Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN KASUS

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

DOSEN PEMBIMBING
dr. Masjuanda, Sp.OG

DISUSUN OLEH :
ISMI NUR LAILATUR ROHMAH
18360094
MUHAMMAD KHALID TAWAKAL
18360110

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR OBGYN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
RSUD DELI SERDANG LUBUK PAKAM
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan

rahmat dan karunia-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini

guna memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior di bagian Ilmu Obgyn

RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam dengan judul ”Kehamilan Ektopik Terganggu”.

Laporan kasus ini bertujuan agar penulis dapat memahami lebih dalam

teori-teori yang diberikan selama menjalani Kepaniteraan Klinik Obgyn RSUD

Deli Serdang Lubuk Pakam dan mengaplikasikannya untuk kepentingan klinis

kepada pasien. Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr.Masjuanda,Sp.OG,

yang telah membimbing penulis dalam laporan kasus ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan kasus ini masih memiliki

kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran yang membangun dari

semua pihak yang membaca laporan kasus ini. Harapan penulis semoga laporan

kasus ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Lubuk Pakam, 01 Juli 2019

Penulis

DAFTAR ISI

i
KATA

PENGANTAR

...................................................................................................................................

DAFTAR

ISI

...................................................................................................................................

ii

BAB I

PENDAHULUAN

...................................................................................................................................

1.1 Latar

Belakang

....................................................................................................................

BAB II TINJAUAN

PUSTAKA

...................................................................................................................................

2.1 Definisi Kehamilan

Ektopik

ii
.............................................................................................................................

2.2 Faktor Resiko Kehamilan

Ektopik

.............................................................................................................................

2.3 Lokasi Kehamilan

Ektopik

.............................................................................................................................

2.4 Patogenesis Kehamilan

Ektopik

.............................................................................................................................

11

2.5 Perkembangan Kehamilan

Ektopik

.............................................................................................................................

12

2.6 Gejala Klinis Kehamilan

Ektopik

.............................................................................................................................

14

iii
2.6 Diagnosis Banding Kehamilan Ektopik

.............................................................................................................................

16

2.7 Diagnosis Kehamilan

Ektopik

.............................................................................................................................

17

2.7 Penatalaksanaan Kehamilan

Ektopik

.............................................................................................................................

21

BAB III LAPORAN

KASUS

...................................................................................................................................

26

BAB IV

PENUTUP

...................................................................................................................................

30

3.1

Kesimpulan

.............................................................................................................................

30

iv
DAFTAR

PUSTAKA

...................................................................................................................................

31

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehamilan secara normal akan berada di kavum uteri. Kehamilan

ektopik terjadi setiap saat ketika penanaman blastosit berlangsung dimanapun,

kecuali di endometrium yang melapisi rongga uterus. Tempat yang mungkin

untuk kehamilan ektopik adalah serviks, tuba fallopi, ovarium dan abdomen.

Menurut American Collage of Obstetricians and Gynecologists (2008),

2% dari seluruh kehamilan trimester pertama di Amerika serikat adalah

kehamilan ektopik, dan jumlah ini menyebabkan sekitar 6% dari semua

kematian terkait kehamilan. Resiko kematian akibat kehamilan di luar uterus

lebih besar dari pada kehamilan yang memberi hasil lahir hidup atau yang

dihentikan secara sengaja. Selain itu, kemungkinan untuk kembali hamil

dengan baik akan berkurang setelah kehamilan ektopik. Namun, dengan

diagnosis yang lebih dini, baik kelangsungan hidup ibu maupun konservasi

kapasitas reproduksi dapat ditingkatkan (Cunningham, et al, 2013).

Menurut World Health Organization (2007), Kehamilan ektopik adalah

penyebab hampir 5% kematian ibu hamil di Negara maju. Namun, kematian

akibat kehamilan ektopik di amerika serikat kini semakin jarang terjadi setelah

tahun 1970-an. Angka kematian kasus dari kehamilan ektopik turun tajam dari

tahun 1980 hingga 1992. Penurunan ini kemungkinan besar disebabkan oleh

membaiknya diagnosis dan penatalaksanaan. Namun, menurut Grimes (2006),

1
dari tahun 1991 sampai 1999, perkiraan angka kematian untuk kehamilan

ektopik adalah 32 per 100.000 kelahiran dibandingkan dengan angka kematian

ibu hamil sebesar 7 per 100.000 kelahiran hidup (Cunningham, et al, 2013).

Sedangkan, di Indonesia kejadian kehamilan ektopik sekitar 5-6 per 1000

kehamilan. Kehamilan ektopik hampir 95% kehamilan berimplantasi di

berbagai segmen tuba uterine, terbanyak terletak diampula dan 5% tertanam di

ovarium, rongga peritoneum atau didalam serviks. (Prawirohardjo S, 2014)

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kehamilan Ektopik

Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang pertumbuhan sel telur yang

telah dibuahi tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri.

Kehamilan Ektopik tergangu (KET) merupakan kehamilan ektopik yang

disertai dengan gejala akut abdomen, dengan trias gambaran klasik yaitu

amenore, nyeri abdomen akut dan perdarahan pervaginam. Implantasi hasil

konsepsi dapat terjadi pada tuba fallopii, ovarium, dan kavum abdomen atau

pada uterus namun dengan posisi yang abnormal (kornu, serviks).

Kehamilan ekstrauterin tidak bersinonim dengan kehamilan ektopik

karena kehamilan pada pars intersitialis tuba dan kanalis servikalis masih

termasuk dalam uterus, tetapi jelas kehamilan ektopik. Kira-kira lebih dari

95% kasus kehamilan ektopik berada disaluran tuba fallopi dan kehamilan

ini disebut sebagai kehamilan tuba. Kehamilan tuba tidaklah sinonim untuk

kehamilan ektopik melainkan lebih merupakan tipe kehamilan ektopik yang

paling sering dijumpai.

3
2.2 Faktor

Resiko Kehamilan Ektopik

Ada berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan kehamilan

ektopik. Namun, kehamilan ektopik dapat terjadi pada wanita tanpa

faktor risiko. Faktor risiko kehamilan ektopik adalah:

1. Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya

Risiko paling besar untuk kehamilan ektopik. Angka kekambuhan

sebesar 15% setelah kehamilan ektopik pertama dan meningkat sebanyak

30% setelah kehamilan ektopik kedua.

2. Penggunaan kontrasepsi spiral dan pil progesteron

Kehamilan ektopik meningkat apabila ketika hamil, masih

menggunakan kontrasepsi spiral (3–4%). Pil yang mengandung hormon

progesteron juga meningkatkan kehamilan ektopik karena pil

progesteron dapat mengganggu pergerakan sel rambut silia di saluran

4
tuba yang membawa sel telur yang sudah dibuahi untuk berimplantasi ke

dalam rahim.

3. Kerusakan dari saluran tuba

Telur yang sudah dibuahi mengalami kesulitan melalui saluran

tersebut sehingga menyebabkan telur melekat dan tumbuh didalam

saluran tuba. Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan gangguan

saluran tuba diantaranya adalah:

 Merokok : kehamilan ektopik meningkat sebesar 1,6 – 3,5 kali

dibandingkan wanita yang tidak merokok. Hal ini disebabkan karena

merokok menyebabkan penundaan masa ovulasi (keluarnya telur

dari indung telur), gangguan pergerakan sel rambut silia di saluran

tuba, dan penurunan kekebalan tubuh.

 Penyakit Radang Panggul : menyebabkan perlekatan di dalam

saluran tuba, gangguan pergerakan sel rambut silia yang dapat

terjadi karena infeksi kuman TBC, klamidia, gonorea

 Endometriosis : menyebabkan jaringan parut disekitar saluran tuba

 Tindakan medis : seperti operasi saluran tuba atau operasi daerah

panggul, pengobatan infertilitas seperti bayi tabung dapat

menyebabkan parut pada rahim dan saluran tuba.

2.2 Lokasi Kehamilan Ektopik

Menurut lokasinya, kehamilan ektopik dibagi menjadi :

1. Kehamilan Ektopik Tuba

5
a. Pars interstisialis

Karena dinding agak tebal, dapat menahan kehamilan sampai 4

bulan atau lebih, kadang kala sampai aterm. Kalau pecah dapat

menyebabkan perdarahan yang banyak dan keluarnya janin dalam

rongga perut.

b. Isthmus

Dinding tuba di sini lebih tipis, biasanya pada kehamilan 2-3 bulan

sudah pecah.

c. Ampulla

Dapat terjadi abortus atau ruptur pada kehamilan 1-2 bulan.

d. Infundibulum

e. Fimbriae

Dapat terjadi abortus atau ruptur pada kehamilan 1-2 bulan.

Implamantasi telur dapat bersifat kolumnar, artinya terjadi dipuncak

lipatan selaput tuba, dan telur terletak didalam lipatan selaput lendir. Bila

kehamilan pecah, pecahan masuk kedalam lumen tuba (abortus tuber). Telur

dapat pula menembus epitel dan terimplantasi interkolumnar, artinya terjadi

didalam lipatan selaput lendir, dan telur masuk kedalam lapisan otot tuba

karena tuba tidak mempunyai desidua. Bila kehamilan pecah, hasil konsepsi

akan memasuki rongga peritoneum (ruptur tuba).

Walau kehamilan terjadi diluar rahim, rahim turut membesar karena

otot-ototnya mengalami hipertrofi akibat pengaruh hormon yang

menghasilkan trofoblas. Endometriumnya turut berubah menjadi desidua

6
vera. Setelah janin mati, desidua mengalami degenerasi dan dikeluarkan

sepotong, tetapi terkadang terlahir seluruhnya sehingga merupakan cetakan

kavum uteri. Pelepasan desidua disertai dengan perdarahan, hal ini

menerangkan gejala perdarahan pervaginam pada kehamilan ektopik

terganggu (Djamhoer, Firman, & Jusuf, 2013).

2. Kehamilan Ektopik Abdomen

Kehamilan abdominal jarang terjadi, hanya sekitar 1 di antara 1.500

kehamilan. Terdapat dua macam kehamilan abdominal, yakni:

a. Kehamilan abdominal primer yaitu telur dari awal berimplantasi

didalam rongga perut.

b. Kehamilan abdominal sekunder yaitu diawali oleh kehamilan tuba dan

setelah ruptur baru menjadi kehamilan abdominal.

Walaupun ada kalanya kehamilan abdominal mencapai umur

cukup bulan, hal ini jarang terjadi. Lazimnya, janin mati sebelum cukup

bulan (bulan ke 5 atau ke 6) karena ambilan makanan kurang sempurna.

Janin dapat tumbuh sampai cukup bulan. Prognosis janin kurang baik

karena banyak yang mati setelah dilahirkan. Selain itu, resiko kelainan

kongenital lebih tinggi daripada kehamilan intrauterin.

Kematian janin intra abdominal akan mengalami nasib sebagai berikut:

a. Pernanahan yaitu kantong kehamilan mengalami abses yang dapat

pecah melalui dinding perut, kedalam usus atau kandung kemih.

Bersama nanah, keluar bagian-bagian janin seperti tulang, potongan

kulit, rambut dan lain-lain.

7
b. Pengapuran (kalsifikasi) yaitu anak mengapur, mengeras karena

endapan-endapan garam kapur, lalu berubah menjadi anak batu

(lithopedion).

c. Perlemakan yaitu janin berubah menjadi zat kuning seperti minyak

kental (adipocere).

Bila kehamilan berlanjut sampai cukup bulan, timbul his, artinya

pasien merasa nyeri dengan teratur seperti pada persalinan biasa. Akan

tetapi, bila kita memeriksa dengan teliti, tumor yang mengandung anak

tidak pernah mengeras (tidak ada kontraksi Braxton hicks). Pada

pemeriksaan dalam, pembukaan ternyata tidak membesar, paling-paling

sebesar 1-2 jari, dan serviks tidak merata. Bila jari-jari kedalam kavum

uteri, akan teraba uterus yang kosong. Bila penderita tidak lekas ditolong

dengan laparotomi, anak akhirnya mati. Tanda dan gejala kehamilan

abdominal biasanya baru terdiagnosis bila kehamilan sudah agak lanjut.

Gejala dan tanda kehamilan abdominal adalah sebagai berikut:

a. Segala tanda-tanda kehamilan dapat dijumpai, tetapi pada kehamilan

abdominal, pasien biasanya lebih menderita karena rangsang

peritoneum, misalnya mual, muntah, gembung, obstipasi atau diare dan

nyeri perut.

b. Pada kehamilan abdominal sekunder, pasien mungkin pernah

mengalami nyeri perut hebat disertai pusing atau pingsan waktu terjadi

ruptur tuba.

8
c. Tumor yang mengandung anak tidak pernah mengeras (tidak ada

kontraksi Braxton hicks).

d. Pergerakan anak dirasa nyeri oleh ibu.

e. Bunyi jantung anak lebih jelas terdengar.

f. Bagian-bagian tubuh anak lebih mudah teraba karena hanya terpisah

oleh dinding perut.

g. Selain tumor yang mengandung anak, terkadang dapat teraba tumor

lain, yakni rahim yang membesar.

h. Pada rontgen abdomen atau USG, biasanya tampak kerangka anak

yang terletak tinggi dan berada dalam letak paksa.

i. Pada foto lateral, tampak bagian-bagian janin menutupi vertebra ibu.

j. Terdapat shuffle vascular disisi medial spina iliaka. Shuffle ini diduga

berasal dari arteri ovarika.

k. Bila sudah ada his, dapat terjadi pembukaan sebesar + jari dan tidak

membesar, bila jari dimasukkan ke dalam kavum uteri, uterus ternyata

kosong.(Djamhoer, Firman, & Jusuf, 2013).

3. Kehamilan Ovarium

Kehamilan ovarial jarang terjadi dan biasanya berakhir dengan

ruptur pada hamil muda. Menegakkan diagnosis kehamilan ovarial harus

memenuhi kriteria spiegelberg, yakni:

a) Tuba disisi kehamilan masih tampak utuh

b) Kantung kehamilan daerah ovarium

9
c) Ovarium dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovarii

proprium

d) Pemeriksaan histopatologi menemukan jaringan ovarium didalam

dinding kantung kehamilan. (Djamhoer, Firman, & Jusuf, 2013).

4. Kehamilan serviks

Kehamilan servikal jarang sekali terjadi. Nidasi terjadi dalam

selaput lendir serviks. Pertumbuhan telur menyebabkan serviks

menggembung. Kehamilan serviks biasanya berakhir pada kehamilan

muda, karena menimbulkan perdarahan hebat yang memaksa tindakan

operasi. Plasenta sukar dilepaskan, dan pelepasan plasenta menimbulkan

perdarahan hebat hingga serviks perlu ditampon; bila tindakan ini tidak

menolong, dilakukan histerektomi.(Djamhoer, Firman, & Jusuf, 2013).

5. Kehamilan di jaringan parut Caesar

Implantasi kehamilan yang sebenarnya normal kedalam jaringan

parut uterus bekas seksio sesarea telah dilaporkan lebih dari 30 tahun yang

lalu oleh Larsen dan Solomon (1978). Kehamilan ini memiliki ukuran

beragam dan dalam banyak hal mirip dengan plasenta inkreta dengan

kecendrungan mengalami

perdarahan hebat.

10
2.4 Patogenesis

Proses implantasi ovum di tuba pada dasarnya sama dengan yang

terjadi di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumnar atau

interkolumnar. Pada nidasi secara kolumnar telur bernidasi pada ujung atau

sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh

kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan

direabsorbsi. Pada nidasi interkolumnar, telur bernidasi antara dua jonjot

endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup maka ovum dipisahkan dari

lumen oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan

pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba sulit dilihat, vili

khorealis menembus endosalping dan masuk kedalam otototot tuba dengan

merusak jaringan dan pembuluh darah.

Perkembangan janin selanjutnya tergantung dari beberapa faktor,

yaitu tempat implantasi, tebalnya dinding tuba dan banyaknya perdarahan

yang terjadi oleh invasi trofoblas. Di bawah pengaruh hormon esterogen dan

progesteron dari korpus luteum graviditi dan tropoblas, uterus menjadi besar

dan lembek, endometrium dapat berubah menjadi desidua. Beberapa

perubahan pada endometrium yaitu; sel epitel membesar, nukleus hipertrofi,

hiperkromasi, lobuler dan bentuknya ireguler. Polaritas menghilang dan

nukleus yang abnormal mempunyai tendensi menempati sel luminal.

Sitoplasma mengalami vakuolisasi seperti buih dan dapat juga terkadang

ditemui mitosis. Perubahan endometrium secara keseluruhan disebut

sebagai reaksi Arias Stella. Setelah janin mati, desidua dalam uterus

11
mengalami degenerasi kemudian dikeluarkan secara utuh atau berkeping-

keping. Perdarahan yang dijumpai pada kehamilan ektopik terganggu

berasal dari uterus disebabkan pelepasan desidua yang degeneratif.

Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6

sampai 10 minggu. Karena tuba bukan tempat pertumbuhan hasil konsepsi,

tidak mungkin janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus.

2.5 Perkembangan Kehamilan tuba

Kehamilan tuba tidak dapat mencapai cukup bulan, biasanya berakhir

pada minggu ke-6 hingga ke-12, yang paling sering antara minggu ke 6-8.

Kehamilan tuba dapat berakhir dengan 2 cara, yakni abortus tuba atau ruptur

tuba.

1) Abortus Tuba

Telur menembus endosalping (selaput lendir tuba), masuk kedalam

lumen tuba, lalu keluar kearah infundibulum. Peristiwa ini terutama terjadi

bila telur berimplantasi di ampula tuba. Abortus tuba kira-kira terjadi

diantara minggu ke-6 hingga ke-12. Keluarnya abortus keluar dari ujung

tuba menimbulkan perdarahan yang mengisi kavum douglas, yang disebut

hematokel retrouterin. Ada kalanya ujung tuba tertutup oleh perlekatan

sehingga darah terkumpul didalam tuba dan menggembungkan tuba

(hematosalping).

2) Ruptur Tuba

12
Implantasi telur didalam istmus tuba menyebabkan telur mampu

menembus lapisan otot tuba kearah kavum peritoneum. Lipatan-lipatan

selaput lendir di istmus tuba tidak seberapa banyak, sehingga telur

berimplantasi secara interkolumnar. Dengan demikian, trofoblas cepat

sampai ke lapisan otot tuba. Kemungkinan pertumbuhan kearah rongga tuba

pun kecil karena rongga tuba sempit, sehingga telur menembus dinding tuba

kearah rongga perut atau peritoneum.

Ruptur istmus tuba terjadi sebelum minggu ke-12 karena dinding tuba

di daerah ini cukup tipis. Namun, ruptur pars intertisialis terjadi lebih

lambat, bahkan terkadang baru terjadi pada bulan ke-4, karena lapisan otot

didaerah ini cukup tebal. Ruptur dapat terjadi dengan sendirinya/spontan

atau akibat manipulasi kasar, misalnya akibat periksa dalam, defekasi atau

koitus. Tanda dan gejala adanya ruptur adalah sebagai berikut :

1. Sebelum ruptur

a. Amenorea, lalu dilanjutkan dengan perdarahan bercak yang

intermiten. Mungkin hampir tidak terlihat sehingga perdarahan

bercak tampak seperti masa menstruasi normal.

b. Nyeri panggul, abdomen, kadang nyeri leher/bahu.

c. Massa lunak teraba pada adneksa. Massa mungkin berbatas tegas

bila terdistensi darah.

d. Uterus membesar karena hormone plasenta, mungkin berukuran

normal sesuai gestasi. Mungkin juga pindah kesalah satu sisinya.

13
e. Mual, muntah lebih jarang terjadi dari biasanya. Diare menjadi lebih

sering dari biasa.

f. Uji kehamilan positif, tetapi mungkin negatif sampai 50% dari

keseluruhan waktu karena fungsi plasenta yang masih kurang

optimal.

g. Nyeri abdomen akut mungkin ditemukan dimana saja di abdomen.

2. Setelah ruptur

a. Nyeri abdomen bagian bawah yang tiba-tiba, hebat, dan tajam.

b. Hipotensi dan tanda-tanda syok, bergantung pada jumlah perdarahan

internal; perdarahan dapat hilang dalam jumlah besar dengan cepat.

c. Nyeri abdomen dan nyeri tekan saat serviks bergerak.

d. Darah berkumpul tanpa dapat keluar (cul-de-sac).

e. Nyeri pada leher dan bahu, khususnya saat inspirasi karena iritasi

diafragma akibat darah yang ada di rongga peritoneum.

(Geri & Carole, 2009)

2.5 Gambaran Klinis

Pada minggu-minggu awal, kehamilan ektopik memiliki tanda-tanda

seperti kehamilan pada umumnya, yaitu terlambat haid, mual dan muntah,

mudah lelah, dan perabaan keras pada payudara.

a. Gejala

 Nyeri : nyeri panggul atau abdomen hampir selalu terdapat. Nyeri

dapat bersifat unilateral atau bilateral, terlokalisir atau menyebar.

14
Nyeri subdiafragma atau nyeri bahu tergantung ada atau tidaknya

perdarahan intra-abdominal.

 Perdarahan : Perdarahan uterus abnormal (biasanya berupa bercak

perdarahan ) terjadi pada 75% kasus yang merupakan akibat dari

lepasnya sebagian desidua.

 Amenorea : Amenorea sekunder tidak selalu terdapat dan 50%

penderita KE mengeluhkan adanya spotting pada saat haid yang

dinanti sehingga tak jarang dugaan kehamilan hampir tidak ada.

 Sinkope : Pusing, pandangan berkunang-kunang dan atau sinkope

terjadi pada 1/3 sampai ½ kasus KET.

 Desidual cast : sebanyak 5 – 10% kasus kehamilan

ektopik mengeluarkan ”desidual cast” yang sangat menyerupai

hasil konsepsi.

b. Tanda

 Ketegangan abdomen : Rasa tegang abdomen yang menyeluruh atau

terlokalisir terdapat pada 80% kasus kehamilan ektopik terganggu.

Nyeri goyang serviks (dan ketegangan pada adneksa) terdapat pada

75% kasus kehamilan ektopik.

 Masa adneksa ─ Massa unilateral pada adneksa dapat diraba pada

1/3 sampai1/2 kasus KE. Kadang-kadang dapat ditemukan adanya

masa pada cavum Douglassi (hematocele)

15
 Perubahan pada uterus ─ Terdapat perubahan-perubahan yang

umumnya terjadi pada kehamilan normal seperti ada riwayat

terlambat haid dan gejala kehamilan muda

2.6 Diagnosis Banding

1. Abortus spontan

Perdarahan pervaginam, sedikit nyeri, tidak ada massa dan uterus

membesar dan hasil konsepsi mungkin dikeluarkan dan ditemukan pada

pemeriksaan speculum.

2. Kista ovarium

Menstruasi normal, nyeri hebat, massa yang lunak dan dapat

digerakkan dan terus tidak membesar.

3. Infeksi pelvis

Perdarahan pervaginam, massa di pelvis, nyeri dan amenore. (Geri

& Carole, 2009)

16
2.7 Diagnosis

Diagnosis kehamilan ektopik ditegakkan melalui:

1. Anamnesis

 Amenorrhea, yaitu haid terlambat mulai beberapa hari sampai beberapa

bulan atau hanya haid yang tidak teratur. Kadang-kadang dijumpai

keluhan hamil muda dan gejala hamil lainnya.

 Bila terjadi kehamilan ektopik terganggu (KET) : Pada abortus keluhan

dan gejala kemungkinan tidak begitu berat, hanya rasa sakit di perut dan

perdarahan pervaginam. Hal ini dapat dikacaukan dengan abortus biasa.

17
Pada ruptur tuba, maka gejala akan lebih hebat dan dapat

membahayakan jiwa si ibu.

 Perasaan nyeri dan sakit yang tiba-tiba di perut, seperti diiris dengan

pisau disertai muntah dan bisa jatuh pingsan.

 Nyeri bahu. Hal ini karena perangsangan diafragma.

2. Pemeriksaan Fisik

 Tanda-tanda akut abdomen

Nyeri tekan yang hebat (defance muscular), muntah, gelisah, pucat,

anemis, nadi kecil dan halus, tensi rendah atau tidak terukur (syok).

 Tanda Cullen

Sekitar pusat atau linea alba kelihatan biru hitam dan lebam.

 Pada pemeriksaan ginekologik terdapat :

o Adanya nyeri ayun. Dengan menggerakkan porsio dan serviks ibu

akan merasa sangat nyeri.

o Douglas crise, yaitu rasa nyeri hebat pada penekanan kavum

Douglasi

o Kavum Douglasi teraba menonjol. Hal ini terjadi karena

terkumpulnya darah.

o Teraba massa retrouterina (massa pelvis).

o Pervaginam keluar decidual cast.

o Pada palpasi perut dan pada perkusi : ada tanda-tanda perdarahan

intra abdominal (shifting dullness).

3. Pemeriksaan Penunjang

18
 Pemeriksaan laboratorium

a. Pemeriksaan Hb dan jumlah sel darah merah

Dapat diduga bahwa kadar hemoglobin turun pada kehamilan tuba

yang terganggu, karena perdarahan yang banyak ke dalam rongga perut,

tapi turunnya Hb disebabkan karena darah diencerkan oleh air dan

jaringan untuk mempertahankan volume darah. Hal ini memerlukan

waktu 1-2 hari. Jadi mungkin pada pemeriksaan Hb yang pertama, kadar

Hb belum seberapa turunnya, maka kesimpulan adanya perdarahan

didasarkan atas penurunan kadar Hb pada pemeriksaan kadar Hb yang

berturut-turut. Pada kasus jenis tidak mendadak, biasanya ditemukan

anemia tetapi harus diingat bahwa penurunan Hb baru terlihat setelah 24

jam.

b. Perhitungan leukosit

Perdarahan juga menimbulkan naiknya leukosit, sedangkan pada

perdarahan sedikit demi sedikit, leukosit normal atau sedikit meningkat. Ini

berguna dalam menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu,

terutama bila ada tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut. Untuk

membedakan kehamilan ektopik dan infeksi pelvik dapat diperhatikan

jumlah leukosit, jika > 20.000 biasanya menunjukkan adanya infeksi pelvic.

c. Tes kehamilan

Pada kehamilan ektopik hampir 100% menunjukkan pemeriksaan β-

hCG positif. Pada kehamilan intrauterin, peningkatan kadar β-hCG

meningkat 2 kali lipat setiap dua hari, 2/3 kasus kehamilan ektopik

19
menunjukkan adanya peningkatan titer serial hCG yang abnormal dan 1/3

menunjukkan nilai normal. Kadar hormon yang rendah menunjukkan

adanya suatu masalah seperti kehamilan ektopik.

 Ultrasonografi

Keunggulan cara pemeriksaan ini terhadap laparoskopi adalah tidak

invasive (tidak perlu memasukkan alat dalam rongga perut). Dapat dinilai

kavum uteri, kosong atau berisi, tebal endometrium, adanya massa di kanan

atau kiri uterus, apakah kavum douglas berisi cairan.

 Kuretase

Manfaat kuretase adalah untuk menentukan ada atau tidaknya vili yang

menandakan adanya kehamilan intrauterin yang non-viabel. Pada sebagian

besar kasus, kuretase sangat menolong jika serum progesteron kurang dari

5 ng/mL dan titer HCG yang tidak meningkat dan kurang dari 1000 IU/L.

Kuretase dan pemeriksaan hasilnya dapat digunakan untuk mencegah

laparoskopi yang tidak perlu pada pasien yang mengalami keguguran.

Dengan melarutkan hasil kuretase pada larutan salin, biasanya

menunjukkan adanya vili, tetapi tidak selalu. Hasil kuretase dalam larutan

salin dapat mengalami kesalahan sebesar 6,6 % dari pasien yang mengalami

kehamilan ektopik dan kesalahan sebesar 11,3 % pada pasien dengan

kehamilan intrauterine. Karena ketidakakuratan ini, pemeriksaan patologi

dan pemantauan titer HCG sangat diperlukan untuk konfirmasi.

 Laparoskopi

20
Laparoskopi merupakan cara pemeriksaan yang sangat penting untuk

diagnosis kehamilan ektopik pada umumnya dan kehamilan ektopik yang

tidak terganggu. Dengan cara pemeriksaan ini dapat dilihat dengan mata

sendiri perubahan-perubahan pada tuba.

2.8 Penatalaksanaan Kehamilan Ektopik

Prinsip umum penatalaksanaan kehamilan ektopik adalah sebagai berikut:

1. Segera rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap / rumah sakit.

2. Optimalisasi keadaan umum ibu dengan pemberian cairan dan tranfusi

darah, pemberian oksigen atau bila dicurigai infeksi berikan antibiotik.

3. Pada keadaan syok segera berikan infus cairan dextrose 5%, glukosa 5%,

garam fisiologis dan oksigen sambil menunggu darah. (kondisi penderita

harus diperbaik, kontrol tanda-tanda vital).

4. Menghentikan sumber perdarahan segera dengan operasi/laparatomi setelah

diagnosis dipastikan. (Anik, 2016).

Penatalaksanaan beberapa macam kehamilan ektopik

1. Penatalaksanaan Kehamilan tuba

a. Penatalaksanaan bedah

Laparaskopi adalah terapi bedah yang dianjurkan untuk kehamilan

ektopik, kecuali jika wanita yang bersangkutan secara hemodinamis

tidak stabil. Laparaskopi memerlukan waktu operasi yang lebih

singkat, lebih sedikit menyebabkan perdarahan, memerlukan lebih

21
sedikit analgetik, dan mempersingkat rawat inap dan biaya lebih

rendah.

b. Penatalaksanaan medis dengan methotrexate

Antagonis asam folat ini sangat efektif terhadap trofoblas yang

cepat berproliferasi dan telah digunakan lebih dari 40 tahun untuk

mengobati penyakit trofoblastik gestasional. Pada terapi ini, beberapa

faktor yang memprediksi keberhasilan antara lain kadar HCG serum

awal, ukuran kehamilan ektopik dan aktivitas jantung janin.

Pengobatan profilaksis dapat diberikan dengan memberikan dosis

multipel methotrexate (1 mg/kg) atau dosis tunggal methotrexate (15

mg/m2) dapat diberikan setelah diagnosis ditegakkan.

2. Penatalaksanaan Kehamilan Abdomen

Bila diagnosis sudah ditemukan, kehamilan abdominal harus dioperasi

secepat mungkin mengingat bahaya perdarahan dan ileus. Tujuan operasi

hanya melahirkan anak, sedangkan plasenta biasanya ditinggalkan.

Pelepasan plasenta dari dasarnya pada kehamilan abdominal menimbulkan

perdarahan hebat karena plasenta melekat pada dinding yang tidak mampu

berkontraksi. Plasenta yang ditinggalkan lambat laun akan

diresorbsi.(Djamhoer, Firman, & Jusuf, 2013).

3. Penatalaksanaan Kehamilan Ovarium

Perdarahan dini dari lesi yang berukuran kecil dapat diatasi dengan

reseksi baji ovarium atau sistektomi. Pada lesi yang lebih besar, sering

dilakukan ovariektomi dan laparoskopi untuk reseksi atau ablasi laser

22
(Herndon dkk, 2008). Methotrexate dilaporkan berhasil mengobati

kehamilan ovarium yang belum ruptur. (Cunningham et al, 2013).

4. Penatalaksanaan Kehamilan Serviks

Dahulu, sering dilakukan histerektomi karena perdarahan hebat yang

menyertai upaya pengangkatan kehamilan serviks. Dengan histerektomi,

resiko cedera saluran kemih meningkat karena serviks yang membesar.

Untuk menghindari morbiditas pembedahan dan sterilisasi, diterapkan

pendekatan lain seperti cerclage (pemasangan ikatan silk yang kuat

mengelilingi serviks), emboli arteri, kuretase dan tampon.

5. Penatalaksanaan Kehamilan di jaringan parut Caesar

Penatalaksanaan bergantung usia gestasi dan mencakup terapi

methotrexate, kuretase, reseksi histeroskopik, reseksi dengan laparotomi /

laparoskopi untuk mempertahankan uterus. (Cunningham et al,2013).

2.9 Pencegahan

Berhenti merokok akan menurunkan risiko kehamilan ektopik. Wanita yang

merokok memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk mengalami kehamilan

ektopik. Berhubungan seksual secara aman seperti menggunakan kondom akan

mengurangi risiko kehamilan ektopik dalam arti berhubungan seks secara aman

akan melindungi seseorang dari penyakit menular seksual yang pada akhirnya dapat

menjadi penyakit radang panggul. Penyakit radang panggul dapat menyebabkan

jaringan parut pada saluran tuba yang akan meningkatkan risiko terjadinya

kehamilan ektopik.

23
Kita tidak dapat menghindari 100% risiko kehamilan ektopik, namun kita

dapat mengurangi komplikasi yang mengancam nyawa dengan deteksi dini dan

tatalaksana secepat mungkin. Jika kita memiliki riwayat kehamilan ektopik

sebelumnya, maka kerjasama antara dokter dan ibu sebaiknya ditingkatkan untuk

mencegah komplikasi kehamilan ektopik.

2.10 Komplikasi

Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh kehamilan ektopik terganggu

antara lain berupa syok yang irreversibel, perlekatan dan obstruksi usus.

Komplikasi yang lain berupa jaringan trofoblastik persisten dan kehamilan

ektopik persisten. Namun, kedua hal tersebut biasanya terjadi pada

kehamilan ektopik yang belum pecah dan menjalani terapi bedah

konservatif (salpingostomi), sehingga diperlukan pemantauan yang ketat

pasca terapi.

Risiko kehamilan ektopik persisten dengan pembedahan konservatif

melalui laparotomi sebesar 5%. Laparoskopi salpingostomi dihubungkan

dengan tingginya angka jaringan tropoblas persisten, kira-kira 15 % pasien

memerlukan pengobatan lanjutan. Risiko jaringan trofoblastik persisten

sangat bermakna dengan hematosalping berdiameter lebih besar dari 6 cm,

titer HCG lebih besar dari 20.000 IU/L dan hemoperitoneum lebih dari 2000

ml. Meskipun reoperasi merupakan pengobatan pilihan, tetapi methotrexate

lebih disukai.

24
2.11 Prognosis

Umumnya penyebab kehamilan ektopik (misalnya penyempitan tuba

atau pasca penyakit radang panggul) bersifat bilateral. Sehingga setelah

pernah mengalami kehamilan ektopik pada tuba satu sisi, kemungkinan

pasien akan mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba sisi yang lain.

Apabila saluran tuba ruptur (pecah) akibat kehamilan ektopik dan

diangkat melalui operasi, seorang wanita akan tetap menghasilkan ovum

(sel telur) melalui saluran tuba sebelahnya namun kemungkinan hamil

berkurang sebesar 50%. Apabila salah satu saluran tuba terganggu (contoh

karena perlekatan) maka terdapat kemungkinan saluran tuba yang di

sebelahnya mengalami gangguan juga. Hal ini dapat menurunkan angka

kehamilan berikutnya dan meningkatkan angka kehamilan ektopik

selanjutnya. Pada kasus yang berkaitan dengan pemakaian spiral, tidak ada

peningkatan risiko kehamilan ektopik apabila spiral diangkat.

25
BAB III
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Kasih Nama suami : Tn. Mhd. Zanuhairi
Usia : 53 tahun Usia : 32 tahun
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam Agama : Islam
Alamat : Desa timbang deli Alamat : Desa timbang deli
No. RM : 288066

II. ANAMNESIS (18-06-2019)


 Keluhan Utama :
Pasien datang ke IGD ponek RSUD Deli Serdang G3P2A0, Kehamilan: 8-
9 minggu dengan keluhan perdarahan dari jalan lahir sejak 1 minggu.
 Telaah :
OS mengatakan awalnya hanya keluar flek sedikit. Semakin lama semakin
banyak 2 hari yang lalu keluar gumpalan atau jaringan dari kemaluan. OS juga
mengatakan perut terasa sangat nyeri seperti ditusuk-tusuk jarum, nyeri perut
dirasakan dibagian bawah sebelah kanan nyeri dirasakan 5 jam sebelum masuk
rumah sakit, mual (+), Muntah (-), Demam (+), riwayat perdarahan setelah
berhubungan disangkal .
 Riwayat Penyakit Dahulu :
Hipertensi (-), Diabetes Melitus (-), Asma (-).
 Riwayat Penyakit Keluarga :
Hipertensi (-), Diabetes Melitus (-), Asma (-).
 Riwayat Alergi :
Di sangkal.

26
 Riwayat Menstruasi :
Menarche : 15 Tahun
Siklus Menstruasi : 28 hari
Lama Menstruasi : 5 hari
HPHT :22-03-2019
Taksiran persalinan :29-12-2019

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan umum : Tampak Lemah
Kesadaran : Composmentis
Vital Sign
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Frekuensi napas : 26 x/menit
Suhu : 37,8oC

STATUS LOKALISATA :
Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva palpebra anemis (+/+), Sklera ikterik (-/-)
Hidung : Sekret (-), Deviasi Septum (-)
Telinga : Dalam Batas Normal
Bibir : Sianosis (-)
Leher : Tidak ada pembesaran KGB, kaku kuduk (-)
Dada : Paru : I = gerakan paru kanan dan kiri simetris
Pal = dalam batas normal
Per = sonor seluruh lapangan paru
Au = rhonki / wheezing (-)
Jantung : I = ictus cordis tidak terlihat
Pal = ictus cordis teraba di SIC V
Per = batas jantung dalam batas normal
Au = reguler, bunyi jantung tambahan (-)

27
Abdomen : Inspeksi: Abdomen membesar, Tidak tampak benjolan
dinding abdomen, Tidak ada luka bekas operasi.
Palpasi : Soepel, Nyeri tekan (-)
Perkusi: Timpani
Auskultasi: Bising usus (+)
Ekstremitas : Superior: Akral hangat, Edema (-/-), Inferior: Akral hangat,
Edema tungkai (-/-).

Status Ginekologi
Mamae : Hiperpigmentasi areola dan papilla (+/+).
Abdomen
Inspeksi : Perut tampak membuncit, bekas luka operasi (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-),
Leopold:
L1 : Tidak dilakukan pemeriksaan
L2 :Tidak dilakukan pemeriksaan
L3 :Tidak dilakukan pemeriksaan
L4 :Tidak dilakukan pemeriksaan
Perkusi :Timpani.
Auskultasi :BU (+) normal.
DJJ : Tidak dilakukan pemeriksaan
HIS : (-).
Pemeriksaan dalam : Tidak dilakukan pemeriksaan

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Darah Lengkap Kimia Darah
Hb : 5,7 g/dl Glukosa : 102 mg/dl
Ht : 18,7 vol %
Leukosit : 10,7 10³/ul
Trombosit : 168,910³/ul

28
HBSAG : (-)
Anti HIV : Non reaktif

Hitung jenis (diff)


Basofil : 0,4%
Eosinofil :0,1%
N. Segmen : 92,5%
Limfosit : 4,9%
Monosit : 2,1 %
LED : 35%

DIAGNOSIS BANDING
1. G3P2A0 KDR 8-9 minggu + Multigravida + Kehamilan ektopik terganggu.
2. G3P2A0 KDR 8-9 minggu + Multigravida + Abortus Inkomplit.

DIAGNOSIS KERJA
G3P2A0 KDR 8-9 minggu + Multigravida + Kehamilan ektopik terganggu.

V. PENATALKSANAAN
 IVFD NaCl 0,9% 30gtt/i
 Inj. Ceftriaxone
 Inj. Transamin
 Inj. Ketorolac
 Inj. Ranitidine

VI. ANJURAN
 Konsul ke Dokter Spesialis Obgyn

29
BAB IV
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi di luar lokasi normal

endometrium. Kehamilan Ektopik tergangu (KET) merupakan kehamilan

ektopik yang disertai dengan gejala akut abdomen, dengan trias gambaran klasik

yaitu amenore, nyeri abdomen akut dan perdarahan pervaginam. Implantasi hasil

konsepsi dapat terjadi pada tuba fallopii, ovarium, dan kavum abdomen atau

pada uterus namun dengan posisi yang abnormal.

Diagnosis pada pasien ini adalah kehamilan ektopik terganggu. Perawatan

yang dilakukan sejak pasien datang adalah segeras mencari tahu kepastian

diagnosis kehamilan ektopik terganggu dengan mengambil data lengkap dari

anmnesis, pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan ginekologis, pemeriksaan

penujang seperti pemeriksaan darah, tes kehamilan dan USG.

30
DAFTAR PUSTAKA

Anik, M. (2016). Asuhan Kegawatdaruratan Dalam Kebidanan. Jakarta: CV. Trans


Info Media.
Astride, N. (2017). Kegawatdaruratan Dalam Kebidanan Dan Neonatal
Kehamilan Ektopik. Padang: FK Universitas Andalas.
Bader TJ. (2005). Ectopic Pregnancy. Ob/Gyn Secrets. 3rd ed. Philadelphia:
Elsevier-Mosby.p.109.
Cunningham, Leveno, Bloom, Hauth, Rouse, & Spong. (2013). Obstetri Williams.
Jakarta: EGC.
Cunningham FG, gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, haulth JC, Wenstrom KD.
(2001). Ectopic Pregnancy. In: William Obstetrics, 21thed; USA; Mc graw
hill. pp 883-910
Delfi L. (1998). Kehamilan Ektopik. Sinopsis Obstetri. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 226-37
Djamhoer, M., Firman, F. W., & Jusuf, S. E. (2013). Obstetri Patologi Ilmu
Kesehatan Reproduksi. Jakarta: EGC.
Geri, M., & Carole, H. (2009). Obstetri dan Ginekologi Panduan Praktik. Jakarta:
EGC.
Harry, K. G., & Tjokorda, G. A. (2012). Ultrasonografi Buku Ajar Obstetri
Ginekologi. Jakarta: EGC.
http://www.Repository.usu.ac.id/ Medan: FK Universitas Sumatera Utara.
Lauren A, D., Jessica E, D., & Meredith B, T. (2012). Rujukan Cepat Kebidanan.
Jakarta: EGC.
Lozeau AM, Potter B. (2005). Diagnosis and Management of Ectopic Pregnancy.
American Academy of Family Physician.p.1707-14
Prawirohardjo S, Wiknjosastro H. (2014). Kehamilan Ektopik dalam Ilmu
Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 323.
Speroff L, Glass RH, Kase NG. (1999). Ectopic Pregnancy In Clinical Gynecologic
Endocrinology and Infertility, 6th ed. Philadelphia.Lippincot William &
Wilkins,pp 1149-1164.

31

Anda mungkin juga menyukai