Anda di halaman 1dari 27

REFERAT

KARDIOTOKOGRAFI

Pembimbing:

dr. Rizky Ramadhany, Sp.OG

Disusun Oleh:

Zico Permadi 1810221018

SMF OBSTETRIK DAN GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PASAR MINGGU
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
JAKARTA
2019
LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT

KARDIOTOKOGRAFI

Disusun Oleh:

Zico Permadi 1810221018

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti kepaniteraan klinik di SMF
Obstetrik dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Daerah Pasar Minggu Jakarta

Telah disetujui dan dipresentasikan

Pada tanggal Agustus 2019

Mengetahui,

Pembimbing

dr. Rizky Ramadhany, Sp.OG

1
BAB I
PENDAHULUAN

Pemantauan denyut jantung janin (DJJ) dalam persalinan bertujuan untuk


mencegah morbiditas dan mortalitas janin yang dapat terjadi akibat asidosis
metabolik atau hipoksia serebral selama persalinan. Keadaan janin yang buruk
dapat terjadi selama kehamilan, tidak hanya dalam persalinan, dengan melakukan
pemantauan denyut jantung janin, diharapkan keadaan gawat janin dapat diprediksi
dini sehingga kehamilan/persalinan dapat segera diakhiri untuk mendapatkan
keadaan janin yang lebih baik.
Pemantauan denyut jantung dapat dilakukan secara intermiten (terputus) atau
terus menerus (kontinyu). Pada umumnya pemantauan kontinyu dilakukan pada
janin berisiko tinggi, sedangkan pada janin yang normal pemantauan dilakukan
secara intermiten.
Pemantauan DJJ intrapartum selalu dihubungkan dengan kontraksi rahim
dengan pencatatan kardiotokografi (KTG) dan disebut juga Electronic Fetal
Monitoring (EFM), sedangkan pemantauan saat kehamilan (antepartum) biasanya
dihubungankan dengan gerakan janin yang dilakukan dengan uji tanpa beban (NST-
Non Stress Test) atau uji dengan beban (Contraction Stress Test/CST, Oxytocin
Challenge Test/OCT).

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Pemantauan Kesejahteraan Janin


Penilaian kesejahteraan janin yang konvensional umumnya dikerjakan
dengan cara-cara yang tidak langsung, seperti palpasi abdomen, pengukuran tinggi
fundus, maupun penilaian gejala atau tanda fisik ibu yang diduga dapat mengancam
kesejahteraan janin (misalnya hipertensi, perdarahan pervaginam dan sebagainya).
Cara-cara seperti itu seringkali tidak untuk memprediksi kesejahteraan janin,
sehingga sulit digunakan untuk membuat strategi yang rasional dalam upaya
pencegahan dan intervensi penanganan janin yang mengalami gangguan intrauterin.
Dalam konsep obstetri modern, khususnya di bidang perinatologi, janin
dipandang sebagai individu yang harus diamati dan ditangani sebagaimana
layaknya seorang pasien). Janin perlu mendapat pemeriksaan fisik untuk
mengetahui apakah kondisinya aman, atau dalam bahaya (asfiksia, pertumbuhan
terhambat, cacat bawaaan, dan sebagainya). Pengetahuan akan hal itu akan
menentukan segi penanganan janin selanjutnya. Penilaian profil biofisik janin
merupakan salah satu cara yang efektif untuk mendeteksi adanya asfiksia janin
lebih dini, sebelum menimbulkan kematian atau kerusakan yang permanen pada
janin. Pemeriksaan tersebut dimungkinkan terutama dengan bantuan peralatan
elektronik, seperti ultrasonografi (USG) dan kardiotokografi (KTG).2

II.2 Kardiotokografi
Alat kardiotokografi (KTG) merupakan alat bantu didalam pemantauan
kesejahteraan janin. Pada KTG ada tiga bagian besar kondisi yang dipantau yaitu
denyut jantung janin (DJJ), kontraksi rahim, dan gerak janin serta korelasi diantara
ketiga parameter tersebut. Pemeriksaan KTG biasanya dilakukan pada kehamilan
resiko tinggi, dan indikasinya terdiri dari :
Ibu : Pre-eklampsia-eklampsia, Ketuban pecah, Diabetes melitus, Kehamilan ≥ 40
minggu, Asthma bronkhiale, Inkompatibilitas Rhesus atau ABO, Infeksi TORCH,
Bekas SC, Induksi atau akselerasi persalinan, Persalinan Preterm, Hipotensi,
Perdarahan antepartum, Ibu berusia lanjut

3
Janin : Pertumbuhan janin terhambat (PJT), Gerakan janin berkurang, Suspek
lilitan tali pusat, Aritmia, bradikardi, atau takikardi janin, hidrops fetalis, Kelainan
presentasi, termasuk pasca versi luar, Mekoneum dalam cairan ketuban, Riwayat
lahir mati, Kehamilan ganda.

II.3 Syarat Pemeriksaan CTG


1. Usia kehamilan ≥ 28 minggu.
2. Ada persetujuan tindakan medik dari pasien (secara lisan).
3. Punktum maksimum denyut jantung janin (DJJ) diketahui.
4. Prosedur pemasangan alat dan pengisian data pada komputer (pada KTG
terkomputerisasi) sesuai buku petunjuk dari pabrik

II.4 Mekanisme Pengaturan DJJ 2,3


Denyut jantung janin diatur oleh banyak faktor, yaitu :
1.Sistem Saraf Simpatis
Distribusi saraf simpatis sebagian besar berada di dalam miokardium.Stimulasi
saraf simpatis, misalnya dengan obat beta-adrenergik, akan meningkatkan frekuensi
DJJ, menambah kekuatan kontraksi jantung, dan meningkatkan volume curah
jantung. Dalam keadaan stress, system saraf simpatis berfungsi mempertahankan
aktivitas pemompaan darah. Inhibisisaraf simpatis, misalnya dengan obat
propranolol, akan menurunkanfrekuensi DJJ dan sedikit mengurangi variabilitas
DJJ.
2.Sistem saraf Parasimpatis
Sistem saraf parasimpatis terutama terdiri dari serabut nervus vagus yang
berasal dari batang otak. Sistem saraf ini akan mengatur nodus SA, nodusVA, dan
neuron yang terletak di antara atrium dan ventrikel jantung.Stimulasi nervus vagus,
misalnya dengan asetil kolin akan menurunkan frekuensi DJJ; sedangkan inhibisi
nervus vagus, misalnya dengan atropin,akan meningkatkan frekuensi DJJ.
3. Baroreseptor
Reseptor ini letaknya pada arkus aorta dan sinus karotid. Bila tekanandarah
meningkat, baroreseptor akan merangsang nervus vagus dannervus glosofaringeus

4
pada batang otak. Akibatnya akan terjadipenekanan aktivitas jantung berupa
penurunan frekuensi DJJ dan curah jantung.
4. Kemoreseptor
Kemoreseptor terdiri dari dua bagian, yaitu bagian perifer yang terletak didaerah
karotid dan korpus aortik; dan bagian sentral yang terletak dibatang otak. Reseptor
ini berfungsi mengatur perubahan kadar oksigendan karbondioksida dalam darah
dan cairan serebro-spinal. Bila kadaroksigen menurun dan karbondioksida
meningkat, akan terjadi refleks darireseptor sentral berupa takikardia dan
peningkatan tekanan darah. Hal ini akan memperlancar aliran darah, meningkatkan
kadar oksigen, danmenurunkan kadar karbondioksida. Keadaan hipoksia atau
hiperkapnia akan mempengaruhi reseptor perifer dan menimbulkan refleks
bradikardia.Interaksi kedua macam reseptor tersebut akan menyebabkan bradikardi
dan hipotensi.
5.Susunan Saraf Pusat
Aktivitas otak meningkat sesuai dengan bertambahnya variabilitas DJJdan gerakan
janin. Pada keadaan janin tidur, aktivitas otak menurun, danvariabilitas DJJ-pun
akan berkurang.
6.Sistem Pengaturan Hormonal
Pada keadaan stres, misalnya hipoksia intrauterin, medula adrenal
akanmengeluarkan epinefrin dan nor-epinefrin. Hal ini akan
menyebabkantakikardia, peningkatan kekuatan kontraksi jantung dan hipertensi.
7.Sistem kompleks proprioseptor, serabut saraf nyeri, baroreseptor,stretch
receptors dan pusat pengaturan
Akselerasi DJJ dimulai bila ada sinyal aferen yang berasal dari salah satutiga
sumber, yaitu (1) proprioseptor dan ujung serabut saraf pada jaringan sendi; (2)
serabut saraf nyeri yang terutama banyak terdapat di jaringankulit; dan (3)
baroreseptor di aorta askendens dan arteri karotis, danstretch receptors di atrium
kanan. Sinyal-sinyal tersebut diteruskan ke cardioregulatory center (CRC)
kemudian ke cardiac vagus dan saraf simpatis, selanjutnya menuju nodus sinoatrial
sehingga timbullah akselerasi DJJ.

5
Gambar. Faktor yang mempengaruhi DJJ

Gambar. Hubungan gerak janin dengan akselerasi DJJ

6
II.5 Karakteristik Gambaran DJJ 4,5
Denyut jantung janin dalam pemeriksaan kardiotokografi ada dua macam :
Denyut jantung janin basal (basal heart rate), yakni frekuensi dasar (baseline rate)
dan variabilitas (variability) denyut jantung janin saat uterus dalam keadaan
istirahat (relaksasi). Perubahan periodik (reactivity), merupakan perubahan denyut
jantung janin yang terjadi saat ada gerakan janin atau kontraksi uterus.

Frekuensi Dasar Denyut jantung janin (BaseLine Rate)


Dalam keadaan normal frekuensi dasar denyut jantung janin berkisar antara 120
160 dpm. Beberapa penulis menyatakan frekuensi dasar yang normal antara 120-
150 dpm. Disebut takikardi apabila frekuensi dasar > 160 dpm. Bila terjadi
peningkatan frekuensi yang berlangsung cepat (< 1-2 menit) disebut suatu
akselerasi (acceleration). Peningkatan denyut jantung janin pada keadaan akselerasi
ini paling sedikit 15 dpm di atas frekuensi dasar dalam waktu 15 detik. Bradikardi
bila frekuensi dasar < 120 dpm. Bila terjadi penurunan frekuensi yang berlangsung
cepat (< 1 - 2 menit) disebut deselerasi (deceleration).

7
Keterangan : fase bangun pada janin. Monitoring FHR eksternal pada 1 cm/menit
(grafik 1), 2 cm/menit (grafik tengah) dan 3 cm/menit (grafik paling bawah).

Takikardi
Dikatakan takikadi bila nilainya diatas 160x/menit dan bertahan lebih dari 10 menit.
Maternal pireksia adalah penyebab tersering takikardi janin, dan hal ini mungkin
terjadi akibat masalah pada ekstrauterine atau berkaitan dengan infeksi intrauterine.
Analgesia epidural juga dapat meningkatkan suhu ibu sehingga sebabkan takikardia
janin. Pada fase awal dari hipoksemia janin non akut, sekresi katekolamin juga
dapat sebabkan takikardia. Penyeba lain yang lebih jarang adalah pemberian obat
obatan beta agonis (salbutamol, terbutaline, ritodrine, fenoterol), bloker
parasimpatik (atropine, escopolamine), dan aritmia janin seperti supraventrikular
takikardia dan atrial flutter.
Beberapa penyebab takikardi antara lain :
- Hipoksia janin (ringan/kronik)
- Kehamilan preterm (< 30 minggu).
- Infeksi ibu atau janin.
- Ibu febris atau gelisah.
- Ibu hipertiroid.
- Takhiaritmia janin.
- Obat-obatan (misal: atropin, betamimetik).
- Biasanya keadaan takhikardi tidak berdiri sendiri. Bila takhikardi disertai
variabilitas
- denyut jantung janin yang masih normal, biasanya janin masih dalam
kondisi baik

Bradikardi
Dikatakan bradikardia bila nilainya dibawah 100 x/menit selama lebih dari 10
menit.
- Bradikardi dapat terjadi pada keadaan:
- Hipoksia janin (berat/akut).
- Hipotermia janin.
- Bradiaritmia janin.

8
- Obat-obatan (propanolol, obat anestesia lokal).
- Janin dengan kelainan jantung bawaan.
Keadaan bradikardi ini pun biasanya tidak berdiri sendiri, sering disertai dengan
gejala yang lain. Bila bradikardi antara 100 - 120 dpm disertai dengan variabilitas
yang masih normal biasanya menunjukkan keadaan hipoksia ringan di mana janin
masih mampu mengadakan kompensasi terhadap keadaan hipoksia tersebut. Bila
hipoksia janin menjadi lebih berat lagi akan terjadi penurunan frekuensi yang makin
rendah (< 100 dpm) disenai dengan perubahan variabilitas yang jelas (penurunan
variabilitas yang abnormal).

Variabilitas denyut jantung janin (Variabilitas)


Variabilitas normal : apabila amplitudo bandwithnya berada pada rentang 5-
25x/menit

Gambar : Variabilitas normal dan Variabilitas menghilang

Variabilitas denyut jantung janin adalah gambaran osilasi yang tidak teratur, yang
tampak pada rekaman denyut jantung janin. Variabilitas denyut jantung janin

9
diduga terjadi akibat keseimbangan interaksi dari sistem simpatis
(kardioakselerator) dan parasimpatis (kardiodeselerator). Akan tetapi ada pendapat
lain mengatakan bahwa variabilitas terjadi akibat rangsangan di daerah korteks otak
besar (serebri) yang diteruskan ke pusat pengatur denyut jantung di bagian batang
otak dengan perantaraan n. vagus. Variabilitas denyut jantung janin yang normal
menunjukkan sistem persarafan janin mulai dari korteks - batang otak - n. vagus
dan sistem konduksi jantung semua dalam keadaan baik. Keadaan hipoksia otak
(asidosis/asfiksia janin) akan menyebabkan gangguan mekanisme kompensasi
hemodinamik untuk mempertahankan oksigenasi otak. Dalam rekaman
kardiotokografi akan tampak adanya perubahan variabilitas yang makin lama makin
rendah sampai menghilang (bila janin tidak mampu lagi mempertahankan
mekanisme hemodinamik di atas) Variabilitas denyut jantung janin dapat dibedakan
atas 2 bagian :
Variabilitas jangka pendek (short term variability)
Variabilitas ini merupakan perbedaan interval antar denyut yang terlihat pada
gambaran kardiotokografi yang juga menunjukkan variasi dari frekuensi antar
denyut pada denyut jantung janin. Rata-rata variabilitas jangka pendek denyut
jantung janin yang normal antara 2 – 3 dpm. Arti klinis dari variabilitas jangka
pendek masih belum banyak diketahui, akan tetapi biasanya tampak menghilang
pada janin yang akan mengalami kematian dalam rahim.
Variabilitas jangka panjang (long term variability)
Variabilitas ini merupakan gambaran osilasi yang lebih kasar dan lebih jelas tampak
pada rekaman kardiotokografi dibanding dengan variabilitas jangka pendek di atas.
Rata-rata mempunyai siklus 3 - 6 kali per menit. Berdasarkan amplitudo fluktuasi
osilasi tersebut, variabilitas jangka panjang dibedakan menjadi:
- Normal: bila amplitudo antata 6 - 25 dpm.
- Berkurang: bila amplitudo antara 2 - 5 dpm.
- Menghilang: bila amplitudo kurang dari 2 dpm.
- Saltatory: bila amplitudo lebih dari 25 dpm.
Pada umumnya variabilitas jangka panjang lebih sering digunakan dalam penilaian
kesejahteraan janin. Bila terjadi hipoksia otak, akan terjadi perubahan variabilitas
jangka panjang ini, tergantung derajat hipoksianya, variabilitas ini akan berkurang

10
atau menghilang sama sekali. Sebaliknya, bila gambaran variabilitas ini masih
normal, biasanya janin masih belum terkena dampak dari hipoksia tersebut.
Berkurangnya variabilitas denyut jantung janin dapat juga disebabkan oleh
beberapa keadaan yang bukan karena hipoksia, misalnya:
o Janin tidur (keadaan fisiologik di mana aktivitas otak berkurang). Kehamilan
prererm (SSP belum sempurna).
o Janin anensefalus (korteks serebri tak sempurna). Blokade n. vagus. Kelainan
jantung bawaan. Pengaruh abat-obat narkotik, diasepam, MgSOa dan sebagainya.
Suatu keadaan di mana variabilitas jangka pendek menghilang, sedangkan
variabilitas jangka panjang tampak dominan sehingga tampak gambaran sinusiodal.
Hal ini sering ditemukan pada:
- Hipoksia janin yang berat
- Anemia kronik
- Fetal Eritroblastosis
- Rh-sensitized
- Pengaruh obat-obat Nisentil, Alfa prodin

Penurunan Variabilitas
Amplitudo bandwith dibawah 5x/menit selama lebih dari 50 menit pada baseline
atau lebih dari 3 menit selama deselerasi.

11
Keterangan : penurunan variabilitas, FHR eksternal pada 1cm/menit (grafik
teratas), 2cm/menit (grafik tengah) dan 3cm/menit (grafik terbawah).

Penurunan variabilitas dapat terjadi karena adanya hipoksia/asidosis pada sistem


saraf pusat dan akibat dari penurunan aktifitas simpatis maupun parasimpatis, tapi
juga karena adanya cedera pada sistem saraf pusat, infeksi, pemberian depresant
terhadap sistem saraf pusat atau bloker parasimpatis. Selama fase tidur yang dalam,
variabilitas biasanya lebih rendah dari normal, namun amplitudo bandwithnya juga
jarang yang dibawah 5x/menit. Terdapat subjektifitas derajat tinggi dalam
mengevaluasi parameter ini, oleh karena itu, penilaian yang teliti sangatlah
dianjurkan dalam rangka menilai keadaan ini, setelah melihat adanya CTG normal,
adanya penurunan variabilitas akibat hipoksia jarang terjadi selama proses
persalinan tanpa didahului adanya deselerasi sebelumnya.

Peningkatan Variabilitas
Nilai bandwith yang melebihi 25x/menit dan bertahan selama setidaknya 30 menit.
Patofisiologi adanya pola ini belum dipahami dengan baik, namun tampaknya
berkaitan dengan deselerasi berulang, ketika hipoksia/asidosis berkembang sangat
cepat. Diperkirakan juga hal ini terjadi karena ketidakstabilan otonomik janin atau
hiperaktifitas sistem otonomi.

12
Perubahan Periodik Denyut Jantung Janin
Perubahan periodik denyut jantung janin ini merupakan perubahan frekuensi dasar
yang biasanya terjadi oleh pengaruh rangsangan gerakan janin atau kontraksi
uterus. Ada 2 jenis perubahan frekuensi dasar, yakni sebagai berikut.

Akselerasi
Merupakan respons simpatetik, di mana terjadi peningkatan frekuensi denyut
jantung janin, suatu respons fisiologik yang baik (reaktif). Ciri-ciri akselerasi yang
normal adalah amplitudo > 15 dpm, lamanya sekitar 15 detik dan terjadi paling
tidak 2 kali dalam waktu rekaman 20 menit.Yang penting dibedakan antara
akselerasi oleh karena kontraksi dan gerakan janin.
- Akselerasi yang seragam (Uniform Acceleration). Terjadinya akselerasi
sesuai denga kontraksi uterus
- Akselerasi yang bervariasi (Variable Acceleration) (Gambar l9-4).
Terjadinya akselerasi sesuai dengan gerakan atau rangsangan pada janin.

Deselerasi
Merupakan respons parasimpatis (n.vagus) melalui reseptor-reseptor (baroreseptor/
kemoreseptor) sehingga menyebabkan penumnan frekuensi denyut jantung janin.

13
Deselerasi dini
Ciri-ciri deselerasi dini adalah sebagai berikut :
- Timbul dan menghilangnya bersamaan/sesuai dengan kontraksi utems. Gambaran
deselerasi ini seolah merupakan cermin kontraksi uterus.
- Penurunan amplitudo tidak lebih dari 20 dpm.
- Lamanya deselerasi kurang dari 90 detik.
- Frekuensi dasar dan variabilitas masih normal.
Deselerasi dini sering terjadi pada persalinan normal/fisiologis di mana terjadi
kontraksi uterus yang periodik dan normal. Deselerasi ini disebabkan oleh
penekanan kepala janin oleh jalan lahir yang mengakibatkan hipoksia dan
merangsang refleks vagal.

Deselerasi Variabel
Ciri-ciri deselerasi variabel ini adalah:
- Gambaran deselerasi yang bervariasi, baik saat timbulnya,lamanya, amplitudo
maupun bentuknya.

14
- Saat dimuiai dan berakhirnya deselerasi terjadi dengan cepat dan penurunan
frekuensi dasar denyut jantung janin (amplitudo) bisa sampai 60 dpm.
- Biasanya terjadi akselerasi sebelum (akselerasi pradeselerasi) atau sesudah
(akselerasi
Pasca deselerasi) terjadinya deselerasi.
- Deselerasi variabel dianggap berat apabila memenuhi rule of sixry yaitu deselerasi
mencapai 60 dpm atau lebih di bawah frekuensi dasar denyut jantung janin dan
lamanya deselerasi lebih dari 60 detik.
- Bila terjadi deselerasi variabel yang berulang terlalu sering atau deselerasi variabel
yang memanjang (Prolonged) harus waspada terhadap kemungkinan teriadinya
hipoksia janin yang berlanjut. Deselerasi variabel ini sering terjadi akibat
penekanan tali pusat pada masa hamil atau kala I. Penekanan tali pusat ini bisa oleh
karena lilitan tali pusat, tali pusat tumbung, atau jumlah air ketuban berkurang
(oligohidramnion). Selama variabilitas denyut jantung janin masih baik, biasanya
janin tidak mengalami hipoksia yang berarti. Penanganan yang dianjurkan pada
keadaan ini adalah perubahan posisi ibu, reposisi tali pusat bila ditemukan adanya
tali pusat terkemuka atau menumbung, pemberian oksigen pada ibu, amnio-
infwsioz untuk mengatasi oligohidramnion bila memungkinkan, dan terminasi
persalinan bila diperlukan.

Keterangan : deselerasi variabel. FHR internal yang dimonitor pada kecepatan


1cm/menit (grafik teratas), 2cm/menit (grafik tengah) dan 3cm/menit (grafik
terbawah)

15
Deselerasi lambat
Ciri-ciri deselerasi lambat adalah sebagai berikut.
- Timbulnya sekitar 20 - 30 detik setelah kontraksi uterus dimulai.
- Berakhirnya sekitar 20 - 30 detik setelah kontraksi uterus menghilang.
- Lamanya kurang dari 90 detik (rata-rata 40 - 60 detik).
- Timbul berulang pada setiap kontraksi dan beratnya sesuai dengan intensitas
kontraksi uterus.

16
Frekuensi dasar denyut jantung janin biasanya normal atau takikardi ringan, akan
tetapi pada keadaan hipoksia yang berat bisa bradikardi. Adapun deselerasi lambat
dapat terjadi pada beberapa keadaan yang pada dasarnya semuanya bersifat
patologis. Penurunan aliran darah pada sirkulasi ibu akan menyebabkan janin
mengalami hipoksia. Apabila janin masih mempunyai cadangan O2 yang
mencukupi dan masih mampu mengadakan kompensasi keadaan tersebut, maka
tidak tampak adanya gangguan pada gambaran kardiotokografi selama tidak ada
stres yang lain. Bila terjadi kontraksi uterus, maka aliran darah ke plasenta akan
semakin berkurang dan akan memperberat keadaan hipoksia janin. Keadaan
terakhir ini akan menyebabkan rangsangan pada kemoreseptor dan n. vagus dan
terjadilah deselerasi lambat rersebut. Jarak waktu antara timbulnya kontraksi dan
terjadinya deselerasi sesuai dengan waktu yang diperlukan untuk rangsangan
kemoreseptor dan n. vagus. Pada fase awal, di mana tingkat hipoksia belum sampai
menyebabkan hipoksia otak dan tubuh masih mampu mengadakan kompensasi
untuk mempertahankan sirkulasi otak, variabilitas denyut jantung janin biasanya
masih normal. Akan tetapi, bila keadaan hipoksia makin berat atau berlangsung
lebih lama maka jaringan otak akan mengalami hipoksia dan otot jantung pun
mengalami depresi oleh karena hipoksia. Sebagai akibatnya adalah variabilitas
denyut jantung janin akan menurun dan akhirnya menghilang sebelum janin
akhirnya mati dalam rahim. Penanganan apabila ditemukan suatu deselerasi lambat
adalah memberikan infus, ibu tidur miring, berikan oksigen, menghentikan
kontraksi uterus dengan obat-obat tokolitik, dan segera direncanakan terminasi
kehamilan dengan seksio sesarea. Hasil rekaman kardiotokografi yang normal pada
umumnya memberikan gambaran Frekuensi dasar denyut jantung janin sekitar 120
- 160 dpm. Variabilitas denyut jantung janin antara 6 - 25 dpm. Terdapat akselerasi
Tidak terdapat deselerasi atau kalaupun ada hanya suatu deselerasi dini. Dalam
praktik sehari-hari sering dijumpai gambaran kardiotokografi yang menyimpang
dari normal. Namun, saat lahir bayi dalam kondisi baik, sebaliknya juga ditemukan
keadaan di mana hasil kardiotokografi normal, tetapi ternyata bayi lahir dalam
kondisi asfiksia. Hal ini menunjukkan bahwa kesalahan dalam memberikan
kesimpulan pada hasil kardiotokografi sering terjadi. Oleh karena itu, diperlukan
kemampuan yang memadai untuk dapat menyimpuikan hasil pemeriksaan

17
kardiotokografi, sehingga pemeriksaan kardiotokografi mempunyai nilai ketepatan
yang cukup memadai dalam menentukan diagnosis.

Keterangan : deselerasi terlambat. FHR eksternal yang dimonitor dalam kecepatan


1cm/menit (grafik teratas), 2cm/menit (grafik tengah), dan 3 cm/menit (grafik
terbawah).

18
II.6 Interpretasi CTG
II.6.1. Non-Stress Test (NST)
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai hubungan gambaran DJJ dan aktivitas
janin. Cara pemeriksaan ini dikenal juga dengan nama aktokardiografi, atau fetal
activity acceleration determination (FAD; FAAD). Penilaian dilakukan terhadap
frekuensi dasar DJJ, variabilitas, dan timbulnya akselerasi yang menyertai gerakan
janin.
Tehnik pemeriksaan NST
1. Pasien berbaring dalam posisi semi-Fowler, atau sedikit miring ke kiri.
Halini berguna untuk memperbaiki sirkulasi darah ke janin dan mencegah
terjadinya hipotensi.

19
2. Sebelum pemeriksaan dimulai, dilakukan pengukuran tensi, suhu,
nadi,dan frekuensi pernafasan ibu.Kemudian selama pemeriksaan
dilakukan,tensi diukur setiap 10-15 menit (hasilnya dicatat pada kertas
KTG).
3. Aktivitas gerakan janin diperhatikan dengan cara:
a. Menanyakan kepada pasien.
b. Melakukan palpasi abdomen.
c. Melihat gerakan tajam pada rekaman tokogram (kertas KTG). Bila
dalam beberapa menit pemeriksaan tidak terdapat gerakan
janin,dilakukan perangsangan janin, misalnya dengan
menggoyang kepala ataubbagian janin lainnya, atau dengan
20ntrau rangsang vibro-akustik(dengan membunyikan bel, atau
dengan menggunakan alat khusus untukbkeperluan tersebut).
4. Perhatikan frekuensi dasar DJJ (normal antara 120 – 160 dpm).
5. Setiap terjadi gerakan janin diberikan tanda pada kertas KTG.
6. Perhatikan variabilitas DJJ (normal antara 5 – 25 dpm).
7. Lama pemeriksaan sedikitnya 20 menit
Interpretasi NST
1. Reaktif :
- Terdapat gerakan janin sedikitnya 2 kali dalam 20 menit, disertai dengan
akselerasi sedikitnya 15 dpm.
- Frekuensi dasar djj di luar gerakan janin antara 120 – 160 dpm.
- Variabilitas djj antara 5 – 25 dpm
2. Non Reaktif :
- Tidak terdapat gerakan janin dalam 20 menit, atau tidak terdapat akselerasi
pada gerakan janin.
- Frekuensi dasar djj abnormal (kurang dari 120 dpm, atau lebih dari 160
dpm).
- Variabilitas djj kurang dari 2 dpm
3. Meragukan :
- Gerakan janin kurang dari 2 kali dalam 20 menit, atau terdapat akselerasi
yang kurang dari 15 dpm.

20
- Frekuensi dasar djj abnormal
- Variabilitas djj antara 2 – 5 dpm

Hasil NST yang reaktif biasanya diikuti dengan keadaan janin yang baik sampai
1 minggu kemudian (spesifisitas 95% - 99%). Hasil NST yang non-reaktif
disertai dengan keadaan janin yang jelek (kematian perinatal, nilaiApgar
rendah, adanya deselerasi lambat intrapartum), dengan sensitivitas sebesar
20%. Hasil NST yang meragukan harus diulang dalam waktu 24 jam. Oleh
karena rendahnya nilai sensitivitas NST, maka setiap hasil NST yang non-
reaktif sebaiknya dievaluasi lebih lanjut dengan contraction stress test (CST),
selama tidak ada kontraindikasi.

II.6.2 Contraction Stress Test (CST)


Pemeriksaan ini menilai hubungan gambaran djj dan kontraksi uterus. Dalam
pemeriksaan ini dilakukan pengamatan terhadap frekuensi dasar DJJ,variabilitas,
dan perubahan intrauterine djj akibat kontraksi uterus.

Tehnik pemeriksaan CST


1. Pasien berbaring dalam posisi semi-Fowler, atau sedikit miring ke kiri.
2. Sebelum pemeriksaan dimulai, dilakukan pengukuran tensi, suhu, nadi,dan
frekuensi pernafasan ibu. Kemudian selama pemeriksaan dilakukan,tensi
diukur setiap 10-15 menit (dicatat pada kertas KTG).
3. Perhatikan timbulnya kontraksi uterus, yang dapat dilihat pada kertas KTG.
Kontraksi uterus dianggap adekuat bila terjadi 3 kali dalam 10 menit.
4. Bila tidak terjadi kontraksi uterus setelah beberapa menit
pemeriksaan,dilakukan stimulasi, misalnya dengan cara Pemberian
oksitosin (inhalasi,sublingual, atau 21ntrau). Stimulasi dilakukan sampai
timbul kontraksi yangadekuat. Apabila selama stimulasi terjadi deselerasi
lambat meskipunkontraksi belum adekuat, maka pemeriksaan harus segera
dihentikan danhasilnya dinyatakan positif.
5. Pengamatan dilakukan terhadap frekuensi dasar DJJ, variabilitas, dan
perubahan intrauterine djj akibat kontraksi.

21
6. Pemeriksaan dianggap cukup bila didapatkan kontraksi yang adekuatselama
10 menit. Stimulasi oksitosin harus segera dihentikan, dan pasiendiawasi
terus sampai kontraksi menghilang.

Interpretasi CST
Negatif
- Frekuensi dasar djj normal.
- Variabilitas DJJ normal.
- Tidak terdapat deselerasi lambat.
Positif
- Deselerasi lambat yang persisten pada setiap kontraksi.
- Deselerasi lambat yang persisten meskipun kontraksi tidak adekuat
- Deselerasi intrauterine berat yang persisten pada setiap kontraksi
Variabilitas DJJ berkurang atau menghilang
Mencurigakan
- Deselerasi lambat yang intermiten pada kontraksi yang adekuat.
- Deselerasi inntraute (derajat ringan atau sedang) Frekuensi dasar djj
=abnormal
Klasifikasi CTG4
Normal Meragukan Patologis
Baseline 120-160 x/menit Tidak ada atau <100x/menit
Variabilitas 5-25 x/menit setidaknya ada Penurunan
satu ciri ciri dari variabilitas.
suatu hal yang Peningkatan
normal, namun variabilitas. Pola
tidak ada gejala sinusoidal
Deselerasi Tidak ada patologis Terdapat
deselerasi deselerasi
berulang* berulang atau
deselerasi
berkepanjangan
lebih dari 30 menit

22
(atau >20 menit
jika terdapat
penurunan
variabilitas)
Interpretasi Tidak ada Probabilitas Probabilitas tinggi
hipoksia/asidosis rendah untuk terhadap
terjadi hipoksia/asidosis
hipoksia/asidosis
Management Tidak ada Perbaiki penyebab Segera perbaiki
klinis intervensi reversible jika penyebab
diidentififasi, reversible.
monitoring ketat
atau terapi
tambahan

II.7 Resusitasi Intrauterine1,3


Tindakan resusitasi intrauterine dilakukan untuk memperbaiki sirkulasi dan
oksigenasi pada janin yang mengalami hipoksia intrauterine. Beberapa tindakan
yang bisa dikerjakan antara lain:
1. Perbaikan sirkulasi:
a. Pasien dibaringkan dalam posisi semi-Fowler atau sedikit miringke
kiri.
b. Pemberian tokolisis bila terdapat kontraksi.
c. Menormalkan tekanan darah bila terdapat hipertensi atau hipotensi
d. Amnioinfusi, bila terdapat oligohidramnion.
2. Perbaikan oksigenasi:
a. Pemberian oksigen.
b. Perbaikan anemia

23
24
BAB III
KESIMPULAN

Salah satu upaya untuk menurunkan angka kematian perinatal yang


disebabkan oleh penyulit-penyulit hipoksia janin dalam rahim antara lain dengan
melakukan pemantauan kesejahteraan janin. Pada dasarnya pemantauan ini
benujuan untuk mendeteksi adanya gangguan yang berkaitan dengan hipoksia
janin, seberapa jauh gangguan tersebut, dan akhirnya menentukan tindak lanjut dari
hasil pemantauan tersebut. Kardiotokografi (KTG) merupakan salah satu alat
elektronik yang digunakan untuk tujuan di atas, melalui penilaian pola denyut
jantung janin dalam hubungannya dengan adanya kontraksi ataupun aktivitas janin
Dalam mengambil kesimpulan adanya gawat janin serta bagaimana
pengelolaan selanjutnya, perlu dipertimbangkan macam-macam faktor pada ibu
(stress kehamilan, penyakit ibu, demam, onat-obatan) faktor janin (premature,
pertumbuhan janin terhambat, cacat janin) serta data klinik lainnya sehingga
tindakan yang akan diambil benar-benar merupakan tindakan yang diperlukan.

25
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. National Institute for Clinical Excellence. The use of electronic


fetalmonitoring.UK, 2003. Di down-load dari http://www.nice.org.uk
2. Karsono B. Kardiotokografi : Pemantauan Elektronik Denyut
JantungJanin. Bagian Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSUPN Dr.
CiptoMangunkusumo, Jakarta.
3. ACOG. The use of electronic fetal monitoring :The use and interpretation
of cardiotocography in intrapartum fetal surveillance. Evidence-based
Clinical Guideline Number8.2017
4. FIGO, 2015, classification of CTG. Revised guidelines on intrapartum fetal
monitoring.
5. Diogo Ayres-de-Campos, Catherine Y. Spong, Edwin Chandraharan 2015,
FIGO CONSENSUS GUIDELINES ON INTRAPARTUM FETAL
MONITORING, Safe Motherhood and Newborn Health Committee.
6. Sarwono 2014, edisi V, ilmu kebiadanan PT bina pustaka sarwono
prawirohardjo, Jakarta : Indonesia

26

Anda mungkin juga menyukai