Anda di halaman 1dari 6

Menggapai Mimpi Bersama Bidikmisi

“Gantungan cita-citamu setinggi bintang di langit, jika engkau jatuh, engkau akan
jatuh diantara bintang-bintang”
(Ir. Soekarno, Proklamator Kemerdekaan Indonesia)

Hay guys ingin sharing sedikit tentang perjalanan hidupku sebagai mahasiswa
Bidikmisi dari perjalanan sebagai anak SMK, diterima di Perguruan Tinggi Negeri.
Bukan bermaksud sombong ya guys, hanya sekedar berbagai saja. Semoga bermanfaat
dan bisa memotivasi. Aamiin :-). Langsung saja guys, Jadi dulu aku setelah lulus SMP
ingin melanjutkan ke jenjang lebih tinggi yaitu SMA. Tapi karena layaknya seorang
anak yang berbakti kepada orang tua maka aku melanjutkan di SMK, wuih sok bijak
banget yah guys wkwk.Selepas lulus SMP aku ingin melanjutkan ke jenjang lebih
tinggi yaitu SMA/SMK/MA. Karena layaknya seorang anak berbakti kepada orang tua
maka aku melanjutkan di SMK. Kebetulan letaknya bersebelahan dengan SMP ku,
sehingga hanya terpisah oleh tembok pembatas. Orang tua menginginkanku
melanjutkan di SMK, karena mereka bercita-cita selepas lulus bisa langsung kerja di
tanah rantau. Bukan bermaksud sombong, sebenarnya dari segi nilai bisa saja masuk
SMA favorit di kabupatenku, namun sekali lagi karena orang tuaku tidak merestui jika
melanjutkan di SMA. Saat proses pendaftaran aku harus mengikuti beberapa seleksi
seperti tes tertulis, cek kesehatan, dan wawancara. Sangat teringat saat tes wawancara
ditanyai oleh salah satu petugas “ Kamu besok setelah lulus dari sini mau kerja
dimana?”, maka aku jawab dengan percaya diri “ Kerja di Astra Pak.” Waktu itu aku
tahunya perusahaan terbesar Astra Honda Motor karena memang banyak orang yang
membincangkan hal tersebut. Saat pengumuman tiba, alhamdulillah aku dinyatakan
lolos seleksi. Aku sangat senang dan bangga sekali karena tidak menyangka ternyata
aku menempati peringkat teratas, Sehingga aku harus bergegas untuk mempersiapkan
segalanya untuk esok hari.
Awal masuk sekolah aku bertemu dan diajar oleh seorang guru fisika namanya
Pak Wargo Pramono. Beliau guru favoritku dan sudah ku anggap sebagai ayah sendiri
di sekolah. Ternyata kami tidak hanya mirip dari segi wajah, namun watak, sifat, dan
perilaku. Sehingga banyak dari teman-teman, guru dan karyawan menyebut kami
kembaran yang terpisah. Beliau orangnya tinggi, ganteng, islami, semangat dan
memiliki kepedulian tinggi kepada siswanya. Hal tersebutlah yang menyebabkan beliau
dekat dengan banyak siswa di Sekolah. Saat pertemuan pertama kali di kelas beliau
belum memberikan materi, melainkan hanya sharing dan memberikan motivasi.
Kebanyakan guru yang lain membahas seputar dunia kerja, namun Pak Pramono
berbeda. Beliau lebih suka sharing dan motivasi dunia perkuliahan. Bukan berarti juga
beliau tidak suka melihat siswa yang bekerja. Beliau pernah menyampaikan bahwa kerja
atau kuliah itu sama-sama bagus, tinggal tergantung dari diri kita sendiri mau pilih yang
mana. Beliau menyampaikan bahwa kuliah saat ini bisa gratis, bahkan setiap bulannya
dapat uang saku. Aku mendengar hal tersebut tentu tidak percaya, masa hari gini masih
ada kuliah gratis dan lebih ragu lagi udah gratis kok masih dapat uang saku. Karena
yang selalu terdengar ditelingaku bahwa kuliah itu mahal, harus menyediakan uang
puluhan bahkan ratusan juta. Sehingga aku sempat bertanya kepada Pak Pramono, “ Pak
memang program beasiswa apa yang kuliah gratis dan dapat uang saku?” tanyaku
dengan lantang. Beliau menjawab “Bidikmisi nak, beasiswa ini ditunjukan untuk
lulusan SMA/SMK/MA yang berprestasi baik akademik maupun non akademik namun
tidak mampu secara ekonomi untuk melanjutkan kuliah.” “Beneran ini Pak gratis tis?”
sahutku dengan penuh keheranan. Pak Pramono menjawab dengan gemasnya
terhadapku “ Iya nak gratis tis sampai lulus, bisa dicek langsung deh di internet.”
Tet..tet..tet.., bel bertanda istirahat berbunyi. Pak Pramono menutup kelas dan kembali
ke kantor. Aku penasaran dengan beasiswa bidikmisi sehingga aku langsung mencari
informasi tentang beasiswa tersebut di internet sesuai saran Pak Pramono. Ternyata
memang benar, wow aku jadi tertarik untuk kuliah. Sejak itulah aku memutar mimpiku
yang awalnya menggebu-gebu ingin langsung kerja, berubah haluan menjadi ingin
kuliah dengan Beasiswa Bidikmisi.
Hari berikutnya aku berniat untuk bertanya-tanya lebih detail tentang beasiswa
tersebut kepada Pak Pramono. Hingga pada waktu kami berpapasan di Perpustakaan.
“Permisi, maaf Pak saya didi mau bertanya terkait beasiswa bidikmisi” aku menyapa
dan sambil menyalaminya. Dengan senyuman yang manis beliau menjawab “Oh iya
silakan nak, dengan senang hati. “Memang beliau itu terkenal dengan kepeduliannya
kepada para siswa, sehingga jangan heran jika beliau langsung hangat kepada siapapun
tanpa pandang bulu.. Beliau juga tipe orang yang suka ngobrol tentang hal apa saja, jadi
jika sekali bertemu dan membahas sesuatu hal, maka bisa berjam-jam ngobrolnya
hingga tidak ada habisnya. “Nak jika kamu ingin mendapatkan beasiswa maka dari
sejak kelas X kamu harus bersungguh-sungguh belajarnya, kamu harus bisa selalu
masuk peringkat tiga besar dikelas sampai lulus, karena sainganmu siswa se-Indonesia
tentu tidak mudah” dengan lembut beliau menyampaikan. “Pak tapi saya anak SMK
memang bisa? Kan lulusan SMK dibentuk untuk siap kerja bukan kuliah” sanggahku
kepada beliau. “Kalo kamu yakin bisa, maka bisa nak, dengan usaha dan doa. Allah
selalu mendengar doa hamba-Nya. Jangan khawatir nak yang penting kamu mencoba
dulu siapa tahu beruntung, karena sekarang sudah banyak lulusan SMK yang kuliah.
Contohnya kakak kelasmu kemarin ada yang lolos jalur undangan dengan bidikmisi,
maka kamu harus lebih bisa nak”, kata Pak Pramono yang berusaha meyakinkanku.
”Terimakasih Pak untuk motivasi dan informasinya, akan saya coba”, jawabku dengan
penuh optimis.
Setiap hari aku merenung dan bertanya-tanya, rasa optimis, gelisah, dan takut
bercampur aduk menjadi satu seperti campuran beton. Apa bisa seorang didi kuliah
dengan beasiswa bidikmisi? Apakah terbuka peluang besar lulusan SMK untuk kuliah?
Apakah bisa bersaing dengan lulusan SMA yang notabene mereka lebih unggul dalam
segi keilmuan?. Aku terus merenung, jika semakin bertanya-tanya maka akan timbul
pesimis dalam diri. Tiba-tiba aku teringat kata-kata motivasi dari Pak Pramono, aku
mulai tersenyum dan menanamkan keyakinan diri dengan kuat dalam hati, aku pasti
bisa! Mulai hari itulah aku mengazamkan diri untuk bisa selalu peringkat pertama
hingga lulus sesuai dengan pesan dari Pak Pramono. Hari demi hari aku menjadi lebih
rajin dan tekun dalam belajar, serta diiringi dengan tirakat puasa sunah setiap hari Senin
dan Kamis. Untuk mencapai target peringkat satu tersebut tentu aku persiapkan strategi
diantaranya selalu belajar pada malam harinya mata pelajaran yang akan dipelajari
dihari esok, mengerjakan dan mengumpulkan tugas dengan tepat waktu, mengerjakan
ulangan dengan sungguh-sungguh, dan belajar lebih keras untuk menghadapi UTS
ataupun UAS. Sepulang mengaji, tepat pukul 20.00 WIB aku belajar. Sekitar satu
sampai dua jam cukup, setelah itu aku mempersiapkan buku pelajaran untuk hari esok
kemudian beranjak tidur. Sering kali aku belajar di mushola, kebetulan letaknya di
belakang rumahku. Karena disana tempatnya nyaman dan sepi dari keramain sehingga
bisa beerkonsentrasi untuk belajar. Sedangkan jika belajar dirumah brisik tidak bisa
fokus, karena ada suara televisi yang sangat mengganggu. Sering aku tidak sadar
terlelap tidur di sana sampai pukul 11.00-12.00 WIB, pertanda bahwa diri ini sudah
sangat lelah, hingga ayah membangunkan dan menjemputku untuk pulang. Tidak hanya
berusaha saja namun jerih payah ini juga diiringi dengan doa. Selalu aku meminta doa
kepada kedua orang tua, karena tidak ada doa yang paling mustajab kecuali doa dari
kedua orang tua. Sering juga jika ada acara rutinan yasinan anak muda setiap hari
Minggu, aku selalu meminta doa sebagai hajat utama.
Layaknya menjadi siswa ideal, aku tidak ingin unggul dalam bidang akademis
saja, namun juga unggul dalam bidang non akademis. Sehingga sebagai balas dendam
dulu saat SMP yang tidak aktif di organisasi dan perlombaan, maka mulai SMK kelas X
aku mengazamkan diri juga untuk mengikuti berbagai organisasi dan perlombaan.
Berikut organisasi yang pernah aku ikuti selama duduk dibangku SMK diantaranya ada
OSIS (Ketua Umum), DKA (Sie Tekpram), DKR (Wakil Ketua), PIK-R (Wakil Ketua),
dan Rohis (the founder). Kemudian prestasi lomba diantaranya, Juara 1 Lomba
Teknologi Tepat Guna tingkat kabupaten, Juara 3 Pidato Bahasa Jawa tingkat
Kabupaten, Juara Harapan 1 dan 2 Musabaqo Tilawatil Qur’an tingkat Kabupaten, Juara
1 lomba paduan suara tingkat kabupaten, Juara 3 Lomba Paduan Suara tingkat Kedu dan
masih banyak lagi. Memang tidaklah mudah untuk mencapai itu semua, perlu kerja
keras dan semangat yang berkobar.
Alloh mendengarsemua doaku, azamku yang peringkat satu di kelas dari kelas
X-XII terkabul. Ditambah lagi nikmat yang tidak terduga. Jadi di SMK ku ada program
bantuan beasiswa gratis SPP selama satu semester bagi siswa yang berprestasi meraih
peringkat tiga besar di kelas. Alhamdulillah, nikmat Tuhan yang mana lagi, yang akan
aku dustakan. Maka sampai lulus aku bebas biaya SPP, sehingga sejak saat itulah aku
sudah belajar mandiri. Aku tidak lagi meminta uang dari orang tua untuk membeli LKS,
fotocopy materi, dan alat tulis lainnya. Kadang juga jika ikut perlombaan dapat uang
dan makan, alhamdulillah. Memang Alloh Maha Baik dan Kaya. Sampailah waktu yang
sudah ditunggu-tunggu. Seleksi masuk perguruan tinggi jalur undangan atau SNMPTN
(Seleksi Nasional Masuk Perguruan Negeri) telah dibuka. Maka segera diriku
mempersiapkan segalanya untuk mendaftar. Jalur tersebut menggunakan nilai raport
dari kelas X-XII dan diseleksi secara nasional oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan
Pendidikan Tinggi. Tidak lupa juga aku mendaftar beasiswa bidikmisi. Sehingga aku
mendaftar melalui jalur SNMPTN dengan status calon pendaftar Beasiswa Bidikmisi.
Disamping mempersiapkan segala kebutuhan dan persyaratan pendaftaran
kuliah, aku juga disibukan dengan persiapan Ujian Nasional. Waktu itu aku juga
mengazamkan diri ingin menjadi lulusan terbaik. Namun Alloh memiliki rencana lain
sehingga saat pengumuman kelulusan tiba,aku belum bisa masuk 3 besar. Aku hanya
masuk peringkat lima besar yaitu urutan nomer empat. Secara nilai ujian nasional
memang aku tidak menyabet juara pertama, namun ternyata secara nilai Raport aku
tetap menduduki sebagai bintang kelas,bahkan tetap peringkat pertama parelel di
jurusanku. Ya sudahlah tetap bersyukur dan positif thingking, mungkin Allah punya
kado terindah nanti untukku. Setelah lama menunggu sekitar dua sampai tiga bulan
akhirnya penantianpun usai. Detik-detik saat menegangkan yaitu pengumuman
SNMPTN. Sungguh waktu itu tidak mampu diriku untuk membuka hasil pengumuman,
hati risau dan jantung berdegup kencang seakan petir menyambar. Mulut ini terus
bergumam memanjatkan doa, “Ya Alloh semoga aku lolos”, kataku didalam batin.
Kring, suara HP berbunyi. Siapa gerangan yang mengirim pesan padaku. Aku
buka pelan-pelan dengan jantung yang masih tetap berdebar. “Selamat Kang Didi kamu
lolos.” Kebahagianku mencuat tak terbendung, sehingga aku ingin menangis bahagia
mendengar kabar tersebut. Aku bergegas mengabarkan ke Ibu, dan ibuku mendengar hal
tersebut ikut bahagia. Namun ada satu hal yang mengganjal, beasiswa bidikmisi belum
pengumuman. Antara bahagia dan takut bercampur jadi satu, sehingga terasa nano-
nano. “Silakan kuliah tapi asal gratis, jika tidak lolos bidikmisi nanti kamu kerja saja.
Ibu dan Bapak tidak sanggup membiayai kuliahmu nak”, pesan Ibu kepadaku. Jika aku
tidak lolos bidikmisi maka pupus mimpiku yang satu ini yaitu kuliah. Sepanjang sejarah
dari keluarga Bapak dan Ibuku belum ada yang bisa mengenyam pendidikan di
perguruan tinggi. Bapak dan ibuku hanyalah lulusan SD dan bekerja sebagai tani dan
membuka warung kecil dirumah.
Aku selalu berdoa dan meminta restu kepada orang tua, kakek nenek, dan bibi
agar aku bisa dapat beasiswa. Proses beasiswa bidikmisi di kampusku berbeda dengan
kampus yang lain. Mereka pengumuman bidikmisi lebih awal sebelum ospek,
sedangkan di kampusku pengumumannya seminggu setelah ospek. Saat aku jadi maba
diri ini sangat takut, rasanya cetar-cetir tidak karuan. Pikiran pesimis menghantuiku,
lolos tidak, lolos tidak, dan lolos tidak. Aku waktu itu hanya di beri saku sama orag
tuaku sekitar seratus lima puluh ribu, lebihnya aku tambahin dengan uang tabunganku.
Tentu uang tersebut tidak cukup untuk membeli perlengkapan ospek, dan makan. Untug
saja ibu kosku sangat baik, beliau memahami kondisiku. Sehingga aku menginap dikos
tanpa harus membayar dulu. Sungguh Alloh Maha Baik. Aku berjanji sama Ibu kos, jika
dapat beasiswa bidikmisi nanti akan aku lunasi semuanya. Ibu kos mempercayaiku dan
turut mendoakanku. Hingga tiba saatlah pengumuman bidikmisi keluar. Kembali aku
pada situasi sewaktu menunggu pengumuma SNMPTN. Aku buka perlahan dengan di
iringi tubuh bergetar dan panas dingin. Kucari namuku, dan yah. Aku dinyatakan lolos
Beasiswa Bidikmisi. Aku seraya sujud syukur dan bahagia tak terbendung. Akhirnya
kado yang selama ini aku tunggu telah datang. Ini merupakan kado terindah yang
pernah ada. Aku mengabarkan berita ini kepada orang tuaku, mereka sangat bahagia.
Akhirya mimpi yang selama ini aku impikan dan doa yang selalu aku panjatkan
terkabul. Ya Allah, begitu banyak nikmat yang Kau berikan. Sungguh aku benar-benar
tidak sanggup mengungkapkan rasa syukur ini. Ya Alloh jadikanlah aku hamba yang
mensyukuri nikmatmu, bukan hamba-Mu yang kufur nikmat. Semoga aku dapat
menjaga amanah sebagai Mahasiswa Bidikmisi dengan mempersembahkan segudang
prestasi baik akademik maupun non akademik. Bidikmisi! Menggapai prestasi
membangun negeri.

Anda mungkin juga menyukai