Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Hal ini
berarti bahwa manusia mempunyai keistimewaan dibanding dengan makhluk hidup yang
lain. Salah satu keistimewaan yang menonjol adalah perilakunya. Meskipun semua
makhluk hidupn mempunyai perilaku. Namun perilaku berbeda dengan perilaku makhluk
hidup yang lain (Notoatmodjo, 2010).

Menurut pendapat para ahli psikologi modern bahwa manusia sebagai makhluk
ciptaan tuhan, selain dipandang sebagai makhluk biologis, juga makhluk unik yang
berbeda dengan makhluk hidup lainnya dimuka bumi. Manusia adalah subjek sekaligus
objek, serta makhluk individual sekaligus social. Namun manusia pada umumnya tidak
bersifat pasif, yaitu menerimah keadaan dan tunduk pada suratan tangan atau kodratnya,
tetapi secar sadar dan aktif menjadikan dirinya sesuatu.proses perkembangan perilaku
manusia sebagian ditentuakan oleh kehendaknya sendiri, dan sebagian bergantung pada
alam.

Perilaku manusia melibatkan tiga komponen utama yaitu kondisi lingkungan


tempat terjadinya perilaku tersebut, perilaku itu sendiri dan konsekuensi dari perilaku
tersebut. Berulang atau tidak berulangnya suatu perilaku dipengaruhi oleh keadaan tiga
komponen tersebut. Penjabarannya dalam perilaku berkendaraan di jalan raya cukup
sederhana. Misalkan seorang pengendara berada di persimpangan jalan yang sepi (kondisi
lingkungan) kemudian ia memutuskan untuk melanggar lampu lalu lintas (perilaku).
Konsekuensi dari perilaku ini adalah perjalanan yang lebih cepat. Selain itu pengendara
tersebut juga tidak ditangkap petugas karena memang tidak ada petugas di persimpangan
jalan tersebut. Perilaku pelanggaran seperti ini akan cenderung diulangi karena mendapat
penguatan positif atau hadiah yaitu proses perjalanan yang lebih cepat dan tidak
tertangkap oleh petugas.

Perilaku manusia tidak lepas dari proses pematangan organ-organ tubuh. Sebagai
ilustrasi bahwa seorang bayi belum dapat duduk atau berjalan apabila organ-organ
tubuhnya belum cukup kuat menopang tubuh.oleh karena itu, perlu pematangan tulang
1
belakang terutama tulang leher, punggung, pinggang, serta tulang kaki. Selain itu, seorang
bayi tidak akan berjalan tidak akan dapat berjalan telebih dahulu sebelum tengkurap dan
sebagainya. Selain itu, perilaku individu tidak timbul dengan sendirinya, tetapi akibat
adanya rangsangan (stimulus), baik dari dalam dirinya (internal) ataupun dari luar dirinya
(eksternal). Pada hakikatnya perilaku individu mencakup perilaku yang tampak (overt
behavior) dan perilaku yang tidak tampak (inert behavior atau covert behavior) (Sunaryo,
2004).

Perilaku tentang bagaimana seseorang menanggapi rasa sakit dan penyakit yang
bersifat respon internal dan eksternal. Respon yang diberikan antara lain respon pasif
berupa pengetahuan, persepsi, dan sikap maupun respon aktif yang dilakukan sehubungan
dengan sakit dan penyakit. Perilaku kesehatan adalah tanggapan seseorang terhadap
rangsangan yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan,
makanan dan lingkungan. Rangsangan yang berkaitan dengan perilaku kesehatan terdiri
dari empat unsur yaitu sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan
lingkungan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, ada pun rumusan permasalahan


adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah konsep perilaku?

2. Bagaimanakah domain perilaku?

3. Bagaimanakah teori perilaku?

4. Bagaimanakah perilaku kesehatan?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, adapun tujuan penulisan makalah diatas


sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui konsep perilaku

2. Untuk mengetahui domain perilaku


2
3. Untuk mengetahui teori perilaku

4. Untuk mengetahui perilaku kesehatan

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Perilaku

1. Definisi Perilaku

Ada beberapa definisi perilaku manusia yang disampaikan oleh beberapa


ahli seperti berikut ini :

a. Skinner (1938) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan


respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh
karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme,
dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori skiner ini disebut teori
“S-O-R” atau Stimulus Organisme Respons. Skiner membedakannya menjadi
dua respon yaitu :

1) Respondent Respons atau reflexsive, yakni respon yang ditimbulkan oleh


rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut
eliciting stimulation karena menimbulkan respon-respon yang relatif tetap.
Misalnya makanan yang lezat menimbulkan keinginan untuk makan,
cahaya terang menimbulkan mata tertutup, dsb. Respondent Respons ini
juga mencakup perilaku emosional, misalnya mendengar berita musibah
menjadi sedih atau menangis, lulus ujian meluapkan kegembiraannya
dengan mengadakan pesta dsb.

2) Operant Respons atau instrumental respons, yakni respon yang timbul dan
berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu.
Perangsang ini disebut organisme reinforcing stimulation atau reinforcer ,
karena memperkuat respon. Misalnya apabila seorang petugas kesehatan
melaksanakan tugasnya dengan baik (respon terhadap uraian tugasnya atau
job skripsi). Kemudian memperoleh penghargaan dari atasannya (stimulus
baru) maka petugas kesehatan tersebut akan lebih baik lagi dalam
melaksanakan tugasnya.

4
b. Robert Kwik ( 1974 ) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau
perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari.
Perilaku tidak sama dengan sikap. Sikap adalah hanya suatu kecenderungan
untuk mengadakan tindakan terhadap suatu obyek, dengan suatu cara yang
menyatakan adanya tanda-tanda untuk menyenangi atau tidak menyenangi
obyek tersebut. Sikap hanyalah sebagian dari perilaku manusia.

c. Menurut Sunaryo ( 2004), yang disebut perilaku manusia adalah aktivitas yang
timbul karena adanya stimulus dan respons serta dapat diamati secara langsung
maupun tidak langsung.

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat dirumuskan bahwa perilaku


manusia adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang dapat diamati
secara langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.

2. Pembentukan Perilaku

a. Proses pembentukan perilaku. Perilaku manusia terbentuk karena adanya


kebutuhan. Menurut Abraham Harold Maslow, manusia memiliki 5 kebutuhan
dasar, yaitu :

1) Kebutuhan fisiologis, biologis yang merupakan kebutuhan pokok utama,


yaitu O2, H2O, cairan elektrolit, makanan dan seks. Apabila kebutuhan ini
tidak terpenuhi akan terjadi ketidakseimbangan fisiologis. Misalnya,
kekurangan O2 yang menimbulkan sesak napas dan kekurangan H2O dan
elektrolit yang menimbulkan dehidrasi.

2) Kebutuhan rasa aman, misalnya :

 Rasa aman terhindar dari pencurian, penodongan, perampokan dan


kejahatan lain.

 Rasa aman terhindar dari konflik, tawuran, kerusuhan, peperangan, dll.

 Rasa aman terhindar dari sakit dan penyakit

 Rasa aman memperoleh perlindungan hukum

5
3) Kebutuhan mencintai dan dicintai, misalnya :

 Mendambakan kasih sayang/ cinta kasih orang lain baik dari orangtua,
saudara, teman, kekasih,dll.

 Ingin dicintai/ mencintai orang lain.

 Ingin diterima oleh kelompok tempat ia berada.

4) Kebutuhan harga diri

 Ingin dihargai dan menghargai oranglain.

 Adanya respek atau perhatian dari oranglain.

 Toleransi atau saling menghargai dalam hidup berdampingan.

5) Kebutuhan aktualisasi diri, misalnya :

 Ingin dipuja atau disanjung oleh orang lain.

 Ingin sukses atau berhasil dalam mencapai cita-cita.

 Ingin menonjol dan lebih dari orang lain, baik dalam karier,
usaha,kekayaan, dll.

Tingkatkan dan jenis kebutuhan tersebut satu dan lainna tidak dapat
dipisahkan karena merupakan satu kesatuan atau rangkaian walaupun pada
hakekatnya kebutuhan fisiologis merupakan faktor yang dominan untuk
kelangsungan hidup manusia dan dalam memenuhi kebutuhan, tidak dapat
dipisah-pisahkan antara satu dan yang lain.

b. Prosedur Pembentukan Perilaku

Prosedur pembentukan perilaku menurut Notoamodjo (1997) yang


diambil dari pendapat Skinner sebagai berikut :

1) Langkah pertama : melakukan pengenalan terhadap sesuatu yang


merupakan penguat berupa hadiah.

2) Langkah kedua : melakukan analisis, dipergunakan untuk untuk mengenal


bagian-bagian kecil pembentuk perilaku sesuai yang diinginkan.

6
Selanjutnya bagian-bagian tersebut disusun dalam urutan yang tepat untuk
menuju pada terbentuknya perilaku yang diinginkan.

3) Langkah ketiga : menggunakan bagian-bagian kecil perilaku, yaitu :

 Bagian-bagian perilaku ini disusun secara urut dan dipakai untuk


tujuan sementara

 Mengenal penguat atau hadiah untuk masing-masing bagian tadi.

 Membentuk perilaku dengan bagian-bagian yang telah disusun


tersebut.

 Apabila bagian perilaku pertama telah dilakukan hadiahnya akan


diberikan, yang mengakibatkan tindakan tersebut akan sering
dialkukan.

 Akhirnya akan dibentuk perilaku kedua dan seterusnya sampai


terbentuk perilaku yang diharapkan.

c. Bentuk perilaku. Perilaku dapat diberi batasan sebagai suatu tanggapan


individu terhadap rangsangan yang berasal dari dalam maupun luar diri
individu tersebut. Secara garis besar bentuk perilaku ada dua macam, yaitu :

1) Perilaku pasif (respons internal).Perilaku yang sifatnya masih tertutup,


terjadi dalam diri individu dan tidak dapat diamati secara langsung.
Perilaku ini sebatas sikap belum ada tindakan yang nyata. Contohnya :
berpikir, berfantasi, berangan-angan,dll.

2) Perilaku aktif (respon eksternal). Perilaku yang sifatnya terbuka. Perilaku


aktif adalah perilaku yang dapat diamati langsung, berupa tindakan yang
nyata. Contohnya mengerjakan soal ulangan, membaca buku pelajaran, dll.

B. Domain Perilaku

Benyamin Bloom adalah seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku itu
ke dalam 3 domain (ranah/kawasan), meskipun kawasan-kawasan tersebut tidak
mempunyai batasan yang jelas dan tegas. Pembagian kawasan ini dilakukan untuk

7
kepentingan tujuan pendidikan. Bahwa dalam tujuan suatu pendidikan adalah
mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain perilaku tersebut yang terdiri dari:

a. Ranah kognitif (cognitive domain),

b. Ranah afektif (affective domain),

c. Ranah psikomotor (psychomotor domain).

Dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan dan untuk


kepentingan pengukuran hasil pendidikan ketiga domain ini diukur dari:

a. Pengetahuan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan (knowledge).

b. Sikap atau tanggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan
(attitude).

c. Praktik atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik. Sehubungan dengan materi
pendidikan yang diberikan (practice)

Terbentuknya suatu perilaku baru, terutama pada orang dewasa dimulai pada
bermain kognitif, dalam arti subyek tahu terlebih dahulu yang berupa materi atau obyek
diluarnya sehingga menimbulkan pengetahuan baru terhadap subyek baru, dan
selanjutnya menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap subjek terhadap objek yang
diketahui itu.

Akhirnya rangsangan yakni objek yang telah diketahui dan disadari sebelumnya
akan menimbulkan respon lebih jauh lagi yaitu berupa tindakan (action) terhadap atau
sehubungan dengan stimulus atau objek tadi. Namun demikian, dalam kenyataan stimulus
yang diterima oleh subyek dapat langsung menimbulkan tindakan. Artinya seseorang
dapat bertindak atau berperilaku baru tanpa mengetahui terlebih dahulu terhadap makna
yang diterimanya. Dengan kata lain tindakan (practice) seseorang tidak harus didasari
oleh sikap atau pengetahuan.

Menurut Ki Hajar Dewantara tokoh pendidikan nasional kita, ketiga kawasan


perilaku ini disebut : Cipta (kognisi), rasa (emosi), dan karsa (konasi). Tokoh pendidikan
kita ini mengajarkan bahwa tujuan pendidikan adalah membentuk dan atau meningkatkan
kemmpuan manusia yang mencakup cipta, rasa, dan karsa tersebut. Ketiga kemampuan
tersebut harus dikembangkan bersama-sama secara seimbang, sehingga terbentuk
manusia Indonesia yang seutuhnya (harmonis)
8
1. Pengetahuan (knowledge). Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui
pancaindra manusi, yakni : indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan
raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting terbentuknya
tindakan seseorang (over behaviour). Dari pengalaman dan penelitian ternyata
perilaku yang didasarkan oleh pengetahuan aka lebih langgeng daripada perilaku yang
tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa
sebelum orang mengadopsi perilaku baru dalam diri orang tersebut terjadi proses yang
berurutan yakni :

 Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyedari dalam arti mengetahui


terlebih dahulu terhadap stimulus (object)

 Interest (tertarik), terhadap stimulus atau objek tersebut. Disni sikap subjek
sudah mulai timbul.

 Evaluation (menimbang-nimbang), terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut


bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudahlebih baik lagi.

 Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan suatu sesuai dengan apa yang
dikehendaki oleh stimulus

 Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai denga pengetahuan,


kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus

Namun demikian, dari penelitian selanjutnya Roger menyimpulkan bahwa


perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut. Apabila penerimaan
perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini, dimana didasari oleh
pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positive maka perilaku tersebut akan bersifat
langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh
pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama. Suatu contoh dapat
dikemukakan disini ibu-ibu peserta KB yang diperintahkan oleh lurah atau ketua RT,
tanpa ibu-ibu tersebut mengetahui makna dan tujuan KB, mereka akan keluar dari
peserta KB setelah beberapa saat perintah tersebut diterima. Pengetahuan yang
dicakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkat yakni :

9
 Tahu (know). Tahu diartikan sebagai menginagat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang diterima. Contoh seseorang dapat menyebutkan
tanda-tanda kekurangan kalori dan protein pada anak balita.

 Memahami ( Comprehension). Memahami diartiksn sebagai suatu kemampuan


menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
menginterpretasi materi tersebut dengan benar. Orang tersebut paham terhadap
materi atau objek tersebut. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan
makanan yang bergizi.

 Aplikasi (apllication). Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk


menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi sebenarnya (real) aplikasi
diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan
sebagainya dalam konteks yang lain misalnya penggunaan rumus statistik dalam
perhitungan hasil penelitian.

 Analisis ( Analysis) adalah suatu kemampuan menjabarkan materi atau suatu


objek kedalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur
organisasi tersebut, dan saling berkaitan. Kemampuan analisis ini dapat dilihat
dari penggunaan kata kerja dapat: menggambarkan (membuat bagan),
membedakan, memisahkan, mengelompokan dan sebagainya.

 Sintesis (syntesis). Menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau


menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru
dari formulasi yang ada. Misalnya: dapat menyusun, merencanakan, meringkas,
menyesuaikan dan sebagainya terhahadap suatu teori atau rumusan yang telah
ada.

 Evaluasi (evaluation). Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk


melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek terhadap suatu materi
atau objek. Penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau
menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya: dapat membandingkan
antara anak-anak yang cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi, dapat
menanggapi terjadinya wabah diare disuatu tempat, dapat menafsirkan sebab
10
ibu-ibu tidak mau ikut KB. Pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara
atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek
penelitian atau responden ke dalam pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita
ukur. Dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut.

2. Sikap (afektif)

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap
mempunyai tiga komponen pokok :

a. Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek

b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek

c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)

Ketiga komponen ini secara bersama membentuk sikap yang utuh (total
atittude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini pengetahuan berfikir, keyakinan dan
emosi memegang peranan penting. Contoh seorang ibu telah mendengarkan penyakit
polio (tentang penyebab, akibat, pencegahan dan sebagainya). Pengetahuan tersebut
akan membawa si ibu untuk berfikir dan berusaha supaya anaknya tidak terkena polio.
Dalam berfikir komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja sehingga si ibu berniat
untuk mengimunisasikan anaknya. Hal ini mencerminkan si ibu mempunyai sikap
tertentu terhadap objek (penyakit polio).

Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan :

a. Menerima (receiving). Menerima diartikan bahwa subjek mau dan


memperhatikan stimulus yang diberikan. Misalnya sikap orang terhadap gizi
dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian terhadap ceramah.

b. Merespon (responding). Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan


menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

c. Menghargai (valuing). Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau


mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi
sikap menghargai. Misalnya seorang ibu yang mengajak ibu lain (tetangga atau
saudara) untuk pergi menimbang anaknya ke posyandu adalah suatu indikasi
bahwa ibu tersebut mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.
11
d. Bertanggung jawab (responsible). Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang
telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap paling tinggi misalnya
seorang ibu mau menjadi akseptor KB, meskipun mendapat tentangan dari
mertua atau orang tuanya sendiri.

3. Praktik atau tindakan (Psikomotor)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior).
Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas dan
faktor dukungan (support) praktik ini mempunyai beberapa tingkatan :

a. Persepsi (perception). Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan


dengan tindakan yang akan diambil merupakan praktik tingkap pertama.
Misalnya, seorang ibu dapat memilih makanan yang bergizi bagi balitanya.

b. Respon terpimpin (guide response). Dapat melakukan sesuatu yang benar sesuai
dengan contoh adalah indikator praktik tingkat dua. Misalnya seorang ibu dapat
memasak sayur dengan benar, mulai dari cara mencuci dan memotongnya,
lamanya memasak, menutup pancinya dan sebagainya.

c. Mekanisme (mecanism). Apabila seseorang telah melakukan sesuatu dengan


benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia
sudah mencapai praktik tingkat tiga misalnya, seorang ibu yang sudah biasa
menginmunisasikan bayi yang pada umur-umur tertentu, tanpa menunggu
perintah atau ajakan orang lain.

d. Adaptasi (adaptation). Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah
berkembang dengan baik artinya, tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri
tanpa mengurangi kebenaran tindakannya tersebut. Misalnya ibu dapat memilih
dan memasak makanan yang bergizi tinggi berdasarkan bahan-bahan yang murah
dan sederhana. Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung,
yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan
beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat
dilakukan secara langsung yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan
responden
12
C. Teori Perilaku

1. Teori PRECED-PROCEED (1991)

Teori ini dikembangkan oleh Lawrence Green yang dirintis sejak 1980.
Lawrence Green mencoba menganalisa perilaku manusia dari tingkat kesehatan.
Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor
prilaku (behavior causes) dan faktor diluar perilaku (non-behavior causes). Perilaku
dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yang dirangkum dalam akronim PRECEDE :
Predispocing, enabling, dan reinforcing Cause in Educatinal and evaluation. Precede
ini merupakan arahan dalam menganalisis atau diagnosis dan evaluasi perilaku untuk
intervensi pendidikan (promosi) kesehatan. Precede merupakan fase diagnosis
masalah sedangkan PROCEED : Policy, Regulatory, Organizational Construc in
Educational and Environmantal, Development, dan evaluasi pendidikan kesehatan.
Apabila Precede merupakan fase diagnosis masalah maka proceed merupakan
pelaksanaan dan evaluasi promosi kesehatan . Lebih lanjut Precede model ini dapat
diuraikan bahwa perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor, yakni :

a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam


pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya.

b. Faktor-fakor pemungkin (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan


fisik, tersedia atau tidaknya tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarrana-sarana
kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi dan
sebagainya.

c. Faktor-faktor pendorong atau penguat (renforcing factors) yang terwujud dalam


sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan
kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

Model ini secara matematis dapat digambarkan sebagai berikut:

PRECEDE MODEL (GREEN, 1990)

B= f(PF, EF, RF)

Keterangan :

B : Behaviour

13
RF : Reinforcing Factors

PF : Predisposing Factors

EF : Enabling Factors

f : Fungsi

Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan


ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang
atau masyarakat yang bersangkutan. Disampin itu, ketersediaan fasilitas, sikap, dan
perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan
memperkuat terbentuknya perilaku.

2. Teori Snehandu B. Kar (1983)

Kar mencoba menganalisis perilaku kesehatan bertitik tolak bahwa perilaku


merupakan fungsi dari :

a. Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan


kesehatannya (behavior itention).

b. Dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social support).

c. Adanya atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan
(accesebility of information).

d. Otonomi pribadi orang yang bersangkutan dalam hal mengambil tindakan atau
keputusan (personal autonomy).

e. Situasi yang memungkinkan untuk bertindak (action situation).

3. Teori WHO (1984)

WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang berperilaku tertentu


adalah:

14
a. Pemikiran dan perasaan (thougts and feeling), yaitu dalam bentuk pengetahuan,
persepsi, sikap, kepercayaan dan penilaian seseorang terhadap objek (objek
kesehatan).

 Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain.

 Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek.
Seseorang menerima kepercayaan berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya
pembuktian terlebih dahulu.

 Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap
sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat.
Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain.
Sikap positif terhadap tindakan-tindakan kesehatan tidak selalu terwujud
didalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu, sikap akan diikuti oleh
tindakan mengacu kepada pengalaman orang lain, sikap diikuti atau tidak
diikuti oleh suatu tindakan berdasar pada banyak atau sedikitnya pengalaman
seseorang.

b. Tokoh penting sebagai Panutan. Apabila seseorang itu penting untuknya, maka
apa yang ia katakan atau perbuat cenderung untuk dicontoh.

c. Sumber-sumber daya (resources), mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga dan


sebagainya.

d. Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan penggunaan sumber-sumber didalam


suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way of life) yang pada
umumnya disebut kebudayaan. Kebudayaan ini terbentuk dalam waktu yang
lama dan selalu berubah, baik lambat ataupun cepat sesuai dengan peradapan
umat manusia (Notoatmodjo, 2007).

D. Perilaku Kesehatan

1. Pengertian dan Klasifikasi Perilaku Kesehatan. Skinner mendefinisikan perilaku


kesehatan ( Health Behaviour ) adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus atau
objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan,
makanan, dan minuman serta lingkungan. Dengan perkataan lain, perilaku kesehatan
15
adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang baik yang dapat diamati (observable)
maupun yang tidak dapat diamati ( unobservable ) yang berkaitan dengan
pemeliharaan dan peningkatan kesehtan ( Notoatmodjo, 2010).

Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok.

a. Perilaku Pemeliharaan Kesehatan ( Health Maintanance). Health Maintanance


adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga
kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk menyembuhkan bila sakit. Oleh sebab
itu, perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 3 aspek yaitu :

 Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta


pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.

 Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat. Perlu


dijelaskan disini , bahwa kesehatan itu sangaty dinamis dan dan relative, maka
dari itu orang yang sehat pun perludiupayakan sepaya mencapai tingkat
kesehatan yang seoptimal mungkin.

 Perilaku gizi ( makanan) dan minuman. Makanan dan minuman dapat


memelihara serta meningkatkan kesehatan seseorang tetapi sebaliknya
makanan dan minuman dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan
seseorang, bahkan dapat mendatangkan penyakit. Hal ini sangat tergantung
pada perilaku orang terhadap makanan dan minuman tersebut.

b. Perilaku Pencarian dan Penggunaan Sistem atu Fasilitas Pelayanan Keseshatan /


Perilaku Pencarian Pengobatan (Health Seeking Behaviour). Perilaku ini
menyangkut upaya atau tindakan seseorang pad saat menderita penyakit dan
ataui kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri (self
treatment) sampai mencari pengobatan keluar negeri.

c. Perilaku Kesehatan Lingkungan. Bagaimana seseorang merespon lingkungan,


baik linghkungan fisik maupun lingkungan social budaya, dan sebagainya
sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya. Dengan
perkataan lain, bagimana seseorang mengelola lingkungannya sehingga tidak
menggangu kesehatannya sendiri, keluarga, atau ,masyarakatnya. Misalnya
bagaimana mengelola pembuangan tinja , air minum, tempat pembuangan
sampa, pembuangan limbah, dan lainnya.
16
Seorang ahli lain (Becker, 1979) membuat klasifikasi tentang perilaku
kesehatan yang berhubungan dengan kesehatan ( health related behavior ) adalah
sebagai berikut:

a. Perilaku Hidup sehat. Perilaku hidup sehat dalah perilaku yang berkaitan
dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan
meningkatkan kesehatannya. Perilaku ini mencakup antara lain:

1) Respon seseorang terhadap makanan. Perilaku ini meliputi pengetahuan,


persepsi, sikap dan praktik kita terhadap makanan serta unsur-unsur yang
terkandung didalamnya ( zat gizi ), pengelolaan makanan, dan makanan
dengan menu seimbang (appropriate diet). Menu seimbang disini dalam
arti kualitas (mengandung zat-zat gizi yang diperlukan tubuh), dan
kuantitas dalam arti jumlahnya cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
Secara kualitas mungkin di Indonesia dikenal dengan ungkapan empat
sehat lima sempurna.

2) Olah raga teratur, juga mencakup kualitas (gerakan) dan kuantitas dalam
arti frekuensi dan waktu yang digunakan untuk olahraga. Dengan
sendirinya kedua aspek ini akan tergantung dari usia, dan status kesehatan
yang bersangkutan.

3) Tidak merokok, yang merupakan kebiasan jelek yang mengakibatkan


berbagai macam penyakit. Ironisnya kebiasaan merokok ini, khususnya di
Indonesia seolah-olah sudah membudaya. Hampir 50% penduduk
Indonesia usia dewsa merokok. Bahkan dari hasil studi penelitian , sekitar
15% remaja kita merokok. Inilah tantangan pendidikan kesehatan kita.

4) Tidak minum-minuman keras dan narkoba. Kebiasan minum minuman


keras dan mengkonsumsi narkoba (narkotik dan bahan-bahan berbahay
lainnya juga cenderung meningkat. Sekitar 1% penduduk Indonesia
dewasa diperkirakan sudah mempunyai kebiasan minum miras ini.

5) Istirahat yang cukup. Dengan meningkatkannya kebutuhan hidup akibat


tuntutan untuk penyesuaian dengan lingkungan modern, mengharuskan
orang untuk bekerja keras dan berlebihan, sehingga waktu beristirahat
berkurang. Hal ini juga membahayakan kesehatan

17
6) Mengendalikan stress. Stres akan terjadi pada siapa saja, dan akibatnya
bermacam-macam bagi kesehatan. Terlebih sebagai akibat .dari tuntutan
hidup yang keras . stre tidak dapat kita hindari, yang penting dijaga agar
stress tidak menyebabkan gangguan kesehatan, kita harus dapat
mengendalikan atau mengelola stres dengan kegiatan-kagiatan yang
positif.

7) Perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan, misalnya: tidak
berganti ganti pasangan dalam berhubungan seks, penyesuaian diri kita
dengan lignkungan dan sebagainya.

b. Perilaku sakit (Illness Behaviour ). Perilaku sakit ini mencangkup respon


seseorang terhadap sakit dan penyakit, persepsinya terhadap sakit, pengetahuan
tentang: penyebab dan gejala penyakit, pengobatan penyakit dan sebagainya.

c. Perilaku peran sakit (The Sick Role Behavior). Dari segi sosiologi orang sakit
mempunyai peran yang mencakup hak-hak orang (right) dan kewajiban sebagai
orang sakit (obligation) hak dan kewajiban ini harus diketahui oleh orang sakit
itu sendiri maupun orang lain (terutama keluarganya), yang selanjutnya disebut
perilaku peran orang sakit (the sick role) perilaku ini meliputi:

 Tindakan untuk memperoleh kesembuhan.

 Mengenal atau mengetahui fasilitas atau sarana pelayanan penyembuhan


penyakit yang layak.

 Mengetahui hak (misalnya: hal dalam memperoleh perawatan,memperoleh


pelayanan kesehatan dan sebagainya) dan kewajiban orang sakit
(memberikan penyakitnya kepada orang lain terutama pada dokter dan
petugas kesehatan, tidak menularkan penyakitnya kepada orang lain) .

2. Proses Perubahan Perilaku. Hal yang penting dalam perilaku kesehatan adalah
masalah pembentukan dan perubahan perilaku. Perubahan perilaku merupakan tujuan
pendidikan atau penyuluhan kesehatan sebagai penunjang program- program
kesehatan yang lainnya. Banyak teori tentang perubahan perilaku ini, antara lain
diuraikan sebagai berikut:

18
a. Teori Stimulus-Organisme-Respons (SOR)

Teori ini mendasarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan


perilaku tergantung kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi
dengan organisme. Artinya kualitas dari sumber komunikasi (sources) misalnya
kredibilitas, kepemimpinan, gaya berbicara sangat menentukan keberhasilan
perubahan perilaku seseorang, kelompok atau masyarakat.

Hosland, et al (1953) mengatakan bahwa proses perubahan perilaku


pada hakekatnya sama dengan proses belajar. Proses perubahan perilaku
tersebut menggambarkan proses belajar pada individu yang terdiri dari :

1) Stimulus (rangsang) yang diberikan pada organisme dapat diterima atau


ditolak. Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti
stimulus itu tidak efektif mempengaruhi perhatian individu dan berhenti
disini. Tetapi bila stimulus diterima oleh organisme berarti ada perhatian
dari individu dan stimulus tersebut efektif.

2) Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organisme (diterima) maka


ia mengerti stimulus ini dan dilanjutkan kepada proses berikutnya.

3) Setelah itu organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi


kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang telah diterimanya
(bersikap).

4) Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka


stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut
(perubahan perilaku).

Selanjutnya teori ini mengatakan bahwa perilaku dapat berubah hanya


apabila stimulus (rangsang) yang diberikan benar-benar melebihi dari stimulus
semula. Stimulus yang dapat melebihi stimulus semula ini berarti stimulus
yang diberikan harus dapat meyakinkan organisme. Dalam meyakinkan
organisme ini, faktor reinforcement memegang peranan penting.

19
b. Teori Festinger (Dissonance Theory)

Finger (1957) ini telah banyak pengaruhnya dalam psikologi sosial.


Teori ini sebenarnya sama dengan konsep imbalance (tidak seimbang). Hal ini
berarti bahwa keadaan cognitive dissonance merupakan keadaan
ketidakseimbangan psikologis yang diliputi oleh ketegangan diri yang berusaha
untuk mencapai keseimbangan kembali. Apabila terjadi keseimbangan dalam
diri individu maka berarti sudah tidak terjadi ketegangan diri lagi dan keadaan
ini disebut consonance (keseimbangan). Dissonance (ketidakseimbangan)
terjadi karena dalam diri individu terdapat 2 elemen kognisi yang saling
bertentangan. Yang dimaksud elemen kognisi adalah pengetahuan, pendapat,
atau keyakinan. Apabila individu menghadapi suatu stimulus atau objek dan
stimulus tersebut menimbulkan pendapat atau keyakinan yang berbeda /
bertentangan didalam diri individu sendiri maka terjadilah dissonance.
Sherwood dan Borrou merumuskan dissonance itu sebagai berikut :

Pentingnya stimulus x jumlah kognitif dissonance

Dissonance = --------------------------------------------------------

Pentingnya stimulus x jumlah kognitif consonance

Rumus ini menjelaskan bahwa ketidakseimbangan dalam diri seseorang


yang akan menyebabkan perubahan perilaku terjadi disebabkan karena adanya
perbedaan jumlah elemen kognitif yang seimbang dengan jumlah elemen
kognitif yang tidak seimbang serta sama-sama pentingnya. Hal ini akan
menimbulkan konflik pada diri individu tersebut.

Contoh : Seorang ibu rumah tangga yang bekerja di kantor. Di satu pihak,
dengan bekerja ia dapat tambahan pendapatan bagi keluarganya yang akhirnya
dapat memenuhi kebutuhan bagi keluarga dan anak-anaknya, termasuk
kebutuhan makanan yang bergizi. Apabila ia tidak bekerja, jelas tidak dapat
memenuhi kebutuhan pokok keluarga. Di pihak yang lain, apabila ia bekerja, ia
kuatir terhadap perawatan terhadap anak-anaknya akan menimbulkan masalah.
Kedua elemen (argumentasi) ini sama-sama pentingnya, yakni rasa tanggung
jawabnya sebagai ibu rumah tangga yang baik.

20
Titik berat dari penyelesaian konflik ini adalah penyesuaian diri secara
kognitif. Dengan penyesuaian diri ini maka akan terjadi keseimbangan kembali.
Keberhasilan tercapainya keseimbangan kembali ini menunjukkan adanya
perubahan sikap dan akhirnya akan terjadi perubahan perilaku.

c. Teori Fungsi

Teori ini berdasarkan anggapan bahwa perubahan perilaku individu itu


tergantung kepada kebutuhan. Hal ini berarti bahwa stimulus yang dapat
mengakibatkan perubahan perilaku seseorang apabila stimulus tersebut dapat
dimengerti dalam konteks kebutuhan orang tersebut. Menurut Katz (1960)
perilaku dilatarbelakangi oleh kebutuhan individu yang bersangkutan. Katz
berasumsi bahwa :

1) Perilaku itu memiliki fungsi instrumental, artinya dapat berfungsi dan


memberikan pelayanan terhadap kebutuhan. Seseorang dapat bertindak
(berperilaku) positif terhadap objek demi pemenuhan kebutuhannya.
Sebaliknya bila objek tidak dapat memenuhi memenuhi kebutuhannya
maka ia akan berperilaku negatif. Misalnya orang mau membuat jamban
apabila jamban tersebut benar-benar menjadi kebutuhannya.

2) Perilaku dapat berfungsi sebagai defence mecanism atau sebagai


pertahanan diri dalam menghadapi lingkungannya. Artinya dengan
perilakunya, dengan tindakan-tindakannya, manusia dapat melindungi
ancaman-ancaman yang datang dari luar. Misalnya orang dapat
menghindari penyakit demam berdarah karena penyakit tersebut
merupakan ancaman bagi dirinya.

3) Perilaku berfungsi sebagai penerima objek dan memberikan arti. Dalam


peranannya dengan tindakannya itu, seseorang senantiasa menyesuaikan
diri dengan lingkungannya. Dengan tindakan sehari-hari tersebut seseorang
telah melakukan keputusan-keputusan sehubungan dengan objek atau
stimulus yang dihadapi. Pengambilan keputusan yang mengakibatkan
tindakan-tindakan tersebut dilakukan secara spontan dan dalam waktu
yang singkat. Misalnya bila seseorang merasa sakit kepala maka secara
cepat tanpa berpikir lama ia akan bertindak untuk mengatasi rasa sakit

21
tersebut dengan membeli obat di warung dan meminumnya, atau tindakan-
tindakan lain.

4) Perilaku berfungsi sebagai nilai ekspresif dari diri seseorang dalam


menjawab suatu situasi. Nilai ekspresif ini berasal dari konsep diri
seseorang dan merupakan pencerminan dari hati sanubari. Oleh sebab itu
perilaku itu dapat merupakan "layar" dimana segala ungkapan diri orang
dapat dilihat. Misalnya orang yang sedang marah, senang, gusar, dan
sebagainya dapat dilihat dari perilaku atau tindakannya.

d. Teori Kurt Lewin

Kurt Lewin (1970) berpendapat bahwa perilaku manusia adalah suatu


keadaan yang seimbang antara kekuatan-kekuatan pendorong (driving forces)
dan kekuatan-kekuatan penahan (restrining forces). Perilaku ini dapat berubah
apabila terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan tersebut didalam diri
seseorang. Sehingga ada 3 kemungkinan terjadinya perubahan perilaku pada
diri seseorang itu, yakni :

1) Kekuatan-kekuatan pendorong meningkat. Hal ini terjadi karena adanya


stimulus-stimulus yang mendorong untuk terjadinya perubahan-perubahan
perilaku. Stimulus ini berupa penyuluhan-penyuluhan atau informasi-
informasi sehubungan dengan perilaku yang bersangkutan. Misalnya
seseorang yang belum ikut KB (ada keseimbangan antara pentingnya anak
sedikit dengan kepercayaan banyak anak banyak rezeki) dapat berubah
perilakunya (ikut KB) kalau kekuatan pendorong yakni pentingnya ber-KB
dinaikkan dengan penyuluhan-penyuluhan atau usaha-usaha lain.

Kekuatan Pendorong - Meningkat

Perilaku Semula -----------------------------------------> Perilaku Baru

Kekuatan Penahan

2) Kekuatan-kekuatan penahan menurun. Hal ini akan terjadi karena adanya


stimulus-stimulus yang memperlemah kekuatan penahan tersebut.
Misalnya contoh tersebubt diatas, dengan memberikan pengertian kepada
orang tersebut bahwa anak banyak rezeki, banyak adalah kepercayaan

22
yang salah maka kekuatan penahan tersebut melemah dan akan terjadi
perubahan perilaku pada orang tersebut.

Kekuatan Pendorong

Perilaku Semula -----------------------------------------> Perilaku Baru

Kekuatan Penahan – Menurun

3) Kekuatan pendorong meningkat, kekuatan penahan menurun. Dengan


keadaan semacam ini jelas juga akan terjadi perubahan perilaku. Seperti
contoh diatas, penyuluhan KB yang berisikan memberikan pengertian
terhadap orang tersebut tentang pentingnya ber-KB dan tidak benarnya
kepercayaan anak banyak, rezeki banyak, akan meningkatkan kekuatan
pendorong dan sekaligus menurunkan kekuatan penahan.

Kekuatan Pendorong - Meningkat

Perilaku Semula -----------------------------------------> Perilaku Baru

Kekuatan Penahan – Menurun

3. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seseorang

Menurut (Sunaryo.2004), perilaku dipengaruhi oleh faktor endogen dan faktor


eksternal, yaitu :

a. Faktor genetik atau faktor endogen. Faktor genetik atau keturunan merupakan
konsepsi dasar atau modal untuk kelanjutan perkembangan perilaku makhluk
hidup itu. Faktor genetik berasal dari dalam diri individu (endogen), antara lain:

 Jenis ras, setiap ras di dunia memiliki perilaku yang spesifik, saling berbeda
satu dengan lainnya. Tiga kelompok ras terbesar yaitu :

1) Ras kulit putih atau ras Kaukasia. Perilaku yang dominan yaitu terbuka,
senang akan kemajuan, dan menjunjung tinggi hak azasi manusia.

2) Ras kulit hitam atau ras Negroid. Perilaku yang dominan yaitu tabiatnya
keras, tahan menderita, dan menonjol dalam kegiatan olahraga keras.

23
3) Ras kulit kuning atau ras Mongoloid. Perilaku yang dominan yaitu
keramahtamahan, suka bergotong royong, tertutup, dan senang dengan
upacara ritual.

 Jenis kelamin, perbedaan perilaku pria dan wanita dapat dilihat dari cara
berpakaian dan melakukan pekerjaan sehari-hari. Perilaku pada pria disebut
maskulin, sedangkan perilaku wanita disebut feminin.

 Sifat fisik, kalau diamati perilaku individu akan berbeda karena sifat fisiknya
misalkan perilaku pada individu yang pendek dan gemuk berbeda dengan
individu yang memiliki fisik tinggi kurus.

 Sifat kepribadian, salh satu pengertian kepribadian menurut Maramis (1999)


adalah : “keseluruhan pola pikiran, perasaan, dan perilaku yang sering
digunakan oleh seseorang dalam usaha adaptasi yang terus menerus terhadap
hidupnya “. Menurut masyarakat awam, kepribadian adalah bagaimana
individu tampil dan menimbulkan kesan bagi individu lainnya. Perilaku
individu tidak ada yang sama karena adanya perbedaan kepribadian yang
dimiliki individu, yang dipengaruhi oleh aspek kehidupan seperti
pengalaman,usia watak, tabiat, sistem norma, nilai dan kepercayaan yang
dianutnya.

 Bakat pembawaan, bakat merupakan interaksi dari faktor genetik dan


lingkungan serta bergantung pada adanya kesempatan untuk pengembangan.

 Inteligensi, Ebbinghaus mendefinisikan inteligensi adalah kemampuan untuk


membuat kombinasi. Dari batasan tersebut dapat dikatakan bahwa inteligensi
sangat berpengaruh terhadap perilaku individu. Oleh karena itu,kita kenal ada
individu yang intelegen, yaitu individu yang dalam mengambil keputusan
dapat bertindak tepat, cepat, dan mudah. Sebaliknya bagi individu yang
memiliki intelegensi rendah dalam mengambil keputusan akan bertindak
lambat.

24
b. Faktor eksogen atau faktor dari luar individu

 Faktor lingkungan. Lingkungan disini menyangkut segala sesuatu yang ada


disekitar individu, baik fisik, biologis maupun sosial. Ternyata lingkungan
sangat berpengaruh terhadap perilaku individu karena lingkungan
merupakan lahan untuk perkembangan perilaku. Contoh : individu yang
bergaul dengan individu yang hidup di lingkungan hitam, perilakunya
banyak diwarnai keadaan tersebut.

 Pendidikan. Proses dan kegiatan pendidikan pada dasarnya melibatkan


masalah perilaku individu maupun kelompok. Secara luas, pendidikan
mencakup seluruh proses kehidupan individu dengan lingkungannya , baik
secara normal atau tidak normal.

 Agama. Agama sebagai suatu keyakinan hidup yang masuk ke dalam


konstruksi kepribadian seseorang sangat berpengaruh dalam cara berpikir,
bersikap, beraksi, dan berperilaku individu. Seseorang yang mengerti dan
rajin melaksanakan ajaran agama dalam kehidupan, akan berperilaku dan
berbudi luhur sesuai denagn ajaran agama.

 Sosial ekonomi, telah disinggung sebelumnya bahwa salah satu lingkungan


yang berpengaruh terhadap perilaku seseorang adalah lingkungan sosial.
Lingkungan sosial dapat menyangkut sosial ekonomi dan sosial budaya.

 Kebudayaan , menurut Mac Iver sebagaimana telah dikutip oleh Soerjono S.


(2001) “ekspresi jiwa terwujud dalam cara-cara hidup dan berpikir,
pergaulan hidup, seni kesustraan”. Dalam arti sempit kebudayaan diartikan
sebagai adat-istiadat, atau peradaban manusia. Ternyata hasil kebudayaan
manusia akan mempengaruhi perilaku manusia itu sendiri.

Faktor-faktor lain:

 Susunan saraf pusat, memegang peranan penting karena merupakan


sarana untuk memindahkan energi yang berasal dari stimulus melalui
neuron ke simpul saraf tepi yang seterusnya akan berubah menjadi
perilaku.

25
 Persepsi, merupakan proses diterimanya rangsang melalui panca indera
yang didahului oleh perhatian sehingga individu sadar akan sesuatu yang
ada di dalam maupun luar dirinya. Melalui persepsi, dapat diketahui
perubahan perilaku seseorang.

 Emosi, menurut Maramis (1999) menyebutkan bahwa emosi adalah “


Manifestasi perasaan atau afek keluar disertai banyak komponen
fisiologik, dan biasanya berlangsung tidak lama “. Perilaku individu
dapat dipengaruhi oleh emosi. Aspek psikologis yang mempengaruhi
emosi berhubungan erat dengan keadaan jasmani.

26
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Skinner (1938) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan


respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena
perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian
organisme tersebut merespons, maka teori skiner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus
Organisme Respons. Robert Kwik ( 1974 ) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan
atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Perilaku
tidak sama dengan sikap. Sikap adalah hanya suatu kecenderungan untuk mengadakan
tindakan terhadap suatu obyek, dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanda-tanda
untuk menyenangi atau tidak menyenangi obyek tersebut. Sikap hanyalah sebagian dari
perilaku manusia.

Berdasarkan batasan perilaku dari skinner tersebut, maka perilaku kesehatan


adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit
dan penyakit, system pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman serta lingkungan. Hal
yang penting dalam perilaku kesehatan adalah masalah pembentukan dan perubahan
perilaku. Perubahan perilaku merupakan tujuan pendidikan atau penyuluhan kesehatan
sebagai penunjang program- program kesehatan yang lainnya.

B. Saran

Sebagai mahasiswa keperawatan yang merupakan bagian integral dalam


pelayanan kesehatan seharusnya meningkatkan kemampuan dalam pemahaman mengenai
perilaku manusia sehingga dapat meningkatkan pelayanan yang akan diberikan kepada
pasien nantinya.

27
DAFTAR PUSTAKA

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

-------------------------------. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta :


Rineka Cipta.

Sunaryo. 2004. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.

Winarto, Joko. 2011. Teori B.F Skinner, (online), diakses 25 November 2011.

28

Anda mungkin juga menyukai