Anda di halaman 1dari 25

REFERENSI ARTIKEL

LABIAL PALATAL CLEFT

DISUSUN OLEH:
MUSTHOFA CHANDRA R G991903041
MADE VIDYASTI LAKSITA G99172106
NABILA SHAZA G99172123
NADIYA NUR HALIMA G991903045
NI PUTU DIAN A. G991905047
NOOR IQMALIYA R. G991905048
Periode : 17 Juni – 30 Juni 2019

PEMBIMBING :
Widia Susanti, drg., M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK/ PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI SURAKARTA
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Referensi artikel ini disusun untuk memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Ilmu
Penyakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret / RSUD
Dr. Moewardi Surakarta. Referensi artikel dengan judul:

Labial Palatal Cleft

Hari, tanggal : Kamis, 20 Juni 2019

Oleh:
MUSTHOFA CHANDRA R G991903041
MADE VIDYASTI LAKSITA G99172106
NABILA SHAZA G99172123
NADIYA NUR HALIMA G991903045
NI PUTU DIAN A. G991905047
NOOR IQMALIYA R. G991905048

Mengetahui dan menyetujui,


Pembimbing Referensi Artikel

Widia Susanti, drg., M.Kes


NIP. 196902162005012002

2
DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... 1

DAFTAR ISI ................................................................................................... 2

PENDAHULUAN .......................................................................................... 4

TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 6

A. Definisi & Etiologi ......................................................................... 6

B. Klasifikasi …………………………………………………………. 6

C. Masalah yang timbul akibat labial palatal cleft ............................... 10

D. Patogenesis ...................................................................................... 13

D. Diagnosis................ ……………………………………………….. 14

E. Penatalaksanaan …………………………………………………… 16

F. Penatalaksanaan pada Labial Cleft .................................................. 17

G. Penatalaksanaan pada Palatal Cleft ................................................. 20

SIMPULAN .................................................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 25

3
BAB I
PENDAHULUAN

Labiopalatal cleft (labiapalatoskizis) atau yang sering dikenal “sumbing”


adalah suatu kelainan kongenital yang berupa adanya kelainan bentuk pada
struktur wajah. Labiopalatoskisis merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi
pada daerah mulut, palatoskisis (sumbing palatum) yaitu terbentuknya celah
pada garis tengah palato, dan labioskisis (sumbing pada bibir) yang terjadi
akibat gagalnya jaringan lunak (struktur tulang) untuk menyatu selama
perkembangan embrio.
Labiopalatal cleft merupakan kelainan yang sering ditemukan dengan
insidensi 0,28-3,74 dari 1000 kelahiran di seluruh dunia. 50% dari kejadian
yang ditemukan mengalami insiden labioskisis dan palatoskisis secara
bersamaan. Penyebab dari kelaianan ini adalah multi factor yaitu faktor genetic
dan dan faktor lingkungan. Wanita lebih sering terkena daripada pria dan sisi
kanan lebih sering terjadi daripada kiri. Defisiensi pertumbuhan wajah bagian
tengah sering terjadi pada anak-anak penderita dengan complete labial palatal
cleft.

Kelainan sumbing selain mengenai bibir juga bisa mengenai palatum


atau langit langit mulut. Berbeda pada kelainan bibir yg terlihat jelas secara
estetik, kelainan sumbing langit-langit lebih berefek kepada fungsi mulut
seperti menelan, makan, minum, dan bicara. Perlu dicermati pada bayi yang

4
langit-langitnya sumbing, penutup ini tidak ada sehingga pada saat menelan
bayi bisa tersedak. Kemampuan menghisap bayi juga lemah, sehingga bayi
mudah capek pada saat menghisap, keadaan ini menyebabkan intake minum
atau makanan yang masuk menjadi kurang dan jelas berefek terhadap
pertumbuhan dan perkembangannya selain juga mudah terkena infeksi saluran
nafas atas karena terbukanya palatum tidak ada batas antara hidung dan mulut,
bahkan infeksi bisa menyebar sampai ke telinga.

Pada penegakkan diagnosis, perlunya pemahaman dasar mengenai


prinsip anamnesis serta mengenali gambaran klinis yang akan ditemui pada
saat melakukan pemeriksaan fisik. Oleh karena itu, pada makalah ini akan
dilakukan pembahasan lebih lanjut mengenai hal-hal tersebut sehingga
diagnosis labial palatal cleft dapat ditegakkan secara tepat.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi dan Etiologi
Labialpalatal cleft (labiapalatoskizis) adalah suatu kelainan kongenital
yang berupa adanya kelainan bentuk pada struktur wajah. Labiopalatoskisis
merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah mulut,
palatoskisis yaitu terdapatnya fissura garis tengah pada palatum yang terjadi
karena kegagalan dua sisi palatum untuk menyatu selama perkembangan
embriotik., dan labioskisis yaitu celah pada bibir atas yang dapat
meneruskan diri sampai gusi, rahang dan langit-langit rongga mulut yang
terbentuk pada trimester pertama karena tidak terbentuknya mesoderm pada
daerah tersebut sehingga prosesus nasalis dan maksilaris yang telah
menyatu menjadi pecah lagi.

B. Klasifikasi
Berdasarkan lengkap atau tidaknya celah terbentuk, tingkat kelainan
bibir sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang berat.
Beberapa jenis bibir sumbing yang diketahui adalah :
1. Unilateral Incomplete: jika celah sumbing terjadi hanya disalah satu sisi
bibir dan tidak memanjang hingga ke hidung.
2. Unilateral Complete: jika celah sumbing yang terjadi hanya disalah satu
sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung.
3. Bilateral Complete: jika celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan
memanjang hingga ke hidung.
Selain berdasarkan lengkap atau tidaknya celah, terdapat juga
klasifikasi Veau yang membagi palatoskizis menjadi 4 kelas:
Kelas I : celah hanya terdapat pada palatum molle
Kelas II: celah mengenai palatum molle dan durum, tidak meluas ke
foramen incisivus, hanya meliputi palatum sekunder

6
Kelas III : celah unilateral yang komplit, meluas dari uvula ke
foramen incisivus pada midline, kemudian deviasi ke satu sisi dan biasanya
sampai ke alveolus pada gigi incisivus lateral
Kelas IV : celah bilateral komplit dengan dua celah meluas dari
foramen incisivus ke alveolus

Gambar 2.Klafikasi Veau pada palatoskizis

7
Gambar 3. Klasifikasi labiopalatoskizis

8
Gambar 4. Klasifikasi labioskizis unilateral

Gambar 5. Klasifikasi labioskizis bilateral

9
C. Masalah yang timbul akibat labial palatal cleft
1. Masalah Bicara
Komunikasi normal pada manusia membutuhkan struktur yang utuh
dari bibir, rahang, lidah, gigi, dan palatum yang bekerja di bawah
koordinasi otot-otot respirasi dan pita suara. Mengingat penderita celah
bibir dan langit-langit umumnya memiliki kesulitan mengontrol aliran
udara, maka produksi suara menjadi tidak normal. Suara labiodental seperti
f dan v sulit diucapkan bila bibir atas terlalu panjang, kencang, dan sulit
bergerak akibat jaringan parut yang timbul pasca tindakan bedah korektif
pada bibir. Malposisi gigi anterior atas atau malformasi kontur alveolar
ridge dapat mempengaruhi pengucapan huruf s, z, th, f, dan v, juga
deformitas alveolar ridge atau palatum yang memendek dalam arah
anteroposterior serta menyempit dapat menyebabkan kesulitan dalam
mengucapkan huruf k, g, dan ng.
2. Masalah Pendengaran
Bayi dengan celah langit-langit sangat rentan terhadap infeksi
telinga karena adanya gangguan pada otot-otot yang berperan dalam
membuka dan menutup tuba eustachius sehingga tidak dapat mengalirkan
cairan yang berasal dari telinga bagian tengah dengan baik. Insidensi otitis
media dengan gangguan pendengaran sangat tinggi.
3. Masalah Pernapasan
Anak dengan celah langit-langit sering disertai dengan deformitas
nasal. Deformitas ini dapat memperkecil rongga hidung dan menghalangi
aliran udara yang cenderung mengakibatkan beralihnya proses pernafasan
melalui mulut. Obstruksi dan infeksi saluran nafas atas sering terjadi pada
penderita ini.
4. Masalah Gigi
Pasien dengan celah bibir dan langit-langit sering memperlihatkan
congenital missing teeth terutama gigi premolar dan lateral insisivus,
supernumerary teeth terutama pada daerah premaksila dan dekat celah,
fused teeth, dan malformed teeth. Gigi insisivus sentralis sering terlihat

10
malposisi sehingga relasi horizontal maupun vertikal di daerah insisivus
tampak tidak harmonis, demikian pula erupsi gigi-gigi di sekelilingnya.
Erupsi gigi menjadi terhambat terutama gigi kaninus. Ektopik gigi molar
atas juga sering terjadi, juga over erupsi gigi geligi anterior bawah, hal ini
disebabkan oleh tidak adanya atau malposisi gigi anterior bawah.
Defisiensi pertumbuhan wajah bagian tengah sering terjadi pada
anak-anak dengan complete labial palatal-cleft, umumnya terjadi sebagai
akibat koreksi tulang palatum atau palatoplasty. Hal ini menyebabkan
terjadinya diskrepansi antara maksila dan mandibula yang berakibat
anterior atau posterior crossbite. Penelitian lain menunjukkan bahwa
terdapat hubungan kelas III insisivus/cross bite sebesar 31,3% anak-anak
dengan labial-palatal cleft unilateral bila dibandingkan dengan yang
memiliki labioschizis unilateral sebesar 9,1%. Kelainan gigi geligi lainnya
yang sering terjadi yaitu hypodontia dan kelainan gigi dalam ukuran dan
bentuk. Kelainan berupa gigi berjejal juga ditemukan penderita cleft-
palate. Risiko karies yang signifikan juga ditemukan pada anak dengan
celah langit-langit dari usia 18 bulan hingga 4 tahun. Insidensi karies yang
tinggi terdapat pada gigi yang berdekatan dengan cleft dan pada gigi geligi
molar sulung. Kelainan gigi geligi yang lain yaitu frekuensi anomali lain
yang tidak didapatkan pada anak yang tidak menderita cleft-palate seperti
tidak adanya benih gigi insisivus lateral di daerah celah yang sangat
sensitif terhadap gangguan tumbuh kembang. Gigi insisivus lateral bisa
juga mengalami mesiodens, bentuk konus, atau runcing, mikrodontia
gangguan pembentukan gigi, erupsi, kelainan pembentukan akar dan
mahkota lain. Kelainan gigi-geligi ini juga menimbulkan masalah estetik,
berpotensi menimbulkan masalah fungsi, masalah periodontal karena gigi
tidak didukung oleh tulang alveolar yang cukup dan masalah dalam
restorasi gigi.

11
Tabel 1. Kelainan sindromik yang berhubungan dengan palatal clef

12
D. Patogenesis
Bibir atas bayi berkembang di sekitar 5 minggu kehamilan dan dari
sekitar 8-12 minggu, palatum berkembang dari jaringan di kedua sisi lidah.
Biasanya jaringan ini tumbuh terhadap satu sama lain dan bergabung di tengah.
Ketika jaringan tidak bergabung di tengah, akan terbentuk celah di bibir dan
gusi. Celah pada bibir atas mungkin hanya terbatas pada bibir atau dapat juga
terjadi pada palatum mole. Celah bibir unilateral terjadi akibat kegagalan fusi
dari prominens nasal medial dan prominens maxilla pada satu sisi. Sedangkan
celah bibir bilateral merupakan hasil dari kegagalan fusi pada prominens nasal
medial dengan prominens maxilla pada sisi yang lain. Celah bibir inferior
sangat jarang terjadi, dan biasanya terletak tepat di tengah dan disebabkan oleh
ketidaksempurnaan penyatuan prominensia mandibularis.
Penyebab mutlak celah bibir dan palatum ini belum diketahui
sepenuhnya. Kombinasi faktor genetik dan lingkungan bisa menjadi penyebab
terjadinya kelainan ini (Ismaniati dan Herdiana, 2007).
Menurut penelitian faktor genetik terjadi sebanyak 20-30% pada kelainan
ini. Jika anak dilahirkan dengan kelainan ini maka bayi yang dilahirkan
berikutnya pada orang tua yang sama mempunyai risiko terjadinya celah bibir
dan palatum sebesar 5% dan jika orang tua dan satu anaknya mempunyai
kelainan ini maka kemungkinan terjadinya kelainan ini pada anak berikutnya
sebesar 15%. Pada anak kembar persentasenya 30-50% (monozygot) dan 5%
(dizygot) (Wrayetal, 2003).
Kelainan bibir sumbing dan celah palatum dapat berhubungan dengan
malformasi atau sindrom tertentu yang dikenal dengan kelainan sindromik. bila
kelainan ini tidak berhubungan dengan malformasi atau sindrom tertentu
disebut kelainan nonsindromik (Kartika, 2014). Sindromik jika etiologi defek
tersebut berasal dari transmisi gen (yang diturunkan menurut hukum Mendel,
seperti: autosomal dominan, autosomal resesif atau X-linked), abrasi
kromosom seperti trisomi, efek dari agen teratogen atau lingkungan (ibu yang
menderita diabetes melitus, defisiensi asam folat, terekspos rokok atau
tembakau). Keadaan pasien anak dengan etiologi sindromik biasanya disertai

13
adanya synostosis, telecanthus, hipoplasia maksila, facial nerve paresis atau
paralysis, bentuk mandibula yang tidak normal, excursion atau maloklusi.
Sementara, pasien yang digolongkan sebagai nonsindromik yaitu apabila tidak
ada kelainan pada leher dan kepala, memiliki fungsi kognitif dan pertumbuhan
fisik yang normal dan tidak adanya riwayat terekspos teratogen atau faktor
lingkungan. Multifactorial inheritance disebut sebagai penyebabnya, dimana
kecenderungan yang kuat dari keluarga namun tidak ditemukan adanya pola
Hukum Mendel atau aberasi kromosom (Bailey, 2006).

E. Diagnosis
Penegakkan diagnosis adanya celah bibir / bibir sumbing maupun celah
palatum terlihat dari tampilan klinis anak tersebut dan dinilai apa saja bagian yang
mengalami defek. Penegakan diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis
yang cermat, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang:

1. Mencatat informasi medis pasien & keluarga


2. Riwayat kehamilan ibu
a) Umur ibu saat hamil
b) Abnormalitas kromosom
c) Obat- obatan yang di konsumsi selama hamil
d) Kebiasaan personal
e) Kesehatan ibu
3. Pemeriksaan fisik
a) Inspeksi
Pemeriksaan oral rutin yang dilakukan untuk mendapatkan informasi
yang berhubungan dengan abnormalitas gigi, lengkung rahang, paltum
lunak, palatum keras dan lidah

• Gigi hilang yang dapat mempengaruhi bunyi konsonan


• Lengkung alveolar sempiti atau tidak
• Adanya fistula pada palatum lunak atau keras

14
• Malposisi memperberat keadaan sipasien sehingga menghasilkan bunyi
berdesis seperti “s” dan “z”.
b) Palpasi
c) Studi model digunakan untuk studi pertumbuhan palatal dan relasi gigi
(oklusi) maksila dan mandibular
d) Tes artikulasi
4. Pemeriksaan penunjang
a) Cephaloroentgenogram
Merupakan x-ray kepala bagian lateral dan frontal. Digunakan untuk
mempelajari pertumbuhan fasial dan tengkorak, membantu melihat bentuk
atas dan bawah rongga mulut, termasuk tengkorak dan ukuran dan bentuk
bagian diatas palatum lunak yang mempengaruhi ruang pernapasan dan
membantu menentukan pembentukan spinal servikal dan ukuran serta
panjang palatu lunak

b) Multiview vidiofluroscopy
Merupakan gambaran x-ray maksila dan mandibula ( dari depan,
samping dan bagian bawah pada vidio tape- ketiga gambarnya digunakan
untuk mengevaluasi fungsi velofaringeal. Contoh : bicara dan mengunyah
Sebanyak 86% anak dengan labioschizis bilateral disertai dengan
palatoschizis dan 68% labioschizis unilateral disertai palatoschizis.
(Karmacharya J., 2013).

c) USG
Selain pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan saat bayi lahir,
Labioschizis juga dapat dideteksi selama kehamilan dengan USG rutin. (The
Northern and Yorkshire Cleft Lip and Palate Service., 2013).

15
Gambar 6. Antenatal diagnosis pada labioschizis dengan USG

Gambar 7. (A) Ultrasonografi pada fetus dengan cleft bilateral


incomplete pada yang kiri, (B) foto anak yang sama setelah lahir
sebelum dioperasi

F. Penatalaksanaan

Program rehabilisasi yang menyeluruh untuk anak yang menderita bibir


sumbing atau celah palatum bisa memerlukan pengobatan khusus dalam waktu
bertahun – tahun, dari tim yang terdiri dari dokter ahli anak, ahli bedah atau bedah
plastik, ahli THT, ahli ortodonsi yang akan mengikuti perkembangan rahang dan
giginya serta ahli logopedi yang mengawasi dan membimbing kemampuan bicara.

16
1. Penatalaksanaan pada labial cleft
Ada tiga tahap penatalaksanaan labial cleft yaitu :
1) Tahap pra bedah
a. Mempersiapkan ketahanan tubuh bayi
Asupan gizi yang cukup, dilihat dari keseimbangan berat badan yang
dicapai dan usia yang memadai tindakan operasi pertama dikerjakan untuk
menutup celah bibirnya, biasanya pada umur tiga bulan. Patokan yang biasa
dipakai adalah rule of ten yaitu berat badan minimal empat setengah kilo
(10 pon), kadar hemoglobin 10 gram persen dan umur sekurang-kurangnya
10 minggu dan tidak ada infeksi, leukosit dibawah 10.000.
b. Edukasi kepada orang tua
Jika bayi belum mencapai rule of ten, ada beberapa nasihat yang
seharusnya diberikan kepada orang tua agar kelainan dan komplikasi yang
terjadi tidak bertambah parah. Misalnya, memberi minum harus dengan dot
khusus dimana ketika dot dibalik, susu dapat memancar keluar sendiri
dengan jumlah optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat bayi
tersedak dan tidak terlalu kecil sehingga membuat asupan gizi menjadi tidak
cukup, jika dot dengan lubang khusus ini tidak tersedia, maka pemberian
minum dapat dilakukan dengan bantuan sendok secara perlahan dengan
posisi setengah duduk atau tegak untuk menghindari masuknya susu
melewati langit – langit yang terbelah.
c. Celah bibir direkatkan dengan plaster khusus non alergenik.
Untuk menjaga agar celah pada bibir menjadi tidak terlalu jauh akibat
proses tumbuh kembang yang menyebabkan menonjolnya gusi ke arah
depan (protrusion pre maksila) akibat dorongan lidah prolabium, karena
jika hasil ini terjadi tindakan koreksi pada saat operasi akan menjadi sulit
dan secara kosmetika hasil akhir yang didapat tidak sempurna. Plester non
alergenik tadi harus tetap direkatkan sampai waktu operasi tiba.
2) Tahap operasi

17
Penutupan bibir sumbing secara bedah biasanya dilakukan setelah
umur 3 bulan, ketika anak itu telah menunjukkan kenaikan berat badan yang
memuaskan dan bebas dari infeksi oral, saluran nafas atau sistemik.
Tujuan pembedahan/operasi :
a. Menyatukan bagian-bagian celah.
b. Mewujudkan bicara yang bagus dan jelas.
c. Mengurangi regurgitasi hidung.
d. Menghindari cedera pada pertumbuhan maksila.
Cara operasi yang umum dipakai adalah cara Millard yang caranya
memutar dan memajukan (rotation and advacement). Harus memenuhi
kriteria “rule of ten” (10 minggu, 10 pound, Hb ≥10 gr%, leukosit < 10.000).

Gambar 8. Reparasi labioschizis unilateral (labioplasti)

18
Gambar 9. Reparasi labioschizis bilateral (labioplasti)
3) Tahap Pasca Bedah
Garis jahitan yang terpapar pada dasar hidung dan bibir dapat
dibersihkan dengan kapas yang diberi larutan hydrogen peroksida dan salep
antibiotika yang diberikan beberapa kali perhari. Jahitan dapat diangkat
pada hari ke 5-7. Jika gizi anak baik, cairan dan elektrolit seimbang,
pemberian makan dapat diijinkan pada hari ke enam pasca bedah. Selama
waktu yang singkat dalam masa pasca bedah, perawatan khusus sangat
diperlukan. Tindakan pengisapan nasofaring yang dilakukan secara lembut
mengurangi kemungkinan komplikasi yang lazim terjadi, seperti atelektasis
dan pneumonia.
Pertimbangan primer pada perawatan pasca bedah adalah rumatan
kebersihan garis jahitan dan menghindari ketegangan pada jahitan,
karenanya bayi diberikan makan dengan penetes obat dan tangan diikat
manset siku. Diet cair atau setengah cair dipertahankan selama 3 minggu
dan pemberian makanan dilakukan dengan tetesan atau sendok. Tangan
penderita, mainan dan benda – benda asing harus dijauhkan dari palatum.
Setelah operasi labioplasti, pasien harus dievaluasi secara periodik terutama
status kebersihan mulut dan gigi, pendengaran dan kemampuan berbicara,
dan juga keadaan psikososial.

19
2. Penatalaksanaan pada palatal cleft
Palatal cleft (palatoschisis) merupakan suatu masalah pembedahan, tidak
ada terapi medis khusus untuk keadaan ini. Akan tetapi komplikasi dari
palatoschisis yakni permasalahan dari intake makanan, obstruksi jalan napas, dan
otitis media membutuhkan penanganan medis terlebih dahulu sebelum diperbaiki.
Terapi pembedahan bukanlah suatu yang emergensi, dilakukan pada usia
12-18 bulan. Pada usia tersebut akan memberikan hasil fungsi bicara yang optimal
karena memberi kesempatan jaringan pasca operasi sampai matang pada proses
penyembuhan luka sehingga sebelum penderita mulai bicara, soft palate dapat
berfungsi dengan baik.
Jika operasi dikerjakan lambat, sering hasil operasi dalam hal kemampuan
bicara atau mengeluarkan suara normal atau tak sengau, sulit dicapai.
Perbaikan celah palatum dapat dilakukan dengan teknik :
1. Von Langenbeck Palatoplasty
Dasar teknik ini yaitu memisahkan celah palatum yag terpisah.
Pembedahan dan penjahitan otot merupakan prosedur untuk membuat sling
otot. Skematik palatoplasti Von Langenbeck, melibatkan flap bipedikel
mukoperiosteal untuk menutup celah patum durum dan molle.

Gambar 10. Von Langenbeck Palatoplasty


2. Veau – Wardill – Kilner Pushback palatoplasty (V-Y)
Penutupan mukoperiosteal dibuat dengan W – shaped incison.
Pembebasan mukoperiostal dari palatum disambung ke palatum durum dan
pembukaan tulang secara anterior dan lateraL

20
Gambar 11. Veau – Wardill – Kilner Pushback palatoplasty
3. Bardach Two flap
Dilakukan pada bibir sumbing bilateral, merupakan modifikasi dari
tehnik Von Langenbeck dimana dilakukan insisi di sepanjang tepi celah
palatum dan tepi alveolar. Penggabungan secara anterior ini, untuk
membebaskan penutupan mucoperiosteal. Palatum molle diperbaiki pada
jahitan garis lurus. Pemotongan dan rekonstruksi m. levator veli palatine
sebagai sling otot dinamakan intravelar palatoplasty.

Gambar 12. Bardach Two flap

21
4. Furlow Z plasty
Teknik dimana bagian palatum di reposisi dan veli palatine
disambung oleh double opposing (menyilang) secara Z plasty. Operasi
plastik cara ini adalah teknik yang paling sering digunakan; garis jahitan
yang diatur berguna untuk memperkecil takik bibir akibat retraksi jaringan
parut.

Gambar 13. Double opposing Z-plasty

Tatalaksana dan penanganan labiopalatoschizis merupakan suatu


bentuk kerjasama tim yang melibatkan multidisiplin dalam sebuah rumah
sakit. Hal ini dikarenakan tingkat kesulitan yang kompleks dan variatif
dengan memakan waktu yang cukup lama. Diantara disiplin ilmu yang
terlibat diantaranya dokter anak, dokter bedah palstik, dokter bedah mulut,
dokter gigi anak, orthodontist, prostodonti, dokter THT, terapis wicara,
psikater dan psikolog.
Setiap rumah sakit memiliki protokol masing-masing dalam
menangani kasus celah bibir dan langitan. Hal ini mengenai keterlibatan
multidisiplin dalam rumah sakit dan perawatan jangka panjang yang akan
dilakukan di rumah sakit tersebut.
Tatalaksana pada pasien dengan celah bibir dan langitan dimulai
sejak usia 0 minggu hingga 18 tahun. Hal tersebut dapat dijelaskan dalam
table berikut:

Usia Tindakan
0-1 minggu Pemberian nutrisi dengan kepala miring 45 derajat
1-2 minggu Pemsasangan obturator untuk menutup celah pada

22
langitan agara dapat menghisap susu atau memakai
dot lubang besar kearah bawah untuk mencegah
aspirasi
10 minggu Labioplasty dengan memenuhi Rules of Ten
1. Usia 10 minggu
2. Berat 10 pounds
3. Hb > 10 gr%
1,5-2 tahun Palatoplasty karena bayi mulai bicara
2-4 tahun Terapi Wicara
4-6 tshun Veropharyngopasty untuk mengembalikan fungsi
katup yang dibentuk m. tensor veli palatine dan
m.levator veli palatine sebagai pembentuk huruf
konsonan dan latihan dengan cara meniup
6-8 tahun Ortodonsi {pengaturan lengkung gigi}
8-9 tahun Alveolar bone grafting
9-17 tahun Ortodons iulang
17-18 tahun Cek kesimetrisan mandibula dan maksila
Tabel 2. {Bagian Bedah FK UGM, 2012)

23
BAB III
SIMPULAN

Bibir sumbing (labial palatal cleft/ labiopalatoschizis) merupakan kongenital


anomali yang berupa adanya kelainan bentuk pada struktur wajah.
Labiopalatoschizis merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah mulut,
celah bibir dan atau palatum untuk menyatu selama perkembangan embrio, hal ini
dapat disebabkan oleh faktor genetik dan berbagai faktor lingkungan yang terjadi
pada trimester pertama kehamilan karena tidak terbentuknya suatu jaringan di
daerah tersebut.
Bibir sumbing merupakan kelainan kongenital yang memiliki prevalensi
cukup tinggi. Bibir sumbing memiliki beberapa tingkat kerusakan sesuai organ
yang mengalami kecacatannya yang dapat menyebabkan terjadinya masalah asupan
makan, dental, mudah terjadinya infeksi di rongga hidung, tenggorokan dan tuba
eustachius (saluran penghubung telinga dan tenggorokan) serta gangguan bicara.
Pengelolaan bibir sumbing langitan merupakan pengelolaan terpadu
(multidisipliner) yang melibatkan tim yang terdiri dari dokter ahli anak, ahli bedah
atau bedah plastik, ahli THT, ahli ortodonsi yang akan mengikuti perkembangan
rahang dan giginya serta ahli logopedi yang mengawasi dan membimbing
kemampuan bicara. Kelainan ini sebaiknya secepat mungkin diperbaiki dengan
berbagai teknik operasi labioplasty seperti teknik Millard untuk dan teknik
palatoplasty seperti teknik Von Langenbeck, V-Y palatoplasty, Bardach two flap
serta Furlow Z Plasty.

24
DAFTAR PUSTAKA

Bagian Bedah FK-UGM. (2012). Penatalaksanaan Celah Bibir dan Langitan.


Yogyakarta : RSUP dr. Sardjito
Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD (2006). Head & Surgery-Otolaryngology 4th
ed. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins.
Ismaniati NA, Herdiana A (2007) Perawatan Ortodonsia pada Kelainan Celah Bibir
dan Langit-Langit. Indonesian Journal of Dentistry 14(2):117-122.

Karmacharya J. (2013). Cleft Lip Workout (online). Dalam: Medscape.

Kartika, H.I. (2014). Teknik Operasi Labiopalatoschizis. CDK-215/ vol. 41 no. 4,


th. 2014.

Octavia Alfini. (2014). Perawatan Interseptif Dental Pasien Anak Penderita Cleft-
Palate. IDJ Vol.3 No.1: Yogyakarta

The Northern and Yorkshire Cleft Lip and Palate Service. (2013) Cleft Lip and
Palate. Dalam : Neonatal Network Handout.

Shah NS, Khalid M, Khan MS. (2011). A review of classification systems for cleft
lip and palate patients: Morphological classifications. Journal of Khyber
College of Dentistry, 1(2):95-99.

Sodikin. (2009). Keperawatan Anak: Gangguan Pencernaan. Jakarta : EGC

Wrayetal D (2003). Textbook of General and Oral Surgery. London: Churchill


Livingstone

25

Anda mungkin juga menyukai