuat dan sangat tidak stabil. Suka

marah dan sering dalam keadaan exited (heboh) yang

memuncak, sangat irritable,akan tetapi sering juga dihinggapi

depresi.

3. Diikuti oleh bermacam - macam fantasi, delusi, ilusi, dan

delusion of persecution (delusi yang dikejar - kejar).


4. Sering merasa mual dan muntah - muntah, badan terasa sangat

lelah, banyak berkeringat, gemetar, dan seringkali menderita

diare.

5. Muncul ketegangan dan ketakutan yang kronis yang

menyebabkan tekanan jantung menjadi sangat cepat atau

tekanan darah tinggi.

2.3.3 Gangguan Kecemasan

Gangguan kecemasan merupakan suatu gangguan yang

memiliki ciri kecemasan atau ketakutan yang tidak realistik, juga

irrasional, dan tidak dapat secara intensif ditampilkan dalam cara-

cara yang jelas. Fitri Fauziah & Julianty Widuri (2007:77)

membagi gangguan kecemasan dalam beberapa jenis, yaitu :

1. Fobia Spesifik

Yaitu suatu ketakutan yang tidak diinginkan karena

kehadiran atau antisipasi terhadap obyek atau situasi yang spesifik.

2. Fobia Sosial

Merupakan suatu ketakutan yang tidak rasional dan

menetap, biasanya berhubungan dengan kehadiran orang lain.

Individu menghindari situasi dimana dirinya dievaluasi atau

dikritik, yang membuatnya merasa terhina atau dipermalukan, dan

menunjukkan tanda-tanda kecemasan atau menampilkan perilaku

lain yang memalukan.


3. Gangguan Panik

Gangguan panik memiliki karakteristik terjadinya serangan

panik yang spontan dan tidak terduga. Beberapa simtom yang

dapat muncul pada gangguan panik antara lain ; sulit bernafas,

jantung berdetak kencang, mual, rasa sakit didada, berkeringat

dingin, dan gemetar. Hal lain yang penting dalam diagnosa

gangguan panik adalah bahwa individu merasa setiap serangan

panik merupakan pertanda datangnya kematian atau kecacatan.

4. Gangguan Cemas Menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder)

Generalized Anxiety Disorder (GAD) adalah kekhawatiran

yang berlebihan dan bersifat pervasif, disertai dengan berbagai

simtom somatik, yang menyebabkan gangguan signifikan dalam

kehidupan sosial atau pekerjaan pada penderita, atau menimbulkan

stres yang nyata.

Sedangkan Sutardjo Wiramihardja (2005:71) membagi

gangguan kecemasan yang terdiri dari :

1. Panik Disorder

Panic Disorder ditandai dengan munculnya satu atau dua

serangan panik yang tidak diharapkan, yang tidak dipicu oleh hal-

hal yang bagi orang lain bukan merupakan masalah luar biasa.

Ada beberapa simtom yang menandakan kondisi panik tersebut,

yaitu nafas yang pendek, palpilasi (mulut yang kering) atau justru

kerongkongan tidak bisa menelan, ketakutan akan mati, atau

bahkan takut gila.


2. Agrophobia

Yaitu suatu ketakutan berada dalam suatu tempat atau

situasi dimana ia merasa bahwa ia tidak dapat atau sukar menjadi

baik secara fisik maupun psikologis untuk melepaskan diri. Orang-

orang yang memiliki agrophobia takut pada kerumunan dan

tempat-tempat ramai.

2.3.4 Faktor – faktor yang mempengaruhi kecemasan

berikut ini adalah faktor – faktor yang mempengaruhi kecemasan

(stuart & laraia,2005)

1. Sistem Pendukung

Sistem pendukung merupakan kesatuan antara individu,

keluarga, lingkungan dan masyrakat sekitar yang memberikan

pengaruh pada individu dalam melakukan sesuatu. Sistem

pendukung tersebut akan mempengaruhi mekanisme koping

individu sehingga mampu memberi gambaran kecemasan yang

berbeda.

2. Usia dan tingkat perkembangan

Semakin tua usia seseorang atau semakin tinggi tingkat

perkembangan seseorang maka semakin banyak pengalaman

hidup yang banyak itu, dapat mengurangi kecemasan.

3. Jenis kelamin

Kecemasan dapat dipengaruhi oleh asam lemak bebas dalam

tubuh. Pria mempunyai asam lemak bebas lebih banyak


disbanding wanita sehingga pria beresiko mengalami

kecemasan yang lebih tinggi daripada wanita.

4. Pendidikan

Seorang yang berpendidikan tinggi akan menggunakan koping

lebih baik sehingga memiliki tingkat kecemasan yang lebih

rendah dibandingkan dengan yang berpendidikan rendah.

2.3.5 Tingkat Kecemasan

1. Kecemasan ringan

Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam

kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi

waspada dan meningkatkan lahan persepsinya.

2. Kecemasan sedang

Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada masalah

yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga

seseorang mengalami perhatian yang selektif, namun dapat

melakukan sesuatu yang terarah.

3. Kecemasan berat

Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang dengan

kecemasan berat cenderung untuk memusatkan pada sesuatu

yang terinci dan spesifik, serta tidak dapat berpikir tentang hal

lain. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk

dapat memusatkan pada suatu area yang lain.

4. Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror

karena mengalami kehilangan kendali. Orang yang sedang


panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan

pengarahan. Tanda dan gejala yang terjadi pada keadaan ini

adalah susah bernapas, dilatasi pupil, palpitasi, pucat,

diaphoresis, pembicaraan inkoheren, tidak dapat berespon

terhadap perintah yang sederhana, berteriak, menjerit,

mengalami halusinasi dan delusi. (Stuart, 2006 )

2.3.6 Upaya untuk mengatasi kecemasan

Cara yang terbaik untuk menghilangkan kecemasan ialah

dengan jalan menghilangkan sebeb-sebabnya. Menurut Zakiah

Daradjat (1988: 29) adapun cara-cara yang dapat dilakukan,

antaralain.

1. Pembelaan

Usaha yang dilakukan untuk mencari alasan-alasan yang

masuk akal bagi tindakan yang sesungguhnya tidak masuk akal,

dinamakan pembelaan. Pembelaan ini tidak dimaksudkan agar

tindakan yang tidak masuk akal itu dijadikan masuk akal, akan

tetapi membelanya, sehingga terlihat masuk akal. Pembelaan ini

tidak dimaksudkan untuk membujuk atau membohongi orang

lain, akan tetapi membujuk dirinya sendiri, supaya tindakan

yang tidak bisa diterima itu masih tetap dalam batas-batas yang

diingini oleh dirinya.

2. Proyeksi

Proyeksi adalah menimpakan sesuatu yang terasa dalam

dirinya kepada orang lain, terutama tindakan, fikiran atau


dorongan-dorongan yang tidak masuk akal sehingga dapat

diterima dan kelihatannya masuk akal.

3. Identifikasi

Identifikasi adalah kebalikan dari proyeksi, dimana orang

turut merasakan sebagian dari tindakan atau sukses yang dicapai

oleh orang lain. Apabila ia melihat orang berhasil dalam

usahanya ia gembira seolah-olah ia yang sukses dan apabila ia

melihat orang kecewa ia juga ikut merasa sedih.

4. Hilang hubungan (disasosiasi)

Seharusnya perbuatan, fikiran dan perasaan orang

berhubungan satu sama lain. Apabila orang merasa bahwa ada

seseorang yang dengan sengaja menyinggung perasaannya,

maka ia akan marah dan menghadapinya dengan balasan yang

sama. Dalam hal ini perasaan, fikiran dan tindakannya adalah

saling berhubungan dengan harmonis. Akan tetapi keharmonisan

mungkin hilang akibat pengalamanpengalaman pahit yang

dilalui waktu kecil.

5. Represi

Represi adalah tekanan untuk melupakan hal-hal, dan

keinginan-keinginan yang tidak disetujui oleh hati nuraninya.

Semacam usaha untuk memelihara diri supaya jangan terasa

dorongan-dorongan yang tidak sesuai dengan hatinya. Proses

itu terjadi secara tidak disadari.


6. Subsitusi

Substitusi adalah cara pembelaan diri yang paling baik

diantara cara-cara yang tidak disadari dalam menghadapi

kesukaran. Dalam substitusi orang melakukan sesuatu, karena

tujuan-tujuan yang baik, yang berbeda sama sekali dari tujuan

asli yang mudah dapat diterima, dan berusaha mencapai sukses

dalam hal itu.

2.4 Konsep Keluarga

2.4.1 Definisi Keluarga

Menurut (Iqbal, 2006) Banyaknya ahli menguraikan

pengertian tentang keluarga sesuai dengan perkembangan sosial

masyarakat. berikut ini akan penulis kemukakan pengertian

keluarga menurut beberapa ahli

1. Duvall

Sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan

perkawinan, adopsi, kelahiran,yang bertujuan menciptakan dan

memepertahankan budaya umum, meningkatkan perkembangan

fisik mental, emosional dan sosial dari tiap anggota.

2. WHO, 1969

Keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling

berhubungan melalui pertalian darah adopsi atau perkawinan.

2.4.2 Tujuan Keluarga

Menurut Andarmoyo (2012), tujuan dasar pembentukan

keluarga adalah:
1. Keluarga merupakan unit dasar yang memiliki pengaruh kuat

terhadap perkembangan individu.

2. Keluarga sebagai perantara bagi kebutuhan dan harapan

anggota keluarga dengan kebutuhan dan tuntunan

masyarakat.

3. Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan

anggota keluarga dengan menstabilkan kebutuhan kasih

sayang, sosio-ekonomi dan kebutuhan seksual.

4. Keluarga memiliki pengaruh yang penting terhadap

pembentukan indentitas seorang individu dan perasaan harga

diri.

2.4.4 Fungsi Keluarga

Secara umum keluarga memiliki fungsi yang berbeda –

beda sesuai dengan sudut padang seseorang terhadap keluarga.

Berikut ini fungsi keluarga menurut (PP No.21 Th.1994 dan UU

No. 10 Tahun 1992) yaitu

1. Fungsi Keagamaan

Keluarga adalah wahana utama dan pertama menciptakan

seluruh anggota kelurga menjadi insane yang taqwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa.Tugas dari fungsi keagamaan adalah :

a. Membina norma/ajaran agama sebagai dasar dan tujuan

hidup seluruh anggota keluarga.

b. Menerjemahkan ajaran/norma agama dalam tingkah laku

hidup sehari-hari seluruh anggota keluarga.


c. Memberikan contoh konkrit pengalaman ajaran agama

dalam hidup sehari-hari.

d. Melengkapi dan menambah proses kegiatan belajar anak

tentang keagamaan yang tidak atau kurang diperoleh di

sekolah atau masyarakat.

e. Membina rasa, sikap dan praktik kehidupan keluarga

beragama sebagai fondasi menuju keluarga kecil bahagi

dan sejahtera.

2. Fungsi sosial budaya

Keluarga berfungsi untuk menggali, mengembangkan dan

melestarikan sosial budaya Indonesia, dengan cara:

a. Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga untuk

meneruskan norma dan budaya masyarakat dan bangsa

yang ingin dipertahankan.

b. Membina Tugas-tugas keluarga sebagai lembaga untuk

menyaring norma budaya asing yang tidak sesuai.

c. Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga dimana

anggotanya mengadakan kompromi/adptasi dari praktik

globalisasi dunia.

d. Membina budaya keluarga yang sesuai, selaras dan

seimbang dengan budaya masyarakat/bangsa untuk

terwujudnya keluarga kecil bahagia dan sejahtera.


3. Fungsi kasih sayang

Keluarga berfungsi mengembangkan rasa cinta dan kasih

sayang setiap anggota keluarga, antar kerabat, antargenerasi.

Termasuk dalam fungsi ini adalah:

a. Menumbuh kembangkan potensi kasih sayang yang telah

ada diantara anggota keluarga ke dalam simbol-simbol

nyata/ucapan dan perilaku secara optimal dan terus

menerus.

b. Membina tingkah laku saling menyanyangi baik antara

keluarga yang satu dengan yang lainnya secara kuantitatif

dan kualitatif.

c. Membina praktik kecintaan terhadap kehidupan duniawi

dan ikhrowi dalam keluarga secara serasi, selaras dan

seimbang.

d. Membina rasa, sikap dan praktik hidup keluarga yang

mampu memberikan dan menerima kasih sayang sebagai

pola hidup ideal menuju KKBS.

4. Fungsi perlindungan

Fungsi yang memberikan rasa aman secara lahir dan batin

kepada setiap anggota keluarga. Fungsi ini menyangkut :

a. Memenuhi kebutuhan rasa aman anggota keluarga baik

dari rasa tidak aman yang timbul dari dalam maupun dari

luar keluarga.
b. Membina keamanan keluarga baik fisik, psikis, maupun

dari berbagai bentuk ancaman dan tantangann yang datang

dari luar.

c. Membina dan menjadikan stabilitas dan keamanan

keluarga sebagai modal menuju KKBS.

5. Fungsi reproduksi

Memberikan keutuhan yang berkualitas melalui, pengaturan

dan rencana yang sehat dan menjadi insane pembangunan yang

handal, dengan cara :

a. Membina kehidupan keluarga sebagai wahana pendidikan

reproduksi sehat bagi anggota keluarga sekitarnya.

b. Memberikan contoh pengalaman kaidah-kaidah

pembentukan keluarga dalam hal usia, pendewasaan fisik

maupun mental.

c. Mengalamkan kaidah reproduksi sehat, baik yang

berkaitan dengan waktu melahirkan, jarak dan jumlah

ideal anak yang diinginkan dalam keluarga.

e Mengembangkan kehidupan reproduksi sehat sebagai

modal yang kondusif menuju KKBS.

6. Fungsi pendidikan dan sosialisasi

Keluarga nerupakan tempat pendidikan utama dan pertama

anggota keluarga yang berfungsi untuk meningkatkan fisik,

mental, sosial, dan spiritual secara serasi selaras dan seimbang

fungsi ini adalah :


a. Menyadari, merencanakan dan menciptakan lingkungan

keluarga sebagai wahana pendidikan dan sosialisasi anak

yang pertama dan utama.

b. Menyadari, merencanakan dan menciptakan kehidupan

keluarga sebagai pusat dimana anak dapat mencari

pemecahan masalah dari konflik yang dijumpai, baik di

lingkungan sekolah maupun masyarakat.

c. Membina proses pendidikan dan sosialisasi anak tenttang

hal-hal yang diperlukan untuk meningkatkan kematangan

dan kedewasaan fisik dan mental, yang tidak/kurang

diberikan oleh linkungan sekolah maupun masyarakat.

7. Fungsi ekonomi

Keluarga meningkatkan ketrampilan dalam usaha ekonomis

produktif agar pendapatan keluarga meningkatkan dan tercapai

kesejahteraan :

a. Melakukan kegiatan ekonomi baik diluar maupun dalam

lingkungan keluarga dalam rangka menompang

kelangsungan dan perkembangan kehidupan keluarga.

b. Mengelola ekonomi keluarga sehingga terjadi keserasian,

keselarasan dan keseimbangan antara pemasukan dan

pengeluaran keluarga.

c. Mengatur waktu sehingga kegiatan orang tua di luar

rumah dan perhatianya terhadap anggota keluarga berjalan

seras, selaras. dan seimbang.


d. Membina kegiatan dan hasil ekonomi keluarga sebagai

modal mewujudkan KKBS .

8. Fungsi pembinaan lingkungan

a. Meningkatkan diri dalam lingkungan sosial budaya dan

lingkungan alam sehingga tercipta lingkungan yang seras,

selaras, dan seimbang.

b. Membina kesadaran, sikap dan praktik pelestarian

lingkungan hidup eksterna keluarga.

c. Membina kesadaran, sikap dan praktik pelestarian

lingkungn hidup yang seras, selaras dan seimbang antara

lingkungan keluarga dengan lingkungan hidup masyarakat

sekitarnya.

d. Membina kesadaran, sikap dan praktik lingkungan hidup

sebagai pola hidup keluarga menuju KKBS.

e. Meskipun banyak fungsi-fungsi keluarga seperti

disebutkan diatas, pelaksanaan fungsi keluarga di

Indonesia secara singkat dapat sebagai berikut :

Asih : Memberikan kasih sayang, perhatian, rasa aman,hangat

kepada seluruh anggota keluarga sehingga dapat

berkembang sesuai usia dan kebutuhan .

Asah :Memenuhi pendidikan anak sehingga siap menjadi

manusia dewasa, mandiri dan dapat memenuhi kebutuhan

masa depan.
Asuh: Memelihara dan merawat anggota keluarga aar tercapai

kondisi yang sehat fisik, mental, sosial dan spiritual

(Andarmoyo, 2012)

2.4.5 Tugas Keluarga Dalam Bidang Kesehatan

Friedman (1998), membagi 5 tugas kesehatan yang harus

dilakukan oleh keluarga yaitu:

a. Mengenal adanya gangguan kesehatan setiap anggotanya,

b. Mengambil keputusan untuk mengambil tindakan yang

tepat.

c. Memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang

sakit, cacat, maupun yang tidak sakit dan memerlukan

bantuan.

d. Mempertahankan keadaan lingkungan keluarga yang dapat

menunjang peningkatan status para anggotannya.

e. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga

dan lembaga-lembaga kesehatan.

2.5 Konsep Dukungan keluarga

2.5.1 Definis dukungan keluarga

Dukungan keluarga adalah suatu bentuk hubungan

interpersonal yang melindungi seseorang dari efek setres yang buruk

(Kaplan dan Sadock, 2002). Dukungan keluarga menurut Fridman

(2010) adalah sikap, tindakan penerimaan keluarga terhadap anggota

keluarganny, berupa dukungan informasional, dukungan penilaian,

dukungan instrumental dan dukungan emosional. Jadi dukunan


keluarga adalah suatu bentuk hubungan interpersonal yang meliputi

sikap, tindakan dan penerimaan terhadap anggota keluarga, sehingga

anggota keluarga merasa ada yang memperhatikannya.

Jadi dukungan sosial keluarga mengacu kepada dukungan -

dukungan sosial yang dipandang oleh anggota keluarga sebagai

sesuatu yang dapat diakses atau diadakan untuk keluarga yang selalu

siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan (Erdiana,

2015).

2.5.2 Sumber Dukungan Keluarga

Menurut Caplan (1974) dalam Friedman (2010) terdapat

tiga sumber dukungan sosial umum, sumber ini terdiri atas jaringan

informal yang spontan: dukungan terorganisasi yang tidak

diarahkan oleh petugas kesehatan professional, dan upaya

terorganisasi oleh professional kesehatan. Dukungan sosial

keluarga mengacu kepada dukungan - dukungan sosial yang di

pandang oleh anggota keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses

atau diadakan untuk keluarga (dukungan sosial bisa atau tidak

digunakan, tetapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang

bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan

bantuan jika diperlukan). Dukungan sosial keluarga dapat berupa

dukungan sosial keluarga internal, seperti dukungan dari

suami/istri atau dukungan dari saudara kandung atau dukungan

sosial keluarga eksternal (Friedman, 1998).


2.5.3 Tujuan Dukungan Keluarga

Sangatlah luas diterima bahwa orang yang berada dalam

lingkungan sosial yang suportif umumnya memiliki kondisi yang

lebih baik dibandingkan rekannya yang tanpa ke untungan ini.

Lebih khususnya, karena dukungan sosial dapat dianggap

mengurangi atau menyangga efek serta meningkatkan kesehatan

mental individu atau keluarga secara langsung, dukungan sosial

adalah strategi penting yang harus ada dalam masa stress bagi

keluarga (Friedman, 2010). Dukungan sosial juga dapat berfungsi

sebagai strategi pencegahan guna mengurangi stress akibat

negatifnya (Roth, 1996). Sistem dukungan keluarga ini berupa

membantu berorientasi tugas sering kali diberikan oleh keluarga

besar, teman, dan tetangga. Bantuan dari keluarga besar juga

dilakukan dalam bentuk bantuan langsung, termasuk bantuan

financial yang terus - menerus dan intermiten, berbelanja, merawat

anak, perawatan fisik lansia, melakukan tugas rumah tangga, dan

bantuan praktis selama masa krisis (Friedman, 2010).

2.5.4 Jenis Dukungan Keluarga

Menurut Friedman (1998), menyatakan bahwa keluarga

berfungsi sebagai sistem pendukung bagi anggotanya. Anggota

keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung,

selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan.

Terdapat empat dimensi dari dukungan keluarga yaitu:


1. Dukungan emosional berfungsi sebagai pelabuhan istirahat

dan pemulihan serta membantu penguasaan emosional serta

meningkatkan moral keluarga (Friedman, 2010). Dukungan

emosianal melibatkan ekspresi empati, perhatian, pemberian

semangat, kehangatan pribadi, cinta, atau bantuan emosional.

Dengan semua tingkah laku yang mendorong perasaan

nyaman dan mengarahkan individu untuk percaya bahwa ia

dipuji, dihormati, dan dicintai, dan bahwa orang lain bersedia

untuk memberikan perhatian (Sarafino, 2011)

2. Dukungan informasi, keluarga berfungsi sebagai sebuah

kolektor dan disseminator (penyebar) informasi tentang dunia

(Friedman, 1998). Dukungan informasi terjadi dan diberikan

oleh keluarga dalam bentuk nasehat, saran dan diskusi

tentang bagaimana cara mengatasi atau memecahkan masalah

yang ada (Sarafino, 2011).

3. Dukungan instrumental, keluarga merupakan sebuah sumber

pertolongan praktis dan konkrit (Friedman, 1998). Dukungan

instrumental merupakan dukungan yang diberikan oleh

keluarga secara langsung yang meliputi bantuan material

seperti memberikan tempat tinggal, memimnjamkan atau

memberikan uang dan bantuan dalam mengerjakan tugas

rumah sehari - hari (Sarafino, 2011).

4. Dukungan penghargaan, keluarga bertindak (keluarga

bertindak sebagai sistem pembimbing umpan balik,


membimbing dan memerantai pemecahan masalah dan

merupakan sumber validator identitas anggota (Friedman,

2010). Dukungan penghargaan terjadi melalui ekspresi

penghargaan yang positif melibatkan pernyataan setuju dan

panilaian positif terhadap ide - ide, perasaan dan performa

orang lain yang berbanding positif antara individu dengan

orang lain (Sarafino, 2011).

2.5.5 Manfaat Dukungan Keluarga

Dukungan sosial keluarga adalah sebuah proses yang

terjadi sepanjang masa kehidupan, sifat dan jenis dukungan sosial

berbeda - beda dalam berbagai tahap - tahap siklus kehidupan.

Namun demikian, dalam semua tahap siklus kehidupan, dukungan

sosial keluarga membuat keluarga mampu berfungsi dengan

berbagai kepandaian dan akal. Sebagai akibatnya, hal ini

meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga (Friedman, 1998).

Wills (1985) dalam Friedman (1998), menyimpulkan bahwa baik

efek - efek penyangga (dukungan sosial menahan efek - efek

negatif dari stres terhadap kesehatan) dan efek - efek utama

(dukungan sosial secara langsung mempengaruhi akibat - akibat

dari kesehatan) ditemukan. Sesungguhnya efek - efek penyangga

dan utama dari dukungan sosial terhadap kesehatan dan

kesejahteraan boleh jadi berfungsi bersamaan.


2.5.6 Faktor - faktor Yang Mempengaruhi Dukungan

Menurut Purnawan (2008) dalam Rahayu (2008) faktor -

faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga adalah:

1. faktor internal

a. Tahap perkembangan

Artinya dukungan dapat ditentukan oleh faktor usia dalam

hal ini adalah pertumbuhan dan perkembangan, dengan demikian

setiap rentang usia (bayi - lansia) memiliki pemahaman dan respon

terhadap perubahan kesehatan yang berbeda - beda.

b. Pendidikan atau tingkat pengetahuan

Keyakinan seseorang terhadap adanya dukungan terbentuk

oleh variabel intelektual yang terdiri dari pengetahuan, latar

belakang pendidikan dan pengalaman masa lalu. Kemampuan

kognitif akan membentuk cara berfikir seseorang termasuk

kemampuan untuk memahami faktor - faktor yang berhubungan

dengan penyakit dan menggunakan pengetahuan tentang kesehatan

untuk menjaga kesehatan dirinya.

c. Faktor emosi

Faktor emosional juga mempengaruhi keyakinan terhadap

adanya dukungan dan cara melakukannya. Seseorang yang

mengalami respon stress dalam setiap perubahan hidupnya

cenderung berespon terhadap berbagai tanda sakit, mungkin

dilakukan dengan cara mengkhawatirkan bahwa penyakit tersebut

dapat mengancam kehidupannya. Seseorang yang secara umum


terlihat sangat tenang mungkin mempunyai respon emosional yang

kecil selama ia sakit. Seorang individu yang tidak mampu

melakukan koping secara emosional terhadap ancaman penyakit

mungkin.

d. Spiritual

Aspek spiritual dapat terlihat dari bagaimana seseorang

menjalani kehidupannya, mencakup nilai dan keyakinan yang

dilaksanakan, hubungan dengan keluarga atau teman, dan

kemampuan mencari harapan dan arti dalam hidup.

2. Eksternal

a. Praktik di keluarga

Cara bagaimana keluarga memberikan dukungan biasanya

mempengaruhi penderita dalam melaksanakan kesehatannya.

Misalnya, klien juga kemungkinan besar akan melakukan tindakan

pencegahan jika keluarga melakukan hal yang sama.

b. Faktor sosio - ekonomi

Faktor sosial dan psikososial dapat meningkatkan resiko

terjadinya penyakit dan mempengaruhi cara seseorang

mendefinisikan dan bereaksi terhadap penyakitnya. Variabel

psikososial mencakup: stabilitas perkawinan, gaya hidup, dan

lingkungan kerja.Seseorang biasanya akan mencari dukungan dan

persetujuan dari kelompok sosialnya, hal ini akan mempengaruhi

keyakinan kesehatan dan cara pelaksanaannya. Semakin tinggi

tingkat ekonomi seseorang biasanya ia akan lebih cepat tanggap


terhadap gejala penyakit yang dirasakan. Sehingga ia akan segera

mencari pertolongan ketika merasa ada gangguan pada

kesehatannya.

c. Latar belakang budaya

Latar belakang budaya mempengaruhi keyakinan, nilai dan

kebiasaan individu, dalam memberikan dukungan termasuk cara

pelaksanaan kesehatan pribadi.

2.6 Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kecemasan pada

Pasien Gagal Ginjal Kronik terhadap Terapi Hemodialisa

Penyakit gagal ginjal kronik merupakan gangguaan fungsi ginjal

yang progresif dan ireversibel yaitu dimana kemampuan tubuh gagal untuk

mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit

yang menyebabkan uremia. (Smeltzer and Bare, 2002). Gagal ginjal kronis

makin banyak menarik perhatian dan makin banyak dipelajari karena

walaupun sudah mencapai tahap gagal ginjal kronik akan tetapi penderita

masih dapat hidup panjang dengan kualitas hidup yang cukup baik

(Sidabutar, 1992). Pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis

sering mengalami kecemasan karena terjadi ancaman terhadap integritas

dirinya dimana mereka sering berfikir bahwa penyakitnya akan

menimbulkan ketidakmampuan fisiologis bahkan kematian.15 Survei yang

dilakukan peneliti diperoleh keterangan bahwa pasien gagal ginjal kronik

yang menjalani hemodiaisis mengatakan cemas terhadap mesin, selang-

selang yang dialiri darah, cemas untuk ditusuk jarum, demikian juga

dengan pembayaran yang mahal.


Dukungan keluarga adalah bentuk perilaku melayani yang

dilakukan oleh keluarga, baik dalam bentuk dukungan emosional

(perhatian, kasih sayang, empati), dukungan penghargaan (menghargai,

umpan balik), dukungan informasi (saran, nasehat, informasi) maupun

dalam bentuk dukungan instrumental (bantuan tenaga, dana, dan waktu

(Bomar, 2004). Dukungan keluarga dapat menimbulkan efek penyangga

untuk efek - efek negatif dari stressor proses medikasi. Keluarga dianggap

dapat memiliki pengaruh yang penting dalam membantu menyelesaikan

masalah - masalah yang berkaitan dengan kesulitan hidup seperti

menurunkan kecemasan (Friedman dalam Setiadi, 2008).

Pendekatan keluarga sangat diperlukan dalam penatalaksanaan

kecemasan yang dialami pasien yaitu dengan dukungan emosi dari

keluarga. Melalui dukungan keluarga, pasien akan merasa masih dihargai

dan diperhatikan. Dukungan keluarga dapat diwujudkan dengan

memberikan perhatian, bersikap empati, memberikan dorongan,

memberikan saran, serta memberikan pengetahuan. Dukungan sosial dari

keluarga berpengaruh penting dalam pelaksanaan pengobatan berbagai

jenis penyakit kronis dan dukungan social dari keluarga sangat

berpengaruh terhadap kesehatan mental anggota keluarganya.


BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Faktor – faktor yang


Sistem Pendukung melalui:
mempengaruhi tingkat
1. Individu
kecemasan:
2. Keluarga
1. Sistem Pendukung
3. Lingkungan masyrakat
2. Usia dan tingkat

perkembangan
Dukungan keluarga meliputi
3. Jenis kelamin
1. Dukungan emosional
4. Pendidikan
2. Dukungan informasi
1. rendah
3. Dukungan instrumental
2. Sedang
4. Dukungan penghargaan
3. Tinggi

1. Ringan
Tingkat Kecemasan pasien ggk
2. Sedang

3. Berat
Terapi pengganti ginjal meliputi :
4. Panik
1. Hemodialisis
Penatalaksanaan ggk melalui:
2. dialisis peritoneal
1. Terapi konservatif
3. transplantasi ginjal
2. Terapi simtomatik

3. Terapi pengganti ginjal

4.
Keterangan :

= Yang diteliti

= Tidak diteliti

3.2 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau

pertanyaan peneliti (Nursalam,2016). Hipotesis disusun sebelum peneliti

malakukan penelitian karena hipotesis akan bisa memberikan petunjuk

pada tahap pengumpulan analisis dari interpretasi data.

Berdasarkan kerangka konseptual diatas maka dapat diturunkan

suatu hipotesis yaitu:

Ada hubungan yang Signifikans antara Dukungan Keluarga dengan

Tingkat Kecemasan pada Pasien Gagal Ginjal Kronik terhadap Terapi

Hemodialisa di RSUD Blambangan Tahun 2019.


BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis dan Desain Penelit ian

Jenis penelitian adalah strategi untuk mencapai tujuan penelitian

yang telah berperan sebagai pedoman atau penentuan peneliti atau

penuntun peneliti pada seluruh proses penelitian (Nursalam, 2013).

Jenis rancangan penelitian yang digunakan yaitu korelasional yaitu

jenis penelitian yang mengkaji hubungan antar variable. Penelitian

korelasional bertujuan mengungkapkan hubungan yang korelatif

antarvariabel (Nursalam,2013).

Desain penelitian adalah kerangka kerja yang digunakan untuk

melaksanakan riset pemasaran ( Malhotra,2007). Desain penelitian

memberikan prosdur untuk mendapatkan informasi yang diperlukan untuk

menyusun dan menyelesaikan masalah dalam penelitian. Dalam penelitian

ini penulis menggunakan rancangan penelitian cross – sectional yaitu jenis

penelitian yang menekankan waktu pengukuran/observasi data variabel

independen dan variabel dependen hanya satu kali pada satu saat (

Nursalam,2008).

4.2 Populasi , Sampel dan Sampling

4.2.1 Populasi

Populasi dalam penelitian adalah subjek (manusia) yang

memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2013).

Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita gagal ginjal


kronik yang menjalani hemodialisis di RSUD Blambangan tahun

2019 sebanyak 135 penderita.

4.2.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi terjangkau yang dapat

dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling

(Nursalam, 2013). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah sebagian penderita gagal ginjal kronik yang menjalani

Hemodialisa di RSUD Blambangan tahun 2019. Besar sampel

dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

N
𝑛=
1+N (𝑑)2

Keterangan :

n : (besar sampel)

N : besar populasi

d : tingkat signifikansi ( tingkat kesalahan yang dipilih, d = 0.05)

135
n=
1+135 (0.05)2

135
n=
1+135 (0.0025)

135
n= = 101
1.3375

4.2.2.1 Kreteria inklusi

Kreteria inklusi adalah karakteristik umum subjek

penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau dan akan

diteliti ( Nursalam, 2008). Pada penelitian ini kreteria


inklusinya adalah

1. Pasien gagal ginjal kronik yang menjalani Hemodialisa di

RSUD Blambangan tahun2019.

2. Pasien yang sudah menjalani Hemodialisa selama 1 tahun.

4.2.2.2 Kreteria Ekslusi

Kreteria ekslusi adalah menghilangkan/

mengeluarkan subjek yang memenuhi kreteria inklusi dari

studi karena berbagai sebab. Pada penelitian ini Kreteria

eksklusinya adalah

1. Pasien yang meninggal dunia saat dilakukan pengambilan

data sampai dengan penelitian.

2. Pasien gagal ginjal kronik yang pindah dalam menjalani

Hemodialisa.

3. Pasien yang menolak berpartisifasi.

4.4.3 Sampling

Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi

untuk dapat mewakili populasi. Teknik sampling merupakan cara –

cara yang ditempuh dalam pengambilan sampel, agar memperoleh

sampel yang benar – benar sesuai dengan keseluruhan subjek

penelitian ( Sastroasmoro & Ismail, 1995 ; Nursalam, 2008).

Cara pengambilan sampel dapat dibagi menjadi 2 yaitu probility

sampling dan nonprobility sampling.

1. Probility sampling dibagi menjadi 2 yaitu

a. Simple random sampling


b. Stratified random sampling

c. Cluster sampling

d. Systematic sampling

2. Nonprobility sampling

a. Purposive sampling

b. Consecutive sampling

c. Convenience sampling

d. Quota sampling (judgement sampling)

Dalam penelitian ini teknik sampling yang digunakan

adalah dengan cara teknik Purposive sampling. Purposive

sampling adalah suatu teknik penetapan sampel dengan cara

memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki

peneliti (tujuan/masalah dalam penelitian), sehingga sampel

tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal

sebelumnya ( Nursalam, 2008).

Dalam pengambilan sampel terdapat kriteria yaitu kriteria

inklusi dan eksklusi dimana kriteria tersebut menentukan dapat

tidaknya sampel digunakan (Alimul Aziz, 2010).

4.3 Kerangka Kerja

Kerangka kerja adalah tahapan atau langkah-langkah dalam

aktivitas ilmiah yang dilakukan dalam melakukan penelitian (kegiatan

awal sampai akhir) (Nursalam, 2013).


Populasi
Semua penderita gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di RSUD
Blambangan Tahun 2019 sebanyak 135 penderita

Purposive sampling

Sample
Sebagian penderita gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di RSUD
Blambanagan Tahun 2019 sebanyak 101 penderita

Desain penelitian
Cross sectional

Informed Consent

Pengumpulan Data
Kuesioner

Analisa Data :
Uji Rank Spearman

Hasil Penelitian

Pelaporan Hasil Penelitian

Bagan 4.3 Kerangka kerja Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat

Kecemasan pada Pasien Gagal Ginjal Kronik terhadap Terapi

Hemodialisa di RSUD Blambangan Tahun 2019.


4.4 Identifikasi Variabel

Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nila

beda terhadap sesuatu (benda, manusia, dan lain – lain) ( soeparto, putra,

& Haryanto,2008). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

4.4.1 Variabel Independen (bebas)

Variabel Independen (bebas) adalah variabel yang

mempengaruhi atau nilainya menentukan lainnya

(Nursalam,2008). Variabel independen merupakan stimulus

atau intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien

untuk memengaruhi tingkah laku klien.

4.4.2 Variabel dependen (terikat)

Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi

nilainya ditentukan oleh variabel lain (Nursalam,2008).

Variabel dependen (terikat) adalah faktor yang diamati dan

diukur untuk menentukan ada tidaknya hubungan atau

pengaruh dari variabel bebas.

4.5 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang

diamati dari sesuatu yang didefinisikan. Karakteristik yang diamati

(diukur) itulah yang merupakan kunci definisi operasional. Dapat diamati

artinya memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau

pengukuran secaran cermat terhadap suatu objek atau fenomena yang

kemudian dapat diulangi lagi oleh orang lain ( Nursalam, 2002).


Variabel Definisi Indikator Penelitian Alat Ukur Skala Skor
Operasional
Variabel Dukungan Dukungan emosional Lembar Ordin <20=
rendah.
independ keluarga adalah dan penghargaan : kuesioner al
en : suatu bentuk 1. Selalu didampingi Skor 21 -
Asaln 39=seda
Dukunga kasih sayang, keluarga pada saat
ng.
ya
n dorongan utuk perawatan.
rasio Skor >
Keluarga memberikan 2. Diberi pujian dan
40=
semangat dan perhatian oleh tinggi
motivasi sehingga keluarga.
mampu melewati 3. Dicintai dan
suatu yang diperhatikan oleh
dihadapi. keluarga selama sakit.

Dukungan Fasilitas

1. Disedikan waktu dan


fasilitas untuk
keperluan pengobatan
oleh keluarga.
2. Keluarga sangat
berperan aktif dalam
setiap pengobatan dan
perawatan.
3. Keluarga membiayai
perawatan dan
pengobatan.
4. Keluarga selalu
berusaha mencarikan
kekurangan sarana
dan peralatan
perawatan yang
diperlukan.

Dukungan informasi
atau pengetahuan

1. Selalu memberitau
hasi pemeriksaan dari
dokter yang merawat.
2. Selalu mengingatkan
untuk control, minum
obat, latihan dan
makan.
3. Selalu mengingatkan
tentang perilaku yang
memperburuk kondisi
penyakit.
4. Selalu menjelaskan
ketika ditanya hal
yang tidak jelas
tentang suatu
penyakit.
Variabel Kecemasan 1. Fobia Spesifik Lembar Ordin Normal
depende adalah gangguan Koesioner al /tidak
2. Gangguan panik
nt: yang membuat cemas:
3. Gangguan Cemas Asaln
tingkat seseorang merasa <20
ya
kecemas takut akan suatu Menyeluruh(Gener
rasio Kecemas
an. hal yang dialami.
alized Anxiety
an
Disorder) ringan:
20 - 44

. Kecemas
an
sedang:
45 - 59

Kecemas
an berat:
60 – 74

Kecemas
an
beratat
sekali
/panic :
75 -80
4.6 Pengumpulan data dan Analisa data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan

proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu

penelitian (Nursalam, 2013)

4.6.1 Instrumen

Instrumen penelitianya yaitu alat yang digunakan dalam

pengumpulan data sesuai dengan macam dan tujuan penelitian

(Nursalam, 2013). Instrument yang digunakan adalah lembar

kuesioner.

4.6.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.6.2.1 Lokasi atau tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan Instalansi Hemodialisa

RSUD Blambangan. Pemilihan tempat didasarkan pada

alasan bahwa di RSUD Blambangan merupakan rumah

sakit yang banyak terdapat populasi yang diteliti yaitu

pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa.

Sampai saat ini belum ada yang melakukan penelitian

terkait hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat

kecemasan pasien Gagal Ginjal yang menjalani

Hemodialisa ditempat tersebut.

4.6.2.2 Waktu Penelitian

Study penelitian di RSUD Blambangan berlangsung

pada bulan Maret 2019. Selanjutnya pengolahan data pada

bulan April 2019.


4.6.3 Prosedur

4.6.2.1 Prosedur Administratif

Pertama peneliti mengajukan judul ke LPPM dan

diberi surat untuk melakukan studi awal, kemudian peneliti

menyerahkan surat studi pendahuluan kepada Direktur

Rumah Sakit RSUD Blambangan, serta menjelaskan

maksud dan tujuan penelitian.

4.6.2.2 Prosedur Teknis

Meminta izin kepada Kepala Ruangan Hemodialisa

RSUD Blambangan. Teknik pengumpulan data yaitu dengan

purposive sampling yaitu dengan teknik penetapan sampel

dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan

yang dikehendaki peneliti, (Nursalam, 2013). Sebelum

mengambil data penelitian, peneliti menjelaskan maksud dan

tujuan penelitian kepada responden. Kemudian peneliti

menjelaskan cara mengisi kuesioner. Setelah responden

mengerti apa yang dijelaskan, kuesioner dibagikan.

Selanjutnya setelah kuesioner diisi, dikumpulkan kepada

peneliti, setelah data diperoleh kemudian dilakukan

pengolahan data dan analisa data. Langkah yang terahir yang

dilakukan peneliti yaitu menyimpulkan hasil penelitian dan

mempublikasik (wilxoson, 2013)an hasil penelitiannya.


4.6.4 Cara Analisa Data

Dalam tahap ini data diolah dan dianalisis dengan tehnik –

tehnik tertentu. Data kualitatif diolah menggunakan teknik analisis

kualitatif, sedangkan data kuantitatif dengan menggunakan teknik

analisis kuantitatif. Untuk pengolahan data kuantitatif dapat

dilakukan dengan tangan atau melalui proses komputerisasi. Dalam

pengolahan ini mencakup tabulasi data dan perhitungan –

perhitungan statistik, bila diperlukan uji statistik (Notoatmodjo,

2010).

4.6.4.1 Analisa Deskriptif

Data yang telah terkumpul kemudian diolah melalui

langkah-langkah sebagai berikut :

1) Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali

kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan.

Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data

atau setelah data terkumpul (Nursalam, 2013).

2) Coding

Coding adalah pemberian kode pada data

dimaksudkan untuk menterjemahkan data ke dalam

kode-kode yang biasanya dalam bentuk angka

(Nursalam, 2013). Setelah semua data disunting,

selanjutnya dilakukan pengkodean atau coding, yakni


mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi

data angka atau bilangan.

a. Coding Dukungan Keluarga

1. Selalu :3

2. Sering :2

3. Kadang – kadang :1

4. Tidak pernah :0

b. Coding kecemasan

1. Tidak pernah :1

2. Kadang – kadang :2

3. Sebagaian waktu :3

4. Hampir setiap waktu :4

3) Scoring

Scoring adalah Skor / nilai untuk tiap item

pertanyaan untuk menentukan nilai tertinggi dan

terendah (Setiadi, 2007). Pada tahap scoring peneliti

memberi nilai pada setiap data sesuai dengan skor yang

telah ditentukan berdasarkan cheklist yang telah diisi

oleh responden.

a. Scoring Dukungan Keluarga

1. Rendah : <20

2. Sedang : 21 - 39

3. Tinggi : >40
b. Scoring Tingkat Kecemasan

1. Normal /tidak cemas : <20


2. Kecemasan ringan : 20 – 44
3. Kecemasan sedang : 45 – 59
4. Kecemasan berat : 60 – 74
5. Kecemasan berat sekali /panik : 75 -80

4) Tabulating

Tabulasi merupakan penyajian data dalam bentuk

tabel yang terdiri dari beberapa baris dan beberapa

kolom. Tabel dapat digunakan untuk memaparkan

sekaligus beberapa variabel hasil observasi, survei atau

penelitian hingga data mudah dibaca dan dimengerti

(Nursalam, 2013).

4.6.4.2 Analisa Statistik

Dalam tahap ini data dianalisis dengan tekhnik-

tekhnik tertentu. Data kualitatif diolah menggunakan

teknik analisis kualitatif, sedangkan data kuantitatif

dengan menggunakan teknik analisis kuantitatif. Untuk

pengolahan data kuantitatif dapat digunakan dengan

tangan atau melalui proses komputerisasi. Dalam

pengolahan ini mencakup tabulasi data dan perhitungan-

perhitungan statistik, bila diperlukan uji statistik

(Notoadmodjo, 2010).
Dari data yang telah terkumpul dilakukan analisis

atas hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat

Kecemasan pada pasien gagal ginjal kronik di RSUD

Blambangan, menggunakan uji korelasi rank spearman

yang dilakukan secara manual dengan α 0,05. Alasan

peneliti memakai uji korelasi rank spearman karena skala

data dari kedua variabel merupakan skala data ordinal. Ho

dapat diterima atau ditolak diketahui dengan cara

membandingkan nilai statistik, jika harga ρ (rho) obervasi

< harga krisis ρ (rho) pada taraf signifikan 0,05, maka Ho

ditolak dan Ha diterima.

6∑b2
Rumus : ρ = 1- 6
n(n2-1)
Keterangan :
ρ : koefisien korelasi rank spearman
b : beda antara jenjang setiap subjek
n : besar sampel
dengan menetapkan derajat kesalahan 5% (0,05)

Uji signifikasi yang lain bisa dengan rumus Z

ρ
Zh =
1/(√𝑛 − 1)

Keterangan :
Zh : harga Z
ρ : korelasi rank spearman
n : sampel (Sugiono, 2006)
Tabel 4.2 Uji Rank Spearman

Rank Rank
No Frek.Dukungan Tingkat
I II B b2
Resp. Keluarga Kecemasan
(X) (Y)
1
2
3
4
Dst

Jumlah

Sedangkan untuk mengetahui apakah ada hubungan

hemodialisis dengan stress pada pasien gagal ginjal kronik maka

dilakukan uji statistik Rank Spearman dengan SPSS 17 for

window, dengaan kaidah pengujian sebagai berikut :

Ho ditolak : bila nilai ρ < 0,05 artinya ada hubungan

hemodialisis dengan stress pada pasien gagal ginjal kronik yang

menjalani hemodialisis di instalasi hemodialisis rumah sakit alhuda

genteng banyuwangi tahun 2019.

Ha ditolak : bila nilai ρ > 0,05 artinya tidak ada

hubungan atau ada hubungan tetapi sangat lemah dan hampir tidak

ada hemodialisis dengan stress pada pasien gagal ginjal kronik

yang menjalani hemodialisis di instalasi hemodialisis rumah sakit

alhuda genteng banyuwangi tahun 2019. (Sugiono, 2002)

4.7 Masalah Etika

Responden yang memiliki syarat akan dilindungi hak-hak nya untuk

menjamin kerahasiannya. Sebelum proses penelitian dilakukan, responden


terlebih dahulu diberikan penjelasan manfaat dan tujuan penelitian. Setelah

setuju, dipersilahkan menandatangani surat persetujuan untuk menjadi

responden. Masalah etika yang harus dijadikan perhatian.

4.7.1 Informed Consent (Lembar Persetujuan )

Subjek harus mendapatkan informasi secara lengkap tantang

tujuan penelitian yang akan dilaksanakan, mempunyai hak bebas

untuk berpartisipasi atau menolak menjadi responden. Pada informed

consent juga perlu dicantumkan bahwa data yang diperoleh hanya

akan dipergunakan untuk pengembangan ilmu (Nursalam, 2013).

4.7.2 Anonimity ( Tanpa Nama )

Subyek tidak perlu mencantumkan namanya pada lembar

pengumpulan data cukup menulis nomor atau kode saja untuk

menjamin kerahasiaan identitasnya. Apabila sifat peneliti memang

menuntut untuk mengetahui identitas subjek, ia harus memperoleh

persetujuan terlebih dahulu serta mengambil langkah-langkah dalam

menjaga kerahasiaan dan melindungi jawaban tersebut (Wasis, 2008).

4.7.3 Confidentiality (Kerahasiaan )

Kerahasiaan informasi yang diperoleh dari subjek akan dijamin

kerahasian nya oleh peneliti. Pengujian data dari hasil penelitian

hanya akan ditampilkan di akademik.


Daftar Pustaka
Bomar PJ. 2004. Promoting Health in Families.WB Saunders Company,
Philadelphia.

Bare & Smeltzer.2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddart (Alih bahasa Agung Waluyo) Edisi 8 vol.3. Jakarta :EGC

Brunner and Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Alih
Bahasa : Agung Waluyo, et al, Edisi 8, EGC,Jakarta.

Kallenbach. 2005. Review Of Hemodialysis For Nurses And Dialysis Personel


(ed.) Elsevier. USA

Mansjoer Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : FKUI.

Markum.S.M.H. (2006). Gagal Ginjal Akut. Dalam Sudoyo, A.W., dkk., Editor.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi keempat. Penerbit
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK - UI. Jakarta. Hal. 574-575.

Nettina, 2002, Pedoman Praktek Keperawatan, EGC, Jakarta.

Prodjosudjadi, W., 2006. Glomerulonefritis. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi,


B., Alwi, I., Marcellus, S.K., Setiati, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid I. Edisi keempat. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI, 527 - 530.

Sukandar E. 2006. Gagal Ginjal dan Panduan Terapi Dialisis. Bandung: Pusat
Informasi Ilmiah Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Padjajaran/RS Dr. Hasan Sadikin Bandung.

Nursalam. (2013). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta Selatan


Lembar kuesioner
Dukungan Keluarga

Menurut Nursalam edisi 4

Selalu Sering
Tidak
Kadang
pernah

No Dukungan Keluarga kadang

(1)
(0)
(3) (2)
Dukungan emosional dan
penghargaan
1 Keluarga selalu mendampingi saya
dalam perawatan
2 Keluarga selalu memberi pujian dan
perhatian kepada saya
3 Keluarga tetap mencintai dan
memerhatikan keadaan saya selama
saya sakit
4 Keluarga dan tetangga memaklumi
bahwa sakit yang saya alami sebagai
suatu musim
Dukungan fasilitas
1 Keluarga selalu menyeiakan waktu
dan fasilitas jika saya memerlukan
untuk keperluan pengobatan
2 Keluarga sangat berperan aktif dalam
setiap pengobatan dan perawatan
sakit saya
3 Keluarga bersedia membiayai biaya
perawatan dan pengobatan
4 Keluarga selalu berusaha untuk
mencarikan kekurangan sarana dan
peralatan perawatan yang saya
perlukan
Dukungan informasi dan
pengetahuan
1 Keluarga selalu memberitau tentang
hasil pemeriksaan dan pengobatan
dari dokter yang merawat kepada
saya
2 Keluarga selalu memngingatkan saya
untuk kontrol, minum obat, latihan,
dan makan
3 Keluarga selalu mengingatkan saya
tentang perilaku – perilaku yang
memperburuk penyakit saya
4 Keluarga selalu menjelaskan kepada
saya setiap bertanya hal – hal yang
tidak jelas tentang penyakit saya
Lembar Kuesioner
Tingkat Kecemasan

Menurut Nursalam edisi ke 4

Tidak Sebagian
Kadang Hampi
pernah waktu
– r setiap
No Pernyataan kadang waktu

(2) (4)
(1) (3)
1 Saya merasa lebih gugup dan cemas
dari biasanya
2 Saya merasa takut tanpa alasan sama
sama sekali
3 Saya mudah marah atau merasa
panik
4 Lengan dan kaki saya gemetar
5 Saya merasa seperti jatuh terpisah
dan akan hancur berkeping - keping
6 Saya nerasa bahwa semuanya baik –
baik saja dan tidak ada hal buruk
akan terjadi
7 Saya merasa lelah dan mudah lelah
8 Saya merasakan jantung berdebar –
debar
9 Wajah saya terasa panas dan merah
merona.
10 Saya mimpi buruk
11 Saya terganggu oleh nyeri kepala
leher dan nyeri punggung
12 Saya merasa tenang dan dapat duduk
diam dengan mudah
13 Saya merasa pusing tujuh keliling
14 Saya telah pingsan atau merasa
seperti itu.
15 Saya dapat bernapas dengan mudah
16 Saya merasa jari – jari tangan dan
kaki mati rasa dan kesemutan
17 Saya terganggu oleh nyeri lambung
atau gangguan pencernaan
18 Saya sering buang air kecil
19 Saya mudah tertidur dan dapat
istirahat malam dengan baik
20 Tangan saya biasanya kering dan
hangat

Anda mungkin juga menyukai