Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

LEUKOPLAKIA

Disusun Oleh:

Musthofa Chandra Ramabuana G991903041

Periode: 17 Juni 2019 – 30 Juni 2019

Pembimbing:
Vita Nirmala Ardanari, drg., Sp.Pros., Sp.KG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU GIGI DAN MULUT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Makalah ini disusun untuk memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit
Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret / RSUD Dr.
Moewardi.
Makalah dengan judul:

LEUKOPLAKIA

Hari, tanggal : Senin, 24 Juni 2019

Yang disusun oleh :


Musthofa Chandra Ramabuana G991903041

Mengetahui dan menyetujui,


Pembimbing

Vita Nirmala Ardanari, drg., SpPros, SpKG


BAB I
PENDAHULUAN

Istilah leukoplakia pertama kali digunakan oleh Schimmer pada tahun 1877,
untuk menerangkan sebuah lesi putih pada lidah yang kemungkinan merupakan
gambaran klinis glositis sifilis. Leukoplakia memiliki gambaran tipis, berupa bercak
putih pada gusi, pipi bagian dalam dan kadang-kadang ditemukan pada lidah. Inisiden
terjadinya leukoplakia pada suatu populasi sekitar 0,1% (Neville, 2002).
Leukoplakia merupakan suatu istilah lama yang digunakan untuk
menunjukkan adanya suatu bercak putih atau plak yang tidak normal yang terdapat
pada membran mukosa. Pendapat lain mengatakan bahwa leukoplakia hanya
merupakan suatu bercak putih yang terdapat pada membran mukosa dan sukar untuk
dihilangkan atau terkelupas.
Meskipun leukoplakia tidak termasuk dalam jenis tumor, lesi ini sering
meluas sehingga menjadi suatu lesi pre-cancer. Untuk menentukan diagnosis yang
tepat, perlu dilakukan pemeriksaan yang teliti baik secara klinis maupun
histopatologis, karena lesi ini secara klinis mempunyai gambaran yang serupa dengan
“lichen plannus” dan “white sponge naevus” (Hasibuan, 2004)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Leukoplakia
Secara histopatologis, leukoplakia didefinisikan sebagai bercak putih
pada mukosa dengan epitel mengalami hiperkeratosis dengan dasar yang
terdiri dari sel spinosum (Cho et all, 2010). Leukoplakia merupakan salah satu
kelainan yang terjadi di mukosa rongga mulut berupa penebalan putih yang
tidak dapat digosok sampai hilang dan sering berpotensi menjadi suatu
keganasan (Kayalvizhi, 2016). WHO mendefinisikan leukoplakia sebagai
sebuah plak putih dengan risiko peningkatan kanker mulut dipertanyakan
setelah menyingkirkan penyakit atau kelainan yang tidak meningkatkan
risiko. (Brouns et al, 2013)

B. Epidemiologi
Estimasi prevalensi global leukoplakia berkisar antara 0,5% - 3,46%
dan perubahan keganasan dari leukoplakia sekitar 0,7% - 2,9% (Feller, 2012).
Leukoplakia banyak ditemukan di India dimana masyarakat banyak merokok
(Petti, 2003). Leukoplakia sering ditemukan pada laki-laki, dan prevalensi
meningkat seiring bertambahnya usia. Menurut perkiraan, leukoplakia lebih
banyak dijumpai pada laki-laki berusia di atas 40 tahun (Napier, 2008)

C. Etiopatogenesis
Penyebab yang pasti dari leukoplakia sampai sekarang belum
diketahui secara pasti. Predisposisi leukoplakia terdiri dari beberapa faktor
yaitu faktor lokal, faktor sistemik dan malnutrisi vitamin. Faktor lokal yang
diperkirakan menjadi penyebab leukoplakia meliputi trauma yang
menyebabkan iritasi kronis, misalnya akibat gigitan tepi atau akar gigi yang
tajam, iritasi dari gigi yang malposisi, kebiasaan menggigit-gigit jaringan
mulut, pipi maupun lidah. Faktor lain yang menjadi penyebab terjadinya
leukoplakia adalah tembakau, alkohol dan bakteri. Menurut Schepman et al.,
perokok mempunyai risiko 6 kali lebih tinggi terkena leukoplakia, meski lesi
pada non-perokok mempunyai kemungkinan lebih besar untuk berubah
menjadi kanker. Pada waktu merokok, terjadi iritasi pada jaringan mukosa
mulut yang disebabkan oleh asap rokok, panas ketika merokok dan zat-zat
yang terkandung dalam tembakau yang ikut terkunyah. Hal ini dibuktikan
dengan insidensi leukoplakia tertinggi ditemukan pada perokok (Brzak, 2012).
Penelitian Morse et al., konsumsi alkohol sering berkaitan dengan kanker
mulut daripada displasia epitelial. Caldeira et al., menemukan faktor risiko
leukoplakia yang berisiko tinggi untuk berubah menjadi suatu keganasan
adalah infeksi dengan Human Papilloma Virus (HPV), dimana protein
onkogenik seperti HPV-16L1 dapat meningkatkan karsinogenesis.
Pada penderita kandidiasis kronis dapat ditemukan gambaran yang
menyerupai leukoplakia. Infeksi Candida juga berperan dalam perubahan
menjadi keganasan dan faktor risiko tertinggi perubahan menjadi kanker
(Roed-Petersen, 1972; Banoczy, 1977; Krogh, 1987). Untuk mengetahui
diagnosis pasti perlu dilakukan pemeriksaan klinis, histopatologi dan latar
belakang etiologi terjadinya lesi.
Banoczy menemukan adana penurunan signifikan pada vitamin A,
B12, C, beta carotene dan asam folat pada pasien dengan leukoplakia. Soames
dan Southam melaporkan adanya perubahan pada perkembangan leukoplakia
lebih pada area atrofi epitelial dan kondisi yang berkaitan dengan hal tersebut
meliputi defisiensi besi, vitamin dan fibrosis submukus mulut. Mutasi p53
dari sel juga didapatkan pada penderita leukoplakia yang merokok dan minum
alkohol.
D. Patofisiologi
Pasien dengan leukoplakia idiopatik memiliki risiko tinggi
berkembang menjadi kanker. Penelitian oleh Downer, pada sejumlah pasien
leukoplakia, 4%-17% lesi berubah menjadi tumor maligna dalam waktu 20
tahun.
Perubahan patologis primer yang terdapat pada leukoplakia adalah
diferensiasi abnormal dari epitel mukosa dengan ditandai peningkatan
aktivitas keratinisasi pada permukaan selnya yang memproduksi penampakan
klinis yang mukosa yang berwarna putih. Proses ini juga dibersamai dengan
perubahan ketebalan dari jaringan epitelial (Reibel J, 2003).
Dasar molekuler pada perubahan tersebut belum diketahui secara pasti.
Namun, beberapa data penelitian menyebutkan adanya perubahan ekspresi
onkogen/TSG, ekspresi gen keratin, perubahan siklus sel, akumulasi stres
oksidatif dan displasia epitel berperan dalam perubahan yang terjadi pada
leukoplakia (Kawanishi S & Murata M, 2006).

E. Klasifikasi
Terdapat dua tipe klinis leukoplakia yaitu homogen dan non homogen.
Pada tipe homogen berupa lesi putih yang datar dan tipis. Lesi ini dapat
terlihat sebagai retakan yang dangkal dengan permukaan yang halus atau
berkerut. Teksturnya konsisten dan biasanya asimptomatik.

Gambar 1. Homogenous Leukoplakia (Parlatescu et al., 2014)


Sementara leukoplakia non-homogen umumnya simptomatis dan
memiliki beberapa variasi sebagai berikut:
1. Proliferative verrucous leukoplakia (PVL): Hansen et al., menjelaskan
PVL memiliki tingkat transformasi ganas yang tinggi, dimana menurut
WHO, PVL adalah lesi progresif multifokal yang sering ditemukan
pada wanita. Daerah yang sering terkena adalah gingival bawah, lidah
dan mukosa bukal (Warnakulasuriya, 2007).

Gambar 2. Proliferative verrucous leukoplakia (Parlatescu et al., 2014)


2. Oral erythroleukoplakia (OEL): lesi non-homogen dengan warna
campuran putih dan merah. Ini didefinisikan sebagai tambalan merah
yang berapi-api yang tidak bisa dicirikan seara klinis atau patologis
sebagai penyakit definitif lainnya. OEL menunjukkan potensi
transformasi ganas yang lebih tinggi daripada leukoplakia homogen
(Warnakulasuriya, 2007)
Gambar 3. Oral erythroleukoplakia (Guilgen et al., 2014)
3. Sublingual keratosis: plak putih lembut di daeraqh sublingual dengan
permukaan keriput, tidak beraturan namun terdefinisi dengan baik
garis besar dan kadang berbentuk kupu-kupu (Scully et al., 1999)

Gambar 4. Sublingual keratosis (Scully dan Felix, 2005)


4. Candidal leukoplakia (CL): leukoplakia dengan gambaran lesi yang
luas, putih pekat, keras dan kasar pada permukannya (Scully et al.,
1994)
Gambar 5. Candidal leukoplakia (Parlatescu et al., 2014)
5. Oral hairy leukoplakia (OHL) atau dikenal sebagai lesi Greenspan :
ditandai dengan bercak putih bergelombang dimana terdapat rambut-
rambut yang tumbuh pada permukaan lesi dan sering terdapat pada
lidah. Sering disebabkan oleh reaktivasi dari Epstein Barr-Virus (van
der Waal et al., 1997)

Gambar 6. Oral hairy leukoplakia (Cade, 2017)


F. Diagnosis
Penegakkan diagnosis leukoplakia masih menjadi kendala karena
etiologi yang belum jelas dan perkembangan agresif dari leukoplakia menjadi
suatu keganasan. Diagnosis definitif leukoplakia dari penemuan lesi putih di
area mukosa oral pada saat pemeriksaan fisik tanpa ditemukannya etiologi
seperti riwayat merokok, infeksi, riwayat keganasan pada anamnesis atau
pemeriksaan fisik. Pemeriksaan penunjang seperti biopsi sangat
direkomendasikan untuk melihat perubahan histologis yang terjadi. Biopsi
dilakukan pada area yang paling tampak perubahannya. Pada pasien dengan
leukoplakia multifokal, biopsi dapat dilakukan pada beberapa tempat (field
mapping). Pemeriksaan histopatologis ini masih merupakan baku emas dalam
penegakan diagnosis leukoplakia (Thomson PJ & Hamadah O, 2007; Torres-
Rendon A et al., 2009).

G. Terapi
Leukoplakia berpotensi untuk menjadi keganasan, ketika menghadapi
dua atau tiga lesi, pilihan terapi adalah pembedahan. Pada leukoplakia
multipel atau berukuran besar, pembedahan menjadi tidak praktis karena akan
mengakibatkan deformitas yang tidak dapat diterima atau disabilitas
fungsional. Terapi dapat berupa pembedahan cryo (cryosurgery), pembedahan
laser (laser surgery) atau menggunakan bloemycin topikal. Akan tetapi, pada
30% kasus yang ditangani, leukoplakia dapat terjadi kembali dan terapi tidak
dapat menghentikan beberapa leukoplakia berubah menjadi squamous cell
carcinoma (Holmstrup et al., 2006; Bagan et al., 2003).
Menurut Longshore dan Camisa, berikut tatalaksana leukoplakia:
 Hilangkan semua faktor penyebabnya
 Tidak ada displasia atau ada displasia ringan  bedah eksisi / operasi
laser pada lesi pada ventral / lateral lidah, lantai mulut, langit-langit
lunak dan orofaring.
 Adanya displasia sedang atau berat  bedah eksisi atau terapi laser
adalah perawatan pilihan
 Lesi merah (erythroplakia atau leukoerythroplakia)  bedah adalah
yang terbaik
 Proliferative verrucous leukoplakia  bedah lengkap eksisi / operasi
laser jika memungkinkan
 Evaluasi tindak lanjut untuk semua lesi (Longshore dan Camisa, 2002)

H. Komplikasi
Leukoplakia idiopatik, leukoplakia non-homogen, leukoplakia pada
daerah risiko tinggi mulut dan leukoplakia yang menunjukkan displasia
epitelial tingkat moderat atau berat, serta leukoplakia yang mempunyai faktor
risiko berubah menjadi keganasan harus diterapi secara agresif. Apabila tidak
segera dilakukan terapi, bisa terjadi perubahan warna, tekstur atau ukuran dan
penampakan leukoplakia sebagai kemungkinan perubahan menuju keganasan
(Lodi dan Porter, 2008).
BAB III
KESIMPULAN

Leukoplakia merupakan salah satu kelainan yang terjadi di mukosa rongga


mulut berupa penebalan putih yang tidak dapat digosok sampai hilang dan sering
berpotensi menjadi suatu keganasan. Leukoplakia sering ditemukan pada laki-laki,
dan prevalensi meningkat seiring bertambahnya usia. Penyebab yang pasti dari
leukoplakia sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Predisposisi leukoplakia
terdiri dari beberapa faktor yaitu faktor lokal, faktor sistemik dan malnutrisi vitamin.
Perubahan patologis primer yang terdapat pada leukoplakia adalah diferensiasi
abnormal dari epitel mukosa dengan ditandai peningkatan aktivitas keratinisasi pada
permukaan selnya yang memproduksi penampakan klinis yang mukosa yang
berwarna putih. Terdapat dua tipe klinis leukoplakia yaitu homogen dan non
homogen. Pemeriksaan histopatologis ini masih merupakan baku emas dalam
penegakan diagnosis leukoplakia. Tatalaksana dari leukoplakia antara laian melalui
prosedur pembedahan sesuai indikasi, menghilangkan semua faktor penyebabnya,
dan evaluasi tindak lanjut untuk semua lesi. Komplikasi yang bisa timbul bila tidak
segera dilakukan terapi yaitu perubahan menuju keganasan.
DAFTAR PUSTAKA

Bagan JV, Jimenez Y, Sanchis M (2003). Proliferative verrucous leukoplakia: high


incidence of gingival squamous cell carcinoma. Journal of Oral Pathology
and Medicine 32(7):379-382
Banoczy J. (1983). Oral leukoplakia and other white lesions of the oral mucosa
related to dermatological disorders. Journal of Cutaneous Pathology, 10: 238-
256
Brouns ER, Baart JA, Bloemena E, Karagozoglu H, van der Waal I (2013). The
relevance of uniform reporting in oral leukoplakia: definition, certainty factor
and staging based on experience with 275 patients. Med Oral Patol Oral Cir
Bucal 18(1):e19-26
Brzak BL, Mravak-Stipetic M, Canjuga I, Baricevic M, Balicevic D, Sikora M, et al
(2012). The frequency and malignant transformation rate of oral lichen planus
and leukoplakia – A retrospective study. Coll Antropol 36: 773-7
Cade JE (2017). Hairy Leukoplakia. Diakses tanggal 25 Juli 2017 pada
http://emedicine.medscape.com/article/279269-overview
Caldeira K, Davis SJ, Peters GP. (2011). The supply chain of CO2 emission.
Proceedings of National Academy of Sciences, 108(45): 1-5
Cho, H.H., Kim, S.H., Seo, S.H., Jung, D.S., Ko, H.C., Kim, M.B. and Kwon, K.S.,
2010. Oral hairy leukoplakia which occurred as a presenting sign of acute
myeloid leukemia in a child. Annals of dermatology, 22(1), pp.73-76.
Downer MC, Petti S. (2005). Leukoplakia prevalence estimate lower than expected.
Evidence-Based Dental Practice, 6:12
Feller L, Lemmer J. (2012). Oral leukoplakia as it relates to HPV infection: A review.
International Journal of Dental Hygiene, 2: 540-561.
Guilgen NGBV, Kang S, Tommasi MHM, Vieira I, Machado MAN, Lima AAS
(2014). Oral erythroleukoplakia – a potentially malignant disorder. Polski
Przeglad Otorynolaryngologiczny 4: 20-24
Hasibuan S. (2004) Deteksi Dini dan Diagnosis Kanker Rongga Mulut. Universitas
Sumatera Utara Digital Library.
Holmstrup P, Vedtofte P, Reibel J, Stoltze K (2006). Longterm treatment outcome of
oral premalignant lesions. Oral Oncology 42(5): 461-474
Kawanishi S, Murata M. (2006). Mechanism of DNA damage induced by bromate
differs from general types of oxidative stress. Toxicology, 221(2): 172-178.
Kayalvizhi EB, Lakshman VL, Sitra G, Yoga S, Kanmani R, Megalai N (2016). Oral
leukoplakia: A review and its update. Journal of Medicine, Radiology,
Pathology & Surgery 2(2):18-22
Krogh P, Hald B, Holmstrup P (1987) Possible mycological etiology of oral mucosal
cancer: Catalytic potential of infecting Candida albicans and other yeasts in
production of N-nitrosobenzylmethylamine. Carcinogenesis 8:1543-8
Lodi G, Porter S (2008). Management of potentially malignant disorders: evidence
and critique. Journal of Oral Pathology and Medicine 37(2): 63-69
Longshore SJ, Camisa C (2002). Detection and management of premalignant oral
leukoplakia. Dermatol Ther 15: 229-235
Morse DE, Psoter WJ, Cleveland D, Cohen D, MohitTabatai M, Kosis DL et al
(2007) Smoking and drinking in relation to oral cancer and oral epithelial
dysplasia. Cancer Causes Control 18: 919-29.
Napier SS, Speight PM (2008). Natural history of potentially malignant oral lesions
and conditions: an overview of the literature. J Oral Pathol Med 37: 1-10
Neville, B.W. and Day, T.A., (2002) Oral cancer and precancerous lesions. CA: a
cancer journal for clinicians, 52(4), pp.195-215.
Parlatescu I, Gheorghe C, Coculescu E, Tovaru S (2014). Oral Leukoplakia – an
Update. Maedica Buchar 9(1): 88-93
Petti S (2003). Pooled estimate of world leukoplakia prevalence: a systematic review.
Oral Oncology 39(8): 770-780.
Reibel J. (2003). Prognosis of oral premalignant lesions: significance of clinical,
histopathological, and molecular biological characteristics. Critical Reviews in
Oral Biology & Medicine, 14(1): 47-62
Roed-Petersen B, Gupta PC, Pindborg JJ, Singh B (1972). Association between oral
leukoplakia and sex, age, and tobacco habits. Bull World Health Organ 47:13-
9
Schepman KP, Bezemer PD, van der Meij EH, Smeele LE, van der Waal I (2001)
Tobacco usage in relation to the anatomical site of oral leukoplakia. Oral Dis
7 : 25-7
Scully C, el-Kabir M, Samaranayake LP (1994). Candida and oral candidosis: A
review. Crit Rev Oral Biol Med 5:125-157
Scully C, Felix DH (2005). Oral medicine – Update for the dental practitioner: Oral
white patches. British Dental Journal 199: 565-572
Scully C, Porter S (1999) Orofacial disease: Update for the dental clinical team: 3.
White lesions. Dent update 26: 123-129
Soames JV, Southam JC (1999) Oral Pathology. Oxford: Oxford University of Press.
p: 139-140
Thomson PJ, Hamadah O.(2007). Cancerisation within the oral cavity: The use of
'field mapping biopsies' in clinical management. Oral Oncology, 43: 20-26
Torres-Rendon A, Stewart R, Craig GT, Wells M, Speight PM. (2009). DNA ploidy
analysis by image cytometry helps to identify oral epithelial dysplasias with a
high riskof malignant progression. Oral Oncology, 45: 468-473
Van der Waal I, Schepman KP, van der Meij EH, Smeele LE (1997) Oral
leukoplakia: A clinicopathological review. Oral Oncol 33: 291-301
Van der Waal, I (2009) Potentially malignant disorders of the oral and oropharyngeal
mucosa; terminology, classification and present concepts of management.
Oral Oncol 45: 317-323
Warnakulasuriya S, Johnson NW, can der Waal I. (2007) Nomenclature and
classification of potentially malignant disorders of oral mucosa. Journal of
Oral & Pathology Medicine, 36: 575-580

Anda mungkin juga menyukai