Anda di halaman 1dari 15

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Definisi Umum Keputusan


Keputusan adalah hasil pemecahan masalah yang dihadapi dengan
tegas. Hal ini berkaitan dengan jawaban atas pertanyaan -pertanyaan tentang
apa yang harus dilakukan dan mengenai unsur -unsur perencanaan. Dapat
juga dikatakan bahwa keputusan itu sesungguhnya merupakan hasil proses
pemikiran yang berupa pemilihan satu diantara beberapa alternative yang
dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.
Keputusan itu sendiri merupakan unsur kegiatan yang sangat penting. Jiwa
kepemimpinan seseorang itu dapat diketahui dari kempampuan mengatasi masalah dan
mengambil keputusan yang tepat. Keputusan yang tepat adalah keputusan yang
berbobot dan dapat diterima bawahan. Ini merupakan keseimbangan antara disiplin
yang harus ditegakkan dan sikap manusiawi terhadap bawahan. Keputusan yang
demikian ini juga dinamakan keputusan yang mendasarkan diri pada relasi sesama

1. Pengertian Menurut Para Ahli


1.1 G. R. Terry
Mengemukakan bahwa pengambilan keputusan adalah sebagai pemilihan yang
didasarkan kriteria tertentu atas dua atau lebih alternatif yang mungkin
1.2 Claude S. Goerge, Jr
Mengatakan proses pengambilan keputusan itu dikerjakan oleh kebanyakan
manajer berupa suatu kesadaran, kegiatan pemikiran yang termasuk pertimbangan,
penilaian dan pemilihan diantara sejumlah alternative
1.3 Horold dan Cyril O’Donnell
Mereka mengatakan bahwa pengambilan keputusan adalah pemilihan diantara
alternatif mengenai suatu cara bertindak yaitu inti dari perencanaan, suatu rencana
tidak dapat dikatakan tidak ada jika tidak ada keputusan, suatu sumber yang dapat
dipercaya, petunjuk atau reputasi yang telah dibuat

2. Tahap-tahap Dalam Pengambilan Keputusan


2.1 Mengidentifikasi Masalah
Dengan mengidentifikasi masalah diharapkan nantinya dapat dilakukan dengan
cara menetukan fakta-fakta yang terkait dari masalah tersebut dan dalam
pengumpulan informasi fakta tersebut jangan dicampuradukkan antara fakta
dengan opini/ pendapat yang belum diketahui kebenarannya.

1
2.2 Mencari Alternative Pemecah Lain
Setelah semua masalah dikaji dan terkumpul serta dapat dipahami langkah
selanjutnya yang dapat ditempuh yaitu dengam melakukan alternative yang sudah
ada. Melaksanakan alternative yaitu dengan menyusun alternative yang paling
diinginkan dan hingga sampai dengan alternative yang paling tidak diinginkan.
2.3 Memilih Alternative
Dalam pemilihan alternative, alternative yang harus dipilih adalah alternative yang
birsifat logis, dapat dilaksanakan serta memperhitungkan akibat yang ditimbulkan
dari pelaksanaan alternative terpilih tersebut.
Untuk kelangsungan dalam pemilihan alternative maka harus diperhatikan
langkah-langkahnya sebagai berikut:
2.3.1 Memperhitungkan dampak positif dan negative dari setiap alternative yang ada.
2.3.2 Memperhitungkan seberapa besar kemungkinan dampak dari setiap alternative
tersebut.
2.3.3 Jadikan tujuan sebagai pedoman, dengan berpedoman tujuan sebagai penerang
langkah.

2.4 Pelaksanaan Alternative Terpilih


Setelah semua dilalui dengan urutan yang sewajarnya langkah selanjutnya yaitu
menerapkan pelaksanaan alternative yang dipilih, penerapan alternative yang
dipilih nantinya akan mempengaruhi hasil akhir. Oleh sebab itu maka pelaksanaan
harus sesuai dengan rencana supaya nanti dalam operasi dapat tercapai tujuan dari
diadakannya pemilihan alternative tersebut.

2.5 Evaluasi Alternative


Fungsi dari diadakannya evaluasi alternative adalah untuk mengetahui apakah
alternative yang dipilih telah sesuai dengan rencana atau belum.

B. Etika Filosofis dan Bisnis


1. Teori Utilitarianisme
Teori utilitarianisme merupakan teori yang membimbing kita untuk
mengambil sebuah keputusan dengan konsekuensi yang memberikan manfaat
kepada masyarakat secara keseluruhan. Pemikiran ini disebut sebagai the greatest
happiness theory, dikarenakan konsekuensi yang diciptakan menimbulkan rasa
kebahagiaan bagi seluruh orang, tak hanya satu atau dua orang saja. Sony Keraf
pun menegaskan kembali untuk memilih selalu tindakan yang akan

2
memaksimalkan kebahagiaan dan meminimalkan ketidakbahagiaan bagi jumlah
paling besar orang (when choosing a course of action, always pick the one that will
maximize happiness and minimize unhappiness for the greatest number of people).
Dari sebuah kebahagiaan akan berdampak pada kesejahteraan umat manusia. Teori
ini pun memiliki kebalikkannya yaitu sifat egoisme yang cenderung hedonisme,
dikarenakan setiap manfaat yang diperoleh hanya dinikmati untuk kepentingan
individu atau kelompok tertentu diukur berdasarkan materi.
Penekanan untuk melakukan sebuah kebaikan melalui keputusan yang
memberikan manfaat bagi banyak orang menurut teori utilitarianisme ini menjadi
sebuah pedoman yang memberikan dukungan kuat bagi sejumlah institusi dan
kebijakan demokratis dan melawan segala bentuk kebijakan untuk menguntungkan
segelintir kelompok sosial, ekonomi atau politik. Teori utilitarianisme ini juga
memiliki dasar peraturan (berhubungan dengan teori deontologis), sehingga
memastikan bahwa setiap kebijakan berkontribusi pada kebaikan secara
keseluruhan, baik dari segi administratif, bisnis, publik, dan masyarakat.
2. Teori Deontologis
Teori ini dikenal sebagai pandangan etika normatif yang menilai sebuah
tindakan didasarkan pada sebuah peraturan, sehingga setiap pihak “berkewajiban”
untuk menaatinya. Menurut Immanuel Kant, seseorang harus bertindak
berdasarkan kewajibannya (deon) bila ingin berbuat sesuatu yang benar secara
moral. Kemudian, Kant juga menekankan bahwa suatu tindakan dianggap benar
atau salah bukan berdasarkan dampaknya, tetapi berdasarkan niatan dalam
melakukan tindakan tersebut. Sumber-sumber peraturan pun dapat berasal dari
instansi resmi seperti badan hukum dan pemerintahan, universitas, perusahaan,
agama dan lain-lain. Sebuah peran yang dilakukan oleh seseorang pun akan
menghasilkan sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan olehnya, contohnya
setiap perusahaan dalam menjalankan bisnisnya memiliki aturan atau kode etiknya
sendiri untuk mengatur seluruh karyawannya dalam bekerja, secara lebih spesifik
seorang manajer perusahaan harus dapat mengikuti peraturan-peraturan yang telah

3
ditetapkan terkait mekanisme jalannya perusahaan dan kepengurusan mengenai
para pemegang saham, karyawan, pemasok dan pemegang kepentingan lainnya.
Peraturan dibuat sebagai bentuk perjanjian sosial atau kontrak sosial, yang
artinya perjanjian antar masyarakat dengan pemerintah untuk menyerahkan segala
hak dan kekuasaannya kepada pemerintah (selaku yang berkuasa di dalam negara)
untuk mengatur dan menertibkan kegiatan masyarakat agar terciptanya kelancaran
dalam hubungan antarindividu. Kant mengklaim bahwa kita bertindak sesuai
dengan peraturan yang diterima secara universal atau “imperatif kategoris”.
Melalui peraturan yang telah ditetapkan, setiap manusia memiliki hak dan
kewajibannya masing-masing. Peraturan mengarahkan kita bagaimana harus
bertindak demi kepentingan bersama, dimana manusia memiliki tujuan hidupnya
sendiri, bukan sekedar alat mencapai tujuan kelompok tertentu dan sebagai bentuk
penghormatan terhadap martabat setiap manusia.
3. Teori Etika Keutamaan atau Kebaikan
Teori keutamaan atau kebaikan merupakan teori yang menjelaskan mengenai
pembentukkan pribadi menjadi seseorang yang bermoral. Identitas pribadi
seseorang dibangun dari keinginan, keyakinan, watak, perilaku, nilai-nilai dan
keyakinan yang dianutnya. Hal ini menjadi tanda yang paling mendasar dan
permanen, sehingga tidak bisa diubah-ubah atau telah mandarah daging. Terdapat
3 sifat keutamaan yang perlu dimiliki oleh setiap manusia baik untuk di dalam
aktivitas bisnis maupun yang lainnya, diantaranya :
a) Kejujuran, sifat ini dinilai sangat berharga di dalam diri masing-masing
individu, unsur penting yang dimiliki bagi para pelaku bisnis. Dengan kejujuran
dituntut untuk menjunjung kebenaran.
b) Keadilan, sifat yang memberikan kesediaan untuk memberikan apa yang
menjadi miliknya kepada semua orang sesuai porsinya masing-masing.
c) Kepercayaan, sifat ini akan memberikan hubungan dengan para stakeholders
menjadi bertahan lama. Ada beberapa cara untuk mengamankan kepercayaan,
salah satunya adalah dengan memberi garansi atau jaminan.

4
Melalui 3 sifat keutamaan tersebut, kita dapat memberikan kemampuan kita
untuk bertindak bagi kebahagiaan orang lain. Etika keutamaan lebih menekankan
sisi kasih sayang dalam karakter yang kita alami. Tak hanya 3 sifat utama diatas,
terdapat beberapa sifat lainnya seperti rasa kepedulian, empati, dermawan, dan
simpati. Karakter ini berperan dalam perilaku kita dan terdapat faktor-faktor
pembentuknya, seperti lingkungan pekerjaan, orang tua, sekolah, teman-teman dan
masyarakat. Sifat keutamaan tidak bisa diajarkan oleh orang lain, melainkan
lingkungan sekitar yang membentuknya. Setiap orang memiliki potensi untuk
menjadi orang berbudi tinggi dengan belajar dari lingkungannya dari setiap proses.
Sehingga, seseorang pun dapat berpikir secara lebih luas dan kompleks. Dapat
disimpulkan bahwa etika keutamaan berusaha memahami bagaimana seseorang
bertindak sesuai dengan karakter yang telah dipunyainya untuk mengenal lebih
jauh sifat manakah yang meningkat dan mengurangi kehidupan manusia yang
berharga, sehingga kita dapat mengambil sebuah keputusan yang dapat
dipertanggung jawabkan.

5
BAB III
PEMBAHASAN

A. Studi Kasus 1
Kasus Panca Satria Hasan Kusuma – Indonesia
Sebuah permohonan untuk melakukan euthanasia pada tanggal 22 Oktober 2004
telah diajukan oleh seorang suami bernama Panca Satria Hasan Kusuma karena
tidak tega menyaksikan istrinya yang bernama Agian Isna Nauli, 33 tahun, tergolek
koma selama 3 bulan pasca operasi Caesar dan disamping itu ketidakmampuan
untuk menanggung beban biaya perawatan merupakan suatu alasan pula.
Permohonan untuk melakukan euthanasia ini diajukan ke Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat. Kasus ini merupakan salah satu contoh bentuk euthanasia yang diluar
keinginan pasien. Permohonan ini akhirnya ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat, dan setelah menjalani perawatan intensif maka kondisi terakhir pasien (7
Januari 2005) telah mengalami kemajuan dalam pemulihan kesehatannya.

1. Pengertian Euthanasia
Euthanasia adalah tindakan sengaja untuk mengakhiri hidup seseorang yang sangat
sakit dan menderita — yang diliputi oleh rasa sakit yang tak tertahankan dan tak
bisa disembuhkan — dengan cara yang relatif cepat dan tanpa rasa sakit, untuk
alasan kemanusiaan. Praktik ini dapat dilakukan baik dengan mengambil tindakan
aktif, termasuk memberikan suntik mati, atau dengan tidak melakukan apa yang
diperlukan untuk menjaga pasien tersebut hidup (seperti membiarkan alat bantu
pernapasan berhenti bekerja).
Dalam banyak kasus, keputusan untuk “bunuh diri” ini dibuat
atas permintaan pasien sendiri, tetapi ada kalanya individu tersebut mungkin
terlalu sakit tidak berdaya, sehingga keputusan dibuat oleh pihak keluarga, tenaga
medis, atau dalam beberapa kasus, oleh pengadilan.
Istilah euthanasia berasal dari kata bahasa Yunani “euthanatos” yang berarti
kematian mudah.

2. Tipe-Tipe Euthanasia
Euthanasia terdiri dalam berbagai bentuk:
 Euthanasia aktif: seseorang (profesional kesehatan) bertindak secara
langsung dan aktif, sengaja menyebabkan kematian pasien — misalnya, dengan
menyuntikkan obat penenang dalam dosis besar.
 Euthanasia pasif: tenaga profesional kesehatan tidak secara langsung
bertindak dalam mengakhiri nyawa pasien, mereka hanya memungkinkan

6
pasien untuk meninggal dunia dengan alpanya kehadiran fasilitas medis —
misalnya, memberhentikan atau menahan opsi pengobatan.
 Euthanasia volunter: terjadi atas permintaan pasien kompeten. Pasien
sepenuhnya menyadari kondisi penyakitnya/sudah diinformasikan, mengerti
apa kemungkinan masa depan dari penyakitnya, menyadari manfaat dan risiko
yang terkait dengan pilihan pengobatan penyakitnya, dan dapat
mengkomunikasikan keinginan mereka dengan jelas tanpa di bawah pengaruh
siapapun, dan meminta bantuan profesional medis untuk mengakhiri nyawanya.
 Euthanasia non-volunter: terjadi ketika pasien berada dalam kondisi tidak
sadar atau tidak mampu untuk membuat pilihan otonomik antara hidup dan mati
(misalnya, bayi yang baru lahir atau seseorang dengan intelegensi rendah,
pasien dalam koma panjang atau mengalami kerusakan otak parah), dan
keputusan dibuat oleh orang lain yang berkompeten atas nama pasien, mungkin
sesuai dengan dokumen warisan tertulis mereka, atau pasien sebelumnya
pernah menyatakan secara verbal keinginan untuk mati.

3. Syarat Dan Ketentuan Bagi Pasien Untuk Meminta Prosedur Euthanasia


Pada dasarnya, prosedur euthanasia boleh dilakukan pada pasien yang
menderita sebuah penyakit terminal (fase akhir penyakit di mana peluang kematian
muncul sangat besar sehingga fokus bergeser dari terapi menyembuhkan penyakit
menjadi menyediakan perawatan paliatif/meringankan rasa sakit). Namun,
masalahnya tidak terletak pada definisi tetapi dalam penafsiran definisi.
Di Belanda di mana euthanasia didukung oleh hukum, “penyakit terminal”
memiliki definisi konkret, secara harfiah berarti “harapan kematian sudah pasti”.
Di Oregon, di mana PAS (physician-assisted suicide) adalah legal untuk ‘kasus
terminal’, namun terminal digambarkan sebagai suatu kondisi yang “dalam
penilaian wajar, akan menghasilkan kematian dalam waktu enam bulan.”
Selain itu, jika dilihat dari definisinya, euthanasia juga memungkinkan pagi
pasien yang menderita parah untuk meminta asistensi pengakhiran hidup.
Penelitian juga telah menunjukkan bahwa pasien yang sakit parah yang cenderung
berpikir untuk bunuh diri melakukannya bukan karena penyakit terminal mereka,
tetapi karena depresi berat akibat penyakit yang diidapnya. Deklarasi World
Federation of Right to Die Societies tahun 1998 Zurich menyatakan bahwa orang-
orang “yang menderita kesengsaraan yang melumpuhkan” memenuhi syarat untuk
meminta asistensi bunuh diri. Lembaga ini percaya bahwa seseorang tidak perlu
mengidap penyakit terminal agar memenuhi syarat menjalani euthanasia atau PAS,
asalkan “penderitaannya tidak tertahankan”.
Definisi dari “penderitaan yang tidak tertahankan” terbuka untuk interpretasi.
Menurut Mahkamah Agung Belanda, penderitaan didefinisikan sebagai

7
kesengsaraan baik fisik dan psikologis, sedangkan undang-undang Belgia
menyatakan bahwa “pasien yang meminta euthanasia harus berada dalam situasi
medis putus asa dan terus-menerus menderita secara fisik atau psikologis.”

4. Alasan euthanasia diperbolehkan


Mereka yang mendukung euthanasia berpendapat bahwa masyarakat yang
beradab harus memungkinkan orang untuk mati dalam martabat dan tanpa rasa
sakit, dan harus memungkinkan orang lain untuk membantu mereka melakukannya
jika mereka tidak bisa mengelolanya sendiri.
Mereka mengatakan bahwa tubuh adalah hak prerogatif pemiliknya sendiri,
dan kita harus diizinkan untuk melakukan apa yang kita inginkan dengan tubuh kita
sendiri. Jadi, mereka menganggap bahwa mengupayakan kehidupan yang lebih
lama bagi yang tidak menginginkannya adalah salah. Bahkan membuat orang terus
hidup ketika mereka tidak ingin melanggar kebebasan pribadi dan hak asasi
manusia. Tidak bermoral, ujar mereka, untuk memaksa orang untuk terus hidup
dalam penderitaan dan rasa sakit.
Mereka menambahkan bahwa tindakan bunuh diri bukan merupakan tindak
pidana, maka dari itu euthanasia tidak harus digolongkan sebagai kejahatan.

5. Larangan Pelaksanaan Euthanasia


Argumen dari badan agama untuk melawan euthanasia adalah bahwa
kehidupan diberikan oleh Tuhan, dan hanya Tuhan yang harus memutuskan kapan
untuk mengakhirinya.
Lainnya khawatir jika euthanasia dibuat legal, undang-undang yang mengatur
hal itu akan disalahgunakan, dan orang-orang yang sebenarnya tidak benar-benar
ingin mati (atau masih bisa mendapatkan pertolongan medis lanjutan) justru
diakhiri nyawanya.

6. Euthanasia Tergolong Ke Dalam Hukum Pidana Indonesia


Belum ada undang-undang atau peraturan pemerintah yang spesifik
mencantumkan legalitas euthanasia di Indonesia sampai saat ini. Namun, penting
untuk dipahami bahwa secara yuridis formal dalam hukum pidana positif di
Indonesia hanya dikenal satu bentuk euthanasia, yaitu euthanasia yang dilakukan
atas permintaan pasien/korban itu sendiri (voluntary euthanasia), yang telah dengan
jelas diatur dalam Pasal 344 KUHP:
“Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu
sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati diancam dengan pidana
penjara paling lama dua belas tahun”.

8
Dari Pasal 344 KUHP dapat diartikan bahwa pembunuhan atas permintaan
korban sekalipun tetap diancam pidana bagi pelakunya. Dengan demikian, dalam
konteks hukum positif di Indonesia, euthanasia dianggap sebagai perbuatan yang
dilarang. Artinya, tidak dimungkinkan untuk dilakukannya “pengakhiran hidup
seseorang” sekalipun atas permintaan orang itu sendiri.
Lebih lanjut, ketika membicarakan euthanasia non-volunter, walaupun tidak
bisa dikualifikasikan sebagai konsep euthanasia yang sama tercantum pada pasal
344 KUHP, secara konseptual metode euthanasia satu ini paling mungkin (atau
mendekati) dianggap sebagai pembunuhan biasa (pasal 338 KUHP), pembunuhan
berencana (Pasal 340 KUHP), penganiayaan dengan bahan berbahaya (Pasal 356
[3] KHUP), atau kelalaian yang berujung kematian (Pasal 304 dan Pasal 306 [2]).
Dengan demikian, tindakan medis ini tetap digolongkan sebagai tindak
pidana.

B. Studi Kasus 2

Kasus Kekecewaan Pelenggan Perusahaan Apple Terhadap Penurunan Harga


Iphone
Pada tanggal 5 Septembe 2007, Steve Jobs, CEO Perusahaan Apple melakukan
praktek diskriminasi harga sebagai strategi pemasarannya yaitu menurunkan harga
product iPhone mereka yang sangat sukses sejumlah $200 dari harga semula sebesar
$599 yang merupakan harga perkenalan yang sudah sejak dua bulan. Tak perlu
dibicarakan, dia menerima email yang sangat banyak dari para pelanggan yang kecewa
dan marah. Dua hari kemudian, Steve Jobs menawarkan $100 kredit yang dapat di
gunakan di toko Apple dan online store kepada para pelanggan yang sudah membayar
harga penuh. Apakah keputusan untuk mengurangi $200 dan sikap untuk
melakukannya tepat dari sudut pandang etika?

Seandainya pihak management Apple melakukan sniff test sebelum mengambil


keputusan mungkin mereka memiliki kesimpulan bahwa ibu mreka tidak akan bangga
atau nyaman dengan keputusan tersebut. Sama halnya, mungkin mereka akan sadar
bahwa pengurangan harga juga bertentangan dengan kode etik pelayanan pelanggan
Apple.

Jika Apple hanya melihat dari sisi pemegang saham dalam mengambil keputusan
tersebut, mereka akan sadar selain pelanggan awal yang terkena imbas, perusahaan
Apple sendiri ternoda dan itu bisa juga berimbas terhadap pelanggan lain yang mereka
coba untuk dekati. Sebagai tambahan, para pekerja Apple yang mana banyak diantara
mereka sudah tergoda oleh reputasi Apple yang kuat yang selalu menyediakan solusi

9
yang inovatif dengan standar tinggi akan dipertanyakan oleh company mothers, yang
mana akan melemahkan komitmen dan kesetiaan mereka.

Seandainya pihak perusahan Apple sudah menerapkan philosophi etika traditional


mereka akan mengetahui hal hal berikut.

1. Konsekuensialisme
Dari sisi pandang keuntungan, Apple mengharapkan lebih dari sekedar
pengimbangan dari $200 pengurangan harga per unit in margin dan mendapatkan
jumlah penjualan yang besar. Jika hanya untukk iPhone saja mungkin cara ini
sudah tepat, tapi Apple juga memiliki banyak produk lain yang juga akan dibeli
oleh pelanggan mereka yang juga bisa terkenda dampak negatifnya. Dan juga
melihat keputusan tersebut sebagai kesempatan untuk pengurangan harga dari
harga awal yang tinggi. Sikap GOUGING sudah bisa di tebak yang mana akan
merusak nilai proposisi apple secara keseluruhan dan juga penjualan produk selain
iPhone akan terpengaruh sebagai dampak dari keputusan tersebut. Secara umum,
pihak management mungkin yakin dengan keputusan penggabungan untuk
penjualan iPhone dan produk lainnya.
2. Tugas, Hak dan Justice Para excecutive Apple
Mempunyai tugas untuk mendapatkan keuntungan selama hal tersebut tidak
melanggar hukum. Dalam kasus ini, para pembeli awal iPhone memiliki hak secara
legal untuk menuntut perusahaan dengan alasan perlakuan yang tidak adil. Namun,
aksi individual akan lebih sedikit dari pada class action. Dampak dari ketidakadilan
pengurangan harga dapat berupa tekanan buruk yang signifikan.
3. Kualitas Bagus yang Diharapkan
Dalam pikiran pelanggan dan pekerja pada perusahaan Apple, Jobs mempunyai
image secara teknis sebagai jenius yang berpandangan jauh ke depan yang terarah
untuk menyediakan nilai yang hebat bagi stakeholder. Penurunan harga $200 tidak
sesuai dengan harapan mereka pada Jobs dan Apple.
Apple seharusnya juga menggunakan pertanyaan “Tucker Framework” yang
dikembangkan dan dimodifikasi untuk menguji penurunan harga $200. Jika begitu
adanya, jawabannya adalah sebagai berikut:
1) Apakah hal ini menguntungkan? Hasilnya tidak jelas apakah menguntungkan atau
tidak.
2) Apakah hal ini legal? Mungkin, kecuali perlindungan konsumen tidak disinggung.
3) Apakah hal ini adil? Tidak menurut beberapa pelanggan dan pekerja.
4) Apakah hal ini benar? Tidak menurut beberapa eksekutif, pekerja, dan pelanggan
potensial.
5) Apakah hal ini mendemonstrasikan kualitas bagus yang diharapkan? Tidak seperti
yang didiskusikan sebelumnya.

10
6) Pertanyaan opsional: Apakah ini berkelanjutan? Isu dampak terhadap lingkungan
tidak dilibatkan dalam keputusan ini, tapi akan berdampak
7) Negative dan signifikan jangka menengah dan jangka yang lebih panjang. Sangat
tidak bijak untuk mengulang keputusan atau mengabaikan dampak negatif di masa
depan yang berpengaruh terhadap reputasi.
Sewajarnya, Apple harus mempertimbangkan praktek diskriminasi harga sebagai
strategi pemasaran sebagai ketidakadilan dan ketidakbijakan tanpa adanya mitigasi
bagi pembeli awal iPhone. Apakah pemberian kredit $100 memadai? Dalam peristiwa
apapun, Jobs dapat menghindari tekanan negatif dan kerusakan pada reputasinya dan
Apple, jika Apple telah menggunaka EDM untuk menganalisa keputusan sebelum
bertindak.
Hal ini harus menjadi catatan bahwa meskipun potongan harga yang disebutkan
pada kasus ini tidak jarang dan dianggap tidak umum sebagai masalah etika serius,
mereka mempunyai aspek etis yang bisa dinilai menggunakan pendekatan
EDM.Mereka merepresentasikan risiko yang dapat melemahkan reputasi eksekutif dan
perusahaan yang terlibat.

Review / Tinjauan :
Dalam pengambilan keputusan, eksekutif maupun CEO suatu perusahaan
perlumempertimbangkan pendekatan etis pengambilan keputusan yaitu:
1. Consequences, Utility
2. Duty, Rights, Justice
3. Virtue Expectations

Jika dijabarkan ketiganya, dapat dikatakan pertimbangan-pertimbangan dari


ketiga pendekatan antara lain:

1) Well-offness/ Consequentialism
Keputusan yang akan dibuat harus menghasilkan keuntungan lebih dari biaya yang
dikeluarkan. Dalam kasus Apple, tidak jelas apakah keputusan pengurangan harga
menghasilkan keuntungan yang lebih besar dari biaya yang dikeluarkan atau
sebaliknya.

2) Rights, Duty/ Deontology


Keputusan yang akan dibuat seharusnya tidak menyinggung hak daripada
stakeholder termasuk pembuat keputusan. Menurut perusahaan, perusahaan telah
membuat keputusan yang benar.Akan tetapi ada pihak-pihak yang merasa mereka
tidak diperlakukan dengan adil dan bijak atas keputusan yang dibuat perusahaan
yakni pelanggan awal yang membeli produk perusahaan tersebut dengan harga
tinggi.

11
3) Fairness/ Justice
Pembagian keuntungan dan beban harus adil.Menurut beberapa pelanggan dan
pekerja, ada ketidakadilan dalam keputusan yang diambil oleh perusahaan.
4) Virtue Expectations/ Virtue Ethics
Motivasi keputusan harus merefleksikan kualitas bagus yang diharapkan
stakeholder.Bayak pelanggan merasa kecewa dengan keputusan ini. Artinya,
keputusan yang diambil sama sekali tidak merefleksikan kualitas bagus yang
diharapkan.

12
BAB IV
KESIMPULAN

Pengambilan keputusan rasional dibuat secara konsisten dengan memilih kualitas yang
tinggi dalam masalah-masalah tertentu. Pilihan-pilihan yang dibuat mengikuti enam langkah
model pengambilan keputusan rasional. Kelompok menghasilkan informasi dari pengetahuan
yang lebih lengkap dengan menggabungkan sumber daya beberapa individu, kelompok
membawa lebih banyak masukan dalam proses pengambilan keputusan. Kelompok dapat
membawa peningkatan keragaman terhadap proses pengambilan keputusan, dan dengan
demikian kesempatan untuk mempertimbangkan pendekatan alternatif yang lebih.
Kelemahan pengambilan keputusan kelompok adalah 1) kelompok menggunakan waktu.
2) Ada tekanan dalam kelompok. 3) Diskusi kelompok didominasi oleh satu atau beberapa
orang anggota. Manusia merupakan mahluk rasional. Oleh karena itu dalam pengambilan
keputusan secara individu terdiri atas pencarian di antara alternatif-alternatif tidak terbatas
akan suatu solusi yang masuk akal dalam kondisi dimana konsekuensi dari tindakan tidaklah
pasti.
Seseorang dapat memilih pilihan yang etis. Pertama adalah kereta utilitarian, dimana
keputusan dibuat hanya berdasarkan hasil atau konsekuensi. Tujuan dari utilitarianisme adalah
memberikan kebaikan bagi jumlah terbesar. Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau
Corporate Social Responsibility (CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya
(bukan hanya) perusahaan adalah memiliki sesuatu tanggung jawab terhadap konsumen,
karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional
perusahaan. CSR berhubungan erat dengan pembangunan berkelanjutan, dimana ada
argumentasi bahwa suatu perusahaan dalam aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya
tidak semata terhadap faktor keuangan.
Dari studi kasus 2 dengan mempertimbangkan empat pertimbangan dari tiga
pendekatan (Consequences, Utility; Duty, Rights, Justice; Virtue Expectations) harus
memuaskan orang yang terkena dampak keputusan tersebut agar keputusan dapat
dipertimbangkan sebagai keputusan yang etis.
Namun, jika dilihat dari kasus perusahaan Apple yang dikaitkan dengan
pertimbangan di atas, lebih banyak dampak negatif yang dirasakan dari keputusan
tersebut.Artinya, keputusan yang diambil oleh perusahaan Apple belum cukup etis.
Jika dilihat dari pendekatan tradisional dengan 5 pertanyaan, yakni:

1. Apakah hal ini menguntungkan? Hasilnya tidak jelas apakah menguntungkan atau
tidak seperti yang didiskusikan sebelumnya.
2. Apakah hal ini legal? Mungkin, kecuali perlindungan konsumen tidak disinggung.
3. Apakah hal ini adil? Tidak menurut beberapa pelanggan dan pekerja.
4. Apakah hal ini benar? Tidak menurut beberapa eksekutif, pekerja, dan pelanggan
potensial.

13
5. Apakah hal ini mendemonstrasikan kualitas bagus yang diharapkan? Tidak seperti
yang didiskusikan sebelumnya
Pertanyaan opsional: Apakah ini berkelanjutan? Isu dampak terhadap lingkungan tidak
dilibatkan dalam keputusan ini, tapi akan berdampak negatif dan signifikan jangka
menengah dan jangka yang lebih panjang.
Sangat tidak bijak untuk mengulang keputusan atau mengabaikan dampak negatif
di masa depan yang berpengaruh terhadap reputasi.
Menurut teori, jika terdapat lebih dari satu respon negative ketika lima pertanyaan
tersebut diajukan, pembuat keputusan seharusnya merevisi kembali keputusan yang
akan diambil untuk menghapus dampak-dampak negatif yang akan timbul. Jika revisi
keputusan berhasil dan mengarah kearah positif, maka keputusan yang diambil pun
menjadi keputusan yang etis,
Jika dilihat dari kasus perusahaan Apple, terdapat lebih dari satu respon negative
atas pertanyaan yang diajukan. Dapat disimpulkan bahwa keputusan yang diambil oleh
Apple bukanlah suatu keputusan yang etis.
Hal tersebut juga berlaku pada studi kasus 1 yang mana sebuah permohonan untuk
melakukan euthanasia pada tanggal 22 Oktober 2004 diajukan oleh seorang suami
bernama Panca Satria Hasan Kusuma karena tidak tega menyaksikan istrinya yang
bernama Agian Isna Nauli, 33 tahun, tergolek koma selama 3 bulan pasca operasi
Caesar. Euthanasia merupakan tindakan pengambilan keputusan yg tidak etis karena
ingin menghilangkan rasa sakit seseorang tetapi dengan cara yang tidak etis yaitu
mengakhiri nyawa orang yang sakit parah atau tidak sadarkan diri dalam waktu yang
lama. Panca Satria Hasan Kusuma seharusnya mencari cara lain salah satunya dengan
berusaha untuk mencari obat atau menggunakan alat bantu yang dapat menyembuhkan
atau setidaknya mengurangi rasa sakit istrinya. Tetapi keputusan yang diambil oleh
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk menolak permohonan euthanasia adalah
keputusan yang etis, sebab kasus ini merupakan salah satu contoh bentuk euthanasia
yang diluar keinginan pasien.

14
DAFTAR PUSTAKA

https://hellosehat.com/hidup-sehat/fakta-unik/apa-itu-euthanasia/

http://amireksepsi.blogspot.co.id/2013/11/kasus-euthanasia-yang-pernah-terjadi.html

Hartman, Laura P., dan Joe Desjardind. 2011. Etika Bisnis: Pengambilan Keputusan
untuk Integritas Pribadi dan Tanggung Jawab Sosial. Jakarta: Erlangga

Desjardins, Hartman. 2008. Etika Bisnis. Jakarta. Penerbit Erlangga.

Liputan 6. 2017. 3 Prestasi Ahok Yang Bikin Takjub Dunia. (Online),


http://news.liputan6.com/read/3186642/3-prestasi-ahok-yang-bikin-takjub-dunia,
diakses 25 Februari 2018.

Kompisiana. 2017. Prestasi Ahok yang Layak Diketahui Publik. (Online),


https://www.kompasiana.com/yusufalamsyah/prestasi-ahok-yang-layak-diketahui-
publik_58c10a8a2223bd521afa7374, diakses 25 Februari 2018.

Kompas.com. 2015. Kepemimpinan Ahok di Mata PNS DKI. (Online),


http://megapolitan.kompas.com/read/2015/02/04/1459484/Kepemimpinan.Ahok.d
i.Mata.PNS.DKI., diakses 25 Februari 2018.

15

Anda mungkin juga menyukai