Anda di halaman 1dari 47

PENGARUH SOLVABILITAS, LIKUIDITAS

DAN PROFITABILITAS TERHADAP NILAI PERUSAHAAN


PADA SEKTOR INDUSTRI BARANG KONSUMSI DI BEI

JESSICA WIDYA PUTRI

DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi berjudul Pengaruh Solvabilitas,


Likuiditas dan Profitabilitas terhadap Nilai Perusahaan pada Sektor Industri Barang
Konsumsi di BEI adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2016

Jessica Widya Putri


NIM H24120105
ABSTRAK
JESSICA WIDYA PUTRI. Pengaruh Solvabilitas, Likuiditas dan Profitabilitas
terhadap Nilai Perusahaan pada Sektor Industri Barang Konsumsi di BEI.
Dibimbing oleh H MUSA HUBEIS.

Sektor industri barang konsumsi merupakan salah satu sektor yang terdaftar
dalam BEI yang memiliki indeks sektor tertinggi dibandingkan indeks sektoral
lainnya, sehingga sektor ini memiliki prospek baik dalam jangka panjang.
Penelitian ini menggunakan data perusahaan sektor industri barang konsumsi pada
tahun 2010-2014 dengan teknik pemilihan contoh purposive sampling dan
dianalisis dengan Structural Equation Modeling (SEM). Tujuan penelitian
menganalisis pengaruh solvabilitas, likuiditas dan profitabilitas terhadap nilai
perusahaan. Debt to Assets Ratio (DAR), Debt to Equity Ratio (DER) dan Long
Term Debt to Equity Ratio (LDER) merupakan inikator pada peubah struktur
modal. Current Ratio (CR), Quick Ratio (QR) dan Cash Ratio (CsR) merupakan
merupakan indikator pada peubah likuiditas. Profit Margin (PM), Return on Asset
(ROA) dan Return on Equity (ROE) merupakan indikator pada peubah
profitabilitas. Earning per Share (EPS), Price Earning Ratio (PER) dan Price to
Book Value (PBV) merupakan indikator pada peubah nilai perusahaan. Hasil
penelitian menunjukkan struktur modal berpengaruh tidak nyata dan positif,
likuiditas berpengaruh tidak nyata dan negatif, serta profitabilitas berpengaruh
nyata dan positif terhadap nilai perusahaan.
Kata kunci : nilai perusahaan, solvabilitas, likuiditas, profitabilitas, industri barang
konsumsi

ABSTRACT

JESSICA WIDYA PUTRI. The Effect of Solvability, Likuidity and Profitability on


Firm Value in Consumer Goods Industry Sector in BEI. Supervised by H MUSA
HUBEIS.

Consumer goods industry sector is one of the sectors listed in Indonesia Stock
Exchange that have the highest sector index compared to other sectoral index, so
the sector that have good prospects in the long term. This study uses data consumer
goods industry sector in 2010-2014 with sample selection technique purposive
sampling and analyzed using Structural Equation Modeling (SEM). The purpose of
to analize the effect of solvability, likuidity and profitability on firm value. Debt to
Assets Ratio (DAR), Debt to Equity Ratio (DER) dan Long Term Debt to Equity
Ratio (LDER) are indicator on capital structure variable. Current Ratio (CR), Quick
Ratio (QR) dan Cash Ratio (CsR) are indicator on likuidity variable. PM, ROA and
ROE are indicator on profitability variable. Profit Margin (PM), Return on Asset
(ROA) dan Return on Equity (ROE) are indicator on profitabily variable. Earning
per Share (EPS), Price Earning Ratio (PER) dan Price to Book Value (PBV) are
indicator on firm value variable. The results show capital structure has a positive
but not significant, negative and not significant effect on liquidity, and positive
significant effect on profitability to firm value.
Keywords: firm value, solvability, liquidity, profitability, costumers goods industry
PENGARUH SOLVABILITAS, LIKUIDITAS DAN
PROFITABILITAS TERHADAP NILAI PERUSAHAAN PADA
SEKTOR INDUSTRI BARANG KONSUMSI DI BEI

JESSICA WIDYA PUTRI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Manajemen

DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya, sehingga karya ilmiah yang berjudul Pengaruh Solvabilitas, Likuiditas dan
Profitabilitas terhadap Nilai Perusahaan pada Sektor Industri Barang Konsumsi di
Bursa Efek Indonesia berhasil diselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai syarat
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada orang
tua dan keluarga penulis, yaitu Bapak Ade Sukarsep dan Ibu Wahyuningsih, serta
kakak dan adik penulis atas doa, motivasi dan dukungan untuk penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini. Selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Prof. Dr. Ir. H Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA selaku dosen pembimbing yang
telah memberikan bimbingan maupun motivasi dalam penyelesaian skripsi ini.
2. Dra. Siti Rahmawati, M.Pd dan Yusrina Permatasari, S.Sos, ME selaku dosen
penguji yang telah memberikan saran dalam penyelesian skripsi ini,
3. Para dosen dan staff tata usaha Departemen Manajemen IPB yang telah
memberikan ilmu dan dukungan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.
4. Teman-teman satu bimbingan : Vidi, Deris, Fauzan, Sylva, Diana, Fafa, Aya,
Jerry, dan Andes yang telah berjuang bersama, menjadi teman diskusi dan
memberikan dukungan kepada penulis selama proses penyusunan skripsi ini.
5. Sahabat-sahabat selama perkuliahan : Ayu, Farah, Rani, Arvina, Nazlia, Rininta,
Mutoharoh, Indri, Devi, Khadijah, Gita, Natia, Syifa, Fitri, Andrian, dan Wafi.
6. Teman-teman Manajemen 49, BEM FEM IPB Kabinet Simfoni dan BEM FEM
IPB Kabinet Cakrawala yang telah memberikan dukungan kepada penulis selama
penyusunan skripsi ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2016

Jessica Widya Putri


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iv
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR LAMPIRAN iv
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 3
Ruang Lingkup Penelitian 4
TINJAUAN PUSTAKA 4
Struktur Modal 4
Likuiditas 4
Profitabilitas 5
Nilai Perusahaan 5
Penelitian Terdahulu 5
METODE 6
Kerangka Pemikiran Penelitian 6
Lokasi dan Waktu Penelitian 8
Pengumpulan Data 8
Pengolahan dan Analisis Data 8
HASIL DAN PEMBAHASAN 12
Gambaran Umum Perusahaan Sektor Industri Barang Konsumsi 12
Kondisi Struktur Modal Perusahaan Sektor Industri Barang Konsumsi 13
Kondisi Likuiditas Perusahaan Sektor Industri Barang Konsumsi 15
Kondisi Profitabilitas Perusahaan Sektor Industri Barang Konsumsi 18
Kondisi Nilai Perusahaan Sektor Industri Barang Konsumsi 20
Pengaruh Solvabilitas, Likuiditas dan Profitabilitas terhadap Nilai Perusahaan
Sektor Industri Barang Konsumsi 22
Implikasi Manajerial 27
SIMPULAN DAN SARAN 28
Simpulan 28
Saran 28
DAFTAR PUSTAKA 28
LAMPIRAN 30
RIWAYAT HIDUP 36
DAFTAR TABEL

1 Proses purposive sampling data penelitian 8


2 Nilai struktur modal terbaik tiap subsektor 13
3 Nilai struktur modal terburuk tiap subsektor 14
4 Nilai rasio likuiditas tertinggi tiap subsektor 15
5 Nilai rasio likuiditas terendah tiap subsektor 16
6 Nilai rasio profitabilitias tertinggi tiap subsektor 18
7 Nilai rasio profitabilitias terendah tiap subsektor 19
8 Nilai rasio nilai perusahaan terbaik tiap subsektor 20
9 Nilai rasio nilai perusahaan terburuk tiap subsektor 21
10 Nilai factor loading 23
11 Nilai factor loading setelah dropping 24
12 Nilai Average Variance Extracted 24
13 Cross loading 25
14 Composite reliability dan Cronbachs alpha 25
15 Nilai R-square 26
16 Hasil Path Coefficients 26

DAFTAR GAMBAR

1 Rataan pengeluaran per kapita sebulan menurut kelompok


barang 1
2 Indeks Sektoral Tahun 2015 2
3 Kerangka pemikiran penelitian 6
4 Model Structural Equation Modeling 12
5 Model awal SEM 23
6 Model SEM setelah dropping DAR dan PBV 23

DAFTAR LAMPIRAN

1 Perusahaan sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa 31


Efek Indonesia tahun 2010-2014
2 Daftar hasil perhitungan rasio perusahaan sektor industri barang 32
konsumsi tahun 2010-2014
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang
cukup padat. Data Central Intelligence Agency (CIA) tahun 2015 menyebutkan,
penduduk Indonesia menempati urutan kelima terbesar di dunia setelah China, India,
Eropa dan Amerika Serikat dengan total penduduk 255.993.674 jiwa. Berdasarkan
data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2015, penduduk Indonesia diproyeksikan
akan terus meningkat pada tahun-tahun mendatang. Peningkatan jumlah penduduk
akan sejalan dengan peningkatan jumlah konsumsi yang akan dikonsumsi oleh
suatu negara. Di Indonesia, pola masyarakat yang cenderung konsumtif akan
mendorong masyarakat untuk melakukan pengeluaran yang dapat terlihat dari
peningkatan pengeluaran berdasarkan kelompok barang (makanan dan bukan
makanan). Data rataan pengeluaran per kapita sebulan menurut kelompok barang
dapat dilihat pada Gambar 1.

800000
776032
700000
Pengeluaran (rupiah)

703561
600000 633269
593664
500000
494845
400000

300000

200000
2010 2011 2012 2013 2014
Tahun
Gambar 1 Rataan pengeluaran per kapita sebulan menurut kelompok barang
(BPS 2015)

Peningkatan jumlah penduduk serta jumlah konsumsi di Indonesia


merupakan hal positif bagi perusahaan yang bergerak di bidang barang konsumsi
yang memproduksi kebutuhan dasar manusia seperti makanan, minuman, obat,
peralatan dan barang kebutuhan lainnya. Bursa Efek Indonesia (BEI) merupakan
lembaga yang mengelola pasar modal di Indonesia dan telah diatur oleh UU No. 8
Tahun 1995 tentang pasar modal. Pada BEI, terdaftar sembilan sektor yang masing-
masing memiliki kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) negara.
Berdasarkan data BPS 2015, sektor manufaktur (pengolahan) nonmigas memiliki
kontribusi terbesar dengan jumlah 20,84% dari total PDB negara. Kinerja industri
pengolahan didukung oleh tiga sektor utama, yaitu industri dasar dan kimia, aneka
industri, dan barang konsumsi. Hal ini menjadi bukti pentingnya sektor industri
pengolahan sebagai penggerak perekonomian nasional.
2

BEI menyebarkan data pergerakan harga saham dengan indikator indeks


harga saham untuk memberikan informasi yang lebih lengkap tentang
perkembangan bursa kepada publik. Saat ini, BEI mempunyai 11 jenis indeks
saham, salah satunya indeks sektoral yang terdiri dari sembilan sektor. Pada tahun
2015, indeks harga saham terbesar dimiliki oleh sektor industri barang konsumsi.
Tingginya indeks harga saham mencerminkan bahwa tingginya minat investor
dalam berinvestasi dalam perusahaan sektor tersebut. Hal ini membuktikan bahwa
sektor industri barang konsumsi merupakan sektor yang memiliki prospek investasi
baik dalam waktu jangka panjang. Data perbandingan indeks sektoral dapat dilihat
pada Gambar 2.

industri konsumsi 2064910

pertanian 1719262

aneka industri 1057275


SEKTORAL

infrastruktur 981333

perdagangan 849527

pertambangan 811072

keuangan 687039

properti & real estate 490933

industri dasar 407839


INDEKS

Gambar 2 Indeks Sektoral Tahun 2015 (BI 2015)

Upaya memaksimalkan laba merupakan tujuan logis bagi setiap perusahaan,


maka semua pakar keuangan korporasi sepakat bahwa tujuan perusahaan dalam
perspektif manajemen keuangan bukan memaksimalkan laba, melainkan
memaksimalkan kekayaan pemegang saham (stock holder’s wealth) atau
memaksimalkan nilai perusahaan (value of the firm) (Mardiyanto 2009). Dengan
demikian, bisa dimaknai bahwa tujuan manajemen keuangan perusahaan adalah
memaksimalkan kekayaan para pemegang saham, yang berarti meningkatkan nilai
perusahaan yang merupakan ukuran nilai obyektif oleh publik dan orientasi pada
keberlangsungan hidup perusahaan (Harmono 2011).
Nilai perusahaan sangat penting, karena mencerminkan kinerja perusahaan
yang dapat memengaruhi persepsi investor terhadap perusahaan. Nilai perusahaan
dapat menggambarkan keadaan perusahaan, yaitu semakin baiknya nilai
perusahaan maka perusahaan akan dipandang baik oleh para calon investor,
demikian pula sebaliknya. Nilai pemegang saham akan meningkat, apabila nilai
perusahaan meningkat, yang ditandai dengan tingkat pengembalian investasi yang
tinggi kepada pemegang saham. Beberapa faktor kinerja keuangan yang dapat
memengaruhi nilai perusahaan adalah struktur modal, likuiditas dan profitabilitas.
3

Dalam mencapai tujuan perusahaan, yaitu memaksimalkan nilai perusahaan,


perlu dianalisis mengenai kebijakan struktur modal, likuiditas dan profitabilitas
perusahaan agar dapat menarik para investor, yang tercermin dari nilai perusahaan.
Berdasarkan hal tersebut, dilakukan penelitian berjudul “Analisis Solvabilitas,
Likuiditas dan Profitabilitas terhadap Nilai Perusahaan pada Sektor Industri Barang
Konsumsi di BEI”.

Rumusan Masalah

Salah satu tugas manajer keuangan menentukan kebijakan pendanaan yang


dapat memaksimalkan harga saham sebagai cerminan dari suatu nilai perusahaan,
untuk itu perusahaan perlu meningkatkan kinerjanya, agar dapat menarik minat
investor untuk menginvestasikan dananya bagi perusahaan, sehingga perusahaan
dapat bertahan di lingkungan kompetitif. Berdasarkan uraian tersebut, dapat
dirumuskan permasalahan yang diteliti, yaitu:
1. Bagaimana kondisi solvabilitas, likuiditas dan profitabilitas pada sektor industri
barang konsumsi di BEI?
2. Bagaimana nilai perusahaan pada sektor industri barang konsumsi di BEI?
3. Bagaimana pengaruh solvabilitas, likuiditas dan profitabilitas terhadap nilai
perusahaan pada sektor industri barang konsumsi di BEI?

Tujuan Penellitian

Tujuan penelitian adalah :


1. Menganalisis kondisi solvabilitas, likuiditas dan profitabilitas pada sektor
industri barang konsumsi di BEI.
2. Menganalisis nilai perusahaan pada sektor industri barang konsumsi di BEI.
3. Menganalisis pengaruh solvabilitas, likuiditas dan profitabilitas terhadap nilai
perusahaan pada sektor industri barang konsumsi di BEI.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:


1. Bagi perusahaan, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi rekomendasi
bagi perusahaan, khususnya sektor industri barang konsumsi untuk menentukan
kebijakan kinerja yang dapat diperbaiki untuk masa mendatang.
2. Bagi investor, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
bermanfaat, agar investor dapat memilih investasi terbaik.
3. Bagi pihak lain, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran
mengenai pengaruh solvabilitas, likuiditas dan profitabilitas terhadap nilai
perusahaan dan sebagai referensi bagi pihak lain untuk meneliti lebih lanjut
dengan topik serupa.
4

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian terbatas pada perusahaan sektor industri barang


konsumsi yang terdaftar di BEI pada periode 2010-2014.

TINJAUAN PUSTAKA

Struktur Modal

Struktur modal adalah kombinasi atau perimbangan antara hutang dan modal
sendiri (saham preferen dan saham biasa) yang digunakan perusahaan untuk
merencanakan mendapatkan modal (Ambarwati 2010). Struktur modal adalah
paduan atau kombinasi sumber dana jangka panjang yang digunakan oleh
perusahaan (Keown 2008). Teori struktur modal berkenaan dengan bagaimana
modal dialokasikan dalam aktivitas investasi aktiva rill perusahaan, dengan cara
menentukan struktur modal antara modal hutang dan modal sendiri. Keputusan
pendanaan oleh manajemen akan berpengaruh pada penilaian perusahaan yang
terefleksi di harga saham. Oleh karena itu, salah satu tugas manajer keuangan
adalah menentukan kebijakan pendanaan yang dapat memaksimalkan harga saham
yang merupakan cerminan dari suatu nilai perusahaan (Harmono 2011).

Likuiditas

Likuiditas mengukur kemampuan perusahaan untuk melunasi kewajiban


(hutang) jangka pendek tepat pada waktunya, termasuk melunasi bagian hutang
jangka panjang yang jatuh tempo pada tahun bersangkutan (Mardiyanto 2009).
Likuiditas dan profitabilitas merupakan kegiatan yang berhubungan dengan
pengelolaan manajer perusahaan. Dalam hal likuiditas, manajer keuangan harus
sanggup untuk menyediakan dana (uang kas) untuk membayar kewajiban yang
sudah jatuh tempo secara tepat waktu. Manajer keuangan juga dituntut untuk
mampu mengelola dana yang dimiliki termasuk pencarian dana dan mampu
mengelola aset perusahaan sehingga terus berkembang dari waktu ke waktu
(Kasmir 2010). Terdapat trade off antara likuiditas dengan profitabilitas
(Mardiyanto 2009). Jika perusahaan menginkan profitabilitas tinggi, maka
perusahaan harus bersedia menghadapi rendahnya likuiditas atas kegagalan
membayar kewajiban jangka pendek yang dapat menyebabkan kebangkrutan usaha,
begitu pula sebaliknya.

Profitabilitas

Profitabilitas menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan.


Profitabilitas juga mengukur tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan yang
ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan dari penjualan dan pendapatan investasi
(Kasmir 2010). Konsep profitabilitas dalam teori keuangan sering digunakan
sebagai indikator kinerja fundamental perusahaan mewakili kinerja manajemen.
5

Manajer keuangan juga harus memperhatikan tingkat profitabilitas atau kemampuan


perusahaan dalam menghasilkan laba. Tingkat profitabilitas berpengaruh terhadap
persepsi investor tentang prospek pertumbuhan perusahaan dikemudian hari.
Perusahaan yang memiliki prospek baik di masa mendatang memiliki tingkat
profitabilitas tinggi. Secara konsep dapat disimpulkan bahwa kinerja fundamental
perusahaan yang diproksikan melalui dimensi profitabilitas perusahaan memiliki
hubungan kausalitas terhadap nilai perusahaan (Harmono 2011).

Nilai Perusahaan

Nilai perusahaan merupakan nilai pasar atas surat berharga hutang dan ekuitas
perusahaan yang beredar. Harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli diartikan
sebagai harga pasar atas perusahaan itu sendiri. Nilai perusahaan dapat dicapai
dengan maksimum jika para pemegang saham menyerahkan urusan pengelolaan
perusahaan kepada orang-orang yang berkompeten dalam bidangnya, seperti
manajer maupun komisaris (Keown 2008).

Penelitian Terdahulu

Arif (2015) dengan judul penelitian “Pengaruh Struktur Modal, Return on


Equity, Likuiditas dan Growth Opportunity terhadap Nilai Perusahaan pada
Perusahaan Jasa yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia” menggunakan 27 contoh
perusahaan dari tahun 2011-2013 dengan teknik pengambilan contoh purposive
sampling dan menggunakan teknik analisis regresi linear berganda. Peubah
dependen penelitian, yaitu (PBV) dan peubah independen, Debt Earning Ratio
(DER), Return on Equity (ROE), Current Ratio (CR) dan Price Earning Ratio
(PER). Hasil penelitian menunjukkan ROE dan peubah Growth Opportunity
berpengaruh nyata dan positif terhadap Nilai Perusahaan, Struktur Modal dan
Likuiditas tidak berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan. Secara simultan Struktur
Modal, ROE, Likuiditas, dan Growth Opportunity berpengaruh terhadap Nilai
Perusahaan. Kemampuan prediksi dari keempat peubah terhadap Nilai perusahaan
sebesar 84,4% sedangkan sisanya 15,6% dipengaruhi faktor lain yang tidak diteliti.
Apriada (2013) dalam tesis berjudul “Pengaruh Struktur Kepemilikan Saham,
Struktur Modal dan Profitabilitas Pada Nilai Perusahaan” menggunakan 82
perusahaan berdasarkan teknik sampling purposive sampling pada sektor
manufaktur yang dianalisis regresi linear berganda. Peubah dependen
menggunakan Price Book Value (PBV) dan peubah independen menggunakan KI,
KM, DER dan ROE. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemilikan institusional
berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan, kepemilikan manejerial berpengaruh
negatif terhadap nilai perusahaan, struktur modal berpengaruh negatif terhadap nilai
perusahaan dan profitabilitas berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan.
Fadjar (2013) dalam jurnal internasional berjudul “The Effect of Good
Corporate Governance (GCG) Mechanism, Leverage and Firm Size on Firm
Value” menggunakan teknik judgment sampling dengan analisis double linear
regression. Hasil penelitian 28 contoh yang digunakan dalam penelitian selama
tahun 2007-2011 menunjukkan mekanisme GCG tidak berpengaruh terhadap nilai
perusahaan, leverage tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan dan ukuran
perusahaan berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
6

Rosintan (2013) dalam penelitian berjudul “Pengaruh financial leverage dan


profitabilitas terhadap nilai perusahaan pada PT. Indosiar Karya Media Tbk”
menggunakan analisis regresi linear berganda, kolerasi dan koefisien determinasi
dengan data laporan perusahaan dari tahun 2007 - 2011. Penelitian menggunakan
peubah independen (DER dan ROE) serta peubah dependen yaitu Earning Per Share
(EPS). Hasil peneltian menunjukkan financial tidak berpengaruh nyata terhadap nilai
perusahaan dan memiliki hubungan korelasi sangat rendah, sementara profitabilitas
berpengaruh nyata terhadap nilai perusahaan dan memiliki hubungan korelasi sangat
kuat. Hasil pengujian menunjukkan 79% nilai perusahaan dipengaruhi oleh financial
leverage dan profitabilitas, serta sisanya 21% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak
diteliti dalam penelitian.
Anzlina (2013) dalam jurnal berjudul “Pengaruh Tingkat Likuiditas,
Solvabilitas, Aktivitas dan Profitabilitas terhadap Nilai Perusahaan Pada Perusahaan
Real Estate dan Properi di BEI Tahun 2006-2008” menggunakan 23 contoh penelitian
dari 48 perusahaan metode purposive sampling. Penelitian ini diuji menggunakan
analisis regresi linear berganda dengan Uji t dan Uji f pada 5% tingkat nyata. Hasil
menunjukkan bahwa CR, DER, TATO, dan ROE secara nyata memiliki pengaruh
untuk MVE. Sebagian, hanya CR bisa menjelaskan secara nyata untuk MVE,
sementara CR, DER, dan ROE tidak berpengaruh secara nyata.
Keunggulan penelitian ini dibandingkan penelitian sebelumnya, yaitu
menganalisis ruang lingkup lebih luas pada sektor industri barang konsumsi.
Penelitian juga dianalisis dalam jangka waktu selama lima tahun untuk melihat
perkembangan kinerja perusahaan. Selain itu, peubah yang diteliti tercermin dari
berbagai indikator dan dianlisis menggunkan SEM yang belum pernah dilakukan
oleh peneliti sebelumnya.

METODE

Kerangka Pemikiran Penelitian

Pada pasar modal, keputusan investor dalam berinvestasi didukung oleh


berbagai macam faktor, salah satunya nilai perusahaan yang tercermin dari nilai
saham yang dimiliki oleh sebuah perusahaan. Sektor industri barang konsumsi
adalah salah satu sektor dengan pertumbuhan yang memiliki prospek baik di masa
mendatang, hal tersebut terlihat dari tingginya indeks saham yang dihasilkan. Untuk
perencanaan jangka panjang, manajer perusahaan perlu dengan cermat menentukan
dan memperbaiki kinerja perusahaan yang akan mempengaruhi nilai perusahaan.
Penelitian ini menggunakan data sekunder, yaitu laporan keuangan tahunan
perusahaan sektor industri barang konsumsi yang terdaftar dalam BEI.
Analisis kinerja keuangan menggunakan rasio solvabilitas untuk mengukur
struktur modal dengan indikator Debt to Assets Ratio (DAR), Debt to Equity Ratio
(DER) dan Long Term Debt to Equity Ratio (LDER). Analisis rasio likuiditas
menggunakan indikator Current Ratio (CR), Quick Ratio (QR) dan Cash Ratio
(CsR). Analisis profitabilitas menggunakan indikator Profit Margin (PM), Return
on Asset (ROA) dan Return on Equity (ROE). Analisis nilai perusahaan
menggunakan indikator Earning per Share (EPS), Price Earning Ratio (PER) dan
Price to Book Value (PBV). Setelah menghitung rasio, dilakukan analisis dengan
7

menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) untuk melihat pengaruh


solvabilitas, likuiditas dan profitabilitas terhadap nilai perusahaan. Penelitian ini
diharapkan menjadi bahan rekomendasi para manajer keuangan dalam
meningkatkan nilai perusahaan dan menjadi rekomendasi bagi para invenstor dalam
memilih investasi terbaik. Kerangka pemikiran penelitian dapat terlihat pada
Gambar 3.

Pasar Modal

Perusahaan Sektor Industri Barang Konsumsi yang terdaftar di BEI

Laporan Keuangan Perusahaan

Nilai
Solvabilitas Likuiditas Profitabilitas
Perusahaan

DAR DER LDER CR QR CsR PM ROA ROE EPS PER PBV

Analisis SEM

Pengaruh Solvabilitas, Likuiditas dan Profitabilitas terhadap Nilai Perusahaan

Rekomendasi

Gambar 3 Kerangka pemikiran penelitian


8

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada perusahaan sektor industri barang konsumsi yang


tercatat di BEI, dengan waktu penelitian dua bulan, yaitu bulan Januari 2016 - April
2016.

Pengumpulan Data

Penelitian dilakukan dengan data sekunder. Data sekunder berasal dari studi
literatur, yaitu buku, skripsi, tesis, disertasi dan jurnal, baik nasional maupun
internasional yang berkaitan dengan penelitian. Data sekunder berupa laporan
keuangan tahunan perusahaan sektor industri barang konsumsi yang terdaftar dalam
BEI digunakan dalam menganalisis penelitian. Penelitian menggunakan teknik
pengambilan contoh purposive sampling yaitu pengambilan contoh hanya pada
individu yang didasarkan pada pertimbangan dan karakteristik tertentu
(Suharsaputra, 2010). Kriteria yang digunakan dalam pemilihan contoh adalah:
1. Tercatat dalam BEI
2. Memberikan laporan keuangan tahunan selama periode 2010-2014 secara
lengkap
3. Tidak pernah delisting dan relisting pada periode 2010-2014

Tabel 1 Proses purposive sampling data penelitian


Kriteria Perusahaan sektor
industri barang konsumsi
Terdaftar di BEI tahun 2010-2014 40 perusahaan
Delisting dan relisting di BEI tahun 2010-2014 36 perusahaan
Menerbitkan laporan keuangan secara lengkap 27 perusahaan
dari tahun 2010-2014
Sumber : Data Diolah, 2016

Berdasarkan kriteria tersebut, terpilih 27 perusahaan sebagai contoh


penelitian. Perusahaan yang diteliti terdiri dari 11 subsektor makanan dan minuman,
tiga subsektor rokok, delapan subsektor farmasi, tiga subsektor kosmetik dan
barang keperluan rumah tangga dan dua subsektor peralatan rumah tangga.

Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data pada penelitian ini menggunakan SEM. SEM
dianalisis dengan software Partial Least Square (PLS) 2.0. Tujuan PLS adalah
membantu peneliti untuk mendapatkan nilai peubah laten untuk tujuan prediksi.
Estimasi parameter didapatkan melalui PLS ke dalam tiga kategori. Kategori
pertama adalah weight estimate untuk menciptakan skor peubah laten. Kategori
kedua, merefleksikan path estimate yang menghubungkan peubah laten dan antara
peubah laten dengan blok indikatornya (loading). Kategori ketiga berkaitan dengan
rataan (means) dan location parameters (regression constants) untuk indikator dan
peubah laten. Untuk memperoleh ketiga estimasi parameter ini, alogaritm PLS
menggunakan proses tiga tahap dengan setiap tahap menghasilkan estimasi.
9

Tahap pertama menghasilkan weight estimate, tahap kedua menghasilkan


estimasi untuk inner model (model struktural yang menghubungkan antar peubah
laten) dan outer model (model pengukuran refleksif atau formatif). Dan tahap ketiga
menghasilkan rata-rata location estimate (Ghozali 2008). Peubah penelitian yang
digunakan adalah :

Rasio Solvabilitas
Struktur modal dalam penelitian diukur dengan rasio solvabilitas. Rasio yang
digunakan untuk mengevaluasi kemampuan perusahaan dalam melunasi kewajiban
jangka panjang (Hery 2012). Rasio solvabilitas yang digunakan dalam penelitian
terdiri dari :
1. DAR
Rasio hutang yang digunakan untuk mengukur seberapa besar aktiva perusahaan
dibiayai oleh hutang atau seberapa besar hutang perusahaan berpengaruh
terhadap pengelolaan aktiva. Caranya adalah dengan membandingkan antara
total hutang dengan total aktiva. Tingginya DAR mengisyaratkan tingginya
risiko keuangan (risiko gagal bayar) bagi suatu perusahaan (Kasmir 2010).
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑈𝑡𝑎𝑛𝑔
DAR = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎

2. DER
Rasio yang digunakan untuk menilai hutang dengan ekuitas. Untuk mencari
rasio ini dengan cara membandingkan antara seluruh hutang, termasuk hutang
lancar dengan seluruh ekuitas. Rasio ini berguna mengetahui jumlah dana yang
disediakan peminjam (kreditor) dengan pemilik perusahaan. Dengan kata lain
rasio ini untuk mengetahui setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan untuk
jaminan hutang (Kasmir 2010).
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑈𝑡𝑎𝑛𝑔
DER = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙

3. LDER
Rasio antara hutang jangka panjang dengan modal sendiri. Tujuannya adalah
untuk mengukur berapa bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan
jaminan hutang jangka panjang dengan cara membandingkan antara hutang
jangka panjang dengan modal sendiri yang disediakan oleh perusahaan (Kasmir
2010).
𝑈𝑡𝑎𝑛𝑔 𝐽𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎 𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔
LDER = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙

Rasio Likuiditas
Rasio yang digunakan untuk mengevaluasi kemampuan perusahaan dalam
melunasi kewajiban jangka pendek (Hery 2012). Rasio likuiditas yang digunakan
dalam penelitian ini terdiri dari :
1. CR
Rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka
pendek atau hutang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih secara keseluruhan.
Dengan kata lain, seberapa banyak aktiva lancar yang tersedia untuk menutupi
kewajiban jangka pendek yang segera jatuh tempo. Rasio lancar dapat pula
dikatakan sebagai bentuk untuk mengukur tingkat keamanan (margin of safety)
suatu perusahan (Kasmir 2010).
10

Semakin tinggi jumlah aktiva lancar (relatif terhadap hutang lancar), maka
semakin tinggi rasio lancar, yang berarti semakin tinggi pula tingkat likuiditas
perusahaan (Mardiyanto 2009).
𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎 𝐿𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟
CR = 𝑈𝑡𝑎𝑛𝑔 𝐿𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟

2. QR
Rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan memenuhi atau membayar
kewajiban atau hutang lancar (hutang jangka pendek) dengan aktiva lancar tanpa
memperhitungkan nilai sediaan (inventory). Artinya, nilai sediaan diabaikan,
dengan cara dikurangi dari nilai total aktiva lancar. Hal ini dilakukan karena
sediaan dianggap memerlukan waktu relatif lebih lama untuk digunakan, apabila
perusahaan membutuhkan dana cepat untuk membayar kewajibannya
dibandingkan dengan aktiva lancar lainnya (Kasmir 2010).
𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎 𝐿𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟−𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑎𝑛
QR = 𝑈𝑡𝑎𝑛𝑔 𝐿𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟

3. CsR
Rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia
untuk membayar hutang. Ketersediaan uang kas dapat ditunjukkan dari
tersedianya dana kas atau yang setara dengan kas seperti rekening giro atau
tabungan yang ada di bank (yang dapat ditarik setiap saat menggunakan kartu
ATM). Dapat dikatakan rasio ini menunjukkan kemampuan sesungguhnya bagi
perusahaan untuk membayar hutang-hutang jangka pendeknya (Kasmir 2010).
Jadi, rasio kas mengukur likuiditas dari aktiva lancar yang pasti dapat dicairkan
menjadi kas (Mardiyanto 2009).
𝐾𝑎𝑠 𝑑𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑡𝑎𝑟𝑎 𝑘𝑎𝑠
CsR = 𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑙𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟

Rasio Profitabilitas
Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan
dalam mencari keuntungan. Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektivitas
manajemen suatu perusahaan. Hal ini ditujukkan oleh laba yang dihasilkan dari
penjualan dan pendapatan investasi. Intinya penggunaan rasio ini menunjukkan
efisiensi perusahaan (Kasmir 2010). Rasio profitabilitas yang digunakan dalam
penelitian terdiri dari :
1. PM
Rasio yang digunakan untuk mengukur margin laba atas penjualan. Untuk
mengukur rasio ini dilakukan dengan membanding antara laba bersih setelah
pajak dengan penjualan bersih (Kasmir 2010). Meningkatnya PM
mengindikasikan bahwa perusahaan mampu menghasilkan laba bersih yang
tinggi dari aktivitas penjualannya (Mardiyanto 2009).
𝐿𝑎𝑏𝑎 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ
PM = 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛

2. ROA
Rasio yang menunjukkan hasil (return) atas jumlah aktiva yang digunakan
dalam perusahaan. ROA juga merupakan suatu ukuran tentang efektivitas
manajemen dalam mengelola investasinya (Kasmir 2010). ROA mengukur
11

kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba yang berasal dari aktivitas


investasi (Mardiyanto 2009).
𝐿𝑎𝑏𝑎 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ
ROA = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡

3. ROE
Rasio untuk mengukur laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri. Rasio
ini menunjukkan efesiensi penggunaan modal sendiri. Makin tinggi rasio ini,
makin baik. Artinya, posisi pemilik perusahaan makin kuat, demikian pula
sebaliknya (Kasmir 2010). ROE merupakan rasio yang mengukur keberhasilan
perusahaan dalam menghasilkan laba bagi para pemegang saham. Oleh karena
itu, ROE dianggap sebagai representasi dari kekayaan pemegang saham atau
nilai perusahaan (Mardiyanto 2009).
𝐿𝑎𝑏𝑎 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ
ROE = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐸𝑘𝑢𝑖𝑡𝑎𝑠

Rasio Nilai Perusahaan


Rasio yang digunakan untuk mengestimasi nilai intrinsik perusahaan (saham)
(Hery 2012). Nilai perusahaan diukur menggunakan rasio penilaian, yaitu rasio
yang memberikan ukuran kemampuan manajemen menciptakan nilai pasar
usahanya diatas biaya investasi. Rasio nilai perusahaan memberikan petunjuk
mengenai apa yang diperkirakan investor atas kinerja perusahaan di masa lalu dan
prospek di masa mendatang. Rasio nilai perusahaan yang digunakan dalam
penelitian terdiri dari :
1. EPS
Rasio yang menunjukkan berapa besar keuntungan (return) yang diperoleh
investor atau pemegang saham per saham. Semakin tinggi nilai EPS
menggembirakan pemegang saham, karena semakin besar laba yang disediakan
untuk pemegang saham (Fahmi 2014).
𝐿𝑎𝑏𝑎 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ
EPS = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚

2. PER
Rasio harga saham terhadap pendapatan. PER menggambarkan apresiasi pasar
terhadap kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Bagi pemodal,
semakin kecil PER suatu saham, semakin bagus, karena saham tersebut termasuk
murah (Fahmi 2014).
𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚
PER = 𝐸𝑃𝑆

3. PBV
Rasio nilai pasar saham terhadap nilai buku. PBV menggambarkan seberapa
pasar menghargai nilai buku saham suatu perusahaan. Semakin tinggi rasio ini,
pasar percaya akan prospek perusahaan tersebut (Fahmi 2014).
𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚
PBV =𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐵𝑢𝑘𝑢 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚
12

Model SEM pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.

DAR
DER Struktur Modal
LDER

CR
QR Likuiditas Nilai Perusahaan EPS
CsR PER
PBV

PM
ROA Profitabilitas
ROE
Gambar 4 Model SEM

Hipotesis dari penelitian ini adalah :


H01 : struktur modal (DAR, DER, dan LDER) berpengaruh nyata terhadap nilai
perusahaan (EPS, PER dan PBV)
H11 : struktur modal (DAR,DER, dan LDER) tidak berpengaruh nyata terhadap
nilai perusahaan (EPS, PER dan PBV)
H02 : likuiditas (CR, QR, dan CsR) berpengaruh nyata terhadap nilai perusahaan
(EPS, PER dan PBV)
H12 : likuiditas (CR, QR, dan CsR) tidak berpengaruh nyata terhadap nilai
perusahaan (EPS, PER dan PBV)
H03 : profitabilitas (PM, ROA, dan ROE) berpengaruh nyata terhadap nilai
perusahaan (EPS, PER dan PBV)
H13 : profitabilitas (PM, ROA, dan ROE) tidak berpengaruh nyata terhadap nilai
perusahaan (EPS, PER dan PBV)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Perusahaan Sektor Industri Barang Konsumsi

Perusahaan sektor industri barang konsumsi merupakan sektor penting


karena memproduksi produk kebutuhan dasar manusia. Tingginya jumlah
penduduk Indonesia membuat sektor ini menjadi salah satu sektor yang menunjang
perekonomian negara. Sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di BEI
berjumlah 40 perusahaan. (Lampiran 1). Sektor industri barang konsumsi terdiri
dari lima subsektor, yaitu 17 subsektor makanan dan minuman, 4 subsektor rokok,
10 subsektor farmasi, 5 subsektor kosmetik dan barang keperluan rumah tangga
serta 4 subsektor peralatan rumah tangga. Pada akhir tahun 2015, terdapat 4
perusahaan yang delisting terdiri dari 3 subsektor makanan dan minuman dan 1
subsektor kosmetik dan barang keperluan rumah tangga. Pada subsektor makanan
dan minuman, perusahaan yang delisting adalah PT Aqua Golden Mississippi Tbk
(AQUA) dari subsektor makanan dan minuman pada tanggal 01 April 2011, PT
13

Davomas Abadi Tbk (DAVO) pada tanggal 21 Januari 2015, dan PT Sekar Bumi
Tbk (SKBM) pada tanggal 01 Desember 2009. Namun, perusahaan SKBM re-
listing pada tanggal 28 September 2012. Sedangkan pada subsektor kosmetik dan
barang keperluan rumah tangga, perusahaan yang delisting yaitu PT Sara Lee Body
Care Indonesia Tbk (PROD) pada tanggal 01 Desember 2009.

Kondisi Struktur Modal Perusahaan Sektor Industri Barang Konsumsi

Struktur modal dalam penelitian diukur dengan rasio solvabilitas dengan


tiga indikator yaitu DAR, DER dan LDER. Rasio solvabilitas mengukur dua hal
yaitu proporsi hutang perusahaan yang digunakan untuk membiayai investasi dan
kemampuan perusahaan dalam membayar hutang, khususnya dalam jangka panjang.
Berdasarkan hasil perhitungan rasio solvabilitas, yaitu DAR, DER dan LDER
(Lampiran 2), maka terdapat perusahaan dengan nilai komponen solvabilitas
tertinggi dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Nilai Komponen Solvabilitas Tertinggi Tiap Subsektor


Komponen Nilai Subsektor Kode Nama Perusahaan
Solvabilitas Komponen
0,612 Makanan dan Minuman MLBI Multi Bintang Indonesia Tbk
0,795 Rokok RMBA Bentoel Internasional Investama Tbk
DAR 0,907 Farmasi SCPI Merck Sharp Dohme Pharma Tbk
0,345 Kosmetik MBTO Martina Berto Tbk
0,454 Peralatan Rumah Tangga LMPI Langgeng Makmur Industri Tbk
1,808 Makanan dan Minuman MLBI Multi Bintang Indonesia Tbk
1,371 Rokok RMBA Bentoel Internasional Investama Tbk
DER 21,166 Farmasi SCPI Merck Sharp Dohme Pharma Tbk
0,665 Kosmetik MBTO Martina Berto Tbk
0,857 Peralatan Rumah Tangga LMPI Langgeng Makmur Industri Tbk
0,850 Makanan dan Minuman MYOR Mayora Indah Tbk
0,428 Rokok RMBA Bentoel Internasional Investama Tbk
LDER 12,084 Farmasi SCPI Merck Sharp Dohme Pharma Tbk
0,162 Kosmetik MBTO Martina Berto Tbk
0,199 Peralatan Rumah Tangga KICI Kedaung Indag Can Tbk
Sumber : data diolah, 2016

Berdasarkan Tabel 2, kondisi struktur modal tertinggi yang dihitung


menggunakan DAR adalah perusahaan Merck Sharp Dohme Pharma Tbk (SCPI)
dari subsektor farmasi dengan nilai 0,907 yang menunjukkan bahwa 90,7%
pendanaan perusahaan dibiayai dengan hutang. Artinya bahwa setiap Rp100,-
pendanaan perusahaan, maka Rp90,- dibiayai dengan hutang dan Rp10,- disediakan
oleh pemegang saham. Rataan industri adalah 39,2%, maka DAR perusahaan
berada diatas rataan industri sehingga dapat dikatakan bahwa perusahaan mudah
dalam memperoleh pinjaman. Ruang lingkup perusahaan SCPI adalah pembuatan,
pengemasan, pengembangan dan memasarkan produk farmasi untuk manusia dan
hewan, produk kebersihan, kosmetik, keperluan rumah tangga dan sejenisnya.
Kondisi struktur modal juga dapat dilihat dengan menggunakan DER
merupakan perbandingan antara total hutang dan total modal perusahaan. Nilai
DER tertinggi dimiliki oleh perusahan Merck Sharp Dohme Pharma Tbk (SCPI)
dari subsektor farmasi dengan nilai 21,166 sangat jauh lebih tinggi dibandingkan
nilai rataan industri 1,195. Rasio ini menunjukkan bahwa kreditor menyediakan
Rp2116,- untuk setiap Rp100,- yang disediakan pemegang saham.
14

Selain menggunakan DAR dan DER, kondisi struktur modal perusahaan juga
dapat dilihat dari nilai LDER. Nilai LDER mengukur berapa bagian dari setiap
rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan hutang jangka panjang. Nilai LDER
tertinggi juga dimiliki oleh perusahan Merck Sharp Dohme Pharma Tbk (SCPI)
dari subsektor farmasi dengan nilai 12,084 sangat jauh dibandingkan nilai rataan
industri 0,476.
Pada akhir tahun 2014, perusahaan SCPI berencana beralih status dari
perusahaan terbuka menjadi perusahaan tertutup. Emiten farmasi ini sudah
melakukan penawaran tender (tender offer) dengan membeli kembali saham yang
beredar di publik, namun baru 84,38% pemegang saham publik yang berpartisipasi
dalam tender offer dan bersedia melepas saham SCPI. Perusahaan SCPI
menawarkan harga tender offer Rp 100.000 per saham atau 244,8% lebih tinggi dari
harga perdagangan terakhir perseroan. Merck telah menyiapkan dana Rp 38,91
miliar untuk menyerap saham publik yang beredar yang berasal dari kas internal.
Alasan utama SCPI ingin mengubah status menjadi perusahaan tertutup, karena
perusahaan sudah merasa tidak membutuhkan pendanaan eksternal lagi.
Berdasarkan hasil perhitungan rasio solvabilitas (Lampiran 2), maka
terdapat perusahaan dengan nilai komponen solvabilitas terendah dapat dilihat pada
Tabel 3.

Tabel 3 Nilai Komponen Solvabilitas Terendah Tiap Subsektor


Komponen Nilai Subsektor Kode Nama Perusahaan
Solvabilitas Komponen
0,197 Makanan dan Minuman DLTA Delta Djakarta Tbk
0,377 Rokok GGRM Gudang Garam Tbk
DAR 0,214 Farmasi KLBF Kable Farma Tbk
0,160 Kosmetik MRAT Mustika Ratu Tbk
0,250 Peralatan Rumah Tangga KICI Kedaung Indag Can Tbk
0,248 Makanan dan Minuman DLTA Delta Djakarta Tbk
0,615 Rokok GGRM Gudang Garam Tbk
DER 0,273 Farmasi KLBF Kable Farma Tbk
0,193 Kosmetik MRAT Mustika Ratu Tbk
0,338 Peralatan Rumah Tangga KICI Kedaung Indag Can Tbk
0,046 Makanan dan Minuman DLTA Delta Djakarta Tbk
0,041 Rokok GGRM Gudang Garam Tbk
LDER 0,021 Farmasi KLBF Kable Farma Tbk
0,029 Kosmetik MRAT Mustika Ratu Tbk
0,122 Peralatan Rumah Tangga LMPI Langgeng Makmur Industri Tbk
Sumber : data diolah, 2016

Berdasarkan Tabel 3, nilai DAR terendah dimiliki oleh perusahaan Mustika


Ratu Tbk (MRAT) dari subsektor kosmetik dan barang keperluan rumah tangga
dengan nilai 0,160 jauh di bawah rataan industri 0,392. Nilai DAR menunjukkan
seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh hutang. Pada perusahaan MRAT
total aktiva yang dimiliki perusahaan 16% dibiayai oleh hutang. Perusahaan MRAT
bergerak dalam industri pembuatan jamu, kosmetik dan bahan-bahan alami untuk
perawatan kecantikan. Pada tahun 2014, total hutang perusahaan meningkat cukup
tajam hingga 54% dari tahun sebelumnya, karena meningkatnya hutang usaha yang
timbul atas pembelian bahan baku, suku cadang dan perlengkapan pabrik.
Peningkatan hutang ini dikarenakan perusahaan MRAT berencana meningkatkan
ekspornya tahun depan dan akan menambah negara tujuan ekspor. Jumlah ekspor
pada tahun 2014 sekitar 7% dari total penjualan dan porsi ekspor ingin digenjot
15

menjadi sekitar 11% pada tahun 2015. Perusahaan Mustika Ratu Tbk (MRAT) dari
subsektor kosmetik dan barang keperluan rumah tangga juga memiliki nilai DER
terendah dengan nilai 0,193 jauh di bawah rataan industri 1,195.
Nilai LDER terendah dimiliki oleh perusahaan Kable Farma Tbk (KLBF)
dari subsektor farm asi dengan nilai 0,021 jauh lebih rendah dari rataan industri
0,467. Perusahaan KLBF yaitu perusahaan internasional yang memproduksi
farmasi, suplemen, nutrisi dan layanan kesehatan. Perusahaan ini hanya memiliki
hutang jangka panjang 2,1% dari total modal yang dimiliki. Hal tersebut
menunjukkan bahwa sedikitnya jumlah modal sendiri yang dijadikan jaminan
hutang jangka panjang.
Penelitian menunjukkan tingkat solvabilitas tinggi akan meningkatkan nilai
perusahaan, yang berarti perusahaan harus menetapkan komposisi hutang khususnya
hutang jangka panjang tinggi agar dapat meningkatkan nilai perusahaan yang tercermin
dalam harga saham. Namun, semakin tinggi tingkat hutang yang digunakan perusahaan,
semakin tinggi pula risiko gagal bayar yang akan dihadapi. Selain itu, risiko
kebangkrutan juga akan dihadapi perusahaan di masa mendatang apabila perusahaan
tidak memiliki dana yang cukup untuk melunasi hutang jangka panjangnya.

Kondisi Likuiditas Perusahaan Sektor Industri Barang Konsumsi

Rasio likuiditas yang digunakan dalam penilitian menggunakan indikator


CR, QR dan CsR. Likuiditas mengukur kemampuan perusahaan untuk melunasi
kewajiban (hutang) jangka pendek tepat pada waktunya, termasuk melunasi bagian
hutang jangka panjang yang jatuh tempo pada tahun bersangkutan. Berdasarkan
hasil perhitungan nilai komponen likuiditas, yaitu CR, QR dan CsR (Lampiran 2),
maka terdapat perusahaan dengan nilai komponen likuiditas tertinggi dapat dilihat
pada Tabel 4.

Tabel 4 Nilai Komponen Likuiditas Tertinggi Tiap Subsektor


Komponen Nilai Subsektor Kode Nama Perusahaan
Likuiditas Komponen
5,357 Makanan dan Minuman DLTA Delta Djakarta Tbk
2,092 Rokok GGRM Gudang Garam Tbk
CR 5,236 Farmasi MERK Merck Indonesia Tbk
7,105 Kosmetik TCID Mandom Indonesia Tbk
6,615 Peralatan Rumah Tangga KICI Kedaung Indag Can Tbk
4,399 Makanan dan Minuman DLTA Delta Djakarta Tbk
0,602 Rokok HMSP Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk
QR 3,596 Farmasi DVLA Darya Varia Laboratoria Tbk
4,776 Kosmetik MRAT Mustika Ratu Tbk
1,935 Peralatan Rumah Tangga KICI Kedaung Indag Can Tbk
2,535 Makanan dan Minuman DLTA Delta Djakarta Tbk
0,139 Rokok HMSP Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk
CsR 2,071 Farmasi MERK Merck Indonesia Tbk
1,155 Kosmetik MRAT Mustika Ratu Tbk
0,536 Peralatan Rumah Tangga KICI Kedaung Indag Can Tbk
Sumber : data diolah, 2016

Berdasarkan Tabel 4, dapat dilihat bahwa kondisi likuiditas dilihat rasio


lancar (CR) tertinggi dimiliki oleh perusahaan Mandom Indonesia Tbk (TCID) dari
subsektor kosmetik dan barang keperluan rumah tangga yang memproduksi produk
kosmetika, wangi-wangian dan bahan pembersih. Nilai CR perusahaan 7,105
artinya jumlah aktiva lancar sebanyak 7,10 5 kali hutang lancar atau setiap 1 rupiah
16

hutang lancar dijamin oleh 7,105 rupiah harta lancar atau 7,105 : 1 antara aktiva
lancar dengan hutang lancar. Rataan industri bernilai 3,288 kali, sehingga dapat
dikatakan bahwa perusahaan TCID memiliki likuiditas baik karena berada diatas
rataan industri. Nilai CR yang tinggi menunjukkan cepatnya perusahaan dalam
membayar kewajiban jangka pendeknya yang akan jatuh tempo. TCID memiliki
jumlah kewajiban terus meningkat dari tahun 2010-2014, namun perusahaan
mampu mengelola tingkat likuiditasnya dengan baik, karena aktiva lancar yang
dimiliki turut meningkat setiap tahunnya. Perusahaan memiliki kewajiban lancar
yang meningkat cukup tajam hingga dua kali lipatnya dari tahun 2013 ke tahun
2014. Karena peningkatan ini, nilai CR menurun drastis hingga 50%, disebabkan
peningkatan kewajiban lancar yang tinggi tidak diikuti oleh peningkatan jumlah
aktiva lancar dengan jumlah yang sama.
Kondisi likuiditas juga dapat dilihat berdasarkan rasio cepat (QR). Nilai QR
tertinggi dimiliki oleh Mustika Ratu Tbk (MRAT) dari subsektor kosmetik dan
barang keperluan rumah tangga dengan nilai 4,776 kali. Hal tersebut menunjukkan
bahwa perusahaan MRAT dalam keadaan baik karena berada di atas rataan industri
yang hany 1,879 kali. Persediaan pada perusahaan MRAT terus meningkat dari
tahun 2010-2014. Rasio cepat tidak memperhitungkan persediaan, karena
persediaan dianggap memerlukan waktu relatif lebih lama untuk digunakan apabila
perusahaan membutuhkan dana cepat untuk membayar kewajibannya dibandingkan
dengan aktiva lancar lainnya. Untuk itu, peningkatan persediaan pada perusahaan
MRAT tidak memengaruhi kemampuan perusahaan dalam melunasi kewajiban
lancar, akibat perusahaan masih dapat menggunakan aktiva lancar lainnya.
Selain rasio lancar dan rasio cepat, kondisi likuiditas juga dapat dilihat dari
rasio kas (CsR). Nilai CsR tertinggi dimiliki oleh perusahaan Delta Djakarta Tbk
(DLTA) dari subsektor makanan dan minuman yang memiliki nilai 2,535 jauh di
atas rataan industri 0,591. Nilai CsR yang tinggi menunjukkan seberapa besar uang
kas yang tersedia untuk membayar hutang. Perusahaan DLTA memproduksi
minuman, khususnya bir dengan beberapa produk seperti Anker Bir, Anker Stout,
Carlsberg, San Miguel dan Kuda Putih. Perusahaan DLTA sangat mempertahankan
kas perusahaan yang selalu memiliki nilai dua kali lipat dari kewajiban lancar
perusahaan. Bahkan di tahun 2013, perusahaan DLTA memiliki nilai cadangan kas
67% lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Tingginya nilai cadangan kas
menunjukkan perusahaan sangat likuid, karena kas merupakan aktiva paling
fleksibel digunakan dalam kegiatan operasional serta dalam melunasi hutang.
Berdasarkan hasil perhitungan rasio likuiditas (Lampiran 2), maka terdapat
perusahaan dengan nilai komponen likuiditas terendah dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Nilai Komponen Likuiditas Terendah Tiap Subsektor


Komponen Nilai Subsektor Kode Nama Perusahaan
Likuiditas Komponen
0,802 Makanan dan Minuman MLBI Multi Bintang Indonesia Tbk
1,489 Rokok RMBA Bentoel Internasional Investama Tbk
CR 1,552 Farmasi INAF Indofarma Tbk
3,465 Kosmetik MBTO Martina Berto Tbk
1,382 Peralatan Rumah Tangga LMPI Langgeng Makmur Industri Tbk
0,633 Makanan dan Minuman MLBI Multi Bintang Indonesia Tbk
0,223 Rokok GGRM Gudang Garam Tbk
QR 1,153 Farmasi INAF Indofarma Tbk
2,988 Kosmetik MBTO Martina Berto Tbk
0,763 Peralatan Rumah Tangga LMPI Langgeng Makmur Industri Tbk
17

Tabel 5 Nilai Komponen Likuiditas Terendah Tiap Subsektor


0,024 Makanan dan Minuman STTP Siantar Top Tbk
0,048 Rokok RMBA Bentoel Internasional Investama Tbk
CsR 0,156 Farmasi SCPI Merck Sharp Dohme Pharma Tbk
0,683 Kosmetik MBTO Martina Berto Tbk
0,066 Peralatan Rumah Tangga LMPI Langgeng Makmur Industri Tbk
Sumber : data diolah, 2016

Berdasarkan Tabel 5, dapat dilihat bahwa kondisi likuiditas yang dilihat


menggunakan rasio lancar (CR) terendah dimiliki oleh perusahaan Multi Bintang
Indonesia Tbk (MLBI) dari subsektor makanan dan minuman. Nilai CR perusahaan
yaitu 0,802 kali. Hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan MLBI dalam
keadaan baik karena jauh di bawah nilai rataan industri 3,288 kali. Perusahaan
MLBI merupakan perusahaan yang memproduksi minuman berupa bir yang selalu
memiliki nilai aktiva lancar lebih kecil dibandingkan kewajiban lancarnya. Hal
tersebut menunjukkan kurang mampunya perusahaan MLBI dalam melunasi
kewajiban lancar dari aktiva lancar yang dimiliki. Bahkan pada tahun 2014,
kewajiban lancar perusahaan MLBI meningkat cukup tajam 45% dari tahun 2013
hingga mencapai satu triliun rupiah. Dana yang diperoleh dari pinjaman tersebut
rencananya akan digunakan untuk pendanaan belanja modal dan modal kerja,
termasuk didalamnya, dana hasil pinjaman akan digunakan untuk pelunasan
pinjaman atau refinancing kepada sejumlah perbankan.
Kondisi likuiditas dapat juga dilihat dengan menggunakan rasio cepat (QR).
Nilai QR terendah dimiliki oleh perusahaan Gudang Garam Tbk (GGRM) dari
subsektor rokok dengan nilai 0,223 kali jauh di bawah rataan industri 1,878 kali.
Perusahaan GGRM merupakan perusahaan tertua dan terbesar di Indonesia dalam
memproduksi rokok kretek. Rendahnya nilai QR perusahaan GGRM disebabkan
oleh tingginya persediaan yang dimiliki perusahaan. Kondisi ini menunjukkan
bahwa perusahaan harus menjual persediaan bila melunasi hutang lancar, selain
dapat menjual surat berharga atau penagihan piutang. Padahal menjual
persediaanuntuk harga normal relatif sulit, kecuali perusahaan menjua dibawah
harga pasar, yang tentunya akan menambah kerugian bagi perusahaan. Jumlah
persediaan yang dimiliki perusahaan GGRM adalah 90% dari total aktiva lancar
perusahaan. Hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan memilih untuk memiliki
persediaan banyak dibandingkan memiliki cadangan kas untuk melunasi kewajiban
lancarnya, sehingga dapat disimpulkan perusahaan belum dapat melunasi
kewajiban lancarnya secara cepat. Peningkatan tarif cukai bahan baku dalam
memproduksi produk membuat perusahaan GGRM memiliki persediaan tinggi. Hal
tersebut agar perusahaan tetap mampu memenuhi permintaan pasar dan menekan
biaya produksi perusahaan.
Selain rasio lancar dan rasio cepat, kondisi likuiditas juga dapat dilihat dari
rasio kas (CsR). Nilai CsR terendah dimiliki oleh perusahaan Siantar Top Tbk
(STTP) dari subsektor makanan dan minuman dengan nilai 0,024 jauh di bawah
rataan industri 0,591. Perusahaan STTP merpakan perusahaan yang memproduksi
makanan ringan seperti mie, kripik dan permen. Perusahaan hanya memiliki rataan
cadangan kas sebesar 1,95% dari total kewajiban lancar. Hal tersebut menunjukkan
bahwa perusahaan STTP memiliki tingkat likuiditas buruk dilihat dari rasio kas,
karena perusahaan akan mengalami kesulitan untuk melunasi kewajiban lancarnya,
akiat cadangan kas yang dimiliki hanya sedikit.
18

Kondisi Profitabilitas Perusahaan Sektor Industri Barang Konsumsi

Rasio profitabilitas yang digunakan dalam penilitian menggunakan


indikator PM, ROA dan ROE. Rasio profitabilitas digunakan untuk menilai
kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan. Berdasarkan hasil perhitungan
nilai komponen profitabilitas, yaitu PM, ROA dan ROE (Lampiran 2), maka
terdapat perusahaan dengan nilai komponen profitabilitas tertinggi dapat dilihat
pada Tabel 6.

Tabel 6 Nilai Komponen Profitabilitas Tertinggi Tiap Subsektor


Komponen Nilai Subsektor Kode Nama Perusahaan
Profitabilitas Komponen
0,281 Makanan dan Minuman MLBI Multi Bintang Indonesia Tbk
0,143 Rokok HMSP Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk
PM 0,151 Farmasi MERK Merck Indonesia Tbk
0,082 Kosmetik TCID Mandom Indonesia Tbk
0,038 Peralatan Rumah Tangga KICI Kedaung Indag Can Tbk
0,442 Makanan dan Minuman MLBI Multi Bintang Indonesia Tbk
0,370 Rokok HMSP Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk
ROA 0,245 Farmasi MERK Merck Indonesia Tbk
0,114 Kosmetik TCID Mandom Indonesia Tbk
0,038 Peralatan Rumah Tangga KICI Kedaung Indag Can Tbk
1,178 Makanan dan Minuman MLBI Multi Bintang Indonesia Tbk
0,732 Rokok HMSP Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk
ROE 0,309 Farmasi MERK Merck Indonesia Tbk
0,137 Kosmetik TCID Mandom Indonesia Tbk
0,050 Peralatan Rumah Tangga KICI Kedaung Indag Can Tbk
Sumber : data diolah, 2016

Berdasarkan Tabel 6, kondisi profitabilitas dapat dilihat dari profit margin


(PM) tertinggi dimiliki oleh perusahaan Multi Bintang Indonesia Tbk (MLBI) dari
subsektor makanan dan minuman dengan nilai 0,281 yang berarti terdapat 28,1%
pendapatan bersihperusahaan atas penjualan. Rataan industri hanya sebesar 6,1%,
maka dari itu dapat dikatakan bahwa kondisi perusahaan MLBI dalam keadaan baik
karena jauh diatas rataan industri. Pada tahun 2013, penjualan perusahaan MLBI
meningkat cukup tajam, yaitu 44% lebih tinggi dibandingkan tahun lalu.
Berdasarkan analisis likuiditas sebelumnya, diketahui bahwa MLBI merupakan
perusahaan dengan likuiditas terendah jika dilihat dari rasio lancar (CR). Hal
tersebut menunjukkan bawa perusahaan mengelola dan menggunakan persediaan
aktiva seefisien mungkin untuk menghasilkan laba dengan meningkatkan penjualan.
Kondisi profitabilitas juga dapat dilihat dari return on asset (ROA). Nilai
ROA tertinggi dimiliki oleh perusahaan Multi Bintang Indonesia Tbk (MLBI) dari
subsektor makanan dan minuman dengan nilai 0,442 jauh di atas rataan industri
0,092. Tingginya nilai ROA perusahaan MLBI mencerminkan bahwa perusahaan
memiliki kemampuan baik dalam menggunakan aktiva yang dimiliki untuk
menghasilkan laba bersih. Total aktiva perusahaan MLBI terus meningkat dari
tahun ke tahun. Bahkan pada tahun 2013, laba bersih mengalami peningkatan cukup
tajam hingga 250% lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya.
Selain melihat rasio PM dan ROA, kondisi profitabilitas juga dapat dilihat
dari return on equity (ROE). Nilai ROE tertinggi dimiliki oleh perusahaan Multi
Bintang Indonesia Tbk (MLBI) dari subsektor makanan dan minuman dengan nilai
19

1,178 jauh di atas rataan industri 0,154. Tingginya nilai ROE menunjukkan bahwa
perusahaan MLBI dapat mengelola ekuitas yang dimiliki dengan baik untuk
menghasilkan laba bagi perusahaan. Pada tahun 2014, penurunan laba bersih
dikarenakan terjadi penurunan pada total ekuitas perusahaan. Penurunan laba
disebabkan perusahaan meneningkatkan aktiva yang dimiliki.
Secara keseluruhan, pada sektor industri barang konsumsi perusahaan MLBI
merupakan perusahaan paling menguntungkan dilihat dari rasio PM, ROA dan ROE.
Hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan MLBI mampu mengelola
perusahaannya dengan baik untuk menghasilkan laba bersih. Perusahaan dapat
mengatur tingkat penjualan, penggunaan aktiva dan modal secara optimal sesuai
dengan keadaan pasar, sehingga perusahaan menghasilkan laba yang besar.
Berdasarkan hasil perhitungan rasio profitabilitas (Lampiran 2), maka terdapat
perusahaan dengan nilai komponen profitabilitas terendah dapat dilihat pada Tabel
7.

Tabel 7 Nilai Komponen Profitabilitas Terendah Tiap Subsektor


Komponen Nilai Subsektor Kode Nama Perusahaan
Profitabilitas Komponen
0,019 Makanan dan Minuman SKLT Sekar Laut Tbk
-0,045 Rokok RMBA Bentoel Internasional Investama Tbk
PM -0,040 Farmasi SCPI Merck Sharp Dohme Pharma Tbk
0,040 Kosmetik MRAT Mustika Ratu Tbk
0,001 Peralatan Rumah Tangga LMPI Langgeng Makmur Industri Tbk
0,034 Makanan dan Minuman SKLT Sekar Laut Tbk
-0,058 Rokok RMBA Bentoel Internasional Investama Tbk
ROA -0,033 Farmasi SCPI Merck Sharp Dohme Pharma Tbk
0,039 Kosmetik MRAT Mustika Ratu Tbk
0,001 Peralatan Rumah Tangga LMPI Langgeng Makmur Industri Tbk
0,068 Makanan dan Minuman SKLT Sekar Laut Tbk
0,104 Rokok RMBA Bentoel Internasional Investama Tbk
ROE -0,716 Farmasi SCPI Merck Sharp Dohme Pharma Tbk
0,046 Kosmetik MRAT Mustika Ratu Tbk
-0,0002 Peralatan Rumah Tangga LMPI Langgeng Makmur Industri Tbk
Sumber : data diolah, 2016

Berdasarkan Tabel 7, dapat dilihat kondisi profitabilitas terendah


berdasarkan profit margin (PM) dimiliki oleh perusahan Bentoel Internasional
Investama Tbk (RMBA) dari subsektor rokok dengan nilai -0,045 yang
menunjukkan bahwa perusahaan mengalami kerugian sebesar 4,5%. Rataan
industri sebesar 6,1%, berarti perusahaan RMBA dalam kondisi kurang baik karena
mengalami kerugian dan memiliki rasio jauh di bawah rataan industri. Perusahaan
RMBA merupakan perusahaan yang memproduksi tembakau seperi rokok kretek
mesin, rokok kretek tangan dan rokok putih. Laba bersih pada perusahaan RMBA
terus mengalami penurunan dan memiliki kerugian pada tahun 2012-2014,
walaupun tingkat penjualan perusahaan terus meningkat dari tahun 2012-2014. Hal
tersebut membuktikan bahwa pengelolaan perusahaan buruk akibat peningkatkan
penjualan yang dilakukan tidak diikuti oleh peningkatan laba bersih melainkan laba
bersih yang terus mengalami kerugian.
Kondisi profitabilitas juga dapat dilihat dari return on asset (ROA). Nilai
ROA terendah dimiliki perusahan Bentoel Internasional Investama Tbk (RMBA)
dari subsektor rokok dengan nilai -0,058 jauh di bawah rataan industri 0,092. Pada
perusahaan RMBA, total aktiva yang dimiliki perusahaan terus meningkat dari
20

tahun 2010-2014, namun peningkatan aktiva tidak tercermin pada laba bersih
perusahaan yang terus mengalami penurunan dari tahun 2010-2014. Hal tersebut
merupakan dampak dari adanya kenaikan harga cengkeh. Selain itu dengan
depresiasi rupiah yang nyata terhadap mata uang asing. Akhirnya berpengaruh pada
beban pokok penjualan mengalami kenaikan.
Selain melihat rasio PM dan ROA, kondisi profitabilitas juga dapat dilihat
dari return on equity (ROE). Nilai ROE terendah dimiliki oleh perusahaan Merck
Sharp Dohme Pharma Tbk (SCPI) dari subsektor farmasi dengan nilai -0,716 jauh
di atas rataan industri 0,154. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, perusahaan
selalu mengalami kerugian. Pada tahun 2014, perusahaan SCPI memiliki penurunan
total ekuitas secara tajam hingga mencapai empat kali lipat lebih rendah dari tahun
sebelumnya.

Kondisi Nilai Perusahaan Sektor Industri Barang Konsumsi

Kondisi nilai perusahaan dihitung dalam penelitian menggunakan tiga


peubah yang dihitung dengan rasio EPS, PER dan PBV. Berdasarkan hasil
perhitungan nilai perusahaan, yaitu EPS, PER dan PBV (Lampiran 2), maka
terdapat perusahaan dengan nilai komponen nilai perusahaan terbaik dapat dilihat
pada Tabel 8.

Tabel 8 Nilai Komponen Nilai Perusahaan Terbaik Tiap Subsektor


Komponen Nilai Subsektor Kode Nama Perusahaan
Solvabilitas Komponen
62088,8 Makanan dan Minuman MLBI Multi Bintang Indonesia Tbk
2416,2 Rokok HMSP Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk
EPS 6616,2 Farmasi MERK Merck Indonesia Tbk
729,6 Kosmetik TCID Mandom Indonesia Tbk
22,6 Peralatan Rumah Tangga KICI Kedaung Indag Can Tbk
6,512 Makanan dan Minuman CEKA Cahaya Kalbar Tbk
3,048 Rokok RMBA Bentoel Internasional Investama Tbk
PER 13,496 Farmasi DVLA Darya Varia Laboratoria Tbk
0,434 Kosmetik MRAT Mustika Ratu Tbk
23,092 Peralatan Rumah Tangga KICI Kedaung Indag Can Tbk
29,318 Makanan dan Minuman MLBI Multi Bintang Indonesia Tbk
47,684 Rokok HMSP Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk
PBV 7,698 Farmasi SCPI Merck Sharp Dohme Pharma Tbk
1,822 Kosmetik TCID Mandom Indonesia Tbk
0,600 Peralatan Rumah Tangga LMPI Langgeng Makmur Industri Tbk
Sumber : data diolah, 2016

Berdasarkan Tabel 8, dapat dilihat kondisi nilai perusahaan terbaik yang


dihitung berdasarkan EPS dimiliki oleh perusahaan Multi Bintang Indonesia Tbk
(MLBI) dari subsektor makanan dan minuman dengan nilai 62.088,8 sangat jauh
lebih tinggi dibandingkan rataan industri 3224,156. Tingginya nilai EPS akan
membawa kabar baik kepada para pemegang saham, karena semakin besar laba
yang disediakan untuk pemegang saham. Pada perusahaan MLBI, nilai EPS sangat
tinggi, dikarenakan tingginya tingkat profitabilitas perusahaan.
Kondisi nilai perusahaan juga dapat dilihat dengan menggunakan PER. PER
mendeskripsikan perbandingan laba emiten terhadap harga sahamnya. Semakin
rendahnya PER, maka semakin menarik perusahaan tersebut untuk investasi.
Perusahaan Mustika Ratu Tbk (MRAT) dari subsektor kosmetik dan barang
21

keperluan rumah tangga adalah perusahaan dengan nilai PER terbaik, yaitu 0,434
kali jauh di bawah rataan industri 20,880 kali. PER digunakan oleh para investor
untuk memprediksi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba di masa
mendatang. Bagi pemodal, semakin kecil PER suatu saham, maka semakin bagus
karena saham tersebut termasuk murah. PER merupakan angka psikologis bagi
value investor, dimana PER kecil akan lebih menarik dibandingkan dengan PER
tinggi. PER rendah ini disebabkan oleh laba per saham relatif tinggi dibandingkan
dengan harga sahamnya, sehingga tingkat return lebih baik dan payback period
lebih singkat lagi.
Nilai PBV terbaik dimiliki oleh perusahaan Hanjaya Mandala Sampoerna
Tbk (HMSP) dengan nilai 47,684 jauh di atas rataan industri 5,963. Semakin tinggi
rasio PBV menunjukkan bahwa pasar percaya akan prospek perusahaan. Jadi dapat
disimpulkan bahwa perusahaan HMSP merupakan perusahaan yang memiliki
prospek baik.
Berdasarkan hasil perhitungan rasio nilai perusahaan (Lampiran 2), maka
terdapat perusahaan dengan nilai komponen nilai perusahaan terbaik dapat dilihat
pada Tabel 9.

Tabel 9 Nilai Komponen Nilai Perusahaan Terburuk Tiap Subsektor


Komponen Nilai Subsektor Kode Nama Perusahaan
Solvabilitas Komponen
11,4 Makanan dan Minuman SKLT Sekar Laut Tbk
-32,4 Rokok RMBA Bentoel Internasional Investama Tbk
EPS -3909 Farmasi SCPI Merck Sharp Dohme Pharma Tbk
35,25 Kosmetik MBTO Martina Berto Tbk
0 Peralatan Rumah Tangga LMPI Langgeng Makmur Industri Tbk
36,45 Makanan dan Minuman ROTI Nippon Indosari Corporindo Tbk
22,91 Rokok GGRM Gudang Garam Tbk
PER 27,876 Farmasi KLBF Kable Farma Tbk
13,266 Kosmetik TCID Mandom Indonesia Tbk
67,46 Peralatan Rumah Tangga LMPI Langgeng Makmur Industri Tbk
0,814 Makanan dan Minuman CEKA Cahaya Kalbar Tbk
2,862 Rokok RMBA Bentoel Internasional Investama Tbk
PBV 1,004 Farmasi PYFA Pyridam Farma Tbk
0,606 Kosmetik MRAT Mustika Ratu Tbk
0,482 Peralatan Rumah Tangga KICI Kedaung Indag Can Tbk
Sumber : data diolah, 2016

Berdasarkan Tabel 9, dapat dilihat kondisi nilai perusahaan terburuk yang


dihitung berdasarkan EPS dimiliki oleh perusahaan Merck Sharp Dohme Pharma
Tbk (SCPI) dari subsektor farmasi dengan nilai -3909 sangat jauh lebih rendah
dibandingkan rataan industri 3224,156. EPS yang negatif merupakan kabar buruk
bagi pemegang saham perusahaan SCPI, karena tidak ada laba tersedia untuk
dibagikan kepada para pemegang saham, bahkan bernilai negatif. Pada perusahaan
SCPI yang memiliki laba bersih selalu menunjukkan nilai negatif, sehingga
membuat perusahaan dari go public menjadi go privat, karena perusahaan merasa
sudah tidak memerlukan dana eksternal, bahkan perusahaan sudah melakukan
penawaran tender (tender offer) dengan membeli kembali saham yang beredar di
publik.
Kondisi nilai perusahaan dapat dilihat dengan PER. Perusahaan Langgeng
Makmur Industri Tbk (LMPI) dari subsektor peralatan rumah tangga adalah
perusahaan dengan nilai PER terburuk, yaitu 67,46 jauh di atas rataan industri
22

20,880. Tingginya nilai PER pada perusahaan ini menunjukkan bahwa saham
perusahaan termasuk kategori mahal, sehingga kurang diminati para investor.
Nilai PBV terburuk dimiliki oleh perusahaan Kedaung Indag Can Tbk
(KICI) dari subsektor peralatan rumah tangga dengan nilai 0,482 jauh di bawah
rataan industri 5,963. Semakin rendah rasio PBV menunjukkan pasar kurang
percaya akan prospek perusahaan. Jadi dapat disimpulkan bahwa perusahaan KICI
merupakan perusahaan yang memiliki prospek kurang baik di masa mendatang.

Pengaruh Solvabilitas, Likuiditas dan Profitabilitas terhadap Nilai


Perusahaan Sektor Industri Barang Konsumsi

Analisis Partial Least Square (PLS)


Pada penelitian ini, pengujian model dilakukan dengan menggunakan empat
peubah laten (konstruk). Konstruk tersebut diantaranya adalah konstruk
solvabilitas, likuiditas, profitabilitas dan nilai perusahaan. Masing-masing konstruk
memiliki peubah manifest (indikator). Konstruk solvabilitas memiliki indikator
DAR, DER dan LDER. Konstruk likuiditas memiliki indikator CR, QR dan CsR.
Konstruk profitabilitas memiliki indikator PM, ROA dan ROE. Konstruk nilai
perusahaan memiliki indikator EPS, PER dan PBV.
Metode analisis digunakan untuk menganalisis bentuk dan pengaruh
konstruk solvabilitas, likuiditas dan profitabilitas sebagai peubah eksogen terhadap
peubah endogen adalah nilai perusahaan. Analisis ini dilakukan dengan
menggunakan PLS yang diolah dengan SmartPLS 2.0.

Pengujian Model SEM


Pengujian model SEM dilakukan dengan mengevaluasi model pengukuran
(outer model) dan model struktural (inner model). Evaluasi dan intepretasi dari
model yang telah dibentuk sebagai berikut :
Model Pengukuran (Outer Model)
Outer model mendefinisikian bagaimana hubungan blok indikator (loading)
dengan konstruknya. Convergent validity dari measurement model dengan indikator
refleksif dapat dilihat dari korelasi antara score item/indikator dengan score
konstruknya. Indikator individu dianggap reliable, jika memiliki nilai korelasi di
atas 0.70, namun loading 0.50-0.60 masih dapat diterima (Ghozali, 2008).
Pada penelitian ini, terdapat indikator yang dikeluarkan (dropping) dari
model karena memiliki nilai factor loading kurang dari 0.50, yaitu DAR dan PBV
(Tabel 10). Pada model SEM, indikator DAR harus dikeluarkan dari peubah
solvabilitas, dikarenakan indikator DAR merupakan rasio antara total hutang
terhadap total aktiva kurang kuat dalam merefleksikan konstruk struktur modal.
Selain indikator DAR, indikator PBV juga perlu dikeluarkan karena dalam nilai
perusahaan, investor lebih melihat rasio EPS dan rasio PER yang dijadikan patokan
dalam berinvestasi. Setelah itu dilakukan re-calculate analisis PLS, sehingga
menghasilkan model baru Gambar 9.
23

Tabel 10 Nilai Factor Loading


Konstruk Indikator Nilai Factor Loading
DAR -0,291
Solvabilitas DER 0,766
LDER 0,820
CR 0,960
Likuiditas QR 0,974
CsR 0,828
PM 0,944
Profitabilitas ROA 0,955
ROE 0,825
EPS 0,756
Nilai Perusahaan PER 0,229
PBV 0,731
Sumber : data diolah, 2016

Gambar 8. Model awal SEM

Gambar 9. Model SEM setelah dikeluarkan indikator DAR dan PBV


24

Tabel 11 Nilai Factor Loading Setelah Dropping


Konstruk Indikator Nilai Factor Loading
DAR
Solvabilitas DER 0,939
LDER 0,993
CR 0,964
Likuiditas QR 0,972
CsR 0,822
PM 0,944
Profitabilitas ROA 0,956
ROE 0,824
EPS 0,785
Nilai Perusahaan PER 0,748
PBV
Sumber : data diolah, 2016

Berdasarkan Tabel 11, nilai factor loading sudah di atas 0.50, maka model
SEM akhir yang terbentuk telah memenuhi convergent validity dan indikator-
indikator tersebut telah merefleksikan konstruknya.

Discriminant Validity
Discriminant Validity digunakan untuk menentukan valid atau tidaknya
masing-masing konstruk. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai Average Variance
Extracted (AVE) masing-masing konstruk. Masing-masing konstruk dikatakan
valid, jika nilai AVE > 0.50 (Ghazali, 2008). Berdasarkan hasil output AVE, nilai
AVE semua konstruk memiliki nilai > 0.50, sehingga disimpulkan konstruk sudah
memiliki nilai AVE baik dan masing-masing konstruk memiliki nilai valid. Nilai
output AVE dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Nilai AVE


AVE
solvabilitas 0,9339
likuiditas 0,8497
profitabilitas 0,8280
nilai perusahaan 0,5876
Sumber : data diolah, 2016

Selain menggunakan AVE, discriminant validity juga dapat dilihat pada


cross-loading antara indikator konstruknya. Hasil output cross-loading dari model
dapat dilihat pada Tabel 13.
25

Tabel 13 Cross-Loading
solvabilitas likuiditas profitabilitas nilai perusahaan
DER 0,9385 -0,0840 -0,2671 0,0043
LDER 0,9935 -0,0309 -0,2430 -0,0130
CR 0,0135 0,9636 0,0116 -0,1347
CsR -0,0457 0,8223 0,2842 -0,0353
QR -0,0128 0,9718 0,0844 -0,1111
PM -0,1419 0,1423 0,9439 0,5239
ROA -0,1015 0,1227 0,9561 0,6698
ROE -0,4211 -0,0732 0,8240 0,4894
EPS -0,0360 -0,0457 0,5123 0,7851
PER 0,0050 -0,1400 0,4454 0,7476
Sumber : data diolah, 2016

Berdasarkan Tabel 13, dapat dilihat bahwa korelasi konstruk solvabilitas


dengan indikatornya, yaitu DER dan LDER lebih tinggi dibandingkan korelasi
indikator dengan konstruk lainnya. Begitu pula dengan ketiga konstruk lainnya,
yaitu konstruk likuiditas, profitabilitas dan nilai perusahaan yang memiliki korelasi
indikator lebih tinggi dari masing-masing konstruk. Hal ini menunjukkan bahwa
konstruk memprediksi indikator pada blok yang lebih baik dibandingkan dengan
indikator di blok lainnya, sehingga disimpulkan masing-masing indikator dapat
dikatakan valid terhadap masing-masing konstruk.

Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas diukur dengan dua kriteria yaitu composite reliability dan
cronbachs alpha dari masing-masing konstruk. Konstruk dinyatakan reliabel jika
nilai keduanya > 0.70 (Ghazali, 2008). Data composite reliability dan cronbachs
alpha dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14 Composite reliability dan cronbachs alpha
Composite Cronbachs
Reliability Alpha
solvabilitas 0,9658 0,9857
likuiditas 0,9440 0,9223
profitabilitas 0,9350 0,8946
nilai perusahaan 0,7401 0,7298
Sumber : data diolah, 2016

Berdasarkan hasil output, seluruh konstruk bernilai > 0.70 sehingga peubah-
peubah tersebut bersifat reliabel. Jadi, dapat disimpulkan bahwa konstruk telah
memiliki reliabilitas yang baik.

Model Struktural (Inner Model)


Inner model menggambarkan hubungan antar konstruk. Pengujian terhadap
model struktural dilakukan dengan melihat nilai R-square yang merupakan uji
goodness-fit model. Hasil R-square dapat dilihat pada Tabel 15.
26

Tabel 15 R-square
R-Square
solvabilitas 0
likuiditas 0
profitabilitas 0
nilai perusahaan 0,436
Sumber : data diolah, 2016
Berdasarkan Tabel 15, dapat diilihat bahwa nilai R-square 0,436. Hal
tersebut dapat diinterpretasikan bahwa variabilitas konstruk solvabilitas, likuiditas
dan profitabilitas dapat menjelaskan variabilitas konstruk nilai perusahaan 43,6%
dan sisanya 66,4% dijelaskan oleh peubah lain yang tidak diteliti.
Uji kedua adalah melihat nyata pengaruh dengan melihat nilai koefisien
parameter dan nilai nyata t-statistik. Hasil output metode bootstapping pada
SmartPLS dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16 Path Coefficients (Mean, STDEV, t-Values)


Original Sample Standard Standard
Sample Mean Deviation Error t-Statistics
(O) (M) (STDEV) (STERR) (|O/STERR|)
solvabilitas -> nilai perusahaan 0,1295 0,1954 0,1051 0,1051 1,2327
likuiditas -> nilai perusahaan -0,1709 -0,1222 0,0978 0,0978 1,7481
profitabilitas -> nilai perusahaan 0,6686 0,8061 0,0735 0,0735 9,0996
Sumber : data diolah, 2016

Nilai koefisien yang memiliki hasil positif berarti terdapat pengaruh positif
dalam pengaruh konstruk, sedangkan pengaruh dikatakan nyata apabila t-statistik
memiliki nilai > 1,96 (t tabel nyata 5% = 1,96). Hasil output menunjukkan pengaruh
solvabilitas terhadap nilai perusahaan memiliki koefisien parameter 0,1295, berarti
terdapat pengaruh positif solvabilitas terhadap nilai perusahaan., yaitu semakin
tinggi solvabilitas, maka semakin tinggi nilai perusahaan. Nilai t-statistik pada
pengaruh solvabilitas terhadap nilai perusahaan bernilai 1,2327, yaitu kurang di
bawah 1,96 menunjukkan pengaruh likuiditas terhadap nilai perusahaan tidak nyata.
Pada pengaruh likuiditas terhadap nilai perushaan memiliki koefisien
parameter -0,1709, yang berarti terdapat pengaruh negatif likuiditas terhadap nilai
perusahaan, yaitu semakin tinggi likuiditas, maka semakin rendah nilai perusahaan.
Nilai t-statistik pada pengaruh likuiditas terhadap nilai perusahaan bernilai 1,7481
yaitu kurang di bawah 1,96 menunjukkan pengaruh likuiditas terhadap nilai
perusahaan tidak nyata.
Pada pengaruh profitabilitas terhadap nilai perusahaan memiliki koefisien
0,6686 berarti terdapat pengaruh positif profitabilitas terhadap nilai perusahaan,
yaitu semakin tinggi profitabilitas, maka semakin tinggi pula nilai perusahaan. Nilai
t-statistik pada pengaruh likuiditas terhadap nilai perusahaan bernilai 9,0996 yaitu
diatas 1,96 menunjukkan pengaruh profitabilitas terhadap nilai perusahaan nyata.
Komposisi hutang dan modal dalam perhitungan struktur modal
berpengaruh terhadap nilai perusahaan, tercermin dalam harga saham. Sebuah
perusahaan akan melakukan kebijakan hutang khususnya jangka panjang karena
pembayaran bunga hutang dapat mengurangi pajak perusahaan (tax deductable)
27

sehingga dapat meningkatkan laba. Jika perusahaan mampu memanfaatkan hutang


yang digunakan dalam mengoptimalkan kinerja perusahaan, maka tingkat hutang
yang tinggi akan diikuti dengan peningkatan aktiva dan penjualan, hal tersebut akan
menjadi hal positif bagi para investor, sehingga penilaian perusahaan akan terus
meningkat.
Profitabilitas tinggi merupakan hal sangat dinantikan perusahaan maupun
para investor. Tingkat profitabilitas tinggi dapat dilihat dari laba bersih perusahaan
bahwa perusahaan mampu menjalankan perusahaan dengan baik, dalam mendapat
laba untuk kegiatan operasional perusahaan untuk tahun mendatang. Bagi
perusahaan, laba bersih yang tinggi dapat digunakan perusahaan untuk ekspansi
perusahaan, sehingga perusahaan akan memperoleh kesempatan untuk
mendapatkan laba lebih tinggi lagi di masa mendatang. Bagi investor, laba yang
tinggi merupakan kabar baik, karena dengan tingginya laba maka perusahaan dinilai
akan mampu bertahan dalam lingkungan kompetitif. Maka dari itu, profitabilitas
merupakan rasio dengan pengaruh terbesar terhadap nilai perusahaan.
Terdapat teori trade-off antara profitabilitas dan likuiditas. Profitabilitas
tinggi yang dimiliki perusahaan akan menurunkan likuiditas perusahaan. Hal
tersebut dibuktikan dalam analisis penelitian ini yang menunjukkan bahwa tingkat
likuiditas tinggi akan menurunkan nilai perusahaan. Bagi perusahaan yang
memiliki tingkat likuiditas tinggi akan dianggap negatif bagi para investor, karena
aktiva lancar yang dimiliki perusahaan tidak digunakan dengan optimal dalam
meningkatkan aktiva ataupun tingkat penjualan perusahaan. Maka dari itu,
perusahaan yang memiliki tingkat likuiditas terlalu tinggi akan dianggap kurang
baik oleh para investor, sehingga tercermin dalam penurunan nilai perusahaan.

Implikasi Manajerial

Implikasi manajerial dalam penelitian ini merupakan rekomendasi yang


ditujukan kepada perusahaan untuk meningkatkan nilai perusahaan, sehingga dapat
meningkatkan minat investor dalam berinvestasi, khususnya di sektor industri
barang konsumsi. Beberapa hal yang dapat dijadikan pertimbangan :
1. Struktur modal merupakan kebijakan yang perlu diperhatikan oleh perusahaan,
karena berkaitan dengan risiko dan harga saham. Penggunaan hutang tinggi
khususnya hutan jangka panjang dalam pendanaan perusahaan, akan
meningkatkan nilai perusahaan, namun secara bersamaan risiko gagal bayar
dan risiko kebangkrutan di masa mendatang yang akan dialami perusahaan
juga semakin tinggi. Maka dari itu, perusahaan harus menetapkan kebijakan
struktur modal secara optimal dimana terdapat manfaat penghematan pajak
akibat penggunaan hutang dapat melebihi biaya kebangkrutan perusahaan.
2. Tingkat likuiditas yang sangat tinggi akan mengurangi kesempatan bagi
perusahaan dalam menghasilkan laba karena kelebihan aktiva lancar yang
dimiliki setelah melunasi kewajiban jangka pendek belum digunakan secara
optimal dan tidak digunakan seefisien mungkin sehingga terdapat kesempatan
yang hilang dalam memperoleh pendapatan. Maka dari itu, perusahaan perlu
memperhitungkan kewajiban lancar yang harus dibayarkan secara tepat
sehingga kelebihan aktiva lancar dapat dialokasikan dan digunakan dalam
kegiatan operasional perusahaan sehingga dapat meningkatkan nilai
perusahaan.
28

3. Profitabilitas yang tinggi akan meningkatkan nilai perusahaan, karena para


investor yang berinvestasi dalam perusahaan akan mengharapkan imbal hasil
tinggi. Perusahaan yang memiliki profitabilitas rendah perlu meningkatkan
kinerja perusahaannya agar tidak menurunkan minat investor dalam
berinvestasi diperusahaan. Perusahaan dapat meningkatkan kinerja dengan
cara mengoptimalkan penggunaan modal dan hutang agar dapat meningkatkan
kinerja perusahaan yang dapat meningktakan laba perusahaan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Kondisi kinerja keuangan perusahaan sektor industri barang konsumsi yang


diukur menggunakan rasio solvabilitas, likuiditas dan profitabilitas memiliki
kinerja keuangan beragam. Dalam hal ini, terdapat satu perusahaan yang
memiliki rasio solvabilitas, likuiditas dan profitabilitas terburuk, yaitu Merck
Sharp Dohme Pharma Tbk.
2. Nilai perusahaan pada sektor industri barang konsumsi memiliki nilai yang
beragam dilihat dari indikator ESP, PER dan PBV. Dalam hal ini, terdapat lima
perusahaan yang masih memiliki hasil nilai perusahaan negatif.
3. Struktur modal berpengaruh tidak nyata dan positif terhadap nilai perusahaan,
likuiditas berpengaruh tidak nyata dan negatif terhadap nilai perusahaan,
profitabilitas berpengaruh nyata dan positif terhadap nilai perusahaan. Pada
sektor industri barang konsumsi, kinerja keuangan yang memiliki pengaruh
terbesar dan paling berdampak pada nilai perusahaan yaitu profitabilitas.

Saran

1. Perusahaan sektor industri barang konsumsi dapat meningkatkan tingkat


profitabilitasya, khususnya bagi perusahaan yang memiliki laporan keuangan
dengan laba negatif, karena rasio profitabilitas memiliki pengaruh kuat
terhadap keputusan para investor dalam berinvestasi.
2. Penelitian ini masih memiliki kekurangan, sehingga disarankan bagi peneliti
selanjutnya untuk melihat pengaruh rasio aktivitas terhadap nilai perusahaan,
agar dapat menganalisis kinerja keuangan secara menyeluruh.

DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati SDA. 2010. Manajemen Keuangan Lanjut. Yogyakarta (ID): Graha


Ilmu.
Anzilna. 2013. Pengaruh Tingkat Likuiditas, Solvabilitas, Aktivitas dan
Profitabilitas terhadap Nilai Perusahaan Pada Perusahaan Real Estate dan
Property di BEI Tahun 2006-2008. Jurnal Ekonom 16(2): 20-23.
29

Arif. 2015. Pengaruh Struktur Modal, Return on Equity, Likuiditas, dan Growth
Opportunity Terhadap Nilai Perusahaan Pada Perusahaan Jasa yang Terdaftar
di Bursa Efek Indonesia [skripsi]. Yogyakarta (ID): Universitas Negeri
Yogyakarta.
[BI] Bank Indonesia. 2015. Statistik Pasar Modal 2015. Jakarta (ID): [diunduh 2016
Januari 26]. Tersedia pada: http://bi.go.id.
[BEI] Bursa Efek Indonesia. 2015. Laporan Keuangan Tahunan. Jakarta (ID): BEI
[diunduh 2016 Januari 10]. Tersedia pada:
http://www.idx.co.id/idid/beranda/perusahaantercatat/laporankeuangantahun
an.aspx
[BPS] Badan Pusat Statistik Indonesia. 2015. Rataan pengeluaran per kapita
sebulan menurut kelompok barang 2010-2014. Jakarta (ID): BPS Indonesia
[diunduh 2015 Desember 26]. Tersedia pada: http://bps.go.id
[CIA] Central Intelligence Agency. 2015. The Wold Factbook Indonesia. [diunduh
2015 Desember 9]. Tersedia pada :
https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/id.html
Fadjar. 2013. The Effect of Good Corporate Governance Mechanism, Leverage,
and Firm Size on Firm Value. GSTF International Journal on Business
Review (GBR) 2(4) : 137-142.
Fahmi. 2014. Manajemen Keuangan Perusahaan dan Pasar Modal . Jakarta (ID) :
Mitra Wacana Media.
Ghazali I, Latan H. 2008. Partial Least Square Konsep, Teknik dan Aplikasi
Menggunakan Program SmartPLS2.0. Semarang (ID): Universitas
Diponegoro.
Harmono. 2011. Manajemen Keuangan Berbasis Balance Scorecard Pendekatan
Teori, Kasus, dan Riset Bisnis. Jakarta (ID): PT Bumi Aksara.
Hermuningsih S. 2012. Pengaruh Profitabilitas, Size terhadap Nilai Perusahaan
dengan Struktur Modal sebagai Variabel Intervening. Jurnal SIASAT BISNIS
16(2): 232-242.
Hery. 2012. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta (ID): Bumi Aksara.
Jantana, I. 2011. Pengaruh Struktur Modal, Profitabilitas dan Likuiditas terhadap
Nilai Perusahaan pada Perusahaan Sektor Barang Konsumsi Subsektor
Rokok di BEI Tahun 2007-2011 [skripsi]. Semarang (ID) : Universitas
Diponegoro.
Kasmir. 2011. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta (ID): Kencana.
Keown. 2008. Manajemen Keuangan Edisi Kesepuluh Jilid 1. Jakarta (ID) : PT
INDEKS.
Mardiyanto, Handono. 2009. Inti Sari Manajemen Keuangan. Jakarta (ID) : PT
Grasindo.
Rosintan Iis. 2013. Pengaruh financial leverage dan profitabilitas terhadap nilai
perusahaan pada PT. Indosiar Karya Media Tbk [tesis]. Bandung (ID) :
Universitas Pendidikan Indonesia.
Sianturi. 2015. Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Nilai Perusahaan Manufaktur
Sektor Industri Barang Konsumsi di BEI. e-Jurnal Ilmu Administrasi Bisnis
3(2) : 282-296.
Suharsaputra U. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Tindakan.
Bandung (ID): PT Refika Aditama.
30

Lampiran 1. Perusahaan sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa


Efek Indonesia tahun 2010-2014
No Kode Nama Perusahaan Subsektor Tanggal IPO
1 ADES Akasha Wira Internasional Tbk 13 Juni 1994
2 AISA Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk* 11 Juni 1997
3 ALTO Tri Banyan Tirta Tbk* 10 Juli 2012
4 AQUA Aqua Golden Mississippi Tbk* 01 Maret 1990
5 CEKA Cahaya Kalbar Tbk 09 Juli 1996
6 DAVO Davomas Abadi Tbk* 22 Desember 1994
7 DLTA Delta Djakarta Tbk 12 Februari 1994
8 ICBP Indofood CBP Sukses Makmur Tbk 07 Oktober 2010
Makanan
9 INDF Indofood Sukses Makmur Tbk 14 Juli 1994
dan
10 MLBI Multi Bintang Indonesia Tbk 17 Januari 1994
minuman
11 MYOR Mayora Indah Tbk 04 Juli 1990
12 PSDN Prashida Aneka Niaga Tbk* 18 Oktober 1994
13 ROTI Nippon Indosari Corporindo Tbk 28 Juni 2010
14 SKBM Sekar Bumi Tbk* 05 Januari 1993
15 SKLT Sekar Laut Tbk 08 September 1993
16 STTP Siantar Top Tbk 16 Desember 1996
17 ULTJ Ultrajaya Milk Industry and Trading 02 Juli 1990
Company Tbk
18 GGRM Gudang Garam Tbk 27 Agustus 1990
19 HMSP Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk 15 Agustus 1990
Rokok
20 RMBA Bentoel Internasional Investama Tbk 05 Maret 1990
21 WIIM Wismilak Inti Makmur Tbk* 18 Nopember 2012
22 DVLA Darya Varia Laboratoria Tbk 11 Nopember 1994
23 INAF Indofarma Tbk 17 April 2001
24 KAEF Kimia Farma Tbk 04 Juli 2001
25 KLBF Kable Farma Tbk 30 Juli 1991
26 MERK Merck Indonesia Tbk 23 Juli 1981
27 PYFA Pyridam Farma Tbk Farmasi 16 Oktober 2001
28 SCPI Merck Sharp Dohme Pharma Tbk 08 Juni 1990
29 SIDO Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul 13 Desember 2013
Tbk*
30 SQBB Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk* 28 Maret 1983
31 TSPC Tempo Scan Pasifik Tbk 17 Juni 1994
32 MBTO Martina Berto Tbk Kosmetik 13 Januari 2011
33 MRAT Mustika Ratu Tbk dan 20 Juli 1995
34 PROD Sara Lee Body Care Indonesia Tbk* Keperluan 16 Juni 1989
35 TCID Mandom Indonesia Tbk Rumah 23 September 1993
36 UNVR Uniliver Indonesia Tbk* Tangga 11 Januari 1982
37 CINT Chitose Internasional Tbk* 27 Juni 2014
Peralatan
38 KDSI Kedawung Setia Industrial Tbk* 29 Juli 1996
Rumah
39 KICI Kedaung Indag Can Tbk 28 Oktober 1993
Tangga
40 LMPI Langgeng Makmur Industri Tbk 17 Oktober 1994
Sumber : Bursa Efek Indonesia, 2014
*tidak termasuk kedalam penelitian
Lampiran 2. Daftar Hasil Perhitungan Rasio Sektor Industri Barang Konsumsi Tahun 2010-2014
NO PERUSAHAAN TAHUN DAR DER LDER CR QR CsR PM ROA ROE PER PBV EPS
2010 0,692 2,249 1,375 1,511 1,414 0,180 0,145 0,098 0,317 30,19 9,57 54
2011 0,602 1,513 0,914 1,709 1,192 0,196 0,086 0,082 0,206 23,03 4,74 44
1 ADES 2012 0,463 0,861 0,389 1,942 1,185 0,399 0,175 0,214 0,399 13,58 5,42 141
2013 0,400 0,666 0,255 1,810 1,030 0,212 0,111 0,126 0,210 21,2 4,46 94
2014 0,414 0,707 0,176 1,535 0,946 0,186 0,054 0,061 0,105 13,58 5,42 141
average 0,514 1,199 0,622 1,701 1,153 0,234 0,114 0,116 0,247 20,316 5,922 94,8
2010 0,637 1,755 0,507 1,672 0,493 0,020 0,041 0,035 0,096 11,07 1,06 99
2011 0,508 1,033 0,127 1,687 0,622 0,032 0,078 0,117 0,238 2,93 0,7 324
2 CEKA 2012 0,549 1,218 0,041 1,027 0,456 0,029 0,052 0,057 0,126 6,63 0,83 196
2013 0,506 1,025 0,042 1,632 0,928 0,057 0,026 0,061 0,123 5,3 0,65 219
2014 0,581 1,389 0,052 1,466 0,803 0,039 0,011 0,032 0,076 6,63 0,83 196
average 0,556 1,284 0,154 1,497 0,661 0,035 0,042 0,060 0,132 6,512 0,814 206,8
2010 0,163 0,199 0,045 6,331 5,398 2,783 0,121 0,206 0,253 13,77 3,33 8715
2011 0,177 0,215 0,047 6,009 5,130 2,566 0,109 0,218 0,265 5,88 3,12 18949
3 DLTA 2012 0,197 0,246 0,045 5,265 4,380 2,425 0,124 0,286 0,357 19,13 6,83 13328
2013 0,220 0,282 0,047 4,705 3,625 2,728 0,135 0,312 0,400 23,01 8,99 16515
2014 0,229 0,298 0,048 4,473 3,461 2,174 0,136 0,290 0,377 19,13 6,83 13328
average 0,197 0,248 0,046 5,357 4,399 2,535 0,125 0,263 0,330 16,184 5,82 14167
2010 0,299 0,427 0,139 2,348 1,872 1,140 0,102 0,137 0,195 16 3,06 292
2011 0,296 0,421 0,142 2,871 2,326 1,479 0,107 0,136 0,193 14,69 2,83 354
4 ICBP 2012 0,325 0,481 0,182 2,763 2,256 1,532 0,106 0,129 0,191 19,88 3,79 329
2013 0,376 0,603 0,249 2,411 1,800 1,177 0,089 0,105 0,168 26,73 4,48 382
2014 0,396 0,656 0,242 2,023 1,570 1,178 0,084 0,102 0,168 19,88 3,79 392
average 0,339 0,518 0,191 2,483 1,988 1,301 0,098 0,122 0,183 19,436 3,59 349,8
2010 0,474 0,902 0,506 2,036 1,464 1,059 0,102 0,083 0,158 14,5 2,55 336
2011 0,410 0,695 0,289 1,910 1,400 1,017 0,108 0,091 0,155 8,05 1,28 571
5 INDF 2012 0,424 0,738 0,354 2,003 1,408 1,020 0,095 0,081 0,140 10,54 1,5 555
2013 0,509 1,048 0,534 1,667 1,248 0,702 0,059 0,044 0,090 23,14 1,51 285
2014 0,520 1,084 0,534 1,807 1,435 0,624 0,081 0,060 0,125 10,54 1,5 555
average 0,468 0,894 0,444 1,885 1,391 0,884 0,089 0,072 0,134 13,354 1,668 460,4
31
32

Lanjutan Lampiran 2
NO PERUSAHAAN TAHUN DAR DER LDER CR QR CsR PM ROA ROE PER PBV EPS
2010 0,585 1,413 0,071 0,945 0,785 0,327 0,247 0,390 0,940 13,08 12,29 21021
2011 0,566 1,302 0,058 0,994 0,832 0,376 0,273 0,416 0,957 14,91 14,26 24081
6 MLBI 2012 0,714 2,493 0,077 0,580 0,426 0,124 0,289 0,394 1,375 34,39 47,27 21519
2013 0,446 0,805 0,073 0,977 0,753 0,201 0,329 0,657 1,186 5,4 25,5 222304
2014 0,752 3,029 0,160 0,514 0,371 0,092 0,266 0,356 1,435 34,39 47,27 21519
average 0,612 1,808 0,088 0,802 0,634 0,224 0,281 0,442 1,179 20,434 29,318 62088,8
2010 0,536 1,185 0,662 2,581 2,102 0,454 0,067 0,110 0,243 17,02 4,14 631
2011 0,633 1,722 0,961 2,219 1,495 0,176 0,051 0,073 0,199 22,58 4,51 631
7 MYOR 2012 0,630 1,706 1,079 2,761 1,982 0,696 0,071 0,090 0,243 20,64 5 969
2013 0,594 1,465 0,797 2,443 1,890 0,707 0,088 0,109 0,269 22,32 5,9 1165
2014 0,602 1,510 0,750 2,090 1,458 0,229 0,029 0,040 0,100 20,64 5 969
average 0,599 1,518 0,850 2,419 1,785 0,452 0,061 0,084 0,211 20,64 4,91 873
2010 0,199 0,248 0,044 2,299 2,195 1,303 0,163 0,176 0,219 26,89 5,89 99
2011 0,280 0,389 0,118 1,284 1,174 0,327 0,143 0,153 0,212 29,03 6,16 115
8 ROTI 2012 0,447 0,808 0,514 1,125 1,009 0,194 0,125 0,124 0,224 46,83 10,48 147
2013 0,568 1,315 0,908 1,136 1,022 0,316 0,105 0,087 0,201 32,67 6,56 31
2014 0,552 1,232 0,912 1,366 1,234 0,529 0,100 0,088 0,196 46,83 10,48 147
average 0,409 0,798 0,499 1,442 1,327 0,534 0,127 0,125 0,210 36,45 7,914 107,8
2010 0,407 0,685 0,270 1,925 0,914 0,106 0,015 0,024 0,041 20,01 0,82 7
2011 0,426 0,743 0,239 1,697 0,934 0,151 0,017 0,028 0,049 16,18 0,79 9
9 SKLT 2012 0,482 0,929 0,243 1,415 0,730 0,051 0,020 0,032 0,061 15,61 0,96 12
2013 0,538 1,162 0,262 1,234 0,673 0,072 0,020 0,038 0,082 10,65 0,89 17
2014 0,537 1,162 0,240 1,184 0,666 0,051 0,024 0,050 0,107 15,61 0,96 12
average 0,478 0,936 0,251 1,491 0,784 0,086 0,019 0,034 0,068 15,612 0,884 11,4
2010 0,311 0,452 0,070 1,709 0,852 0,049 0,056 0,066 0,095 11,83 1,13 33
2011 0,476 0,907 0,288 1,035 0,502 0,021 0,042 0,046 0,087 21,18 1,84 33
10 STTP 2012 0,536 1,156 0,171 0,997 0,573 0,015 0,058 0,060 0,129 18,43 2,37 57
2013 0,528 1,118 0,255 1,142 0,665 0,017 0,068 0,078 0,165 17,74 2,93 87
2014 0,519 1,080 0,421 1,484 0,909 0,017 0,057 0,073 0,151 18,43 2,37 57
average 0,474 0,942 0,241 1,274 0,700 0,024 0,056 0,064 0,125 17,522 2,128 53,4
Lanjutan Lampiran 2
NO PERUSAHAAN TAHUN DAR DER LDER CR QR CsR PM ROA ROE PER PBV EPS
2010 0,356 0,554 0,121 1,521 0,914 0,400 0,048 0,046 0,072 32,63 2,69 37
2011 0,380 0,613 0,160 1,477 0,874 0,397 0,061 0,059 0,095 30,79 2,22 35
11 ULTJ 2012 0,307 0,444 0,090 2,018 1,454 0,904 0,126 0,146 0,211 10,87 2,29 122
2013 0,283 0,395 0,081 2,470 1,626 0,965 0,094 0,116 0,161 39,96 6,45 113
2014 0,224 0,288 0,071 3,345 1,890 0,997 0,072 0,097 0,125 10,87 2,29 122
average 0,310 0,459 0,105 2,166 1,352 0,732 0,080 0,093 0,133 25,024 3,188 85,8
2010 0,306 0,444 0,044 2,701 0,322 0,147 0,110 0,135 0,196 18,56 3,63 2155
2011 0,372 0,592 0,041 2,245 0,174 0,081 0,118 0,127 0,202 24,08 4,86 2577
12 GGRM 2012 0,359 0,560 0,041 2,170 0,239 0,093 0,083 0,098 0,153 26,62 4,07 2115
2013 0,421 0,726 0,043 1,722 0,217 0,070 0,079 0,086 0,149 18,67 2,75 2250
2014 0,429 0,752 0,036 1,620 0,159 0,067 0,083 0,093 0,162 26,62 4,07 2115
average 0,377 0,615 0,041 2,092 0,223 0,092 0,095 0,108 0,172 22,91 3,876 2242,4
2010 0,502 1,009 0,052 1,613 1,284 0,328 0,148 0,313 0,629 19,21 12,08 1465
2011 0,473 0,899 0,067 1,749 0,699 0,244 0,152 0,416 0,789 10,62 167,56 3674
13 HMSP 2012 0,493 0,972 0,078 1,776 0,459 0,066 0,147 0,374 0,737 26,78 19,73 2237
2013 0,483 0,936 0,080 1,753 0,323 0,054 0,144 0,394 0,764 25,28 19,32 2468
2014 0,524 1,103 0,095 1,528 0,246 0,005 0,124 0,353 0,742 26,78 19,73 2237
average 0,495 0,984 0,074 1,684 0,602 0,139 0,143 0,370 0,732 21,734 47,684 2416,2
2010 0,566 1,302 0,729 2,500 0,466 0,072 0,025 0,045 0,103 26,49 2,72 30
2011 0,645 1,818 0,115 1,120 0,192 0,023 0,030 0,048 0,136 18,69 2,55 42
14 RMBA 2012 0,723 2,605 1,190 1,643 0,285 0,066 -0,033 -0,047 -0,168 -12,99 2,18 -45
2013 0,904 9,469 4,144 1,179 0,236 0,073 -0,085 -0,113 -1,182 -3,96 4,68 -144
2014 1,136 -8,338 -4,034 1,002 0,236 0,004 -0,162 -0,222 1,631 -12,99 2,18 -45
average 0,795 1,371 0,429 1,489 0,283 0,048 -0,045 -0,058 0,104 3,048 2,862 -32,4
2010 0,250 0,333 0,060 3,717 3,160 1,443 0,122 0,130 0,173 11,82 2,05 99
2011 0,216 0,275 0,077 4,830 4,009 1,778 0,127 0,130 0,166 10,65 1,77 108
15 DVLA 2012 0,217 0,277 0,049 4,310 3,617 1,528 0,137 0,139 0,177 12,71 2,25 133
2013 0,231 0,301 0,065 4,244 3,284 1,471 0,114 0,106 0,138 19,59 2,69 112
2014 0,221 0,285 0,099 5,181 3,910 1,802 0,073 0,065 0,084 12,71 2,25 133
average 0,227 0,294 0,070 4,457 3,596 1,604 0,115 0,114 0,148 13,496 2,202 117
33
34

Lanjutan Lampiran 2
NO PERUSAHAAN TAHUN DAR DER LDER CR QR CsR PM ROA ROE PER PBV EPS
2010 0,576 1,358 0,151 1,552 1,128 0,322 0,012 0,017 0,040 19,76 0,8 4
2011 0,454 0,830 0,076 1,538 1,117 0,290 0,031 0,033 0,061 13,66 0,83 12
16 INAF 2012 0,453 0,828 0,259 2,102 1,666 0,527 0,037 0,036 0,065 24,13 1,57 14
2013 0,544 1,191 0,056 1,265 0,913 0,181 -0,041 -0,042 -0,092 -8,75 0,8 -17
2014 0,526 1,109 0,094 1,304 0,943 0,226 0,001 0,001 0,002 24,13 1,57 14
average 0,510 1,063 0,127 1,552 1,154 0,309 0,008 0,009 0,015 14,586 1,114 5,4
2010 0,328 0,488 0,066 2,425 1,603 0,565 0,044 0,084 0,125 6,37 0,79 25
2011 0,302 0,433 0,066 2,748 1,755 0,434 0,049 0,096 0,137 10,99 1,51 31
17 KAEF 2012 0,306 0,440 0,068 2,803 1,816 0,589 0,055 0,099 0,143 20,42 2,86 36
2013 0,343 0,522 0,062 2,427 1,568 0,528 0,050 0,087 0,133 15,27 2,02 39
2014 0,390 0,639 0,167 2,387 1,583 0,671 0,052 0,080 0,131 20,42 2,86 36
average 0,334 0,504 0,086 2,558 1,665 0,557 0,050 0,089 0,134 14,694 2,008 33,4
2010 0,179 0,218 0,020 4,389 3,036 1,659 0,131 0,191 0,233 25,66 6,14 127
2011 0,213 0,270 0,020 3,653 2,607 1,405 0,140 0,184 0,234 22,43 5,3 152
18 KLBF 2012 0,217 0,278 0,021 3,405 2,287 0,983 0,130 0,188 0,241 30,38 7,3 35
2013 0,249 0,331 0,021 2,839 1,683 0,540 0,123 0,174 0,232 30,53 6,89 41
2014 0,210 0,266 0,023 3,404 2,108 0,794 0,122 0,171 0,216 30,38 7,3 35
average 0,214 0,273 0,021 3,538 2,344 1,076 0,129 0,182 0,231 27,876 6,586 78
2010 0,165 0,198 0,053 6,228 3,845 2,052 0,149 0,273 0,327 18,02 5,95 5303
2011 0,154 0,183 0,050 7,515 5,627 3,878 0,252 0,396 0,468 12,84 6,01 10320
19 MERK 2012 0,268 0,366 0,079 3,871 1,889 1,198 0,116 0,189 0,259 31,58 8,17 4813
2013 0,265 0,361 0,072 3,979 2,293 1,246 0,147 0,252 0,343 24,13 8,27 7832
2014 0,227 0,294 0,060 4,586 3,171 1,983 0,094 0,114 0,147 31,58 8,17 4813
average 0,216 0,280 0,063 5,236 3,365 2,071 0,152 0,245 0,309 23,63 7,314 6616,2
2010 0,232 0,303 0,100 3,009 1,645 0,246 0,030 0,042 0,054 16 1 8
2011 0,302 0,432 0,137 2,540 1,328 0,186 0,034 0,044 0,063 18,21 1,14 10
20 PYFA 2012 0,354 0,549 0,225 2,413 1,532 0,188 0,030 0,039 0,061 17,84 1,08 10
2013 0,464 0,865 0,345 1,537 0,802 0,155 0,032 0,035 0,066 12,7 0,84 12
2014 0,441 0,789 0,292 1,627 0,955 0,061 0,012 0,015 0,028 17,84 1,08 10
average 0,359 0,588 0,220 2,225 1,252 0,167 0,028 0,035 0,054 17 1 10
Lanjutan Lampiran 2
NO PERUSAHAAN TAHUN DAR DER LDER CR QR CsR PM ROA ROE PER PBV EPS
2010 0,948 18,282 0,956 0,910 0,381 0,013 -0,031 -0,034 -0,663 -16,96 11,25 -2234
2011 0,931 13,471 10,318 3,779 2,085 0,414 -0,093 -0,081 -1,177 -3,54 4,17 -7061
21 SCPI 2012 0,961 24,483 18,872 2,718 1,632 0,183 -0,041 -0,028 -0,715 -9,1 6,51 -3435
2013 0,986 70,831 51,513 2,606 1,306 0,090 -0,030 -0,016 -1,171 -8,58 10,05 -3380
2014 0,707 -21,238 -21,238 2,450 1,696 0,083 -0,007 -0,005 0,147 -9,1 6,51 -3435
average 0,907 21,166 12,084 2,493 1,420 0,157 -0,040 -0,033 -0,716 -9,456 7,698 -3909
2010 0,263 0,363 0,062 3,368 2,609 1,783 0,095 0,136 0,188 15,74 2,95 109
2011 0,283 0,395 0,063 3,083 2,366 1,589 0,101 0,138 0,193 19,61 3,77 130
22 TSPC 2012 0,276 0,382 0,054 3,093 2,396 1,505 0,096 0,137 0,189 26,05 5 143
2013 0,286 0,400 0,051 2,962 2,219 1,330 0,093 0,118 0,165 23,05 3,79 141
2014 0,261 0,353 0,054 3,002 2,149 1,180 0,078 0,104 0,141 26,05 5 143
average 0,274 0,379 0,057 3,102 2,348 1,477 0,093 0,127 0,175 22,1 4,102 133,2
2010 0,649 1,849 0,429 1,589 1,199 0,077 0,065 0,110 0,314 0 0 51
2011 0,261 0,352 0,071 4,081 3,610 1,681 0,066 0,079 0,107 10,28 1,1 40
23 MBTO 2012 0,287 0,403 0,086 3,710 3,326 0,869 0,063 0,075 0,105 8,77 0,94 43
2013 0,262 0,356 0,104 3,991 3,523 0,419 0,025 0,026 0,036 20,19 0,72 15
2014 0,267 0,365 0,119 3,954 3,283 0,369 0,004 0,005 0,006 8,77 0,94 43
average 0,345 0,665 0,162 3,465 2,988 0,683 0,045 0,059 0,114 12,0025 0,925 35,25
2010 0,126 0,145 0,032 7,613 6,356 2,120 0,066 0,063 0,072 11,39 0,82 57
2011 0,152 0,179 0,033 6,271 5,064 1,224 0,069 0,066 0,078 8,3 0,6 60
24 MRAT 2012 0,153 0,180 0,028 6,017 4,936 1,016 0,067 0,068 0,080 6,09 0,54 80
2013 0,141 0,164 0,026 6,054 4,740 1,068 -0,019 -0,015 -0,018 -29,7 0,53 -16
2014 0,230 0,299 0,028 3,613 2,784 0,346 0,017 0,015 0,019 6,09 0,54 80
average 0,160 0,193 0,029 5,914 4,776 1,155 0,040 0,039 0,046 0,434 0,606 52,2
2010 0,094 0,104 0,044 10,684 7,306 2,258 0,090 0,126 0,139 11,01 1,53 654
2011 0,098 0,108 0,052 11,743 6,876 1,571 0,085 0,124 0,137 11,04 1,52 698
25 TCID 2012 0,131 0,150 0,060 7,727 5,105 1,356 0,081 0,119 0,137 14,67 2,02 750
2013 0,193 0,239 0,067 3,573 1,949 0,363 0,079 0,109 0,135 14,94 2,02 796
2014 0,307 0,444 0,065 1,798 0,935 0,196 0,076 0,094 0,136 14,67 2,02 750
average 0,165 0,209 0,058 7,105 4,434 1,149 0,082 0,114 0,137 13,266 1,822 729,6
35
36

Lanjutan Lampiran 2
NO PERUSAHAAN TAHUN DAR DER LDER CR QR CsR PM ROA ROE PER PBV EPS
2010 0,256 0,344 0,229 7,336 2,359 0,883 0,040 0,038 0,051 7,83 0,4 24
2011 0,264 0,360 0,239 7,260 2,066 0,470 0,004 0,004 0,006 69,63 0,39 3
26 KICI 2012 0,299 0,427 0,232 4,800 1,677 0,377 0,024 0,024 0,034 16,49 0,56 16
2013 0,247 0,329 0,172 5,774 1,484 0,400 0,075 0,075 0,100 5,02 0,5 54
2014 0,187 0,230 0,125 7,904 2,090 0,549 0,046 0,049 0,060 16,49 0,56 16
average 0,251 0,338 0,200 6,615 1,935 0,536 0,038 0,038 0,050 23,092 0,482 22,6
2010 0,340 0,516 0,088 1,762 1,007 0,208 0,007 0,005 0,007 97,46 0,68 3
2011 0,406 0,685 0,148 1,477 0,859 0,061 0,011 0,008 0,013 38,11 0,51 5
27 LMPI 2012 0,498 0,991 0,139 1,239 0,604 0,016 0,004 0,003 0,006 109,87 0,63 2
2013 0,517 1,069 0,121 1,194 0,636 0,019 -0,018 -0,015 -0,030 -18,01 0,55 -12
2014 0,507 1,027 0,107 1,240 0,710 0,025 0,003 0,002 0,004 109,87 0,63 2
average 0,454 0,857 0,121 1,383 0,763 0,066 0,001 0,001 0,001 67,46 0,6 0
0,409 1,496 0,642 2,867 1,826 0,679 0,075 0,108 0,172 5,810 18,388 3224,156
37

RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Jessica Widya Putri, lahir pada tanggal 09 Januari 1995 di
Bogor, Jawa Barat dari pasangan Bapak Ade Sukarsep dan Ibu Wahyuningsih.
Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis memulai pendidikan
di Taman Kanak-Kanak Alita Bogor pada tahun 1998-2000. Penulis melanjutkan
pendidikannya di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Panaragan 2 Bogor pada tahun
2000-2006. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah
Pertama Negeri (SMPN) 4 Bogor pada tahun 2006-2009. Kemudian penulis
melanjutkan pendidikan di Sekolah Mengah Atas Negeri (SMAN) 1 Bogor pada
tahun 2009 dan lulus pada tahun 2012. Pada tahun 2012 penulis diterima di
Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM), Institut Pertanian
Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(SMPTN) tertulis.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis menjadi asisten dosen pada mata kuliah
Manajemen Keuangan pada tahun ajaran 2014-2016, asisten dosen mata kuliah
Akuntansi Keuangan pada tahun ajaran 2015-2016 dan asisten dosen mata kuliah
Manajemen Produksi Operasi pada tahun ajaran 2015-2016. Penulis juga menjadi
tentor mata kuliah Akuntansi Keuangan di Katalis Corp. Penulis sangat aktif dalam
organisasi kemahasiswaan di lingkungan IPB. Pada tahun 2013 penulis mendapat
amanah menjadi staff magang Laskar Muda Prioritas di Departemen Pengembangan
Sumber Daya Mahasiswa (PSDM) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FEM Kabinet
Prioritas. Pada tahun 2014 penulis mendapat amanah menjadi bendahara Human
Resource Development (HRD) BEM FEM Kabinet Simfoni. Pada tahun 2015 penulis
mendapat amanah yang lebih besar menjadi Ketua Biro Human Resource Development
(HRD) BEM FEM Kabinet Cakrawala. Selain aktif dalam organisasi, penulis juga aktif
dalam kegiatan non-organisasi, mendapat amanah sebagai bendahara Community art
and sport (Coast) tari FEM periode 2013 – 2014 dan menjadi kontingen tari dalam
perlombaan IPB Art Contest (IAC) mewakili FEM pada tahun 2014-2015. Penulis
juga mendapat beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) dari tahun 2013
hingga lulus. Pada tingkat akhir, penulis juga menjadi mahasiswi internship finance
division di PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN).

Anda mungkin juga menyukai