Anda di halaman 1dari 36

Case Report Session

Chronic Kidney Disease

Oleh:

Ilhami Fadila 1010312015


Anggi Liviani VIducia 1110312061
Rizki Audita 1210312019

Pembimbing:

dr. Dinda Aprilia ,Sp.PD

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2016
BAB 1

PENDAHULUAN

Ginjal merupakan organ yang berfungsi untuk mempertahankan stabilitas

volume, komposisi elektrolit dan osmolaritas cairan ekstraseluler. Salah satu

fungsi ginjal lainnya adalah untuk mengekskresikan produk-produk sisa

metabolisme tubuh, misalnya urea, asam urat, dan kreatinin. Pada pasien dengan

penyakit ginjal kronik, ginjal mengalami gangguan untuk memfiltrasi darah

sehingga zat sisa metabolisme tubuh tersebut tidak dapat diekskresikan.

Penyebab terbanyak terjadinya penyakit gagal ginjal kronik yaitu diabetes

dan hipertensi. Di Amerika Serikat menyatakan insidens penyakit ginjal kronik

diperkitakan 100 juta kasus perjuta penduduk per tahun, dan angka ini meningkat

sekitar 8% setiap tahunnya. Pada gagal ginjal kronik, gejala – gejalanya

berkembang secara perlahan. Pada awalnya tidak ada gejala sama sekali, kelainan

fungsi ginjal hanya dapat diketahui dari pemeriksaan laboratorium. Sejalan

dengan berkembangnya penyakit, maka lama kelamaan akan terjadi peningkatan

kadar ureum darah semakin tinggi (uremia).

Gagal ginjal kronik dapat menyebabkan berbagai komplikasi, seperti :

Anemia, osteodistrofi renal, hiperkalemia, asidosis metabolik, komplikasi

kardiovaskuler (hipertensi dan CHF) dan koma uremik. Untuk penatalaksanaan

penyakit gagal ginjal kronik antara lain terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya,

pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid, memperlambat perburukan

fungsi ginjal, Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular dan

pencegahan dan terapi terhadap penyakit komplikasi.

2
1.2 Tujuan

Tujuan penulisan case report ini adalah untuk memahami dan menambah

pengetahuan mengenai definisi, etiologi, epidemiologi, patogenesis, diagnosis,

tipe penderita CKD, penatalaksanaan, dan evaluasi pengobatan.

3
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi

Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang

beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada

umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Gagal Ginjal adalah suatu keadaan klinis

yang ditandai dengan penurunan ginjal yang irreversibel, pada suatu derajat

memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap berupa dialisis atau transplantasi

ginjal.

Kriteria dari penyakit ginjal kronik sebagai berikut:1.2

1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal,

dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:

 Kelainan patologis

 Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi

darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan

2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m² selama > 3 bulan dengan

atau tanpa kerusakan ginjal.

1.2 Klasifikasi

Klasifikasi atas dasar derajat penyakit berpatokan pada LFG (tabel 1.1)

yang dihitung dengan mempergunakan rumus Cockcroft-Gault sebagai berikut :

Untuk laki-laki :
(140−usia) x (BB/kg)
LFG =
72 x kreatinin serum (mg%)

4
Untuk perempuan :
LFG = nilai pada pria x 0,85

Rumus baru dari Chronic Kidney Disease Epidemiology Collaboration

(CKD-EPI) dikembangkan tahun 2009, dibuat berdasarkan data subjek yang

banyak dari studi karakteristik populasi yang beragam, pasien dengan atau tanpa

penyakit ginjal kronik, diabetes dan pasien transplantasi.

LFG (ml/min/1,73 m2)= 141 x min (Scr/κ,1) x max (Scr/κ,1)1,209 x


0,993 umur x 1,018 (jika perempuan) x 1,157 (jika
ras Afrika-Amerika)

Tabel 1.1 Klasifikasi Stadium CKD

Stadium GFR Definisi


1 >90 Kerusakan ginjal dengan GFR
normal/meningkat
2 60-89 Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR
ringan
3 30-59 Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR
sedang
4 15-29 Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR
berat
5 <15 Gagal ginjal
Tabel 1.2 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas dasar diagnosis etiologi

Penyakit Tipe mayor (contoh)


Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2
Penyakit ginjal non diabetes Penyakit glomerular (penyakit
autoimun, infeksi sistemik, obat,
neoplasia)
Penyakit vaskular (penyakit pembuluh
dasar besar, hipertensi, mikroangiopati)
Penyakit tubulointestinal (pielonefritis
kronik, batu, obstruksi, keracunan obat)
Penyakit kistik (ginjal polikistik)
Penyakit pada transplantasi Rejeksi kronik
Keracunan obat (siklosporin,
takrolimus)
Penyakit reccurent
Transplant glomerulopathy

5
1.3 Epidemiologi

Di Amerika Serikat menyatakan insidens penyakit ginjal kronik

diperkitakan 100 juta kasus perjuta penduduk per tahun, dan angka ini meningkat

sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia diperkirakan terdapat 1800 kasus baru

gagal ginjal pertahunnya. Di Negara berkembang lainnya, insidens ini

diperkirakan sekitar 40-60 kasis perjuta penduduk per tahun.3

Penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia tahun

2000:1,7

1. Glomerulonefritis 46,39%

2. Diabetes Mellitus 18,65%

3. Obstruksi dan infeksi 12,85%

4. Hipertensi 8,46%

5. Sebab lain 13,65%

Penyakit gagal ginjal kronik lebih sering terjadi pada pria daripada wanita.

Insidennya pun lebih sering pada kulit berwarna daripada kulit putih.4

1.4 Patofisiologi

Patofisiologi CKD pada awalnya dilihat dari penyakit yang mendasari,

namun perkembangan proses selanjutnya kurang lebih sama. Penyakit ini

menyebabkan berkurangnya massa ginjal. Sebagai upaya kompensasi, terjadilah

hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa yang diperantarai

oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factor. Akibatnya, terjadi

hiperfiltrasi yang diikuti peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus.

Proses adaptasi ini berlangsung singkat, hingga pada akhirnya terjadi suatu proses

6
maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Sklerosis nefron ini

diikuti dengan penurunan fungsi nefron progresif, walaupun penyakit yang

mendasarinya sudah tidak aktif lagi.3

Diabetes melitus (DM) menyerang struktur dan fungsi ginjal dalam

berbagai bentuk. Nefropati diabetik (ND) merupakan istilah yang mencakup

semua lesi yang terjadi di ginjal pada DM (Wilson, 2005). Mekanisme

peningkatan GFR yang terjadi pada keadaan ini masih belum jelas benar, tetapi

kemungkinan disebabkan oleh dilatasi arteriol aferen oleh efek yang tergantung

glukosa, yang diperantarai oleh hormon vasoaktif, Insuline-like Growth Factor

(IGF) – 1, nitric oxide, prostaglandin dan glukagon. Hiperglikemia kronik dapat

menyebabkan terjadinya glikasi nonenzimatik asam amino dan protein. Proses ini

terus berlanjut sampai terjadi ekspansi mesangium dan pembentukan nodul serta

fibrosis tubulointerstisialis.3

Hipertensi juga memiliki kaitan yang erat dengan gagal ginjal. Hipertensi

yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan-perubahan struktur pada

arteriol di seluruh tubuh, ditnadai dengan fibrosis dan hialinisasi (sklerosis)

dinding pembuluh darah. Salah satu organ sasaran dari keadaan ini adalah ginjal.

Ketika terjadi tekanan darah tinggi, maka sebagai kompensasi, pembuluh darah

akan melebar. Namun di sisi lain, pelebaran ini juga menyebabkan pembuluh

darah menjadi lemah dan akhirnya tidak dapat bekerja dengan baik untuk

membuang kelebihan air serta zat sisa dari dalam tubuh. Kelebihan cairan yang

terjadi di dalam tubuh kemudian dapat menyebabkan tekanan darah menjadi lebih

meningkat, sehingga keadaan ini membentuk suatu siklus yang berbahaya.5

7
1.5 Patogenesis

Hampir 1 juta unit nefron ada pada setiap ginjal yang menyumbang

kepada jumlah akhir laju filtrasi glomerulus (LFG). Tanpa mengambil kira

penyebab kerusakan jaringan ginjal, yang progresif dan menahun, ginjal

mempunyai keupayaan untuk terus mempertahankan LFG menerusi hiperfiltrasi

dan mekanisme kompensasi kerja yaitu hipertrofi pada nefron yang masih

berfungsi. Keupayaan ginjal ini dapat meneruskan fungsi normal ginjal untuk

mensekresi bahan buangan seperti urea dan kreatinin sehingga bahan tersebut

meningkat dalam plasma darah hanya setelah LFG menurun pada tahap 50% dari

yang normal. Kadar kretinin plasma akan mengganda pada penurunan LFG 50%.

Walaupun kadar normalnya adalah 0,6 mg/dL menjadi 1,2 mg/dL, ia

menunjukkan penurunan fungsi nefron telah menurun sebanyak 50%.7

Bagian nefron yang masih berfungsi yang mengalami hiperfiltrasi dan

hipertrofi, walaupun amat berguna, tetapi telah menyebabkan kerusakan ginjal

yang progresif. Ini dipercayai terjadi karena berlaku peningkatan tekanan pada

kapilari glomerulus, yang seterusnya bisa mengakibatkan kerusakan kapilari

tersebut dan menjadi faktor predisposisi terhadap kejadian glomerulosklerosis

segmental dan fokal.7

Pada gagal ginjal kronik fungsi normal ginjal menurun, produk akhir

metabolisme protein yang normalnya diekskresi melalui urin tertimbun dalam

darah. Ini menyebabkan uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh penderita.

Semakin banyak timbunan produk bahan buangan, semakin berat gejala yang

terjadi. Penurunan jumlah glomerulus yang normal menyebabkan penurunan

8
kadar pembersihan substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal.

Dengan menurunnya LFG, ia mengakibatkan penurunan pembersihan kreatinin

dan peningkatan kadar kreatinin serum terjadi. Hal ini menimbulkan gangguan

metabolisme protein dalam usus yang menyebabkan anoreksia, nausea dan

vomitus yang menimbulkan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

Peningkatan ureum kreatinin yang sampai ke otak bisa mempengaruhi

fungsi kerja, mengakibatkan gangguan pada saraf, terutama pada neurosensori.

Selain itu blood urea nitrogen (BUN) biasanya juga meningkat. Pada penyakit

ginjal tahap akhir urin tidak dapat dikonsentrasikan atau diencerkan secara normal

sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan elektrolit. Natrium dan cairan tertahan

meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung kongestif. Penderita akan menjadi

sesak nafas, akibat ketidakseimbangan asupan zat oksigen dengan kebutuhan

tubuh. Dengan tertahannya natrium dan cairan bisa terjadi edema dan ascites. Hal

ini menimbulkan risiko kelebihan volume cairan dalam tubuh, sehingga perlu

diperhatikan keseimbangan cairannya. Semakin menurunnya fungsi ginjal, terjadi

asidosis metabolik akibat ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang

berlebihan. Juga terjadi penurunan produksi hormon eritropoetin yang

mengakibatkan anemia.

Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal terjadi peningkatan

kadar fosfat serum dan penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium

serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Laju penurunan

fungsi ginjal dan perkembangan gagal ginjal kronis berkaitan dengan gangguan

yang mendasari, ekskresi protein dalam urin, dan adanya hipertensi.8

9
1.6 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada pasien dengan penyakit

ginjal kronik antara lain :

• Sesuai penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus, hipertensi,

infeksi traktus urinarius, batu traktus urinarius, hiperurikemi

• Sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual dan

muntah, nokturia, kelebihan volume cairan, neuropati perifer, pruritus,

uremic frost, kejang sampai koma

• Gejala komplikasi

Hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis metabolik,

gangguan keseimbangan elektrolit

Pada gagal ginjal kronik, gejala – gejalanya berkembang secara perlahan.

Pada awalnya tidak ada gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal hanya dapat

diketahui dari pemeriksaan laboratorium. Sejalan dengan berkembangnya

penyakit, maka lama kelamaan akan terjadi peningkatan kadar ureum darah

semakin tinggi (uremia). Pada stadium ini, penderita menunjukkan gejala – gejala

fisik yang melibatkan kelainan berbagai organ seperti :

- Kelainan saluran cerna : nafsu makan menurun, mual, muntah dan fetor

uremik

- Kelainan kulit : uremic frost dan gatal di kulit

- Kelainan neuromuskular : tungkai lemah, parastesi, kram otot, daya

konsentrasi menurun, insomnia, gelisah

- Kelainan kardiovaskular : hipertensi, sesak nafas, nyeri dada, edema

- Gangguan kelamin : libido menurun, nokturia, oligouria

10
Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan

daya cadang ginjal, pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah

meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi

nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin

serum. Sampai pada LFG sebesar 60% pasien masih belum merasakan keluhan

(asimptomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum.

Sampai pada LFG sebesar 30% mulai terjadi keluhan pada seperti nokturia, badan

lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan.

Sampai pada LFG kurang 30% pasien memperlihatkan gejala dan tanda

uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan

metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya.

Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran

nafas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air

seperti hipo atau hipervolumia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain

natrium dan kalium. Pada LFG di bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi

yang lebih serius dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal

replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini

pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.1

11
1.7 Diagnosis

1.7.1 Anamnesis

Pada anamnesis dapat ditemukan keluhan yang telah dijelaskan di atas.

Selain itu pada anamnesis juga ditanyakan kemungkinan penyebab dari penyakit

ginjal kronik seperti riwayat hipertensi, riwayat DM, riwayat gangguan miksi

sebelumnya misalnya miksi tidak lancar karena adanya batu saluran kemih atau

BPH, dan urin seperti cucian daging karena adanya glomerulonefritis, nyeri

pinggang karena adanya infeksi dan peradangan pada ginjal, serta riwayat obat-

obatan.1,2

1.7.2 Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hipertensi, edema, anemis, sesak

nafas karena asidosis metabolik atau gagal jantung, bau pernafasan fetor uremik,

dan pada kulit bisa terjadi uremic frost.1,2

1.7.3 Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium

Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi :

a) Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya

b) Penurunan fungsi ginjal berupa peningakatan kadar ureum dan

kreatinin serum, dan penurunan LFG

c) Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin,

peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia,

hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis

metabolik

12
d) Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria, leukosuria, cast,

isostenuria.1

b. Radiologi

Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi :

a) Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio – opak

b) Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa

melewati filter glomerulus, disamping kekhawatiran terjadinya

pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami

kerusakan

c) Pielografi antegrad atau retrograd sesuai indikasi

d) Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang

mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal,

kista, massa, kalsifikasi

e) Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi bila ada indikasi.1

c. Biposi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal

Dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal yang masih mendekati

normal, dimana diagnosis secara noninvasif tidak bisa ditegakkan dan bertujuan

untuk mengetahui etiologi, menetapkan terapi, prognosis dan mengevaluasi hasil

terapi yang sudah diberikan. Kontraindikasi pada ukuran ginjal yang mengecil,

ginjal polikistik, hipertensi yang tidak terkendali, infeksi perinefrik, gangguan

pembekuan darah, gagal nafas, dan obesitas.1

13
1.8 Komplikasi

Gagal ginjal kronik dapat menyebabkan berbagai komplikasi sebagai berikut :

1. Anemia

Anemia terjadi pada 80-90% pasien penyakit ginjal kronik. Anemia

terutama disebabkan oleh defisiensi eritropoietin.

2. Osteodistrofi renal

3. Hiperkalemia

4. Asidosis metabolic

5. Komplikasi kardiovaskuler (hipertensi dan CHF)

6. Koma uremik

7. Gangguan neurologi (neuropati perifer dan ensefalopati)

1.9 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi :

1) Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya

Waktu yang tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum terjadinya

penurunan LFG. Bila LFG sudah menurun sampai 20-30% dari normal, terapi

terhadap penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat.

2) Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid

Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG

untuk mngetahui kondisi komorbid yang dapat memperburuk keadaan pasien.

3) Memperlambat perburukan fungsi ginjal

14
Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya

hiperfiltrasi glomerulus. Cara untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus

adalah :

o Pembatasan asupan protein

Karena kelebihan protein tidak dapat disimpan didalam tubuh tetapi di pecah

menjadi urea dan substansi nitrogen lain, yang terutama dieksresikan melalui

ginjal selain itu makanan tinggi protein yang mengandung ion hydrogen, posfat,

sulfat, dan ion anorganik lainnya juga dieksresikan melalui ginjal. Oleh karena itu,

pemberian diet tinggi protein pada penderita gagal ginjal kronik akan

mengakibatkan penimbunan substansi nitrogen dan ion anorganik lainnya dan

mengakibatkan sindrom uremia. Pembatasan asupan protein juga berkaitan

dengan pembatasan asupan fosfat, karena protein dan fosfat selalu berasal dari

sumber yang sama dan untuk mencegah terjadinya hiperfosfatemia.

Pembatasan Asupan Protein dan Fosfat pada Penyakit Ginjal Kronik

LGF ml/menit Asupan protein Fosfat g/kg/hari


g/kg/hari
>60 Tidak dianjurkan Tidak dibatasi
25 – 60 0,6 – 0,8/kg/hari, < 10 g
termasuk > 0,35
gr/kg/hr nilai biologi
tinggi
5 -25 0,6 – 0,8/kg/hari, < 10 g
termasuk > 0,35
gr/kg/hr protein nilai
biologi tinggi atau
tambahan 0,3 g
asam amino esensial
atau asam keton
<60(sind.nefrotik) 0,8/kg/hari (+1 gr <9g
protein/ g
proteinuria atau 0,3
g/kg tambahan asam
amino esensial atau
asam keton

15
o Terapi farmakologi

Untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus. Pemakaian obat antihipertensi

(ACE inhibitor) disamping bermanfaat untuk memperkecil resiko kardiovaskular

juga sangat penting untuk memperlambat perburukan kerusakan nefron dengan

mengurangi hipertensi intraglomerular dan hipertrofi glomerulus

4) Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular

Dengan cara pengendalian DM, pengendalian hipertensi, pengedalian

dislipidemia, pengedalian anemia, pengedalian hiperfosfatemia dan terapi

terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit.

5) Pencegahan dan terapi terhadap penyakit komplikasi

- Anemia

Evaluasi terhadap anemia dimulai saaat kadar hemoglobin < 10 g% atau

hematokrit < 30% meliputi evaluasi terhadap status besi ( kadar besi

serum/serum iron, kapasitas ikat besi total/ total iron binding capacity,

feritin serum), mencari sumber perdarahan morfologi eritrosit, kemungkinan

adanya hemolisis,dll. Pemberian eritropoitin (EPO) merupakan hal yang

dianjurkan. Sasaran hemoglobin adalah 11 – 12 g/dl.

- Osteodistrofi renal

Penatalaksaan osteodistrofi renal dapat dilakukan melalui :

1. Mengatasi hiperfosfatemia

- Pembatasan asupan fosfat 600 – 800 mg/hari

- Pemberian pengikat fosfat, seperti garam, kalsium, alluminium hidroksida,

garam magnesium. Diberikan secara oral untuk menghambat absorpsi fosfat yang

16
berasal dari makanan. Garam kalsium yang banyak dipakai adalah kalsium

karbonat (CaCO3) dan calcium acetate

- Pemberian bahan kalsium memetik, yang dapat menghambta reseptor Ca pada

kelenjar paratiroid, dengan nama sevelamer hidrokhlorida.

2. Pemberian kalsitriol

Pemakaian dibatasi pada pasien dengan kadar fosfat darah normal dan kadar

hormon paratiroid (PTH) > 2,5 kali normal karena dapat meningkatkan absorpsi

fosfat dan kaliun di saluran cerna sehingga mengakibatkan penumpukan garam

calcium carbonate di jaringan yang disebut kalsifikasi metastatik, disamping itu

juga dapat mengakibatkan penekanan yang berlebihan terhadap kelenjar

paratiroid.

3. Pembatasan cairan dan elektrolit

Pembatasan asupan cairan untuk mencegah terjadinya edema dan kompikasi

kardiovaskular sangat perlu dilakukan. Maka air yang masuk dianjurkan 500 –

800 ml ditambah jumlah urin. Elektrolit yang harus diawasi asuapannya adalah

kalium dan natrium. Pembatasan kalium dilakukan karena hiperkalemia dapat

mengakibatkan aritmia jantung yang fatal. Oleh karena itu, pemberian obat – obat

yang mengandung kalium dan makanan yang tinggi kalium (seperti buah dan

sayuran) harus dibatasi. Kadar kalium darah dianjurkan 3,5 – 5,5 mEq/lt.

Pembatasan natrium dimaksudkan untuk mengendalikan hipertensi dan edema.

Jumlah garam natrium yang diberikan, disesuaikan dengan tingginya tekanan

darah dan derajat edema yang terjadi.

4. Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal

17
Dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG < 15 ml/mnt.

Berupa hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal.

1.10 Prognosis

Penyakit PGK tidak dapat disembuhkan sehingga prognosis jangka

panjangnya buruk, kecuali dilakukan transplantasi ginjal. Penatalaksanaan yang

dilakukan sekarang ini, bertujuan hanya untuk mencegah progresifitas dari PGK

itu sendiri. Selain itu, biasanya PGK sering terjadi tanpa disadari sampai

mencapai tingkat lanjut dan menimbulkan gejala sehingga penanganannya

seringkali terlambat.

18
BAB 3

ILUSTRASI KASUS

Identitas Pasien

Nama : Tn. M

Umur : 54 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Nama IK : Januar

Alamat : Pariaman

Keluhan Utama

Penurunan kesadaran sejak 1 hari yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang

 Penurunan kesadaran sejak 1 hari yang lalu, penurunan kesadaran terjadi

secara perlahan-lahan. Saat ini tengah mengantuk dan tidak dapat diajak

komunikasi.

 Kaki sembab sejak 2 bulan yang lalu. Sembab di seluruh tubuh sejak 1

minggu yang lalu

 Demam sejak 1 minggu yang lalu, demam tidak tinggi, tidak menggigil,

tidak berkeringat banyak

 Sesak nafas tidak ada

 Mual tidak ada, muntah tidak ada.

 Penurunan nafsu makan sejak 1 minggu yang lalu

 BAK sedikit, jumlah kira-kira setengah botol aqua sedang dalam 24 jam,

berwarna kuning keruh.

19
 BAB biasa

Riwayat Penyakit Dahulu

 Riwayat sakit gula sejak 12 tahun yang lalu, tidak kontrol teratur,

tidak tahu nama obat yang diminum

 Pasien telah dikenal menderita sakit ginjal sejak 2 bulan yang lalu,

telah menjalani USG ginjal dengan kesan PGK. Pasien mendapat obat

furosemide 1x40mg, asam folat 1x5mg, bicnat 3x500mg po,

candesartan 1x16mg

 Riwayat sakit jantung disangkal

 Riwayat sakit tekanan darah tinggi disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama seperti Os

Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, Kejiwaan, dan Kebiasaan

Os tinggal di Pariaman dan bekerja sebagai pedagang.

Pemeriksaan Umum

Kesadaran : Somnolen Keadaan Umum : Sedang

Tekanan darah : 140/90mmHg Keadaan Gizi : Sedang

Nadi : 98x/menit Tinggi Badan : 160cm

Suhu : 38oC Berat Badan : 50 kg

Pernapasan : 30x/menit Edema : (+)

Sianosis : (-) Anemis : (+)

Ikterus : (-)

Kulit : tampak uremic frost (+)

20
KGB : tidak ada pembesaran KGB

Kepala

Normocephal, rambut berwarna hitam dan tidak mudah rontok.

Mata

Konjungtiva anemis (+/+), Sklera ikterik (-/-).

Hidung

Bentuk : Normal

Deviasi Septum : (-)

Nafas Cuping Hidung : (-)

Perdarahan : (-/-)

Mukosa hidung : Merah muda , sekret (-/-)

Telinga

Bentuk : Normal

Tuli : (-/-)

Lubang : Lapang/lapang

Mulut

Bibir : Kering, kecoklatan, pucat (-), sianosis (-)

Bau Pernafasan : Bau uremik (+)

Gigi : Karies (+)

Gusi : Berdarah (-), bengkak (-), stomatitis (-), candida (-)

Tonsil : T1 - T1

Faring : Tidak hiperemis

Lidah : Kotor (-), atrofi papil (-), hiperemis (-), deviasi (-)

Leher

21
Deformitas : (-)

Trakhea : Deviasi (-)

Kelenjar tiroid : Pembesaran (-), kulit sekitar normal, nyeri tekan (-)

KGB : Pembesaran (-), nyeri tekan (-)

JVP : 5 - 2 cmH2O

Retraksi otot pernapasan : (-)

Thoraks

Bentuk : Normochest

Kulit : Pucat (-), ikterik (-), spider nevi (-), venektasi (-), kolateral (-)

Paru-paru

Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, retraksi otot pernafasan (-)

Palpasi : Fremitus sulit dinilai

Perkusi

Kiri : Sonor

Kanan : Sonor

Auskultasi: Suara nafas bronkovesikular, ronki (+/+) , wheezing (-/-)

Jantung

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat, teraba setinggi RIC 5, 1 jari lateral

dari garis midclavikularis sinistra, thrill (-)

Perkusi

Kanan : RIC V, linea sternalis kanan

Kiri : RIC V, 1 jari lateral dari garis midclavikularis sinistra

Atas : RIC II, linea parasternalis sinistra

22
Auskultasi

M1 > M2, A2 > P2, Murmur (-), gallop (-), Irama Sinus.

23
Abdomen

Inspeksi : Tampak perut membuncit, warna kulit coklat

Auskultasi : Bising usus (+) normal, frekuensi > 3 kali/menit

Palpasi :

Supel, defans muskular (-), nyeri tekan (-), nyeri lepas (-)

Hepar dan lien tidak teraba

Perkusi :

Timpani

Nyeri ketok Costovertebrae (-/-)

Shifting dullness (+)

Inguinal

Tidak teraba adanya pembesaran KGB

Genitalia

Tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas

Palmar eritem : (-/-)

Pitting edema : (+/+)

Reflek fisiologis : (+/+)

Reflek patologis : (-/-)

Hasil Laboratorium

Hb : 8,4 Albumin : 2,0


Leukosit : 13190 Globulin : 2,9
LED : 19 pH : 7,38
Ur/Cr : 198/4,1 pCO2 : 22
GDS : 267 pO2 : 70
Na/K/Cl : 132/4,0/- HCO3- : 16,3
BEecf : -11,1
SO2 : 98%

24
LFG = 14,56 ml/min

EKG: Sinus Rhytm

Urinalisis:

- Makroskopis : warna kuning, kekeruhan (+), Berat Jenis 1,025, pH 5

- Mikroskopis : Leukosit 8-10/LPB (N: ≤5/LPB), Eritrosit 2-3/LPB (N:

≤1/LPB), silinder (-), Kristal (-), epitel (-)

- Kimia : Protein (+++), glukosa (-), bilirubin (-), urobilinogen (+)

Diagnosis Kerja

• Penurunan kesadaran ec uremic encephalopathy

• CKD stage V ec penyakit ginjal diabetik

• DM tipe 2 tidak terkontrol

• Anemia sedang normositik normokrom ec penyakit kronik

Diagnosis Banding

- Penurunan kesadaran ec hipoksemia

- Penurunan kesadaran ec hiponatremia

Tindakan Pengobatan

- IST/ NGT diet/ MC 6x200cc DD 1700 kkal RG II RP 40 gr/ O2 3L/

- IVFD NaCl 0,9% 5 jam/kolf

- N-asetilsistein 3x100mg IV

- Paracetamol 4x500mg PO

- Injeksi Cefoperazone 2x1 gr

- Infus Levofloxacine 1x500mg

25
- Inj Ca gluconas 1x1 amp IV

- Candesartan 1x16mg IV

- Bicnat 3x500mg PO

- Asam Folat 1x5mg PO

26
Follow Up

Tanggal 12-10-16

S: Sembab (+), BAK keruh, Sesak (+)

O: KU : Sedang TD : 160/100 Nafas : 20x

Kes : CMC Nadi : 100x Suhu : 37,5oC

Jumlah urin: 400 cc/hari

A: CKD stage V ec PGD dengan uremic encephalopathy on HD

P: HD selama 2 jam, koaguler Heparin, UFG 1700 mL, QB 210 mL/menit

HD selanjutnya konfirmasi

Tanggal 13-10-16

S: Sembab (+), BAK mulai jernih, Sesak (+) berkurang

O: KU : Sedang TD : 160/100 Nafas : 20x

Kes : CMC Nadi : 100x Suhu : 37,5oC

Jumlah urin: 400 cc/hari

GDS: 184 GD2PP: 215

A: CKD stage V ec PGD dengan uremic ensephalopathy Post HD

DM Tipe 2 tidak terkontrol obat

P: Konsul Endokrin

Tanggal 14-10-16

S: Os tampak mengantuk, Sembab (+), BAK jernih

O: KU : Sedang TD : 180/900 Nafas : 20x

Kes : CMC Nadi : 100x Suhu : 37,5oC

Jumlah urin: 600 cc/hari

GDS: 180 GD2PP: 210

27
A: CKD stage V ec PGD dengan uremic ensephalopathy Post HD 1

Oliguria asidosis metabolik Post HD 1

DM Tipe 2 tidak terkontrol obat

P: Besok HD

Tanggal 15-10-16

S: Sembab (+), BAK jernih

O: KU : Sedang TD : 100/50 Nafas : 20x

Kes : CMC Nadi : 100x Suhu : 37,5oC

Jumlah urin: 500 cc/hari

Konjungtiva tidak anemia, sklera tidak ikterik

A: CKD stage V ec PGD dengan uremic ensephalopathy Post HD 1

Oliguria asidosis metabolik Post HD 2

DM Tipe 2 tidak terkontrol obat

Tanggal 17-10-16

S: Sembab (+), BAK keruh, Sesak (+)

O: KU : Sedang TD : 160/100 Nafas : 20x

Kes : CMC Nadi : 100x Suhu : 37,5oC

Jumlah urin: 400 cc/hari

A: CKD stage V ec PGD dengan uremic encephalopathy

P: HD selanjutnya setelah konfirmasi

Tanggal 18-10-16

S: Sembab (+), BAK mulai jernih, Sesak (+) berkurang

O: KU : Sedang TD : 160/100 Nafas : 20x

Kes : CMC Nadi : 100x Suhu : 37,5oC

28
A: CKD stage V ec PGD dengan uremic ensephalopathy

P: terapi lanjut

Tanggal 19-10-16

S: Os tampak mengantuk, Sembab (+), BAK jernih

O: KU : Sedang TD : 180/90 Nafas : 20x

Kes : CMC Nadi : 100x Suhu : 37,5oC

A: CKD stage V ec PGD dengan uremic ensephalopathy

P: terapi lanjut

Tanggal 20-10-16

S: Sembab (+), BAK jernih

O: KU : Sedang TD : 160/70 Nafas : 20x

Kes : CMC Nadi : 100x Suhu : 37,5oC

A: CKD stage V ec PGD dengan uremic ensephalopathy

Tanggal 21-10-16

S: Sembab (+), BAK mulai jernih, Sesak (-)

O: KU : Sedang TD : 140/100 Nafas : 22x

Kes : CMC Nadi : 90x Suhu : 37,5oC

A: CKD stage V ec PGD dengan uremic ensephalopathy

P: inj novorapid 3x12 sc

Inj levemir 1x10 sc

Amlodipin 1x10mg

Candesartan 1x1mg

Balance cairan

29
Prognosis

Quo ad vitam : Dubia at malam

Quo ad sanam : Dubia at bonam

Quo ad functionam : Dubia at malam

30
BAB 3

DISKUSI

Seorang pasien laki-laki berusia 54 tahun dirawat di Bangsal Penyakit

Dalam RSUP DR M. Djamil Padang dengan diagnosis penurunan kesadaran ec

uremic encephalopathy, acute on CKD ec penyakit ginjal diabetes, DM tipe 2

tidak terkontrol, anemia sedang ec penyakit kronik, dan hipertensi ec CKD.

Diagnosis ini ditegakkan karena dari anamnesis didapatkan keluhan utama

penurunan kesadaran, pasien sudah dikenal menderita DM tipe 2 sejak 12 tahun

yang lalu tidak terkontrol, dan riwayat hipertensi disangkal, penurunan jumlah

urin. Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran somnolen, tekanan darah

140/90 mmHg, pitting edema pada kedua tungkai, dan bau pernafasan berbau

ureum.

Pada hasil laboratorium didapatkan anemia ringan, leukositosis, gula darah

sewaktu yang meningkat, hipoalbuminemia. Selain itu nilai ureum dan kreatinin pada

pasien juga mengalami peningkatan. Keadaaan umum dan hasil laboratorium

mendukung suatu keadaan Uremic encephalopathy. Uremic encephalopathy

merupakan salah satu bentuk dari ensefalopati metabolik. Ensefalopati metabolik

merupakan suatu kondisi disfungsi otak yang global yang menyebabkan terjadi

perubahan kesadaran, perubahan tingkah laku dan kejang. Pada pasien ini terjadi

penurunan kesadaran berupa somnolen.

Uremia adalah suatu sindrom klinis yang berhubungan dengan

ketidakseimbangan cairan, elektrolit dan hormon serta abnormalitas metabolik yang

berkembang secara paralel dengan menurunnya fungsi ginjal. Uremia sendiri berarti

31
ureum di dalam darah. Keadaan uremia terjadi sebagai asosiasi terhadap chronic

kidney disease (CKD). (6)

Pasien ini dikatakan mengalami penyakit ginjal kronik. Hal ini disimpulkan

berdasarkan nilai laboratorium kimia darah ureum dan creatinin yang meningkat.

Kadar Ureum 198 mg/dl dan Creatinin 4,1 mg/dl. Berdasarkan rumus Kockroft –

Gault (13), maka didapatkan nilai LFG adalah sebagai berikut:

LFG (ml/mnt/1,73m2) = (140 – umur) X berat badan

72 X kreatinin plasma (mg/dl)

Sehingga, nilai LFG pasien ini adalah 14,56 ml/min. Hal ini sesuai dengan

klasifikasi CKD derajat 5, yang disebut dengan gagal ginjal.

Pada Penyakit ginjal kronik, gejala – gejala berkembang secara perlahan.

Pada awalnya tidak ada gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal hanya dapat

diketahui dari pemeriksaan laboratorium. Sejalan dengan berkembangnya penyakit,

maka lama kelamaan akan terjadi peningkatan kadar ureum darah semakin tinggi

(uremia). Peningkatan kadar ureum darah mencerminkan penurunan fungsi ginjal

yang bermakna. Pada LFG di bawah 15 % akan terjadi gejala dan komplikasi yang

lebih serius dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement

therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal.

Gagal ginjal menyebabkan ginjal tidak dapat berkerja seperti biasanya. Dapat

terjadi penurunan sintesis eritropoetin akibat bahan baku yang kurang, atau ginjal

yang rusak. Eritropoitin berfungsi sebagai salah satu bahan untuk memproduksi sel

darah merah sehingga jumlah sel darah merah menjadi berkurang. Hal ini yang

melandaasi terjadinya anemia pada pasien ini. (13; 14)

32
Hipertensi pada pasien ini awalnya disebabkan karena retensi natrium

yang terjadi oleh kerusakan ginjal sehingga ginjal tidak mampu mengeluarkan

natrium. Retensi natrium menyebabkan kenaikan VCES (volume cairan

ekstraseluler) dan VP (volume plasma) dan akan disertai kenaikan curah jantung.

Kenaikan curah jantung ini menyebabkan kenaikan tonus vascular atau tahanan

perifer, sehingga terjadi peningkatan tekanan darah. Selain itu, pada keadaan

gagal ginjal, system renin-angiotension-aldosteron juga teraktivasi guna

meningkatkan aliran perfusi ke ginjal, tetapi secara sistemik akan menyebabkan

hipertensi sistemik.

Penatalaksanaan pada pasien ini dipasang NGT yang bertujuan untuk

mencegah aspirasi karena pada pasien ini terjadi penurunan kesadaran. Diet yang

diberikan yaitu diet diabetes 1700 kkal untuk mengontrol kadar gula pasien ini,

rendah garam II untuk mengendalikan tekanan darah, dan rendah protein 40 gram

untuk persiapan hemodialisis.

Obat anti hipertensi yang diberikan pada pasien ini adalah candesartan

1x16 mg IV. Obat ini adalah antihipertensi golongan ARB, dipilih karena cara

kerja obat ini tidak memperberat beban kerja ginjal. Asam folat 1x5 mg PO

diberikan untuk mencegah homosisteinemia pada pasien CKD. N-asetilsistein

3x100mg IV diberikan pada pasien ini karena bersifat sebagai antioksidan. Ca

glukonas 1x1 amp IV diberikan karena pada pasien CKD terjadi kecenderungan

hipokalsemia diakibatkan terganggunya reabsorbsi kalsium di ginjal. Bicnat

3x500mg PO diberikan untuk mengatasi asidosis metabolic terkompensasi yang

terjadi pada pasien ini.

33
Selain itu, untuk mengganti fungsi ginjal dan anemia yang terjadi pada

pasien ini, telah dilakukan HD sebanyak 2 kali, dan transfusi darah berupa PRC

sebanyak 3 kali.

Dengan melihat kondisi pasien saat ini, maka dapat dikatakan prognosis

pasien ini adalah dubia ad malam. Karena terjadinya kerusakan ginjal yang

bersifat irreversible.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Warady BA, Chadha V. Chronic kidney disease in children: the global

perspective. Pediatr Nephrol 2007;22:1999–2009.

2. Hogg RJ et al. National Kidney Foundation’s Kidney Disease Outcomes

Quality Initiative Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease

in Children and Adolescents: Evaluation, Classification, and Stratification.

Pediatrics 2003;111:1416-1421.

3. Ketut Suwitra. Penyakit Ginjal Kronik. Aru WS, Bambang S, Idrus A,

Marcellus SK, Siti S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. 5 Jilid

II. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2009. hlm 1035-

1040.

4. Editorial. Gagal Ginjal Kronik. Diunduh dari: http://emedicine.

medscape.com/article/238798-overview, 05 Februari 2011.

5. Harrison's Principles of Internal Medicine, 18th Edition. Karl Skorecki,

MD, FRCP(C), FASN. Joanne M. Bargman, MD, FRCPC, 2012

6. Doloksaribu, R. Thesis. Pola Tekanan Darah 24 Jam pada Pasien Gagal

Ginjal Kronik sebab Nefropati Diabetik yang Menjalani Hemodialisa

Reguler. 2008. Medan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

7. Arora, P., Varelli, M, 2010. Chronic Renal Failure. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/238798-overview

[Accessed 22 April 2010].

8. Smeltzer, S.C., dan Bare B.G., 2001. Buku Ajar Medikal Bedah Brunner &

Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC.

1
9. Sudoyo, A. W dkk. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam Jilid II. Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FK UI; 2009. Hal

1035-40.

10. Guntur, A. Bed Side Teaching Ilmu Penyakit Dalam. Solo: Sebelas Maret

University Press; 2006. Hal 75-8.

11. Clinical practice guidelines for chronic kidney disease: evaluation,

classification and stratification, New York National Kidney Foundation,

2002.

12. Kamaludin Ameliana. 2010. Gagal Ginjal Kronik. Jakarta : Bagian Ilmu

Penyakit Dalam UPH.

Anda mungkin juga menyukai