Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lanjut usia adalah seseorang dengan usia 65 tahun atau lebih yang terkadang
menimbulkan masalah social , tetapi bukanlah suatu penyakit melainkan suatu proses tubuh
meliputi terjadinya pr-oses perubahan sel- sel dalam tubuh , ketidaknormalan kromosom dan
penurunan fungsi organ dalam tubuh . Sekitar 65% dari lansia yang mengalami gangguan
kesehatannya, dan 35 % hidup sendiri. Secara individu, pengaruh proses menua dapat
menimbulkan berbagai macam masalah, baik masalah secara fisik, biologis, mental maupun
masalah social ekonomi (Nies % Mc Ewen , 2007, Tamher & Noorkasiani, 2009)

Menurut WHO, pada tahun 2015 populasi penduduk dunia yang berusia 60 tahun atau
lebih, mencapai 900 jiwa. Dewa ini terdapat 125 juta jiwa yang berusia 80 tahun atau lebih. Pada
tahun 2050, diperkirakan mencapai 2M jiwa diseluruh dunia. (Abdul & Sandu, 2016)

Kemandirian sangat penting dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia. Dengan


pemikiran para lansia, diakui sebagai karakteristik yang unik . Kemandirian pada lansia dinilai
dari kemampuannya melakukan aktifitas. Secara indifidu, pengaruh proses menua dapat
menimbulkan berbagai macam masalah, baik fisik, biologis, mental maupun social ekonomi
(Abdul & Sandu, 2016)

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Untuk dapat memahami tentang perbedaan kebutuhan berbagai kelompok khusus
(lansia)
1.2.2 Untuk dapat mengetahui perubahan – perubahan yang terjadi pada lansia
1.2.3 Untuk dapat memahaniaspek legal, etika, norma dan budaya dalam pengkajian
keperawatan kelompok khusus
1.2.4 Untuk dapat memahami prinsip komunikasi pada kelompok khusus

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perbedaan Kebutuhan Berbagai Kelompok Khusus (Lansia)

Lansia membutuhkan beberapa kebutuhan dasar dala kehidupannya sehari-hari, tetapi


banyak pula lansai yang kebutuhan dasarnya tidak terpenuhi, sehingga kebutuhan lansia menjadi
terlungka-lyngka. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Setiti S.G ( 2007, Sukesi, 2011).
Beberapa kebutuhan dasar lansia dibawah ini ( Mia Fatma Ekasari, 2018)

1. Kebutuhan Fisik
Kebutuhan lansia secara fisik meliputi sandang, pangan, papan, kesehatan dan
spiritual. Kebutuhan makan umumnya 3 x sehari atau 2 x sehari. Makanan yang tidak
keras, tidak asin dan tidak berlemak. Kebutuhan sandang, dibutuhkan pakaian nyaman
untuk dipakai. Kebutuhan papan, secara umum membutuhkan rumah untuk tempat
tinggal. Lansia juga membuthkan fasilitas pelayanan pengobatan yang murah , rutin,
gratis dan terjangkau
2. Kebutuhan Psikologis
Kondisi lansia yang rentan secara psikologis membutuhkan lingkungan yang
mengerti dan memahami mereka. Lansia membutuhkan teman yang sabar, yang mengerti
dan memahami kondisinya
3. Kebutuhan social
Lansia membutuhkan orang-orang dalam menjalin hubungnan social, terutama
kerabat juga teman sebaya serta sekelompok kegiatan dan masyarakat di lingkungan
4. Kebutuhan ekonomi
Lansia memasuki masa pension dan juga mengalami kelemahan fisik, sehingga
secara financial lansia memiliki keterbatasan ekonomi. Lansia membutuhkan bantuan
sumber keuangan, terutama yang berasala dari kerabatnya

2
5. Kebutuhan spiritual
Lansia banyak mengisi waktunya untuk beribadah. Lansia membutuhkan dan
mendapatkan ketenangan jiwa, pencerahan dan kedamaian melalui kegiatan ibadah yang
dilakukan. Lansia juga menginginkan anak-anak dan cucunya saat beribadah

2.2 Perubahan-Perubahan yang Terjadi Pada Lansia

Semakin bertambahnya umur manusia terjadi proses penuaan secara degenerative yang
akan berdampak pada perubahan diri manusia, tidak hanya perubahan fisik tetapi juga kognitif,
perasaan , social dan seksual ( Azizah dan Lilik M , 2001)

A. Perubahan fisik
1. System indera
Pada system pendengaran akan terganggu daya pendengaran pada telinga bagian
dalam terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas,
sulit dimengerti kata-kata, 50 % terjadi pada usia diatas 50 tahun
2. System integument
Pada lansia sulit akan mengalami atrofi, kendur, tidak elastis dan kering. Kulit
akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan berbecak
3. System muskoloskeletal
Perubahan system muskoloskeletal pada lansia yaitu terdapat pada jaringan
penghubung ( kolagen dan elastin), kartilago, tulang, otot dan sendi. Kolagen sebagai
pendukung utama kulit , tendon, tulanng, kartilago dan jaringan pengikat mengalami
perubahan yang tidak teratur. Pada tulang akan berkurangnya kepadatan tulang sehingga
akan mengakibatkan osteoporosis dan akan menyebabkan nyeri dan fraktur. Pada otot
akan mengalami penurunan jumlah dan serabut otot
4. System kardiofaskuler
Perubahan pada system kardiofaskuler pada lansia adalah masa jantung akan
bertambah, ventrikel kiri akan mengalami hipertropi sehingga peregangan jantung akan
berkurang

3
5. System respirasi
Pada proses penuaan terjadi perubahan ikat paru, kapasitas total paru tetap tetapi
volume cadangan paru bertambah untuk mengkompensasi kenaikan ruang paru udara
yang mengalir ke paru berkurang. Perubahan pada otot, kortilago dan sendi torak
mengakibatkan gerakan pernafasan terganggu
6. Pencernaan dan metabolisme
Perubahan yang terjadi pada system pencernaan, seperti penurunan reproduksi
sebagai penurunan reproduksi sebagai kemunduran fungsi yang nyata karena kehilangan
gigi, indera pengecap menurun, rasa lapar menurun, liver ( hati) makin mengecil dan
menurunnya tempat penyimpanan dan menurunnya aliran darah
7. System perkemihan
Pada system perkemihan akan terjadi perubahan yang signifikan. Banyak fungsi
yang akan mengalami pengunduran, contohnya laju filtrasi, ekskresi dan reabsorbsi oleh
ginjal
8. System saraf
System susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atropi yang progresif
pada serabut saraf lansia. Lansia akan mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan
dalam melakukan aktifitas sehari-hari
9. System reproduksi
Perubahan system reproduksi ditandai dengan menciutnya ovary dan uterus.
Terjadi atropi payudara . Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi sperma
meskipun adanya penurunan secara berangsur- angsur

B. Perubahan Kognitif

Adanya perubahan koognitif yang terjadi pada lansia meliputi berjurangnya kemampuan
meningkatkan fungsi intelektual, berkurangnya efesiensi tranmusi saraf di otak (menyebabkan
proses informasi melambat dan banyak informasi hilang selama tranmisi ), berkurangnya
kemampuan mengakumulasi informasi baru dan mengambil informasi dari memori, serta
kemampuan mengingat kejadian masa lalu lebih baik dibandingkan kemampuan mengingat
kejadian yang baru saja terjadi.(Mia Fatma Ekasari, 2018)

4
Penurunan menyeluruh pada sistem saraf pusat dipercaya sebahai kontributor utama
perubahan dalam kemampuan koognitif dan efisiensi dalam pemerosesan informasi. Penurunan
terkait penuaan ditunjukkan dalam kecepatan, memori jangka pendek, memori kerja dan memori
jangka panjang. Perubahan ini telah dihubungkan dengan perubahan pada struktur dan fungsi
otak. Raz dan Rodrigue menyebutkan garis besar dari berbagai perubahan post mortem pada
otak lanjut usia, meliputi volume dan berat otakyang berkurang, pembesaran ventrikel dan
hilangnya sel-sel saraf. (Mia Fatma Ekasari, 2018)

C. Perubahan Mental

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah pertama-tama perubahan


fisik, khususnya organ perasa, kesehatan umum, tingkat pendidikan , keturunan ,lingkungan,
gangguan saraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian, gangguan konsep diri akibat
kehilangan- kehilangan jabatan, rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan
teman dan keluarga, serta hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran
diri, perubahan konsep diri. (Siti Nur Khalifah, 2016)

D. Perubahan Spiritual

Agama dan kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya. Lansia semakin matang
dalam kehiduoan keagamaan, hal ini terlihat dalam berfikir dan bertindak sehari-hari. (Siti Nur
Khalifah, 2016)

E. Perubahan Psikososial

Menurut Siti Nur Khalifah (2016), perubahan psikososial terdiri dari ::

1. Kesepian

Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat meninggal terutama jika lansia
mengalami penurunan kesehatan, seperti menderita penyakit fisik berat, gangguan
mobilitas dan gangguan sensorik terutama pendengaran.

5
2. Duka Cita

Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan hewan kesayangan


dapat meruntuhkan pertahanan jiwa yang telah rapuh pada lansia. Hal tersebut dapat
memicu terjadinya gangguan fisik dan kesehatan.

3. Depresi

Duka cita yang berlanjut akan menimbulkan perasaan kosong, lalu diikuti dengan
keinginan untuk menagis yang berlanjut menjadi suatu episode depresi . Depresi juga
dapat disebabkan karena stress lingkungan dan menurunnya kemampuan adaptasi.

4. Gangguan Cemas

Dibagi dalam beberapa golongan : fobia, panic, gangguan cemas umum,


gangguan stress setelah trauma dan gangguan obsesif kompulsif, gangguan-gangguan
tersebut merupakan kelanjutran dari dewasa muda dan berhubungan dengan sekunder
akibat penyakit medis, depresi, efek samping obat, atau gejala penghentian mendadak
dari suatu obat.

5. Parafrenia

Suatu bentuk skizofrenia pada lansia, ditandai dengan waham (curiga), lansia
sering merasa tetangganya mencuri barang-barangnya atau berniat membunuhnya.
Biasanya terjadi pada lansia yang terisolasi /diisolasi atau menarik diri dari kegiatan
social.

6. Sindroma Diogenes

kelainan dimana lansia menunjukkan penampilan peilaku sangat mengganggu.


Rumah atau kamar kotor dan bau karena lansia bermain – main dengan feses dan urinnya,
sering menumpuk barang dengan tidak teratur, walaupun telah dibersihkan, keadaan
tersebut dapat terulang kembali.

6
Menurut Nugroho (2000) perubahan pada lansia adalah :

A. Perubahan fisik
1. Sel
Jumlahnya menjadi sedikit, ukurannya lebih besar , berkurangnya cairan intra
seluler, menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal dan hati. Jumlah sel otak
menurun, terganggunya metabolisme perbaikan sel.
2. System persyarafan
Respon menadi lambat dan hubungan antara persyarafan menurun, berat otak
menurun 10-20 % , mengecilnya saraf panca indera sehingga mengakibatkan
berkurangnya respon penglihatan dan pendengaran, mengecilnya syaraf penciuman dan
perasa, lebih sensitive terhadap suhu, ketahanan tubuh terhadap dingin rendah, kurang
sensistiv terhadap sentuhan
3. System penglihatan
Menurun lapang pandang dan daya akomodasi mata, lensa lebih suram
(kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, pupil timbul sklerosis, daya membedakan warna
menurun.
4. System pendengaran
Hilangnya atau turunnya daya pendengaran, terutama pada bunyi suara atau nada
yang tinggi, suara tidak jelas, sulit mengerti kata-kata , 50% terjadi pada lansia diatas
umur 65 tahun, membran timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis
5. System kardiovaskuler
Katup jantung menebal dan menjadi kaku karena kemampuan jantung menurun
1% setiap tahun sesudah kita berumur 20 tahun, sehingga pembuluh darah kehilangan
sensitivitas dan elastisitas pembuluh darah.Berkurangnya efektifuitas pembuluh darah
perifer untuk oksigenasi, misalnya perubahan posisi dari tidur ke duduk, atau duduk ke
berdiri bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg dan tekanan darah
meninggi karena meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer
6. System pengaturan temperature tubuh
Pengaturan suhu hipotalamus yang dianggap bekerja sebagai suatu thermostat
(menetapnya suatu suhu tertentu). Kemunduran terjadi karena beberapa factor yang
mempengaruhi yang sering ditemukan adalah temperature tubuh menurun, keterbatasan

7
reflex menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi
aktifitas otot rendah
7. System respirasi
Paru-paru kehilangan elastisitas, sehingga kapasitas residu meningkat,
mengakibatkan menarik nafas labih berat, kapasitas penarikan maksimum menurun dan
kedalaman nafas menurun pula. Selain itu kemampuan batuk meurun , O2 arteri menurun
dan CO2 arteri tidak menurun
8. System gastrointestinal
Banyak gigi yang tanggal, sensitivitas indera pengecap akan menurun, pelebaran
esophagus, rasa lapar akan menurun, asam lambung menurun, waktu pengosongan
menurun, peristaltic lemah, sering timbul konstipasi, fungsi absorbsi menurun
9. System urinaria
Otot-otot pada vesika urinaria melemah dan kapasitasnya menurun sampai 200
mg, frekuensi BAB meningkat, pada wanita sering terjadi atrofi vulva , selaput lendir
mengering, elastisitas jaringan menurun, dan disertai dengan penurunan frekuensi seksual
interprouse berefek pada seks sekunder
10. System endokrin
Reproduksi hampir semua hormone menurun (ACTH, TSH, FSH, LH)
penurunan sekresi hormone kelamin misalnya : estrogen, progesterone dan testosterone
11. System kulit
Kulit akan menjadi keriput dan akan mengkerut karena kehilangan proses
keratinisasi dan kehilangan jaringan lunak, berkurangnya elastisitas akibat penurunan
cairan dan vaskularisasi , kuku jari menjadi keras dan rapuh, kelenjar keringat akan
kurang jumlahnya serta fungsinya
12. Sistem muskoloskeletal
Tulang kehilangan cairan dan rapuh, kifosis, penipisan dan pemendekan tulang,
persendian membesar dan kaku, tendon mengkerut dan menagalami sklerosis , atrofi
serabut otot sehingga gerakan menjadi lamban, otot akan mudah menjadi keram dan
tremor.

8
B. Perubahan psikososial
1. Penurunan kondisi fisik
Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi
baik yang bersifat psikologis berganda (multiple pathology) , misalnya tenaga berkurang,
energy menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh,dsb. Secara
umum kondisi fisik seseorang yang telah memasuki masa lansia mengalami penurunan
secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi
fisik, psikologik maupun social yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan
ketergantungan pada orang lain. (Siti Nur Khalifah, 2016)
Seorang lansia dapat menjaga kondisi fisik yang sehat, yaitu menyelaraskan
kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologis maupun sosial, dengan cara
mengurangi kegiatan yang bersifat melelahkan secara fisik. Seorang lansia harus mampu
mengatur cara hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja secara
seimbang. (Siti Nur Khalifah, 2016)

2. Penurunan fungsi dan potensi seksual


Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lansia sering kali berhubungan dengan
berbagai gangguan fisik seperti : Gangguan jantung, gangguan metabolisme (diabetes
melitus, vaginitis), baru selesai operasi: Prostatektomi), kekurangan gizi, karena
pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang, penggunaan obat-obat
tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer. (Siti Nur Khalifah, 2016)
Factor psikologis yang menyertai lansia yaitu :
a. Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual
b. Sikap keluarga atau masyrakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi
dan budaya
c. Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupan
d. Pasangan hidup telah meninggal
e. Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya
misalnya cemas, depresi, pikun, dsb.

9
3. Perubahan aspek psikososial
Pada umumnya setelah seorang lansia mengalami penurunan fungsi kognitif dan
psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian,
perhatian dan lain-lain, sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjasi makin
lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan
dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi yang berakibar bahwa
lansia menjadi kurang cekatan. (Siti Nur Khalifah, 2016)
Penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek
psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia. Beberapa perubahan
tersebut dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia sebagai berikut :
a. Tipe kepribadian Konstruktif, biasanya tipe ini tidak banyak mengalami gejolak,
tenang dan mantap sampai sangat tua.
b. Tipe kepribadian mandiri, pada tipe ini ada kecendrunagn mengalami post power
syndrome, apalagi jika pada masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat
memberikan otonomi pada dirinya.
c. Tipe kepribadian tergantung, pada tipe ini biasanya sangat dipengaruhi oleh
kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada masa
lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang
ditinggal akan menjadi merana, apalagi jika tidak segera bangkit dari kedukaannya
d. Tipe kepribadian bermusuhan, pada tipe ini setelah memasuki lansia tetap merasa
tidak puas dengan kehidupannya , banyak keinginan yang kadang-kadang tidak
diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi ekonominya menjadi
morak-marit.
e. Tipe kepribadian kritik diri, pada lansia tipe ini pada umumnya terlihat sengsara,
karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah
dirinya.

4. Perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan


Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pension. Meskipun tujuan ideal
pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun
dalam kenyataanya sering diartikan sebaliknya, karena pension sering diartikan sebagai

10
kehilangan penghasilan , kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri.
Reaksi orang setelah memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model
kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada point tiga diatas. (Siti Nur Khalifah,
2016)
Kenyataan ada menerima, ada yang takut kehilangan . ada yang merasa senang
memiliki jaminan hari tua dan ada juga yang seolah-olah acuh terhadap pensiun (pasrah).
Masing-masing sikap tersebut sebenarnya punya dampak bagi masing-masing individu,
baik positif maupun negative. Dampak positif lebih menenteramkan diri lansia dan
dampak negative akaj mengganggu kesejahteraan hidup lansia. Agar pensiun lebih
berdampak positif sebaiknya ada masa persiapan pensiun yang benar-benar diisi dengan
kegiatan-kegiatan untuk mempersiapkan diri, bukan hanya diberi waktu untuk masuk
kerja atau tidak dengan memperoleh gaji penuh. (Siti Nur Khalifah, 2016)
Persiapan tersebut dilakukan secara berencana, terorganisasi dan terarah bagi
masing-masing orang yang akan pensiun. Jika perlu dilakukan assessment untuk
menentukan arah minatnya agar tetap memiliki kegiatan yang jelas dan positif. Untuk
merencanakan kegiatan setelah pensiun dan memasuki masa lansia dapat dilakukan
pelatihan yang sifatnya memantapkan arah minatnya masing-masing. Misalnya cara
berwiraswasta, cara membuka usaha sendiri yang sangat banyak jenis dan macamnya.
(Siti Nur Khalifah, 2016)

3. Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat


Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik, dan
sebagainya maka timbul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia.
Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat bekurang, penglihatan kabur
dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah
dengan selalu mengajak mereka melakukan aktifitas, selama yang bersangkutan masih
sanggup, agar merasa tidak terasing atau diasingkan. Karena itu keterasingan terjadi akan
semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan kadang-kadang terus
muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan
barang-barang tak berguna seperti anak kecil. (Siti Nur Khalifah, 2016)

11
Menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang memiliki
keluarga masih sangat beruntung karena angota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak
saudara bahkan kerabat umumnya ikut membantu memelihara (care) dengan penuh
kesabaran dan pengorbanan. Namun bagi lansia yang tidak punya keluarga atau sanak
saudara karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup namun tidak punya anak
dan pasangannya sudah meninggal, atau punya pasangan hidup namun tidak punya anak
dan pasangannya sudah meinggal, apalagi hidup sendiri di perantauan, seringkali menjadi
terlantar. (Siti Nur Khalifah, 2016)

2.3 Aspek legal, Etika, Norma, dan Budaya dalam Pengkajian Keperawatan Kelompok
Khusus ( Lansia )

A. Etik

Etik merupakan sekumpulan nilai dan aksi moral, nilai didasarkan pada prinsip yang
dimiliki oleh perorangan atau kelompok, aspek etik berhubungan dengan prinsip dan etik moral
yang mengatur mana yang baik dan buruk, permasalahan yang muncul pada konsep ini adalah
siapa yang berhak memutuskan baik dan buruk. Dalam hal ini apakah lansia , perawat atau
keluarga. Defenisi lebih luas adalah sistem nilai dari seseorang dan hubungan nilai tersebut
dalam menentukan yang baik bagi individu, maka dari tu penting bagi perawat untuk memahami
sistem nilai dan kerangka etik yang mendasari penampilan kerjanya. Nilai personal dari setiap
individu yang terlibat dalam perawatan lansia membentuk aspek etik terpenting dari layanan
kesehatan (Sofia Rhosma, 2014)

B.Hukum

Aspek legal didasarkan pada peraturan dan regulasi yang ada pada masyarakat dan
bersifat mengikat pada setiap anggota. Hukum pada suatu negara adalah sesuatu yang dapat
dirubah oleh badan legislatif. Hukum memberikan dasar bagi tenaga kesehatan dalam
memberikan pelayanan, hukum yang ada bisa saja sesuai atau bertentangan dengan nilai etik
yang dipegang. Idealnya pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan harus sesuai

12
dengan aspek legal etik, namun tidak menutup kemingkinan pelayanan yang diberikan sudah
sesuai dengan aspek legal, namun bertentangan dengan aspek etik (Sofia Rhosma, 2014)

Hal ini terjadi apabila terdapat pertentangan antara aspek legal dan etik , misalnya jika
perawat harus memandikan lansia dengan demensia. Aspek legal mengatur bahwa semua yang
tinggal diganti harus terjaga kebersihannya. Dalam melakukan tugas ini, tidak tertutup
kemungkinan dalam melakukan pengkajiannya perawat melakukan kekerasan seperti tidak
menjaga privasi klien, atau melakukakan kekerasan secara verbal, sehingga kejadian ini dapat
dideskripsikan sebagai tindakan yang sesuai secara legal, namun tidak sesuai dengan aspek etis,
perawat harus mampu memberikan aspek legal dan etis dalam kesehariannya dalam menjalankan
seluruh aktivitasnya meskipun beban kerja sangat berat (Sofia Rhosma, 2014)

Perbandingan legal dan etik

Etik Hukum
Mengkaji aksi moral dan nilai Peraturan dan regulasi yang dijadikan
Prinsip yang dibentuk dari nilai perorangan panduan formal dan bersifat ,mengikat
dan kelompok sesuia dengan nilai personal Memberikan dasar peraturan yang mengikat
individu bagi suatu profesi dalam melakukan
Penting untuk mengkaji dan memahami nilai keunikannya kadang tidak sesuai dengan
personal masing-masing supaya dapat nilai personal individu
memberikan asuhan keperawatan yang etis Harus dipahami dan daiaplikasikan dalam
setiap situasi ketika memberikan asuhan

C. Konflik dan dilema

Konflik tejadi saat kita harus menetukan pilihan diantara 2 kemungkinan. Redmann dan
Fry dalam Mauk (2006) menjelaskan terdapat 3 bentuk moral, yaitu (1) distress moral, (2)
ketidakpastian moral dan (3) dilema moral. Distress motral terjadi saat seseorang ingin
melakukan suatu hal yang benar namun terhalang oleh peraturan sosial atau tempat tinngalnya,
Ketidakpastian moral mengarah pada kebingungan individu tentang masalah moral atau nilai
moral apa yang harus diaplikasiokan pada situasi . Dilema moral terjadi saat 2 atau lebih nilai
moral yang dilakukan saling bertolak belakang, dilema sesungguhnya terjadi saat masalah yang

13
dihadapi tidak menyisakan pilihan, suatu masalah dapat dikatakan sebagai dilema ketika dalam
situasi tersebut ada keharusan untuk melakukan evaluasi dan ada suatu kebutuhan untuk
menentukan pilihan. (Sofia Rhosma, 2014)

Dilema banyak terjadi saat perawat memberikan pelayan pada klien lansia dan pada
akhirnya menimbulkan masalah etik. Perbedaan nilai dan opini dapat menimbulkan konflik
antara tenaga kesehatan dan penyedia layanan kesehatan dan hal ini akan sering terjadi pada
komunitas berbeda diman sering sekali muncul perbedaan nilai budaya, solusi yang tepat untuk
dilema etik jarang sekali ditemukan , sehingga sering dilakukan pembenaran atas keputuhan dan
tindakan untuk menyelesaikna dilema etik. Brberapa knflik dapa diselesaikan melalui dialog
beberapa memallui jalur legislasi ataupun dengan kesepakatan berdasarkan hak dasar
anggotanya. Berbagai instutusi kesehatan telah membentuk komite etik untuk menyelesaikan
dilema yang muncul dalam praktek pelayanan kesehatan. (Sofia Rhosma, 2014)

D. Prinsip moral

Prinsip moral dalam praktek sehari=hari tertuang dalam kode etik dan pernyataan nilai-
nilai organisasi yang dinyatakan oleh organisaasi profesi seperti ANA . Tujuan dibentuknya kode
etik adalah untuk memberikan panduan bagi perawat dalam mengidentifikasi tanggunga jawab
etik dan dalam mengambil keputusan sesuai dengan nilai tujuan keperawatan dan kewajiban
profesi (Sofia Rhosma, 2014)

Mauk (2006) menyebutkan ada beberapa prinsip moral yang harus dipegang oleh seorang
perawat yaitu

1. Advokasi
Advokasi menngarah pada loyalitas dan suatu upaya pemenuhan kebutuhan
individu yang membutuhkan perawat untuk mengedukasi klien sehingga klien
mengetahui haknya dan mampu mengakses kemudahan yang dituju untuknya dalam
advokasi terdapat suatu kontark sosial antara profesi perawat dan masyarakat. Advokasi
sendiri juga berdasarkan prinsip etik lainnya, seperti keadilan ( justice) dan otonomi,
dalam pelayanan kesehatan perawat membantu klien untuk dapat pelayanan kesehatan,
advokasi juga dapat dilakukan oleh perawat dengan mendukung upaya klien menjaga
otonominya dalam pengambilan keputusan jika klien dianggap masih mampu mengambil

14
keputusan, selain itu bentuk advokasi yang dapat dilakukan perawat adalah dengan
menyampaikan dan mendiskusikan keinginan klien dan keluarga terhadap pelayanan
kesehatan
2. Otonomi
Konsep otonomi mengarah pada setiap individu untuk memilih dan mengmbil
keputusan otonomi juga mengarah pada kondep menghormati orang lain dan keputusan
yang diambilnya serta merawat orang lain sebagai individu yang unik sebagai individu
yang bermatabat, otonomi setiap orang dibatasi oleh kemapuan koognitifnya , penurunan
fungsi kognitif dapat mempengaruhi kejelasan berpikir dan kemampuan klien dalam
mengambil keputusan. Pilihan otonom dibuat berdasarkan nilai dan pengalaman.
Otonomi selalu didukung oleh informed consent dan pendidikan kesehatan. Informed
consent berarti memastikan bahwa ijin telah diberikan, bukan diasumsikan, setelah proses
pendidikan kesehatan dilakukan untuk membantu klien dan keluarganya menimbang
manfaat dan resiko dari pilihan yang tersedia
3. Beneficience/ nonmalificienceal.
Konsep melakukan kebaikan (beneficience) dan tidak melakukan kekerasan
(nonmalificienceal) adalah nilai moral yang terikat dalam tindakan pemberian layanan
kesehatan. Perawata diharapkan melakukan kebaikan pada kliennya. Perawat juga harus
memperhatikan situasi yang dapat membahayakan klien.
4. Confidentiality.
Kode etik perawat yang dirumuskan oleh ANA menyebutkan pentingnya menjaga
mertabat manusia dalam melakukan pekerjaan sehari-hari. Penghormatan terhadap
martabat manusia diwujudkan dengan menjaga privasi klien dan menjaga kerahasiaan
(confidentiality).
5. Fidelity.
Kesetiaan (fidelity) diartikan sebagai menepati janji atau jujur kepada orang lain,
memegang teguh komitmen dan tanggung jawab. Kesetiaan merupakan nilai penting
yang harus dipegang oleh perawat ketika merawat klien lansia karena berhubungan
dengan rasa percaya yang telahdiberikan oleh lansia. Kesetiaan juga sangat dibutuhkan
ketika perawat bekerja dalam tim dan terwujud dalam bentuk penghormatan terhadap
rekan sejawat.

15
6. Fiduciary responsibility.
Fiduciary responsibiliy diartikan sebagai kewajiban etik perawat untuk
memberikan pelayanan terbaik pada klien maupun pada tempatnya bekerja. Hal ini
berarti perawat harus dapat menggunakan sumber daya yang ada sebijak mungkin dalam
memberikan pelayanan. Perawat harus mampu membuat analisa biaya dan manfaat (cost
benefit analysis) dalam proses pengambilan keputusan.
7. Justice.
Keadilan (justice) mengarah pada keadilan akan suatu situasi atau tindakan.
Banyak lansia yang tinggal di panti wredha yang dikelola oleh dinas sosial. Perawat yang
merawat lansia di panti wredha harus dapat memastikan bahwa semua lansia dapat
mengakses fasilitas pelayanan suportif yang diperuntukan bai mereka.
8. Quality and sancity of life.
Kualitas hidup (quality of life) mengarah pada persepsi pribadi seseorang akan
hidupnya. Kesucian hidup (sancity of life) mengaah pada nilai-nilai dalam hidup dan hak
untuk hidup. Kualitas hidup adalah persepsi berdasarkan nilai dan kepercayaan personal.
Sudut pandang kualitas hidup sangat bervariasi dan berubah tergantung pada situasi.
Peningkatan kualitas hidup dilakukan melalui pencegahan dan manajemen penyakit
kronis seperti perawtan preventif, dukungan untuk gaya hidup sehat, edukasi dan
pengkajian lingkungan untuk mencegah cedera. Sancity of life mendukung keyakinan
bahwa setiap kehidupan adalah bernilai dan nilai ini tidak ditentukan oleh fungsi ataupun
keefektifan seseorang dalam kehidupan, sebagaimana kita semua memiliki hak untuk
hidup. Kode etikperawat yang ditetapkan oleh ANA menyebutkan bahwa perawat tidak
boleh melakukan tindakan untuk mengakhiri kehidupan seseorang namun perawat harus
melakukan tindakan yang bertujuan mendukung upaya mempertahankan hidup. Seperti
berperan aktif dalam tindakan resusitasi, mengobservasi status nutrisi dan hidrasi serta
mengatasi nyeri.
9. Reciprocity
Reciprocity mengarah pada kemampuan seseorang untuk jujur pada dirinya
sendiri dan pada saat yang bersamaan juga menghormati dan mendukung nilai yang
dipegang oleh orang lain. Prinsip ini sangat penting saat terjadi perbedaan antara nilai dan
sudut pandang. Perawat harus mampu terliat aktif mencapai tujuan perawatan saat

16
rencana perawatan telah tersusun. Sikap resistensi yang pasif tidak sesuai dengan prinsip
reciprocity.
10. Veracity
Veracity berarti kejujuran, mengarah pada mengatakan hal yang sebenarnya atau
setidaknya tidak mengecoh klien atau keluarganya. Veracity merupakan dasar dari
informed consent- tanpa kejujuran dan penjelasan akan pilihan yang ada klien tidak dapat
membuat pilihan yang tepat. Ketidak mampuan berkata jujur akan mempengaruhi
kepercayaan klien.

E. Pengkajian Budaya

Pengkajian budaya merupakan pengkajian yang sistematik dan komprehensif dari nilai-
nilai pelayanan budaya, kepercayaan, dan praktik individual, keluarga, dan komunitas. Tujuan
pengkajian budaya untuk mendapatkan informasi yang signifikan dari klien sehingga perawat
dapat menerapkan kesaan pelayanan budaya. Ada beberapa model pengkajian budaya, dimana
tiap model memiliki tingkat keahlian dan pengetahuan yang berbeda-beda. Model matahari terbit
dari Leininger menggambarkan keberagaman budaya dalam kehidupan sehari-hari dan
membantu menjelaskan alasana mengapa pengkajian budaya harus dilakukan secara
komprehensif. Model tersebut beranggapan bahwa nilai-nilai pelayanan budaya, kepercayaan,
dan praktik merupakan hal yang tidak dapat diubah dalam budaya dan dimensi struktur social
masyarakat, termasuk didalamnya konteks lingkungan. Bahasa, riwayat etnik. (Sofia
Rhosma,2012)

2.4 Prinsip Komunikasi Pada Kelompok Khusus (Lansia)

A. Komunikasi Terapeutik Pada Lansia

Ciri hubungan atau komunikasi terapeutik adalah terpusat pada lansia, menghargai klien
lansia sebagai individu yang unik dan bebas, serta meningkatkan kemampuan klien lansia untuk
berpartisipasi dengan aktif dalam mengambil keputusan mengenai pengobatan dan
perawatannya. Selain itu juga dengan menghargai keluarga , kebudayaan, kepercayaan, nilai-

17
nilai hidup, dan hak asasi dari lansia. Perawat harus menghargai privasi dan kerahasiaan klien
lansia, saling percaya, saling menghargai, dan saling menerima. Hubungan membantu ini akan
lebih efektif apabila ada rasa saling percaya dan saling menerima antara perawat atau pemberi
asuhan dengan lansia. Selain itu, perawat sebagai pemberi asuhan harus menunjukkan rasa
pedulipada kliennya (lansia) dan mau membantunya. Seorang perawat atau pemberi asuhan yang
mendengarkan klien lansia tidak saja memakai telinganya tetapi seluruh eksistensi dirinya.
Perawat atau pemberi asuhan memfokuskan seluruh perhatiannya tidak pada apa yang
disampaikan lansia, tetapi bagaimana lansia itu menyampaikannya. (Abdul & Sandu, 2016)

B. Tahap Komunikasi Terapeutik Pada Lansia

Menurut Nugroho (2012), hubungan terapeutik memiliki tahapan yang meliputi tahap
prainteraksi, pengenalan, tahap kerja, dan tahap terminal.

1. Tahap 1 (Pra interaksi)


Pada tahap ini perawat atau pemberi asuhan sudah memiliki beberapa informasi
tentang klien lansia, seperti nama, alamat, umur, jenis kelamin,, riwayat kesehatan, dan
lain-lain. Pertemuan pertama dengan lansia membuat cemas perawat yang belum
mempunyai banyak pengalaman
2. Tahap II (Pengenalan)
Perawat dan klien lansia saling mengenal dan mencoba menumbuhkan rasa
percaya satu sama lain. Pada tahap pertemuan ini, perawat atau pemberi asuhan
mengusahakan untuk membuat klien lansia merasa nyaman dengan beberapa interaksi
sosial, seperti membicarakan tentang cuaca. Ada kemungkinan perawat atau pemberi
asuhan melihat sikap penolakan dari lansia, hal ini mungkin karena lansia belum siap
untuk mengungkapkan dan menghadapi masalahnya, ada rasa malu unyuk mengakui
bahwa lansia memerlukan bantuan, tidak siap mengubah pola tingkah laku yang
menyebabkan masalah kesehatannya, dan lain sebagainya.

18
3. Tahap III (Kerja)

Faktor usia tua, penurunan pendapatan, tidak mempunyai pekerjaan, penyakit


neurologis, adanya katarak, penurunan tingkat aktivitas fisik, dan ketidakmampuan fungsi
mempengaruhi kemampuan lansia dalam beraktivitas.

4. Tahap IV (Terminal)
Dapat disertai berbagai macam perasaan, mungkin lansia merasa kehilangan
sesuatu, merasa bimbang tentang kemampuannya tanpa bantuan dari perawat atau
pemberi asuhannya. Perawat perlu mengungkapkan ketersediaanya membantu
biladiperlukan agar klien lansia merasa aman,

C. Proses Komunikasi Pada Lansia


Menurut Jeanny Ivones (2010), proses komunikasi lansia sebagai berikut :
1. Perawat membuka wawancara dengan memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan dan
lama wawancara.
2. Berikan waktu yang cukup kepada pasien untuk menjawab, berkaitan dengan
pemunduran kemampuan untuk merespons verbal.
3. Gunakan kata-kata yang tidak asing bagi klien
4. Gunakan pertanyaan yang pendek dan jelas
5. Perawat dapat memperlihatkan dukungan dan perhatian dengan memberikan respons
nonverbal, seperti kontak mata secara langsung, duduk, dan menyentuh pasien.
6. Perawat harus cermat dalam mengidentifikasi tanda-tanda kepribadian pasien dan distress
yang ada
7. Perawat tidak boleh berasumsi bahwa pasien memahami tujuan dari wawancara
pengkajian
8. Perawat harus memperhatikan respons pasien dengan mendengarkan dengan cermat dan
tetap mengobservasi.
9. Tempat wawancara tidak diharuskan pada tempat yang baru dan asing bagi pasien.
10. Lingkungan harus dibuat nyaman dan kursi harus dibuat senyaman mungkin.
11. Lingkungan harus dimodifikasi sesuai dengan kondisi lansia yang sensitif terhadap suara
berfrekuensi tinggi atau perubahan kemampuan penglihatan.

19
12. Perawat harus menonsultasikan hasil wawancara kepada keluarga pasien atau orang lain
ynag sangat mengenal pasien
13. Memerhatikan kondisi fisik pasien pada waktu wawancara.

D. Metode Komunikasi Pada Lansia

Menurut Nugroho (2012), perawat atau pemberi asuhan harus dapat menunjukkan kesiapan
mendengarkan klien lansia. Kesiapan ini ditunjukkan dengan :

1. Duduk tegak, rileks, dan menghadap lansia secara muka dengan muka.
2. Mempertahankan kontak mata. Sebaiknya mata perawat atau pemberi asuhan sejajar
dengan mata klien lansia. Tempat duduk perawat atau pemberi asuhan tidak lebih tinggi
dari tempat duduk lansia. Kontak mata harus spontan dan wajar.
3. Tubuh perawat atau pemberi asuhan sedikit membungkuk atau sikap menghormat kearah
lansia.
4. Mempertahankan sikap tubuh yang terbuka. Hindari duduk dengan kedua kaki atau
tangan bersilang.
5. Mempertahankan posisi tubuh yang rileks

E. Teknik Komunikasi Pada Lansia yang Mengalami Penurunan Fungsi Tubuh

Menurut Perry & Potter (2009), untuk memaksimalkan potensi lansia, keperawatan
gerontology harus menggunkaan pendekatan-pendekatan yang kreatif. Dengan pengkajian yang
komprehensif tentang pembuatan, keterbatasan, dan sumber daya yang dimiliki lansia, perawat
dan lansia dapat mengidentifikasi kebutuhan dan masalah. Pengkajian keperawatan
menggunakan 5 poin utama untuk memastikan pendekatan yang sesuai dengan usia, yaitu

1. Hubungan antara aspek fisik dan psikososial penuaan


2. Efek penyakit dan ketidakmampuan pada fungsi tubuh
3. Penurunan efisiensi mekanisme homeostatis
4. Tidak adanya standar kesehatan dan penyakit
5. Perubahan tampilan dan respon terhadap penyakit tertentu

20
Menurut Perry & Potter (2009), pilihan teknik komunikasi yang digunakan tergantung
pada tingkat gangguan penglihatan dan pendengaran pada lansia.

1) Teknik komunikasi pada lansia dengan gangguan penglihatan adalah sebagai berikut :

a. Duduk atau berdiri sejajar mata, didepan klien, dan dalam lapangan pandangnya
b. Berhadapan dengan lansia saat berbicara jangan tutupi mulut anda
c. Berikan pencahayaan yang menyebar, terang, dan tidak menyilaukan
d. Dorong lansia untuk menggunakan alat bantu penglihatan seperti kaca mata dan kaca
pembesar

2) Teknik komunikasi pada lansia dengan gangguan pendengaran adalah sebagai berikut :

1. Berbicara langsung dengan klien dan jangan menutupi mulut anda


2. Berbicara dengan nada suara yang rendah dan jelas, dengan kecepatan dan volume
sedang
3. Kurangi kebisingan pindah keruangan yang tenang dan private
4. Tanyakan klien apakah ada telinga yang berfungsi lebih baik dan berbicaralah kea rah
telinga tersebut
5. Dorong klien untuk menggunakan alat bantu dengan atau alat seperti mikrofon dan
earphone
6. Pastikan alat bantu bekerja dengan baik
7. Periksa saluran telinga apakah terdapat penumpukan serumen

Ada beberapa cara untuk memberikan pelayanan yang cocok secara budaya saat
komunikasi dengan lansia selama proses pengkajian sebagai berikut :

1. Tinjau budaya dan kepercayaan tentang kesehatan, penyakit dan terapi akan
mempengaruhi kualitas data pengkajian yang dikumpulkan perawat selama wawancara.
Pahami karakteristik kelompok budaya lansia, karena ini akan memengaruhi komunikasi
perawat dank lien selama pengkajian.
2. Gunakan penerjemah budaya jika dibutuhkan
3. Identifikasi pilihan panggilan lansia, gunakan istilah yang sesuai budaya

21
4. Lakukan pengkajian kepercayaan terkait praktik kesehatan pada kelompok budaya lansia,
dan berikan pertanyaan untuk memperoleh informasi tentang cara klien
mengintegrasikannya ke dalam praktik harian
5. Ketahui kepercayaan dan praktik pada kelompok budaya klien lansia tentang kebutuhan
ruangan, kontak mata, sentuhan, dan penggunaannya untuk membangun hubungan.

Menurut Abdul & Sandu (2016), teknik komunikasi pada gangguan lainnya adalah :

3) Teknik komunikasi dengan lansia gangguan wicara

a. Perawat memerhatikan mimic dan gerakan bibir lansia


b. Usahakan memperjelas hal yang disampaikan dengan mengulang kembali kata-kata yang
diucapkan lansia
c. Mengendalikan pembicaraan supaya tidak membahas terlalu banyak topic
d. Mengendalikan pembicaraan supaya lebih rileks dan perlahan
e. Memerhatikan setiap detail komunikasi sehingga pesan dapat diterima dengan baik
f. Jika pelu gunakan bahasa tulisan dan symbol
g. Bila memungkinkan hadirkan orang yang biasa berkomunikasi lisan dengan lansia
dengan menjadi mediator

4 ) Teknik komunikasi lansia yang tidak sadar

a. Perawat harus berhati-hati ketika melakukan pembicaraan verbal dengan lansia


b. Perawat harus mengambil asumsi bahwa lansia dapat mendengar pembicaraan kita
dengan nada normal yang disampaikan dekat lansia
c. Perawat harus member ungkapan verbal sebelum menyentuh lansia
d. Upayakan mempertahankan lingkungan setenang mungkin untuk mmbantu lansia focus
pada komunikasi yang dilakukan

22
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Lansia membutuhkan beberapa kebutuhan dasar dalam kehidupannya sehari-hari,
tetapi banyak pula lansai yang kebutuhan dasarnya tidak terpenuhi, sehingga kebutuhan
lansia menjadi terlungka-lyngka. ( Rkasari, Mia Fatma dkk. 2018)
Etik merupakan sekumpulan nilai dan aksi moral, nilai didasarkan pada prinsip
yang dimiliki oleh perorangan atau kelompok, aspek etik berhubungan dengan prinsip
dan etik moral yang mengatur mana yang baik dan buruk, permasalahan yang muncul
pada konsep ini adalah siapa yang berhak memutuskan baik dan buruk. Dalam hal ini
apakah lansia , perawat atau keluarga (Sofia Rhosma,2012)
Komunikasi efektif pada lansia adalah komunikasi interpersonal yabg sangat
penting dalam membangun hubungan yang baik antara perawat dan lansia, melalui
komunikasi interpersonal perawat dapat mengetahui bagaimana membentuk hubungan
yang baik dengan orang tua, menyebabkan rasa nyaman untuk orang tua disaat
menghabiskan hari-hari. (Abdul & Sandu.2016)

23
DAFTAR PUSTAKA

Abdul & Sandu. 2016. Pendidikan Keperawatan Gerontik.Yogyakarta : Penerbit Andy

Dewi, Shofia Rosma. 2014. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta : Deepublish

Ekasari, Mia Fatma. 2018. Meningkatkan Kualitas Hidup Lansia. Malang : Wineka Media

Ivones, Jeanny. 2010. Komunikasi Pada Lansia. Volume 1, No.2, https//www.jurnal-lansia-1

Kholifah, Siti Nur. 2016. Keperawatan Gerontik. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan

Nugroho, Wahyudi. 2012. Komunikasi dalam Keperawatan Gerontik. Jakarta : EGC

Perry & Potter. 2009. Fundamental Keperawatan Edisi 7. Jakarta : Elsevier

24

Anda mungkin juga menyukai