Anda di halaman 1dari 3

Hati Hati Menjaga Hati

“Ketahuilah bahwa di dalam tubuh ini terdapat segumpal darah. Apabila darah itu baik,
maka baik pula seluruh anggota tubuhnya. Dan apabila segumpal darah itu buruk,
maka buruk pula seluruh anggota tubuhnya. Segumpal darah yang aku maksudkan
adalah hati.” (HR. Bukhari)

Seperti yang sudah dikatakan Hadist di atas bahwa jika hati baik maka baiklah seluruh
tubuhnya, oleh karenanya kita dituntut untuk selalu bisa menjaga hati dengan hati-hati.

Menjaga hati ? Dua kata yang mungkin memiliki seribu makna. Perihalnya bukan hanya
untuk diri sendiri saja, namun orang lain pun akan menjadi perihal utama juga dalam konteks
ini.

Menjaga hati untuk diri sendiri itu tidaklah mudah, ketika hidayah yang didapatkan itu
tidaklah akan selalu sama, akan ada ujian di setiap jalan yang akan ditempuh yang
menggoyahkan ataupun menguatkan hati, tergantung cara manusia menghadapinya.
Karenanya, Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam– minta dalam do’anya adalah agar hatinya
terus dijaga dalam kebaikan. Beliau sering berdo’a,

‫ت كق لل نبىَ كع كلىَ نديِ نن ك‬


‫ك‬ ‫ب ا لل قل للوُ ن‬
‫ب كث بَب ل‬ ‫كيِاَ لم كق لبَ ك‬

“Ya muqollibal qulub tsabbit qolbi ‘alaa diinik .”

(Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu).

Hijrah itu ujian, istiqamah jalannya. Luka batin terdahulu akan menjadi suatu pengingat jiwa
dalam setiap langkah, mengingatkan dengan begitu keras agar tidak masuk ke lobang yang
sama dua kali. Luka itu mengingatkan untuk selalu menjaga hati. Mungkin benar, luka itu
hadir sebab kelalaian diri dalam menjaga hati. Oleh karenanya masa lalumu menjadi
pengingatmu agar selalu menjaga apa yang telah diusahakn untuk menjadi lebih baik
sekarang. Tidak ada yang perlu disalahkan, yang perlu hanyalah kembali bersujud kepada-
Nya.

Begitupun ketika mencintai sesuatu, janganlah terlalu berlebihan memberikan cinta, karena
hakikat cinta yang sesungguhnya hanyalah untuk mencapai keridhoan Allah semata. Luka itu
memanglah pengingat bahwa Allah SWT yang di atas sana juga Sang Maha Pecemburu.
Terkadang luka itulah yang menjadi akibat dari mencintai sesuatu berlebihan sehingga
melebihi cinta kepada-Nya.

Tahukah mengapa kita tidak boleh terlalu bahagia ketika mendapatkan suatu kenikmatan?

Untuk menjaga agar kita tetap selalu bersyukur dan menjaga hati orang lain agar tidak
menimbulkan iri, kebencian ataupun menjadi jembatan kufur nikmat bagi seseorang.
Berbagi kebahagiaan tidaklah harus melalui postingan di setiap media sosial, terkadang
tidak semua orang merasa bahagia ketika melihat kebahagiaan orang lain, namun malah
menimbulkan suatu keirian ataupun penyakit hati lainnya. Di sisi lain mungkin akan
menimbulkan pujian akan kenikmatan yang terekspose tersebut, namun pujian itulah yang
bisa menimbulkan suatu kekufuran nikmat nantinya. Memang benar niat untuk mengucapkan
suatu kekaguman, tetapi secara tidak langsung hal itu akan menjadi suatu jembatan kecil
menuju kufur nikmat.

Sedangkan ada nikmat-nikmat ataupun kebahagiaan lain yang dapat dibagi tanpa harus
menyakiti hati siapa pun ataupun mengundang kekufuran. Bisa dikatakan nikmat melalui
suatu karya dengan segala keterbatasannya, melalui tulisan, ataupun bacaan serta
pemikiran yang hebatlah kita bisa berbagi kebahagiaan dan nikmat mendapatkan hidayah
Bersama walaupun harus tetap belajar untuk selalu istiqomah. Nikmat itu untuk disyukuri,
bukan untuk dipamerkan, nikmat itu untuk berbagi kepada siapapun agar ia merasakan hal
yang sama ketika kita mendapatkan itu.

Karena kita tidak tahu dosa apa saja yang akan membawa kita mendekati neraka. Dan kita
tidak pernah tahu juga amalan apa yang akan membawa kita ke surga-Nya. Bisa jadi peran
kita dalam menjembatani kekufuran nikmat seseorang yang menyeret kita ke neraka itu.
Atau, bias jadi peran sebagai jembatan orang menuju hijrahnya yang akan memasukkan kita
ke Surga-Nya. Wallahualam bissabwab.

Hati ini tidaklah sekeras batu, jikalau batu saja bisa rapuh karena tetesan air maka
bagaimana dengan hati? Percayalah, hatimu tidak akan sekeras batu. Lembutkanlah dengan
setiap perbuatan yang mendamaikan hati sehingga dunia ini tidak akan terasa berat dijalani.

——————————————————————————————————————————–

Ummu Salamah pernah menanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,


kenapa do’a tersebut yang sering beliau baca. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya
menjawab,

‫ااا كف كم لن كشاَ كء أك كقاَ كم كوُ كم لن كشاَ كء أك كزا كغ‬ ‫س آ كد نم ىىَ إن لا كوُ كق لل لب له كب ليِ كن أ ل ل‬
‫ص لب كع ليِ نن نم لن أك ك‬
‫صاَ نب نع ا ن‬ ‫كيِاَ أ لام كس لك كم كة إن ان له لك ليِ ك‬

“Wahai Ummu Salamah, yang namanya hati manusia selalu berada di antara jari-jemari
Allah. Siapa saja yang Allah kehendaki, maka Allah akan berikan keteguhan dalam
iman. Namun siapa saja yang dikehendaki, Allah pun bisa menyesatkannya .” (HR.
Tirmidzi no. 3522. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Dalam riwayat lain dikatakan,

‫ب نب كيِ ند ا ن‬
َ‫ااا كع از كوُ كج ال ليِ كق لبَ لب كها‬ ‫إن ان ا لل قل للوُ ك‬
“Sesungguhnya hati berada di tangan Allah ‘azza wa jalla, Allah yang membolak-
balikkannya.” (HR. Ahmad 3: 257. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad
hadits ini qowiy atau kuat sesuai syarat Muslim).

Ibrahim bin Adham berkata :

“Hati orang yang beriman adalah bersih seperti cermin, karena syaitan tidak dapat
memperdayakannya dengan suatu sebab, karena dia telah lebih dulu melihatnya.
Tetapi jika sekali dia berbuat dosa, Allah letakkan dihatinya setitik noda hitam. Jika
dia bertaubat, hilanglah setitik noda hitam itu.”

Namun andai dia kembali berbuat dosa dan tidak bertaubat, timbullah kembali noda hitam
itu, hingga lama kelamaan menutupi sebagian hati, dan mungkin seluruh hati menjadi hitam.
Jika sudah begitu, tiada guna hati dinasehati.

Anda mungkin juga menyukai