Anda di halaman 1dari 18

Makalah Mata Kuliah

Penyakit Berbasis Lingkungan

Dosen :

M. Ichsan S.,SKM,M.Epid.

Disusun Oleh :

Kelompok

1. Dheanita Syahri P21335118019


2. Jeremie Ethelbert P21335118026
3. Nadia Sri Wahyuni P21335118041
4. Salma Nurul Fitria P21335118057
5. Windy Alviani P21335118075

PROGRAM STUDI DIV KESEHATAN LINGKUNGAN


POLITEKNIK KESEHATAN JAKARTA II
Jl. Hang Jebat III/F3 Kebayoran Baru Jakarta Selatan 12120 Telp. 021-7397641, 7397643
Fax. 021-7397769
Kata Pengantar

Segala puji dan syukur dihaturkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
nikmat, rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, karena atas berkat rahmat-Nya lah
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan lancar.
Berikut ini penulis akan mempersembahkan makalah mata kuliah Penyakit
Berbasis Lingkungan yang menurut penulis dapat memberikan manfaat bagi kita semua
karena kita dapat mengetahui peranan Pancasila bagi para pemuda di era modern.
Melalui kata pengantar ini penulis terlebih dahulu meminta maaf dan mohon
dimaklumi apabila dalam makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang salah atau
kurang tepat bagi para pembaca makalah ini.
Dengan ini penulis mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa
terimakasih pada pihak yang membantu dan semoga Allah SWT memberikan rahmat-
Nya agar makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Agustus, 2019

Penulis
A. Pengertian Penyakit Berbasis Lingkungan
Penyakit adalah suatu kondisi patologis berupa kelainan fungsi dan /atau
morfologi suatu organ dan/atau jaringan tubuh. (Achmadi’05).
Penyakit merupakan suatu keadaan abnormal dari tubuh atau pikiran yang
menyebabkan ketidaknyamanan, disfungsi atau kesukaran terhadap orang yang
dipengaruhinya. Penyakit merupakan respon tubuh akibat menurunnya energi dalam
tubuh karena berkurangnya kemampuan tubuh untuk mengeliminasi dan membuang
racun.
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitarnya (benda hidup, mati,
nyata, abstrak) serta suasana yang terbentuk karena terjadi interaksi antara elemen-
elemen di alam tersebut. (Sumirat’96).
Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan
sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang
tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan yang terdiri dari komponen abiotik dan
biotik.
Penyakit berbasis lingkungan adalah suatu kondisi patologis berupa kelainan
fungsi atau morfologi suatu organ tubuh yang disebabkan oleh interaksi manusia dengan
segala sesuatu disekitarnya yang memiliki potensi penyakit.

Pengertian Penyakit Berbasis Lingkungan dari berbagai Ahli :

1. Menurut H.L. Blum


Menurut H.L. Blum, dikutip Notoadmodjo (2007), derajat kesehatan dipengaruhi
4 (empat) macam faktor yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan
hereditas. Faktor lingkungan dan perilaku merupakan faktor terbesar yang
berpengaruh terhadap tinggi rendahnya derajat kesehatan. Oleh karena itu,
lingkungan sehat dan perilaku sehat perlu diupayakan dengan sungguh-sungguh.
Lingkungan merupakan salah satu peran penting dan berpengaruh positif terhadap
terwujudnya status kesehatan masyarakat. Lingkungan juga merupakan determinan
dalam menularkan dan munculnya suatu penyakit, baik menular maupun tidak
menular. Usaha memperbaiki atau meningkatkan kondisi lingkungan ini dari masa ke
masa, dan dari masyarakat satu kemasyarakat lain, bervariasi dan bertingkat-tingkat,
dari yang sederhana sampai kepada yang modern (Notoatmodjo,2003). Masih
tingginya penyakit berbasis lingkungan antara lain penyakit disebabkan oleh faktor
lingkungan serta perilaku hidup bersih dan sehat yang masih rendah. Berdasarkan
aspek sanitasi tingginya angka penyakit berbasis lingkungan banyak disebabkan tidak
terpenuhinya kebutuhan air bersih masyarakat, pemanfaatan jamban yang masih
rendah, tercemarnya tanah, air, dan udara karena limbah rumah tangga, limbah
industri, limbah pertanian, sampah, sarana transportasi, serta kondisi lingkungan fisik
yang memungkinkan (Achmadi, 2008).
2. Menurut Riskesdas tahun 2013
Penyakit berbasis lingkungan berdasarkan media/cara penularan melalui
udara, makanan, air, dan vektor. Melalui udara yaitu Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA), pneumonia, dan TB paru. Melalui makanan, air dan lainnya yaitu diare.
Melalui vektor yaitu malaria dan DBD.
3. Menurut Syarifuddin dkk Tahun 2010
Penyakit berbasis lingkungan disebabkan oleh masih buruknya kondisi
sanitasi dasar terutama air bersih dan jamban, yang dapat memicu terjadinya penyakit
diare serta masih kurangnya rumah yang memenuhi syarat kesehatan sehingga
penyakit ISPA juga semakin meningkat. Penularan penyakit diare karena infeksi
bakteri dan virus biasanya melalui air minum dan makanan yang terkontaminasi.
Disamping itu jamban keluarga juga ikut berperan terjadinya diare karena tanpa
jamban masyarakat memilih buang air besar disembarang tempat. Hal inilah yang
dapat menularkan penyakit diare melalui media air atau media makanan melalui lalat.

B. Jenis Penyakit Berbasis Lingkungan dan Faktor Resiko


Jenis-jenis Penyakit Berbasis Lingkungan
1. Biologis
Penyakit berbasis lingkungan yang menular melalui agen biologis membutuhkan
peran agen makhluk hidup seperti virus, bakteri, jamur, prozoa dan cacing untuk
melakukan infeksi. Beberapa penyakit menular yang ditimbulkan oleh agen biologis,
yaitu:
1.1 Penyakit Virus
a. Influenza
Influenza merupakan penyakit virus yang endemik di seluruh dunia dan
sering menjadi epidemi di banyak negara. Penyebab influenza adalah virus
influenza tipe A,B dan C, virus berukuran 200 nm yang mempunyai selubung
virion. Virus influenza termasuk famili Orthomyxoviridae.
Penyakit influenza ditularkan oleh virus influenza melalui udara,
menyerang saluran pernapasan, akibatnya penderita mengalami kesulitan
bernapas.
Sesudah masa inkubasi 1-2 hari, gejala umum dan keluhan yang tidak khas
terjadi berupa malaise umum, sistem kataral sistemik, demam menggigil,
kadang-kadang muntah dan diare, sakit kepala, mialga dan sakit tenggorok.
Daya tahan tubuh penderita dan adanya infeksi sekunder mempengaruhi
beratnya influenza. Komplikasi influenza berupa infeksi sekunder bakteril
dengan kuman Staphyllococcus aureus,
Salah satu pencegahan adalah dengan menggunakan vaksin influenza yang
mengandung virus A dan B dan disebutkan dapat mengurangi terjadinya
infeksi yang disebabkan oleh virus H5N1 atau flu burung dan juga pencegahan
flu pada usia 5 – 50 tahun. Golongan yang memerlukan vaksini ini antara lain
: usia > 65 th, memiliki penyakit kronis lainnya (paru-paru, jantung, darah dan
ginjal, DM), memiliki gangguan sistem pertahanan tubuh, dan petugas
kesehatan. Dianjurkan untuk memberikan vaksin sebelum musim dingin atau
musim hujan. Selain itu perubahan perilaku masyarakat dengan gaya hidup
yang sehat dapat mengurangi terjadinya penyakit influenza ini.

b. Varicella atau Cacar Air


Cacar air atau Varicella simplex adalah suatu penyakit menular yang
disebabkan oleh infeksi virus Varicella zoster. Penyakit ini disebarkan
secara aerogen.
Penyakit varicella atau cacar air ditularkan oleh virus Varicella
zoster melalui udara, menyerang lapisan kulit, akibatnya penderita mengalami
gatal – gatal dan nyeri kulit seperti bisul.
Pada permulaannya, penderita akan merasa sedikit demam, pilek, cepat
merasa lelah, lesu, dan lemah. Gejala-gejala ini khas untuk infeksi virus. Pada
kasus yang lebih berat, bisa didapatkan nyeri sendi, sakit kepala dan pusing.
Beberapa hari kemudian timbullah kemerahan pada kulit yang berukuran kecil
yang pertama kali ditemukan di sekitar dada dan perut atau punggung lalu
diikuti timbul di anggota gerak dan wajah.
Kemerahan pada kulit ini lalu berubah menjadi lenting berisi cairan
dengan dinding tipis. Ruam kulit ini mungkin terasa agak nyeri atau gatal
sehingga dapat tergaruk tak sengaja. Jika lenting ini dibiarkan maka akan
segera mengering membentuk keropeng (krusta) yang nantinya akan terlepas
dan meninggalkan bercak di kulit yang lebih gelap (hiperpigmentasi). Bercak
ini lama-kelamaan akan pudar sehingga beberapa waktu kemudian tidak akan
meninggalkan bekas lagi.
Imunisasi tersedia bagi anak-anak yang berusia lebih dari 12 bulan.
Imunisasi ini dianjurkan bagi orang di atas usia 12 tahun yang tidak
mempunyai kekebalan. Penyakit ini erat kaitannya dengan kekebalan tubuh.
c. Variola
Cacar adalah penyakit virus sistemik dengan gejala khas adanya erupsi
kulit. Kebanyakan cacar dikelirukan dengan cacar air dimana lesi dikulit pada
cacar air umumnya muncul dalam bentuk successive crops (berhubungan satu
sama lain) dengan tingkat yang berbeda disaat yang sama.
Penyakit cacar ditularkan oleh Variola virus , spesies Orthopoxvirus
melalui udara. Penularan umumnya terjadi pada saat muncul wabah dimana
50% dari mereka yang tidak divaksinasi akan tertulari. Penyakit ini menyerang
bagian kulit tubuh, hampir sama dengan cacar air. Namun penyakit cacar tidak
mengelurakan cairan.
Penyakit muncul mendadak dengan gejala demam, tidak nafsu makan,
sakit kepala, badan lemah, sakit pinggang berat, kadang-kadang sakit perut
dan muntah; gambaran klinis menyerupai influenza.
Pencegahan pada penyakit cacar yakni dengan mandi dua kali sehari, cuci
tangan setelah beraktivitas, serta menjaga kebersihan lingkungan.

1.2 Penyakit Bakteri


a. TBC Paru
Penyakit TBC disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa.
Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif pada waktu batuk atau
bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan
dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu
kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut
terhirup kedalam saluran pernafasan. Setelah kuman TB masuk ke dalam tubuh
manusia melalui pernafasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru
kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe,
saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya.
Penularan penyakit TBC adalah melalui udara yang tercemar oleh
Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan/dikeluarkan oleh si penderita TBC
saat batuk, dimana pada anak-anak umumnya sumber infeksi adalah berasal
dari orang dewasa yang menderita TBC.
Gejala penyakit TBC yakni batuk dalam jangka waktu yang lama, demam
tinggi serta sering keringat dingin.
Pencegahan penyakit TBC dapat dilakukan dengan memberantas penyakit
TBC pada pemerah air susu dan tukang potong sapi, dan pasteurisasi air susu
sapi, pemeriksaan bakteriologis dahak pada orang dengan gejala tbc paru, dan
pemeriksaan screening dengan tubercullin test pada kelompok beresiko tinggi,
seperti para emigran, orang-orang kontak dengan penderita, petugas dirumah
sakit, petugas/guru disekolah, petugas foto rontgen.
b. Difteri
Difteri/ Diphteria adalah penyakit infeksi bakteri yang disebabkan
oleh Corynebacterium diphteriae, yang umumnya menyerang membran
mukosa yang melapisi hidung dan tenggorokan serta tonsil. Akibatnya
tenggorokan menjadi terinflamasi dan inflamasi ini dapat menyebar ke kotak
suara ( larynx) sehingga mempersempit saluran pernafasan.
Penularan penyakit difteri terjadi melalui tetes udara yang dikeluarkan
oleh penderita ketika batuk atau bersin. Penularan juga dapat terjadi melalui
tissue/ sapu tangan atau gelas bekas minum penderita atau menyentuh luka
penderita.
Anak-anak usia kurang dari 5 tahun dan orang tua usia diatas 60 tahun
sangat beresiko tertular penyakit difteri, demikian pula mereka yang tinggal di
lingkungan padat penduduk atau lingkungan yang kurang bersih dan juga
mereka yang kurang gizi dan tidak diimunisasi DTP.
 
 Gejala Klinis :
a) Ada membran tebal warna abu-abu yang melapisi tenggorokan dan tonsil (
ciri khas )
b) Sakit tenggorokan dan suara serak
c) Sakit ketika menelan
d) Kelenjar getah bening di leher membengkak
e) Kesulitan bernafas dan nafas cepat
f) Keluar cairan dari hidung
g) Demam dan menggigil
h) Malaise
Tanda dan gejala umumnya muncul 2-5 hari setelah terinfeksi, namun mungkin
juga baru muncul 10 hari kemudian.

Pencegahan penyakit difteri adalah dengan memberikan imunisasi DTP


saat anak berumur 2, 4, 6, 18 bulan dan 5 tahun. Sedangkan pada usia 10 tahun
dan 18 tahun diberikan imunisasi TD ( Toxoid Difteri ) saja. Bila pada suntikan
DTP pertama terjadi reaksi yang berat maka sebaiknya suntikan berikut jangan
diberikan DTP lagi melainkan DT saja (tanpa P). (Prof. DR.A.H. Markum,
2000).

c. Meningitis
Penyakit meningitis adalah infeksi pada lapisan otak dan urat saraf tulang
belakang. Meningitis merupakan infeksi yang dapat mengancam nyawa. Bila
tidak ditangani dapat terjadi pembengkakan otak, kecacatan tetap, koma
bahkan kematian.
Penyakit meningitis yang disebabkan oleh bakteri tertentu dan merupakan
penyakit yang serius. Salah satu contoh bakterinya yaitu Meningococcal
bacteria. Penyakit ini menular melalui kontak dengan udara bebas.
Gejala awal penyakit meningitis yaitu demam, sakit kepala, kaku kuduk,
sakit tenggorokan, dan muntah. Selain itu juga pada orang dewasa menjadi
lebih mudah tersinggung, linglung, dan sangat mengantuk, hingga terjadi
penurunan kesadaran koma bahkan meninggal.
Menjaga hygiene merupakan cara yang paling baik untuk menghindari
transmisi penyakit. Antibiotik diberikan untuk mencegah meningitis pada
orang yang kontak dekat dengan orang yang menderita meningitis.

1.3 Penyakit Jamur


a. Askariasis
Askariasis disebabkan oleh cacing Ascaris lumbricoides yang oleh
masyarakat umum dikenal sebagai cacing gelang.
Penularan askariasis dapat terjadi melalui beberapa jalan, yaitu telur
infektif masuk mulut bersama makanan dan minuman yang tercemar, melalui
tangan yang kotor, atau telur infektif terhirup melalui udara bersama debu.
Pada manusia cacing dewasa dapat menimbulkan berbagai akibat mekanik,
yaitu obstruksi usus, intususepsi, dan perforasi ulkus yang ada di usus.
Diagnosis pasti askariasis ditegakkan jika melalui pemeriksaan
makroskopis terhadap tinja atau muntahan penderita ditemukan cacing dewasa.
Pencegahan dapat dilakukan dengan mencegah masuknya telur cacing
yang mencemari makanan atau minuman dengan selalu memasak makanan dan
minuman sebelum dumakan atau diminum dan menjaga kebersihan perorangan

1.4 Penyakit Protozoa


a. Toksoplasmosis
Penyakit ini disebabkan oleh Toxoplasma gondii menyebabkan penyakit
toksoplasmosis pada manusia dan hewan. Parasit ini dapat menimbulkan
radang pada kulit, kelenjar getah bening, jantung, paru, mata, otak dan selaput
otak.
Penularan pada manusia dapat terjadi melalui dapatan (acquired) atau
secara kongenital dari ibu ke bayi yang dikandungnya. Secara dapatan,
penularan dapat terjadi melalui makanan mentah atau kurang masak yang
mengandung psedokista (dalam daging, susu sapi atau telur unggas), penularan
melalui udara atau droplet infection (berasal dari penderita pneumonitis
toksoplasmosis) dan melalui kulit yang kontak dengan jaringan yang infektif
atau ekskreta hewan misalnya kucing, anjing, babi atau roden yang sakit.
Pada orang dewasa, gejala klinik tidak jelas dan tidak ada keluhan
penderita. Gejala yang jelas terjadi pada penderita yang menderita
toksoplasmosis kongenital karena luasnya kerusakan organ dan sistem saraf
penderita (bayi dan anak).
Diagnosis pasti ditetapkan sesudah dilakukan pemeriksaan mikroskopik
histologis secara langsung atau hasil biopsi jaringan penderita, dan
pemeriksaan jaringan berasal dari hewan coba yang diinokulasi dengan bahan
infektif.
Pencegahannya antara lain selalu memasak makanan dan minuman,
menghindari kontak langsung dengan daging atau jaringan hewan yang sedang
diproses, menjaga kebersihan lingkungan, dan mengobati/memusnahkan
hewan-hewan penderita toksoplasmosis
2. Kimia
a. Asbestosis
Asbestosis adalah suatu penyakit saluran pernafasan yang terjadi akibat
menghirup serat-serat asbes, dimana pada paru-paru terbentuk jaringan parut yang
luas. Asbestos terdiri dari serat silikat mineral dengan komposisi kimiawi yang
berbeda. Jika terhisap, serat asbes mengendap di dalam dalam paru-paru.
Menghirup asbes juga dapat menyebabkan penebalan pleura atau selaput yang
melapisi paru-paru (www.dokter-online.co.nr, 2006).
Penyebab asbestosis adalah serat asbes, dimana serat asbes sukar untuk
dihancurkan, bahkan oleh makrofag. Ketika makrofag mencoba untuk
mencernakan serat asbes, sering mengalami kegagalan sebab seratnya terlalu kuat
dan ikatan rantainya sangat kuat untuk diuraikan. Pada proses ini, makrofag
menghasilkan unsur yang diharapkan dapat menghancurkan benda asing, tetapi
hal itu dapat juga merugikan alveoli. Hal ini akan menyebabkan terjadinya
inflamasi pada alveoli dan secepatnya dapat meninggalkan parut..

Pencegahan :

 Penggunaan masker bagi pekerja yang beresiko tinggi dapat mengurangi


pemaparan.
 Ventilasi udara yang cukup di ruang kerja
 Untuk mengurangi resiko terjadinya kanker paru-paru, kepada para pekerja
yang berhubungan dengan asbes, dianjurkan untuk berhenti merokok.
 Guna menghindari sumber penyakit yang akan tersebar pada pihak keluarga,
disarankan setiap pekerja untuk mencuci pakaian kerjanya di pabrik, dan
menggantinya dengan pakaian bersih untuk kembali ke rumah. Sehingga semua
pakaian kerja tidak ada yang dibawa pulang, dan pekerja membersihkan diri
atau mandi sebelum kembali ke rumah masing-masing (Aditama TY, 1992).
3. Fisika
3.1 Kebisingan
a. Sensorineural hearing loss
Gangguan pendengaran sensorineural (HPS) adalah jenis gangguan
pendengaran di mana akar penyebab terletak pada saraf vestibulocochlear (
saraf kranial VIII), bagian dalam telinga , atau pusat-pusat pengolahan sentral
dari otak. Gangguan pendengaran sensorineural dapat ringan, sedang, atau
berat, termasuk tuli total.
Sebagian besar gangguan pendengaran sensorineural manusia disebabkan
oleh kelainan pada sel-sel rambut dari organ Corti di koklea. Gangguan telinga
ini juga bisa disebabkan akibat kebisingan di atas ambang batas yang terus
menerus.
Pencegahan :
 Pengendalian secara teknis: Meredam sumber bising dengan jalan memberi
bantalan karet untuk mengurangi getaran peralatan dari logam, mengurangi
jatuhnya
 Pengendalian secara administrative: Pengendalian ini meliputi rotasi kerja
pada pekerja yang terpapar oleh kebisingan dengan intensitas tinggi ke
tempat atau bagian lain yang lebih rendah, cara mengurangi paparan bising
dan melindungi pendengaran.
 Pemakaian alat pelindung telinga: Pengendalian ini tergantung terhadap
pemilihan peralatan yang tepat untuk tingkat kebisingan tertentu, kelayakan
dan cara merawat peralatan.

3.2 Suhu
a. Hipotermia
Hipotermia adalah kondisi darurat medis yang terjadi ketika tubuh
kehilangan panas lebih cepat dari pada saat tubuh menghasilkan panas
sehingga suhu tubuh pun menjadi sangat rendah. Penderita hipotermia suhu
tubuhnya di bawah 36 derajat Celcius padahal suhu tubuh manusia normal
adalah 37 derajat Celcius.
Penyebab Hipotermia yakni pasti ada kontak dengan lingkungan dingin,
ada gangguan penyakit yang tengah diderita, penggunaan obat - obatan ataupun
alkohol serta radang pankreas.
Pencegahan:
 Pindahkan ke tempat kering yang teduh. Ganti pakaian basah dengan
pakaian kering yang hangat, selimuti untuk mencegah kedinginan. Jika
tersedia, gunakan bahan tahan angin, seperti alumunium foil atau plastik
untuk perlindungan lebih lanjut. Panas tubuh dari orang lain juga bagus
untuk diberikan, suruh seseorang melepas pakaian, dan berbagi pakai
selimut dengan si korban. Jika penderita sadar, berikan minuman hangat
jangan memberikan minuman alkohol. Segeralah cari bantuan medis.
 Bila kita melakukan kegiatan luar ruangan ( pendakian gunung khususnya )
pada musim hujan atau di daerah dengan curah hujan tinggi, harus
membawa jas hujan, pakaian hangat ( jaket tahan air dan tahan angin ) dan
pakaian ganti, serta kaus tangan, dan kaus kaki juga sangat penting.
Perlengkapan yang tidak kalah pentingnya adalah sepatu pendakian yang
baik dan dapat menutupi sampai mata kaki, jangan pakai sendal gunung atau
bahkan jangan pakai sendal jepit.
 Bawa makanan yang cepat dibakar menjadi kalori, seperti gula jawa, coklat
dll. Dalam perjalanan banyak “ngemil” untuk mengganti energi yang hilang.
 Bila angin bertiup kencang, maka segeralah memakai perlengkapan pakaian
hangat, seperti jaket dan kaus tangan.

Faktor Resiko
Para ahli kesehatan masyarakat pada umumnya sepakat bahwa kualitas kesehatan
lingkungan adalah salah satu dari empat faktor yang mempengaruhi kesehatan manusia,
menurut H.L Blum yang merupakan faktor yang memberikan kontribusi terbesar
terhadap pencapaian derajat kesehatan. Memang tidak selalu lingkungan menjadi faktor
penyebab, melainkan juga sebagai penunjang, media transmisi maupun memperberat
penyakit yang telah ada. Faktor yang menunjang munculnya penyakit berbasis
lingkungan antara lain :

1. Ketersediaan dan akses terhadap air yang aman


Indonesia adalah salah satu negara yang kaya akan sumber daya air dimana
ketersediaan air mencapai 15.500 meter kubik per kapita per tahun, jauh di atas
ketersediaan air rata-rata di dunia yang hanya 8.000 meter kubik per tahun. Namun
demikian, Indonesia masih saja mengalami persoalan air bersih. Sekitar 119 juta
rakyat Indonesia belum memiliki akses terhadap air bersih, sebagian besar yang
memiliki akses mendapatkan air bersih dari penyalur air, usaha air secara komunitas
serta sumur air dalam. Dari data Bappenas disebutkan bahwa pada tahun 2009
proporsi penduduk dengan akses air minum yang aman adalah 47,63%. Sumber air
minum yang disebut layak meliputi air ledeng, kran umum, sumur bor atau pompa,
sumur terlindung , mata air terlindung dan air hujan. Dampak kesehatan dari tidak
terpenuhinya kebutuhan dasar terhadap air bersih dan sanitasi diantaranya nampak
pada anak-anak sebagai kelompok usia rentan.

2. Akses sanitasi dasar yang layak


Kepemilikan dan penggunaan fasilitas tempat buang air besar merupakan salah
satu isu penting dalam menentukan kualitas sanitasi. Namun pada kenyataannya dari
data Susenas 2009, menunjukkan hampir 49% rakyat Indonesia belum memiliki akses
jamban. Ini berarti ada lebih dari 100 juta rakyat Indonesia yang BAB sembarangan
dan menggunakan jamban yang tak berkualitas. Angka ini jelas menjadi faktor besar
yang mengakibatkan masih tingginya kejadian diare utamanya pada bayi dan balita di
Indonesia.

3. Penanganan sampah dan limbah


Tahun 2010 diperkirakan sampah di Indonesia mencapai 200.000 ton per hari
yang berarti 73 juta ton per tahun. Pengelolaan sampah yang belum tertata akan
menimbulkan banyak gangguan baik dari segi estetika berupa onggokan dan serakan
sampah, pencemaran lingkungan udara, tanah dan air, potensi pelepasan gas metan
(CH4) yang memberikan kontribusi terhadap pemanasan global, pendangkalan sungai
yang berujung pada terjadinya banjir serta gangguan kesehatan seperti diare, kolera,
tifus penyakit kulit, kecacingan, atau keracunan akibat mengkonsumsi makanan
(daging/ikan/tumbuhan) yang tercemar zat beracun dari sampah.
4. Vektor penyakit
Vektor penyakit semakin sulit diberantas, hal ini dikarenakan vektor penyakit
telah beradaptasi sedemikian rupa terhadap kondisi lingkungan, sehingga kemampuan
bertahan hidup mereka pun semakin tinggi. Hal ini didukung faktor lain yang
membuat perkembangbiakan vektor semakin pesat antara lain : perubahan lingkungan
fisik seperti pertambangan, industri dan pembangunan perumahan; sistem penyediaan
air bersih dengan perpipaan yang belum menjangkau seluruh penduduk sehingga
masih diperlukan container untuk penyediaan air; sistem drainase permukiman dan
perkotaan yang tidak memenuhi syarat; sistem pengelolaan sampah yang belum
memenuhi syarat, penggunaan pestisida yang tidak bijaksana dalam pengendalian
vektor; pemanasan global yang meningkatkan kelembaban udara lebih dari 60% dan
merupakan keadaan dan tempat hidup yang ideal untuk perkembang-biakan vektor
penyakit.

5. Perilaku masyarakat
Perilaku Hidup Bersih san Sehat belum banyak diterapkan masyarakat, menurut
studi Basic Human Services (BHS) di Indonesia tahun 2006, perilaku masyarakat
dalam mencuci tanganadalah (1) setelah buang air besar 12%, (2) setelah
membersihkan tinja bayi dan balita 9%, (3) sebelum makan 14%, (4) sebelum
memberi makan bayi 7%, dan (5) sebelum menyiapkan makanan 6 %. Studi BHS
lainnya terhadap perilaku pengelolaan air minum rumah tangga menunjukan 99,20 %
merebus air untuk mendapatkan air minum, namun 47,50 % dari air tersebut masih
mengandung Eschericia Coli. Menurut studi Indonesia Sanitation Sector
Development Program (ISSDP) tahun 2006 terdapat 47% masyarakat masih
berperilaku buang air besar ke sungai, sawah, kolam, kebun dan tempat terbuka.
Teori simpul terjadinya penyakit

Mengacu kepada gambaran skematik tersebut di atas, maka pathogenesis penyakit dapat
diuraikan ke dalam 5 (lima) simpul, yakni :

1. Simpul 1: sumber penyakit


Sumber penyakit adalah titik mengeluarkan agent penyakit. Agent penyakit
adalah komponen lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan penyakit melalui
kontak secar langsung atau melalui media perantara (yang juga kompenen
lingkungan).

Berbagai agent penyakit yang baru maupun lama dapt dikelompokkan ke dalam tiga
kelompok besar, yaitu:

a. Mikroba, seperti virus, amuba, jamur, bakteri, parasit, dan lain-lain.


b. Kelompok fisik, misalnya kekuatan radiasi, energi kebisingan, kekuatan cahaya.
c. Kelompok bahan kimia toksik, misalnya pestisida, Merkuri, Cadmium, CO, H2S
dan lain-lain.

Sumber penyakit adalah titik yang secara konstan maupun kadang-kadang


mengeluarkan satu atau lebih berbagai komponen lingkungan hidup tersebut di atas.
2. Simpul 2: media transmisi penyakit
Ada lima komponen lingkungan yang lazim kita kenal sebagai media transmisi
penyakit, yaitu air, udara, tanah/pangan, binatang/serangga, manusia/langsung. Media
transmisi tidak akan memiliki potensi penyakit jika di dalamnya tidak mengandung
bibit penyakit atau agent penyakit.

3. Simpul 3: perilaku pemajanan (behavioural exposure)


Agent penyakit dengan atau tanpa menumpang komponen lingkungan lain, masuk
ke dalam tubuh melalui satu proses yang kita kenal dengan hubungan interaktif.
Hubungan interaktif antara komponen lingkungan dengna penduduk berikut
perilakunya, dapat diukur dalam konsep yang disebut sebagai perilaku pemajanan
atau behavioural exposure. Perilaku pemajanan adalah jumlah kontak antara manusia
dengan komponen lingkungan yang mengandung potensi bahaya penyakit (agent
penyakit).

Masing-masing agent penyakit yang masuk ke dalam tubuh dengan cara-cara yang
khas. Ada 3 jalan masuk kedalam tubuh manusia, yakni :
a. Sistem pernafasan
b. Sistem pencernaan
c. Masuk melalui permukaan kulit

4. Simpul 4: kejadian penyakit


Kejadian penyakit merupakan outcome hubungan interaktif penduduk dengan
lingkungan yang memiliki potensi bahaya gangguan kesehatan. Seseorang dikatakan
sakit kalau salah satu maupun bersama mengalami kelainan dibandingkan dengan
rata-rata penduduk lainnya.

5. Simpul 5: variabel suprasistem


Kejadian penyakit masih dipengaruhi oleh kelompok variabel simpul 5, yakni
variabel iklim, topografi, temporal, dan suprasistem lainnya, yakni keputusan politik
berupa kebijakan makro yang bisa mempengaruhi semua simpul (Achmadi, 2008).
Daftar Pustaka

https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_dir/e1cf67b8122c12a4d2a95d6ac50137f
f.pdf

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/32272/Chapter%20I.pdf;jsessionid
=C6623B40836E5D7110D21727C5D2BFC1?sequence=4

www.academia.edu/9601587/Teori_simpul

https://dokumen.tips/documents/makalah-manajemen-penyakit-lingkungan-berbasis-
wilayah-dalam-upaya-penanggulangan.html

Anda mungkin juga menyukai