LEUKOPLAKIA
Disusun Oleh:
Pembimbing:
Vita Nirmala Ardanari, drg., Sp.Pros., Sp.KG
Makalah ini disusun untuk memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit
Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret / RSUD Dr.
Moewardi.
Makalah dengan judul:
LEUKOPLAKIA
Istilah leukoplakia pertama kali digunakan oleh Schimmer pada tahun 1877,
untuk menerangkan sebuah lesi putih pada lidah yang kemungkinan merupakan
gambaran klinis glositis sifilis. Leukoplakia memiliki gambaran tipis, berupa bercak
putih pada gusi, pipi bagian dalam dan kadang-kadang ditemukan pada lidah. Inisiden
terjadinya leukoplakia pada suatu populasi sekitar 0,1% (Neville, 2002).
Leukoplakia merupakan suatu istilah lama yang digunakan untuk
menunjukkan adanya suatu bercak putih atau plak yang tidak normal yang terdapat
pada membran mukosa. Pendapat lain mengatakan bahwa leukoplakia hanya
merupakan suatu bercak putih yang terdapat pada membran mukosa dan sukar untuk
dihilangkan atau terkelupas.
Meskipun leukoplakia tidak termasuk dalam jenis tumor, lesi ini sering
meluas sehingga menjadi suatu lesi pre-cancer. Untuk menentukan diagnosis yang
tepat, perlu dilakukan pemeriksaan yang teliti baik secara klinis maupun
histopatologis, karena lesi ini secara klinis mempunyai gambaran yang serupa dengan
“lichen plannus” dan “white sponge naevus” (Hasibuan, 2004)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Leukoplakia
Secara histopatologis, leukoplakia didefinisikan sebagai bercak putih
pada mukosa dengan epitel mengalami hiperkeratosis dengan dasar yang
terdiri dari sel spinosum (Cho et all, 2010). Leukoplakia merupakan salah satu
kelainan yang terjadi di mukosa rongga mulut berupa penebalan putih yang
tidak dapat digosok sampai hilang dan sering berpotensi menjadi suatu
keganasan (Kayalvizhi, 2016). WHO mendefinisikan leukoplakia sebagai
sebuah plak putih dengan risiko peningkatan kanker mulut dipertanyakan
setelah menyingkirkan penyakit atau kelainan yang tidak meningkatkan
risiko. (Brouns et al, 2013)
B. Epidemiologi
Estimasi prevalensi global leukoplakia berkisar antara 0,5% - 3,46%
dan perubahan keganasan dari leukoplakia sekitar 0,7% - 2,9% (Feller, 2012).
Leukoplakia banyak ditemukan di India dimana masyarakat banyak merokok
(Petti, 2003). Leukoplakia sering ditemukan pada laki-laki, dan prevalensi
meningkat seiring bertambahnya usia. Menurut perkiraan, leukoplakia lebih
banyak dijumpai pada laki-laki berusia di atas 40 tahun (Napier, 2008)
C. Etiopatogenesis
Penyebab yang pasti dari leukoplakia sampai sekarang belum
diketahui secara pasti. Predisposisi leukoplakia terdiri dari beberapa faktor
yaitu faktor lokal, faktor sistemik dan malnutrisi vitamin. Faktor lokal yang
diperkirakan menjadi penyebab leukoplakia meliputi trauma yang
menyebabkan iritasi kronis, misalnya akibat gigitan tepi atau akar gigi yang
tajam, iritasi dari gigi yang malposisi, kebiasaan menggigit-gigit jaringan
mulut, pipi maupun lidah. Faktor lain yang menjadi penyebab terjadinya
leukoplakia adalah tembakau, alkohol dan bakteri. Menurut Schepman et al.,
perokok mempunyai risiko 6 kali lebih tinggi terkena leukoplakia, meski lesi
pada non-perokok mempunyai kemungkinan lebih besar untuk berubah
menjadi kanker. Pada waktu merokok, terjadi iritasi pada jaringan mukosa
mulut yang disebabkan oleh asap rokok, panas ketika merokok dan zat-zat
yang terkandung dalam tembakau yang ikut terkunyah. Hal ini dibuktikan
dengan insidensi leukoplakia tertinggi ditemukan pada perokok (Brzak, 2012).
Penelitian Morse et al., konsumsi alkohol sering berkaitan dengan kanker
mulut daripada displasia epitelial. Caldeira et al., menemukan faktor risiko
leukoplakia yang berisiko tinggi untuk berubah menjadi suatu keganasan
adalah infeksi dengan Human Papilloma Virus (HPV), dimana protein
onkogenik seperti HPV-16L1 dapat meningkatkan karsinogenesis.
Pada penderita kandidiasis kronis dapat ditemukan gambaran yang
menyerupai leukoplakia. Infeksi Candida juga berperan dalam perubahan
menjadi keganasan dan faktor risiko tertinggi perubahan menjadi kanker
(Roed-Petersen, 1972; Banoczy, 1977; Krogh, 1987). Untuk mengetahui
diagnosis pasti perlu dilakukan pemeriksaan klinis, histopatologi dan latar
belakang etiologi terjadinya lesi.
Banoczy menemukan adana penurunan signifikan pada vitamin A,
B12, C, beta carotene dan asam folat pada pasien dengan leukoplakia. Soames
dan Southam melaporkan adanya perubahan pada perkembangan leukoplakia
lebih pada area atrofi epitelial dan kondisi yang berkaitan dengan hal tersebut
meliputi defisiensi besi, vitamin dan fibrosis submukus mulut. Mutasi p53
dari sel juga didapatkan pada penderita leukoplakia yang merokok dan minum
alkohol.
D. Patofisiologi
Pasien dengan leukoplakia idiopatik memiliki risiko tinggi
berkembang menjadi kanker. Penelitian oleh Downer, pada sejumlah pasien
leukoplakia, 4%-17% lesi berubah menjadi tumor maligna dalam waktu 20
tahun.
Perubahan patologis primer yang terdapat pada leukoplakia adalah
diferensiasi abnormal dari epitel mukosa dengan ditandai peningkatan
aktivitas keratinisasi pada permukaan selnya yang memproduksi penampakan
klinis yang mukosa yang berwarna putih. Proses ini juga dibersamai dengan
perubahan ketebalan dari jaringan epitelial (Reibel J, 2003).
Dasar molekuler pada perubahan tersebut belum diketahui secara pasti.
Namun, beberapa data penelitian menyebutkan adanya perubahan ekspresi
onkogen/TSG, ekspresi gen keratin, perubahan siklus sel, akumulasi stres
oksidatif dan displasia epitel berperan dalam perubahan yang terjadi pada
leukoplakia (Kawanishi S & Murata M, 2006).
E. Klasifikasi
Terdapat dua tipe klinis leukoplakia yaitu homogen dan non homogen.
Pada tipe homogen berupa lesi putih yang datar dan tipis. Lesi ini dapat
terlihat sebagai retakan yang dangkal dengan permukaan yang halus atau
berkerut. Teksturnya konsisten dan biasanya asimptomatik.
G. Terapi
Leukoplakia berpotensi untuk menjadi keganasan, ketika menghadapi
dua atau tiga lesi, pilihan terapi adalah pembedahan. Pada leukoplakia
multipel atau berukuran besar, pembedahan menjadi tidak praktis karena akan
mengakibatkan deformitas yang tidak dapat diterima atau disabilitas
fungsional. Terapi dapat berupa pembedahan cryo (cryosurgery), pembedahan
laser (laser surgery) atau menggunakan bloemycin topikal. Akan tetapi, pada
30% kasus yang ditangani, leukoplakia dapat terjadi kembali dan terapi tidak
dapat menghentikan beberapa leukoplakia berubah menjadi squamous cell
carcinoma (Holmstrup et al., 2006; Bagan et al., 2003).
Menurut Longshore dan Camisa, berikut tatalaksana leukoplakia:
Hilangkan semua faktor penyebabnya
Tidak ada displasia atau ada displasia ringan bedah eksisi / operasi
laser pada lesi pada ventral / lateral lidah, lantai mulut, langit-langit
lunak dan orofaring.
Adanya displasia sedang atau berat bedah eksisi atau terapi laser
adalah perawatan pilihan
Lesi merah (erythroplakia atau leukoerythroplakia) bedah adalah
yang terbaik
Proliferative verrucous leukoplakia bedah lengkap eksisi / operasi
laser jika memungkinkan
Evaluasi tindak lanjut untuk semua lesi (Longshore dan Camisa, 2002)
H. Komplikasi
Leukoplakia idiopatik, leukoplakia non-homogen, leukoplakia pada
daerah risiko tinggi mulut dan leukoplakia yang menunjukkan displasia
epitelial tingkat moderat atau berat, serta leukoplakia yang mempunyai faktor
risiko berubah menjadi keganasan harus diterapi secara agresif. Apabila tidak
segera dilakukan terapi, bisa terjadi perubahan warna, tekstur atau ukuran dan
penampakan leukoplakia sebagai kemungkinan perubahan menuju keganasan
(Lodi dan Porter, 2008).
BAB III
KESIMPULAN