Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kanker merupakan pertumbuhan sel yang tidak terkontrol yang diikuti

proses invasi ke jaringan sekitar dan penyebarannya (metastatis) ke bagian tubuh

yang lain. Sifat utama sel kanker ditandai dengan hilangnya kontrol pertumbuhan

dan perkembangan sel kanker tersebut (King, 2000). American Cancer Society

(2008) menyatakan bahwa kanker dapat disebabkan oleh faktor eksternal (infeksi,

radiasi, zat kimia tertentu, tembakau) dan faktor internal (mutasi, hormon, kondisi

sistem imun) yang dapat menginisiasi terjadinya proses karsinogenesis

(pembentukan kanker).

Faktor lingkungan dan faktor genetik telah diidentifikasi sebagai penyebab

naiknya resiko perkembangan kanker. Kedua faktor tersebut menunjukkan

hubungan signifikan pada kanker hepar. Umumnya kanker hepar disebabkan oleh

bahan kimia yang bersifat karsinogen yaitu senyawa polycyclic aromatic

hydrocarbons (PAH) (McMaster, 2011).

Senyawa PAH (Polisiklik Aromatik Hidrokarbon) adalah senyawa organik

yang tersebar luas di alam, berasal dari pirolisis, pembakaran yang tidak sempurna

(pembakaran hutan, buangan motor, gunung berapi) dan proses pembakaran yang

menggunakan suhu tinggi pada pengolahan minyak bumi (Neff, 1979). Senyawa

tersebut bersifat karsinogenik yang memiliki gugus metil hidrofobik (Elisabeth,

dkk., 2000).

1
2

Berdasarkan sifat PAH yang hidrofobik (tidak suka air), dan tidak

memiliki gugus metil atau gugus reaktif lainnya untuk dapat diubah menjadi

senyawa yang lebih polar. Akibatnya senyawa PAH sangat sulit diekskresi dari

dalam tubuh dan biasanya terakumulasi pada jaringan hepar, ginjal, maupun

adiposa atau lemak tubuh. Dengan struktur molekul yang menyerupai basa

nukleat (adenosin, timin, guanin, dan sitosin), molekul PAH dapat dengan mudah

menyisipkan diri pada untaian DNA. Akibatnya fungsi DNA akan terganggu dan

apabila kerusakan ini tidak dapat diperbaiki dalam sel, maka akan menimbulkan

penyakit kanker (Elisabeth, dkk., 2000).

Hepar adalah organ tubuh utama untuk tempat metabolisme obat

(detoksifikasi). Hal ini disebabkan hepar mengandung lebih banyak enzim-enzim

metabolisme (Nogrady, 1992). Namun hasil metabolisme beberapa obat bersifat

lebih toksik, sehingga mampu berikatan kovalen dengan asam nukleat dan

menyebabkan karsinogenesis. Kepekaan terhadap senyawa karsinogen tersebut

dikarenakan adanya reaksi oksidasi enzim sitokrom P450 (CYP) yang terikat pada

retikulum endoplasma sel hepar, sehingga rentan terhadap kanker.

Rowlands et al. (2001) menyatakan senyawa PAH juga terdapat pada

7.12-dimetilbenz(α)antrasen (DMBA) sebagai penginduksi karsinogen sel hepar.

DMBA adalah prokarsinogen yang bekerja secara tidak lansung dan

membutuhkan metabolik untuk menjadi produk yang aktif yaitu ultimate

carcinogen (bekerja secara langsung) berupa DMBA-3,4-dihydrodiol-1,2-epoxide.

Metabolik DMBA menjadi produk aktif ultimate carcinogen melibatkan

proses dua oksidasi terpisah oleh enzim CYP (cytochrome P450). Oksidasi
3

pertama menghasilkan 3,4-dihydrodiol dan dikatalis oleh CYPAI atau CYPB1.

Oksidasi kedua menghasilkan metabolit mutagenik yaitu 3,4-dihydrodiol-1,2-

epoxide yang dikatalis CYPB1. CYPAI dan CYPB1 termasuk enzim bioaktivasi

karsinogen yang menyebabkan DNA adduct yang menentukan mutasi dalam gen

dan mampu mengendalikan siklus sel, sehingga mendorong pembelahan sel

kanker (Rowlands et al., 2001).

Penyakit merupakan suatu keadaan abnormal pada tubuh yang

mengakibatkan ketidaknyamanan terhadap orang yang dipengaruhi. Oleh karena

itu diperlukan adanya upaya untuk mencari kesembuhan. Kesembuhan segala

penyakit bersumber dari Allah SWT sebagaimana tercantum dalam surah Asy-

Syu’ara’ ayat 80, Allah SWT berfirman:

    

Artinya: dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku. (Q.S Asy-
Syu’ara’: 80)

Ayat di atas menunjukkan bahwa "apabila" (‫ )واذا‬mempunyai makna

kemungkinan atau kepastian, " aku sakit" (‫ )ﻣﺮﺿﺖ‬bermakna disandarkan penyakit

kepada diri sendiri, dan kata "Dialah" (‫ )ﻓﮭﻮ‬bermakna disandarkan kepada

Pencipta. Sehingga makna kalimat " dan apabila aku sakit, Dialah yang

menyembuhkan aku" yaitu besar kemungkinan kesembuhan dari penyakit

bersumber SWT (Shihab, 2002). Namun bukan berarti kemungkinan upaya

manusia untuk meraih kesembuhan tidak diperlukan lagi. Sebagaimana ditegaskan

dalam hadis Nabi Muhammad SAW yang memerintahkan untuk berobat yaitu:
4

ٍ ‫ َﻧ ْﺰ َل َ اﻟﺪ ﱠو َ اء َ ﻓ َﺠ َ ﻌ َﻞ َ ﻟ ِﻜ ُﻞ ﱢ د َاء‬:‫َﺎل َ أ‬
َ ‫وﺳﻠﻢ ﻗﷲ‬
‫ﻋ َﻦ ْ أ ﺑ ِﻲ اﻟﺪ ﱠر ْ د َاء َ أ َن ﱠ اﻟﻨ ﱠﺒ ِﻲ ﱠ ﺻﻞ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ إ ِن ﱠ‬

ٍ ‫ُواو َ ﻻ َﺗ َﺘ َﺪ َاو ُوا ﺑ ِﺤ َ ﺮ َ ام‬


َ ‫دﺘ ََوﺪ َ اَاوء ُ ﻓ‬

Artinya: Dari Abi Ad-Darda' radhiyallahuanhu bahwa Nabi saw. bersabda,


“Sesungguhnya Allah telah menurunkan penyakit dan obat. Dan Dia
menjadikan buat tiap-tiap penyakit ada obatnya. Maka, makanlah obat,
tapi janganlah makan obat dari yang haram. (HR. Abu Daud)

Hadis di atas menunjukkan bahwa turunnya penyakit dan kesembuhan

bersumber dari Allah SWT. Walaupun sebab dari sumber penyakit biasanya

berawal dari diri sendiri. Namun untuk mencari kesembuhan sebagaimana pada

kata "makanlah obat" (‫ ﻓ َ)ﺘ َﺪ َاو ُوا‬berupa perintah, sehingga manusia harus berusaha

melakukan pengobatan secara medis.

Pengobatan kanker secara medis memerlukan biaya yang sangat tinggi.

Selain melalui bedah dan radiasi, pengobatan kanker mengandalkan kemoterapi

(Djajanegara, 2010). Kanker adalah salah satu diantara penyakit yang sepenuhnya

tidak dapat ditundukkan oleh kemoterapi (Christina et al., 2004).

Umumnya, pengobatan kanker dilakukan dengan obat-obat sintetis dan

radiasi tetapi yang digunakan tersebut banyak menimbulkan efek samping yang

merugikan penderita. Oleh karenanya, kini banyak dilakukan penelitian-penelitian

untuk mencari alternatif pengobatan kanker terutama yang menggunakan bahan-

bahan alam (Ganiswara dan Nafrial, 1995).

Indonesia adalah salah satu negara yang dikenal dengan alamnya yang

kaya dengan tanaman berkhasiat untuk pengobatan penyakit secara tradisional,

salah satunya adalah tanaman pegagan (Centella asiatica L.) (Santoso, 1992). Di

Jawa Barat, pegagan (Centella asiatica L.) banyak tumbuh di perkebunan atau di
5

pekarangan. Masyarakat Jawa Barat mengenalnya sebagai salah satu tanaman

lalap (Dharmono, 2007).

Pegagan (Centella asiatica L.) mengandung triterpen glikosida seperti

centellasaponin, asiaticoside, madecassoside sceffoleoside (Matsuda et al., 2001),

Asiatic acid dan asam madecassic (Patella et al., 2009). Asiatic acid dapat

menginduksi apoptosis dan menahan siklus sel pada sel-sel kanker payudara

manusia (Hsu et al., 2005).

Pittella et al. (2009) melaporkan bahwa ekstrak air (aqueous extract) 50

g/L Centella asiatica memiliki aktivitas sitotoksik terhadap melanoma tikus

(B16F1), kanker payudara manusia (MDA MB-231) dan cell line glioma tikus

(C6), dengan nilai IC50 (Inhibiting Concentration 50), masing-masing yaitu 698.0,

648.0 dan 1000.0 μg/mL. Bhavna dan Jyoti (2011) menambahkan bahwa pegagan

dilaporkan memiliki efek aktivitas tumor pada sel Neuro-2a dengan nilai LC50

(Lethal Concentration 50) antara 2.528-4.939 mg/mL.

Berdasarkan uraian di atas, aktivitas senyawa bioaktif pegagan (Centella

asiatica L.) terhadap kanker secara in vitro telah banyak diteliti, namun pengaruh

bioaktif senyawa ekstrak kasar pegagan tersebut terhadap sel hepar yang dipapar

dengan 7.12-dimetilbenz(α)antrasen belum dilaporkan. Oleh karena itu, perlu

dilakukan penelitian mengenai pengaruh senyawa bioaktif ekstrak pegagan

(Centella asiatica L.) terhadap pertumbuhan sel hepar baby hamster yang dipapar

dengan 7.12-dimetilbenz(α) antrasen.


6

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini yaitu:

1. Adakah pengaruh ekstrak pegagan (Centella asiatica L.) terhadap

pertumbuhan kultur primer sel hepar baby hamster yang dipapar 7.12-

dimetilbenz (α) antrasen?

2. Bagaimana pengaruh ekstrak pegagan (Centella asiatica L.) terhadap

sitotoksisitas kultur primer sel hepar baby hamster yang dipapar 7.12-

dimetilbenz(α)antrasen?

1.3 Tujuan

Tujuan pada penelitian ini yaitu:

1. untuk mengetahui pengaruh ekstrak pegagan (Centella asiatica L.)

terhadap pertumbuhan kultur primer sel hepar baby hamster yang dipapar

7.12-dimetilbenz(α)antrasen.

2. untuk mengetahui pengaruh ekstrak pegagan (Centella asiatica L.)

terhadap sitotoksisitas kultur primer sel hepar baby hamster yang dipapar

7.12-dimetilbenz(α)antrasen.

1.4 Hipotesis

1. Ekstrak pegagan (Centella asiatica L.) berpengaruh terhadap

pertumbuhan kultur primer sel hepar baby hamster yang terpapar 7.12-

dimetilbenz(α)antrasen.
7

2. Ekstrak pegagan (Centella asiatica L.) berpengaruh terhadap

sitotoksisitas kultur primer sel hepar baby hamster yang terpapar 7.12-

dimetilbenz(α)antrasen.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat pada penelitian ini adalah :

1 Memberikan informasi ilmiah mengenai pengaruh ekstrak pegagan (Centella

asiatica L.) terhadap pertumbuhan kultur primer sel hepar baby hamster yang

dipapar 7.12-dimetilbenz(α)antrasen.

2 Memberikan informasi ilmiah mengenai pengaruh ekstrak pegagan (Centella

asiatica L.) terhadap sitotoksisitas kultur primer sel hepar baby hamster yang

dipapar 7.12-dimetilbenz(α)antrasen.

3 Memberikan informasi tentang potensi pegagan sebagai salah satu alternatif

dalam pengobatan herbal untuk kanker.

1.6 Batasan Masalah

Batasan masalah pada penelitian ini adalah :

1. Sampel yang digunakan untuk kultur adalah sel hepar baby hamster berumur

2 hari.

2. Bahan yang digunakan untuk menginduksi kanker adalah 7.12-

dimetilbenz(α)antrasen (DMBA) dengan konsentrasi 0.1µg/ml, dan pelarut

yang digunakan adalah DMSO 1%. Pemaparan 7.12-dimetilbenz(α)antrasen

(DMBA) dilakukan pada jam ke-0 (pada saat penanaman sel) dan diinkubasi

selama 48 jam.
8

3. Metode ekstraksi simplisia dengan maserasi water steril, bagian yang

digunakan yaitu tangkai daun (petiole) dan akar pegagan (Centella asiatica

L.) dengan berbagai konsentrasi diantaranya adalah konsentrasi 250 µg/mL,

500 µg/mL, 1000 µg/mL, 2000 µg/mL, 4000 µg/mL. Perlakuan ekstrak

diberikan pada jam ke-48 (dari penanaman sel) dan diinkubasi selama 24 jam

(sampai jam ke 72).

4. Media kultur yang digunakan adalah media DMEM (Dullbecco’s Modified

Eagle Medium) dengan suplementasi 10% serum FBS (Fetal Bovine Serum).

5. Parameter dalam penelitian ini meliputi konfluen, viabilitas, dan sitotoksisitas

kultur primer sel hepar dalam kultur yang dinyatakan dengan nilai LC50

(Lethal Concentration 50).

Anda mungkin juga menyukai